ANALISIS FAKTOR DETERMINAN TINGKAT KEMISKINAN DI …
Transcript of ANALISIS FAKTOR DETERMINAN TINGKAT KEMISKINAN DI …
Vol 3, No. 008 (2017) Muhammad Hatta 16
ANALISIS FAKTOR DETERMINAN TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA PERIODE 2005-2015
Oleh :
Muhammad Hatta
Abdul Azis
Universitas Muhammadiyah Parepare
ABSTRACT
The determinant factor of poverty is a complex and multidimensional problem which is
related to social, economic, cultural and other aspects, which is a phenomenal problem
in the world, including Indonesia which is a developing country. This study aims to
determine the influence and relationship of economic growth, inflation, HDI, gini ratio,
and dependency ratio to the level of poverty in Indonesia. This research was conducted
in Indonesia. The data were collectied thorugh literature review.Secondary data (panel
data) collected relating to economic growth, HDI, inflation, gini ratio, and dependency
ratio period 2005-2015. Data were analyzed descriptively and quantitative measure. The
study indicates that based on functional relationship the quality of human resources has a
larger influence than the economic growth on the decrease of poverty. The data were analiysed descriptively in quantitative measure. The results showed that based on the functional relationship in which the Economy
growth had positive effect and the significance level of 20% to poverty, the HDI had a
negative effect but not significant . Inflation was negative effect and significant, gini
ratio had negative effect and significant, dependency ratio,had positive effect but not
significant to poverty reduction. The study is an academic study and limited only to
analysis of the inpact of economic growth, HDI, gini ratio inflation and dependency ratio
on the level poverty.
------------------- Keyword : determinan of level of poverty in Indonesia
Vol 3, No. 008 (2017) Muhammad Hatta 17
PENDAHULUAN.
Aktivitas pembangunan ekonomi yang dilaksanakan disuatu negara dapat
dilihat hasilnya pada dampak yang ditimbulkannya dalam mendorong peningkatan
kesejahteraan masyarakat di negara tersebut. Salah satu indikator dimana hasil
pembangunan yang dilaksanakan disuatu negara itu dapat dilihat secara langsung
pada adanya peningkatan laju pertumbuhan ekonomi negara bersangkutan. Secara
konvensional indikator untuk mengindentifikasi kemiskinan yang dipakai adalah
PDB per-kapita, namun indikator ini juga punya kelemahan karena merupakan
indikator makro yang seringkali menyembunyikan realitas kemiskinan. Menurut
Heredia dan Pueblo (1996) dalam Agussalim (2009), kemiskinan struktural
disebabkan oleh kurangnya memperoleh alat-alat produksi (lahan dan teknologi)
dan sumberdaya (pendidikan, kredit dan akses pasar) oleh mayoritas penduduk.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi selama tahun 2005 tidak dibarengi
dengan rendahnya laju inflasi, laju inflasi pada tahun 2005 tercatat 17,11% Jauh
lebi tinggi dibanging dengan tahun sebelumnya 6,4% tingginya laju inflkasi tahun
2005 terutama dipengaruhi oleh dampak signifikan kenaikan harga bahan bakar
minyak (BBM) baik melalui dampak langsung (fist round) maupun dampak
lanjutan (second round). Dampak yang terlihat adalah naiknya tingkat kemiskinan
pada tahun berikutnya 2005-2006 yaitu dari 15,97% menjadi 17,75%. Selain itu
ketimpangan distribusi pendapatan terlihat tidak berubah dari tahun 2005-2006,
demikian pula Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2005-2006 tetap berada pada
angka 69,7 dan 70,1, dan tingkat Ketergantungan Penduduk (Dependensi Ratio)
2005-2006 tetap stagnan pada angka 47,02 dan 47,27. Akan tetapi, usaha untuk
menciptakan pemerataan atau mengurangi ketimpangan pendapatan dalam suatu
proses pembangunan ekonomi sangatlah sulit. Terutama disebabkan karena
adanya trade off antara ketimpangan pendapatan dengan laju pertumbuhan
ekonomi, sebagaimana yang disebut dalam Kuznets Hypothesis (Todaro, 2006).
LANDASAN TEORI
Dalam kaitan pertumbuhan ekonomi dengan kemiskinan diharapkan
sumber-sumber pertumbuhan tersebut dapat menurunkan kemiskinan. Investasi
Vol 3, No. 008 (2017) Muhammad Hatta 18
melalui penyerapan tenaga kerjanya baik oleh swasta maupun oleh pemerintah,
perkembangan teknologi yang semakin inovatif dan produktif dan pertumbuhan
penduduk melalui peningkatan modal manusia (human capital). Hal ini sejalan
dengan berbagai teori pertumbuhan yang ada yakni teori Harold Domar,
Neoklasikal dari Solow, dan teori Endogen oleh Romer (Agussalim, 2009)
Hal penting lain yang terkait dengan kemiskinan adalah pandangan Todaro
(2006) yang berasal dari penelitiannya di negara berkembang adalah ketimpangan
pendapatan. Ketimpangan pendapatan yang ekstrem menyebabkan inefisiensi
ekonomi. Penyebabnya sebagian adalah, pada tingkat pendapatan rata-rata berapa
pun, ketimpangan yang semakin tinggi akan menyebabkan semakin kecilnya
bagian populasi yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman atau sumber
kredit yang lain. Ketika individu yang berpenghasilan rendah tidak dapat
meminjam uang, pada umumnya mereka tidak dapat memulai dan
mengembangkan bisnis.
Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Dengan Kemiskinan
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan output total
secara terus menerus dalam jangka panjang. Pengertian pertumbuhan ekonomi
yang dimaksud adalah tanpa memandang kenaikan itu, lebih besar ataukah lebih
kecil daripada tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan dalam
struktur ekonomi berlaku atau tidak (Sadono Sukirno, 2009). Teori pertumbuhan
ekonomi menjelaskan mengenai faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan
ekonomi dan prosesnya dalam jangka panjang, penjelasan mengenai bagaimana
faktor-faktor itu berinteraksi satu dengan yang lainnya, sehingga menimbulkan
terjadinya proses pertumbuhan (Lincolin, 1999).
Teori pertumbuhan endogen yang di kemukakan oleh Lucas dan
Romer.Lucas menyatakan bahwa akumulasi modal manusia, sebagaimana
akumulasi modal fisik menentukan pertumbuhan ekonomi, sedangkan Romer
berpandangan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh modal manusia
melalui pertumbuhan teknologi. Dimana sumber daya manusia yang merupakan
akumulasi dari pendidikan dan pelatihan.
Vol 3, No. 008 (2017) Muhammad Hatta 19
Hubungan Modal Manusia Dengan Kemiskinan
Modal manusia dalam terminologi ekonomi sering digunakan untuk untuk
bidang pendidikan, kesehatan dan berbagai kapasitas manusia lainnya yang ketika
bertambah dapat meningkatkan produktivitas. Pendidikan memainkan peran kunci
dalam hal kemampuan suatu perekonomian untuk mengadopsi teknologi modern
dan dalam membangun kapasitasnya bagi pembangunan dan pertumbuhan yang
berkelanjutan. Kesuksesan dalam pendidikan bergantung juga pada kecukupan
kesehatan. Disamping itu kesehatan merupakan prasayarat bagi peningkatan
produktivitas. Dengan demikian kesehatan dan pendidikan dapat juga dilihat
sebagai komponen vital dalam pertumbuhan dan pembangunan sebagai input bagi
fungsi produksi agregat (Todaro, 2000).
Menurut Mill dalam Perkins (2001), pembangunan ekonomi sangat
tergantung pada dua jenis perbaikan, yaitu perbaikan dalam tingkat pengetahuan
masyarakat dan perbaikan yang berupa usaha-usaha untuk menghapus
penghambat pembangunan seperti adat istiadat, kepercayaan dan berpikir
tradisional. Perbaikan dalam pendidikan, kemajuan dalam ilmu pengetahuan,
perluasan spesialisasi dan perbaikan dalam organisasi produksi merupakan faktor
yang penting yang akan memperbaiki mutu dan efisiensi faktor-faktor produksi
dan akhirnya menciptakan pembangunan ekonomi. Menurut Mill, faktor
pendidikan melaksanakan dua fungsi yaitu: mempertinggi pengetahuan teknik
masyarakat dan mempertinggi ilmu pengetahuan umum. Pendidikan dapat
menciptakan pandangan-pandangan dan kebiasaan modern dan besar perannya
untuk menentukan kemajuan ekonomi masyarakat.
Hubungan Inflasi dan GR Dengan Kemiskinan
Inflasi sangat berhubungan dengan kenaikan harga, dengan harga yang
berubah menyebabkan menurunnya pendapatan riil masyarakat. Uang adalh alat
tukar yang mengukur transaksi ekonomi. Ketika terjadi inflasi maka alat ukur itu
berubah dimana tingkat harga yang berubah membuat rencana keuangan individu
menjadi rumit. Dengan demikian nilai riil dari pendapatan bergantung pada
tingkat harga masa depan dan pendpatan ini kemudian menentukan standar hidup
seseoran atau keluarga. Jadi penurunan inflasi merupakan sesuatu yang baik untuk
Vol 3, No. 008 (2017) Muhammad Hatta 20
semua ukuran kemiskinanKebijakan stabilitas ekonomi makro berkaitan secara
sistematis dengan pendapatan kaum miskin.
Hubungan antara tingkat kesenjangan pendapatan dengan pertumbuhan
ekonomi dapat dijelaskan melalui Kuznet Hypothesis sebagai berikut bahwa
pertumbuhan ekonomi yang berasal dari tingkat pendapatan yang rendah
(dikelompokkan dalam suatu masyarakat agraris pada tingkat awal) akan naik
pada tingkat kesenjangan pendapatan rendah hingga sampai pada tingkat
pertumbuhan tertentu selanjutnya akan menurun, disini terjadi dilema antara
pertumbuhan dan pemerataan (trade off),
Hubungan Tingkat Ketergantungan Terhadap Kemiskinan
Rasio ketergantungan (dependency ratio) dapat digunakan sebagai
indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu negara
atau daerah apakah tergolong negara maju atau negara yang sedang berkembang.
Dependency ratio merupakan salah satu indikator demografi yang penting.
Semakin tingginya persentase dependency ratio menunjukkan semakin tingginya
beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup
penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.
Penelitian Terdahulu
Wongdesmiwati (2009) dalam jurnal “Pertumbuhan Ekonomi Dan
Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia: Analisis Ekonometrika”, menggunakan
metode analisis regresi berganda dari tahun 1990 hingga tahun 2004. Hasil dari
penelitian ini adalah variabel jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan
terhadap jumlah penduduk miskin, Variabel pertumbuhan ekonomi dan variabel
angka melek huruf berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk
miskin, dan Variabel angka harapan hidup, penggunaan listrik, dan konsumsi
makanan tidak signifikan berpengaruh terhadap penduduk miskin.
Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti (2008) dalam jurnal ”Dampak
Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin”,
menggunakan metode estimasi ekonometrika data panel untuk menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penduduk miskin. Data yang digunakan
Vol 3, No. 008 (2017) Muhammad Hatta 21
adalah data panel dari 26 provinsi tahun 1995 sampai dengan tahun 2005. Hasil
dari penelitian ini adalah variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap jumlah penduduk miskin walaupun dengan pengaruh yang
relatif kecil. Variabel inflasi dan variabel populasi penduduk berpengaruh positif
dan signifikan, sedangkan variabel pangsa sektor pertanian dan pangsa sektor
industri secara signifikan berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin.
Variabel yang berpengaruh negatif paling besar dan signifikan terhadap jumlah
penduduk miskin adalah pendidikan.
Menurut Agussalim (2007), pengeluaran pemerintah di sektor
pendidikan dan kesehatan, baik secara langsung maupun tidak langsung,
merupakan suatu kebijakan yang pro poor yang mempunyai dampak yang negatif
terhadap kemiskinan melalui dampaknya terhadap pertumbuhan dan pemerataan.
Di samping itu, kebijakan pengeluaran tersebut mempunyai pengaruh positif
terhadap pertumbuhan melaluidampaknya terhadap pembentukan modal manusia
(human capital). Kebijakan inilah yang yang dianggap sebagai kebijakan yang
berdampak ganda (win win policies).
Afzal dkk (2012) mengetimasi hubungan antara pendidikan dan
pertumbuhana ekonomi di Pakistan dengan menggunakan data statistik 1971-1972
hingga 2009-2010, mereka menemukan adanya pengaruh positif dan signifikan
dalam jangka panjang antara pendidikan dan kemiskinan terhadap pertumbuhan
ekonomi, sedangkan modal fisik berpengaruh baik dalam jangka pendek mauopun
dalam jangka panjang. Mereka juga menemukan adanya hubungan sebab akibat
dua arah antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi, antara pertumbuhan
ekonomi dan kemiskinan dan antara kemiskinan dan pendidikan.
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah Regresi
berganda, metode analisis yang dipakai adalah metode OLS (Ordinary Least
Squares) yang sering digunakan untuk mengestimasi fungsi regresi sampel dari
fungsi regresi polpulasi dan uji regresi berganda dimana bertujuan untuk
mengetahui berpengaruh atau tidaknya variabel bebas terhadap variabel terikat
Vol 3, No. 008 (2017) Muhammad Hatta 22
dan seberapa besar pengaruhnya dengan tingkat signifikansi sebesar (α = 0.05 α =
0,10, α = 0,20) Formula regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut
Kemudian digunakan analisis regresi berganda (Multiple Regression
Analysis). Rancangan penelitian menggambarkan variabel-variabel dalam suatu
penelitian agar pola pikir penulis dapat dipahami oleh pembaca. Model dan
rancangan penelitian yang yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut:
POVit = α0 + α1 EG + α2 IPM + α3 INF + α4 GR + α5 DR + µ
Dimana:
POV = Tingkat kemiskinan provinsi di Indonesia
EG = Pertumbuhan Ekonomi provinsi di Indonesia
IPM = Indeks Pembangunan Manusia
INF = Inflasi
GR = Ketimpangan Pendapatan
DR = Dependensi Ratio
ɑ0 = Intersept
ɑ1, ɑ2, ɑ3, ɑ4, ɑ5 = Koefisien regresi variabel bebas.
Pengujian Kriteria Statistik
Adapun interpretasi dari Uji statistik dari pengujian koefisien regressi parsial
(Uji t), pengujian koefesien secara bersama-sama (Uji f), dan Pegujian koefisien
determinasi (R2).
1. Koefisien Determinasi (R2).
Koefisien determinasi atau (R Square) dilakukan untuk melihat seberapa
besar kemampuan variabel independen member penjelasan terhadap
variabel dependent. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 (0<R2<1).
2. Uji F-Statistik adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh koefesien regresi secara bersama-sama terhadap
varibel depenmden. Untuk pengujian ini digunakan hipotesis sebagai
berikut :
H0 : b1 = 0 ………………………. (tidak ada pengaruh)
H1 : b1 ≠ 0 ……………………...... (ada pengaruh)
Vol 3, No. 008 (2017) Muhammad Hatta 23
Pengujian ini dilakukan engan membandingkan nilai F-hitung dengan F –
tabel jika F hitung > F table maka H0 di tolak dan H1 diterima maka
dapat di interpretasikan bahwa variabel independen secara bersama-sama
mempengaruhi vaibel dependen.
3. Uji T statistik
Uji t Statistik merupakan pengujian secara parsial yang bertujuan untuk
mengetahui masing-masing koefisien regresi significant atau tidak
terhadap varibel dependent dengan menganggap varibel lainnya konstan.
Dalam uji stsistik t digunakan hipotesis sebagai berikut :
H0 : b1 = 0 …………………………. (tidak ada pengaruh)
H1 : b1 ≠ 0 ………………………… (ada pengaruh)
HASIL PENELITIAN
Model persamaan regresi berganda untuk mempekirakan tingkat kemiskinan yang
dipengaruhi pertumbuhan ekonomi, IPM, Inflasi, GR dan DR
Y = α0 + α1 EG– α2 IPM – α3 INF – α4 GR + α5 DR + μ
Y = 67,329 + 1,479 EG – 0,386 IPM - 0,163 INF – 1,343 GR + 0,381 DR + μ
POV = Tingkat kemiskinan provinsi di Indonesia
EG = Pertumbuhan Ekonomi provinsi di Indonesia
IPM = Indeks Pembangunan Manusia
INF = Inflasi
GR = Ketimpangan Pendapatan
DR = Dependensi Ratio
ɑ0 = Intersept
ɑ1, ɑ2, ɑ3, ɑ4, ɑ5 = Koefisien regresi variabel bebas.
Vol 3, No. 008 (2017) Muhammad Hatta 24
Gambar 1
Grafik Perkembangan Tingkat Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi,
dan Ketimpangan Distribusi Pendapatandi Indonesia 2005-2015
Sumber : BPS (data diolah)
Pada gambar 1 tahun 2005-2007 terlihat adanya tren yang berfluktuasi atau naik
turun pada persentase tingkat kemiskinan yaitu tahun 2005 (15,97%), 2006
(17,5%), dan 2007 (16,58%), tetapi setelah 2008 – 2015 tren jumlah penduduk
miskin dan tingkat kemiskinan tersebut terus menurun. Tahun 2008 (15,42%), dan
tahun 2015 (11,2%) jadi dalam kurun waktu delapan tahun telah terjadi
penurunan tingkat kemiskinan sebesar 4,21% atau sekitar 6,36 juta jiwa. Dalam
kurun waktu 10 tahun rata-rata jumlah penduduk miskin adalah 31,9 juta jiwa dan
tingkat kemiskinan rata-rata 13,54%.
Pertumbuhan ekonomi sebagai salah determinan kemiskinan di Indonesia
dari tahun 2005-2010, trennya cenderung berfliktuasi (naik turun). Pada tahun
2005 (6,68%), 2006 (5,5%), 2007 (6,3%), 2008 (6%), 2009 (4,6%), dan 2010
(6,2%).Kondisi ini berlangsung beberapa tahun dan pada tahun 2011-2015 terjadi
gejala resesi tahun 20011 (6,2%) dan 2015 (4,8%), pertumbuhan ekonomi
Indonesia mengalami penurunan dan perlambatan hal ini terjadi akibat penurunan
pertumbuhan ekonomi RRC yang merupakan salah satu pendorong (motor)
pertumbuhan ekonomi Asia.
Aspek ketimpangan pendapatan dan indikator ekonomi untuk mengukur
tingkat kesenjangan pendapatan antara lain dengan melihat Indeks Gini (Gini
Ratio). Dari gambar 1 terlihat ketimpangan distribusi pendapataan di Indonesia
menunjukkan tren peningkatan dari tahun 2005-2015. Pada tahun 2005 (0,34) dan
15,9717,75
16,5815,42 14,15
13,33 12,49 11,96 11,37 11,2 11,2
6,68 5,5 6,3 64,6 6,2 6,2 6 5,6 5 4,8
0,34 0,36 0,38 0,37 0,37 0,39 0,41 0,41 0,41 0,41 0,41
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Poverty E.Growth GR
Vol 3, No. 008 (2017) Muhammad Hatta 25
meningkat terus selama sepuluh tahun, pada tahun 2015 (0,41), kondisi ini sudah
mennghawatirkan jika saja semua program pengentasan kemiskinan kurang
berhasil mengentaskan kemiskinan
Gambar 2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Inflasi, Dependensi
Ratio (DR) dan Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 2005-2015
Pada gambar 2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia dari
tahun 2005-2010, menunjukkan tren meningkat pada tahun 2005 (69,7), dan pada
tahun 2010 (72,27), kondisi tersebut kemudian berubah pada tahun 2011 – 2015
dimana cenderung stagnan pada tahun 2011 (67,09) mengalami penurunan, 2012
( 67,7), 2013 (68,31), 2014 (68,9) dan pada tahun 2015 (69,55), faktor utama yang
menyebabkan penurunan ini adalah karena pertumbuhan ekonomi mengalami
penurunan.
Inflasi sebagai salah satu faktor yang juga mempengaruhi naik turunnya
daya beli masyarakat dan menurunnya pendapatan riil masyarakat ikut
menyumbang peningkatan angka kemiskinan di Indonesia ketika terkait dengan
berbagai kebijakan pemerintah. Pada gambar 2 inflasi pada tahun 2005-2010
menunjukkan tren berfluktuasi dari tahun ke tahun hal ini masih sangat terkait
dengan kondisi yang terjadi pada tahun 1998 dimana masa itu terjadi krisis
moneter yang sangat parah. Tahun 2005 (17,11%), 2006 (6,6%), 2007 (6,59%),
2008 (11,06%), 2009 (2,78%), 2010 (6,96%), dan pada tahun 2011 turun lagi
69,7 70,1 70,6 71,17 71,672,2767,09 67,7
68,3168,9
69,55
17,116,6 6,59
11,06
2,786,96
3,79 4,38,38 8,36
3,5
47,0247,27 49,28 48,86 48,7547,5946,34 47,33 49,47 50,1548,6
15,97 17,75 16,58 15,42 14,1513,3312,4911,96 11,37 11,2
11,2
0
10
20
30
40
50
60
70
80
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
IPM
INFLASI
DR
Kemiskinan (%)
Vol 3, No. 008 (2017) Muhammad Hatta 26
menjadi (3,79%) dibanding tahun sebelumnya, 2010, pada tahun 2013 naik
menjadi (8,38%), 2014 (8,36%), dan turun pada tahun 2015 (3,5%).
Dependency ratio merupakan salah satu indikator demografi yang penting.
Semakin tingginya persentase dependency ratio menunjukkan semakin tingginya
beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup
penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan persentase
dependency ratio yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban
yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang
belum produktif dan tidak produktif lagi. Pada gambar 4,2 tren Dependency Ratio
masih berada dikisaran tahun, 2005 (47,2), 2014 (50,15) dan 2015 (48,6). jadi
masih tergolong tinggi, jika itu menjadi suatu indikator untuk kemajuan dibidang
kependudukan dan pembangunan berarti Indonesia masih jauh tertinggal
dibanding negara-negar berkembang lainnya.
Pengujian statistik
1. Koefesien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Nilai
koefisien determinasi ditentukan dengan melihat nilai adjusted R square
pada output SPSS 22 sebagaimana pada lampiran. Nilai R2 yang kecil
berarti kemampuan varibel variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti
variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Nilai R2 = 0.95,
ini artinya 95% variasi tingkat Kemiskinan dapat dijelaskan oleh kelima
variabel independen, sedangkan sisanya 0,5 % dijelaskan oleh variabel
lain.
2. Pengujian Hipotesis
Uji t digunakan untuk menguji hubungan variabel-variabel bebas
terhadap variabel terikat secara parsial. dari hasil perhitungan data dengan
semua nilai Prob. (t-statistik), masing masing variabel dependen EG, IPM,
INF., GR, DR, diantara kelima variabel bebas yang berpengaruh terhadap
Vol 3, No. 008 (2017) Muhammad Hatta 27
kemiskinan secara parsial hanya variabel EG, IPM, GR sedangkan INF,
DR tidak ada pengaruh secara parsial.EG thitung (2,365) > tα (1,297 , IPM
thitung (1,638 )> tα (1,297), INF thitung (1,036) < t α(1.297) , GR thitung (6,554) > tα
(1,2970), DR t(1,069) < tα (1,297)
Uji F digunakan untuk menguji hubungan variabel-variabel bebas terhadap
variabel terikat secara bersama-sama dari hasil pengujian dengan
menggunakan SPSS 22, maka diperoleh hasil uji F, hasil pengujian diatas
diperoleh Fhitung (15.454) > Ftabel (2,368) dengan nilai Prob. F (0,01) < α (0,05),
untuk kelima variabel dependen yaitu EG, IPM, INF, GR, DR, secara
simultan berpengaruh terhadap kemiskinan di Indonesia.
PEMBAHASAN
Dengan mengacu pada model yang dibangun untuk menjelaskan faktor
determinan yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia, maka
berikut ini akan disajikan pengaruh secara parsial variabel-variabel independen
terhadap variabel dependen. apakah bentuk pengaruhnya sesuai dengan teori
(hipotesis) atau tidak.
Hasil estimasi dengan menggunakan metode OLS menunjukkan bahwa variabel
pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang positif terhadap tingkat
kemiskinan. Hasil estimasi menunjukkan bahwa jika pertumbuhan ekonomi
meningkat 1 persen maka tingkat kemiskinan meningkat 1,297. Selama sepuluh
tahun 2005-2014 pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata 5,6%. Nampaknya
teori trickle-down effect ini tidak tidak terjadi di Indonesia, penurunan tingkat
kemiskinan lebih disebabkan oleh berhasilnya program pengentasan kemiskinan,
(program perlindungan sosial) seperti program keluarga harapan, program beras
untuk keluarga miskin, program jaminan kesejahteraan masyarakat
(Jamkesmas),Program bantuan siswa miskin, (BM), Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat, (PNPM), Kredit usaha rakyat (KUR).
Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap tingkat
kemiskinan. Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi
memiliki hubungan yang psitif terhadap tingkat kemiskinan Hasil estimasi
Vol 3, No. 008 (2017) Muhammad Hatta 28
menunjukkan bahwa jika pertumbuhan ekonomi meningkat 1 persen maka tingkat
kemiskinan turun (0,386) Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan
manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan
yang paling mendasar di masyarakat dapat teratasi. Permasalahan-permasalahan
tersebut diantaranya adalah kemiskinan, pengangguran, buta huruf, ketahanan
pangan, dan penegakan demokrasi. Namun persoalannya adalah capaian
pembangunan manusia secara parsial sangat bervariasi dimana beberapa aspek
pembangunan tertentu berhasil dan beberapa aspek pembangunan lainnya gagal
dan selanjutnya muncul pertanyaan bagaimana untuk menilai keberhasilan
pembangunan manusia secara keseluruhan, masih perlu penelitian khusu terkait
dengan isu tersebut.
Koefesien Inflasi memberikan pengaruh negatif namun tidak signifikan
terhadap tingkat kemiskinan Hal ini menunjukkan bahwa jika inflasi naik 1% ,
maka tingkat kemiskinan turun sebesar 0,386, Sejak tahun 2005-2010, ada
kecenderungan tingkat inflasi di Indonesia pasca krisis moneter 1998 hanya
bersifat inflasi merayap atau rendah (Creeping Inflation) yaitu inflasi yang
besarnya kurang dari 10% pertahun. dan sesuai dengan data tahun 2011-2015
angka inflasi tidak lagi berada pada 2 digit melainkan hanya 1 digit saja yaitu
hanya berada dibawah 10%. Menurut teori Keynes inflasi terjadi karena
masyarakat hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Inflasi memberikan
dampak kurang menguntungkan dalam perekonomian, namun dalam jangka
pendek ada trade off antara inflasi dan pengangguranmenunjukkan bahwa inflasi
dapat menurunkan tingkat pengangguran, atau inflasi dapat dijadikan salah satu
cara untuk menyeimbangkan perekonomian negara.(Putong, 2010).
Koefisien Gini Ratio memberikan pengaruh, negatif terhadap tingkat
kemiskinan artinya bahwa jika koefisien Gini Ratio meningkat 1 poin maka
kemiskinan akan turun sebesar 6,554 poin. Hasil ini berlawanan dengan hipotesis
namun hasilnya sangat signifikan disimpulkan ada pengaruh negtif dan signifikan
antara GR dan penurunan tingkat kemiskinan Kendati ketimpangan terjadi cukup
tinggi maka kue pembangunan tetap dinikmati oleh sekelompok penduduk miskin
artinya program pengentasan kemiskinan cukup berhasil. Cukup mampu
Vol 3, No. 008 (2017) Muhammad Hatta 29
menyiapkan lapangan kerja sehingga menurnkan pengangguran dan tingkat
kemiskinan. Disamping sekelompok kecil masyarakat yang menguasai sebagian
besar kue pembangunan mampu membuka lapangan kerja baru sehingga
pengangguran dan tinkat kemiskinan dapat ditekan. Hasil ini tidak sesuai dengan
hipotesis awal dimana Gini Ratio berpengaruh positive terhadap tingkat
kemiskinan, hasil ini menjadi paradoks teori.
Ravalliion (1997), Son dan Kakwani (2003) dan Bourguinon 2004) dalam
Agussalim (2009), melakukan review hubungan antara pertumbuhan dengan
ketimpangan dan kemiskinan, dan mencatat bahwa dampak pertumbuhan terhadap
penurunan angka kemiskinan hanya terjadi ketika ketimpangan relative tinggi
(high inequality). Dengan kata lain negara-negara yang mempunyai tingkat
ketimpangan yang sedang apalagi rendah, Dampak pertumbuhan terhadap
penurunan kemiskinan relative tidak tidak signifikan. Hasil ini dapat pula
diinterpretasi bahwa untuk tingkat pertumbuhan berpapun, semakin turun
ketimpangan semakin besar terjadinya penurunan dalam kemiskinan.
Hasil estimasi koefesien Dependensi Ratio, menunjukkan pengaruh positif
terhadap tingkat kemiskinan namun tidak signifikan secara parsial. berdasarkan
estimasi dependensi ratio hubunganya positif namun tidak signifikan dan tidak
berpengaruh secara parsial sesuai dengan uji statistik t tesebut diatas, namun
secara simultan berpengaruh. Hasil ini arahnya sudah sesuai dengan hipotesis
namun tidak berpengaruh secara parsial dengan demikian H nol diterima dan Ha
ditolak.
KESIMPULAN
1. Dengan melihat hasil estimasi dan mengidentifikasi data penelitian
koefisien pertumbuhan ekononomi berpengaruh positif dengan tingkat
Kemiskinan, dengan tingkat signifikasi (0,07 ; α: (0.10) Hasil ini sesuai
dengan hipotesis penelitian.
2. Dengan mengidentifikasi hasil penelitian berdasarkan estimasi maka
koefesien Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berpengaruh negative
dengan tingkat sig. (0.17; α (0,2)) Hasil ini sesuai dengan Hipotesis
Vol 3, No. 008 (2017) Muhammad Hatta 30
3. Inflasi berdasarkan hasil estimasi ditemukan hasil yang berlawanan
dengan hipotesis penelitian dimana Inflasi berpengaruh negative terhadap
tingkat kemiskinan namun tidak signifikan dilihat secara parsial. jadi
hipotesa peneliti ditolak
4. Gini Ratio berpengaruh negative terhadap tingkat kemiskinan dengan
tingkat sig.0.003 artinya kasus di Indonesia ketimpangan yang tinggi
masih mampu menurunkan tingkat kemiskinan. berlawanan dengan arah
hipotesis.
5. Dependensi Ratio berpengaruh positif atas uji F (simultan) berdasarkan
uji F (0,01) dan berdasarkan uji t (parsial) tidak berpengaruh dimana uji
tsig. (0,345) artinya semakin meningkat beban ketergantungan masyarakat
(DR) maka akan menyebabkan meningkatnya tingkat kemiskinan. Hasil
sudah sesuai dengan arah hipotesis namun tidak berpengaruh secara
parsial.
Vol 3, No. 008 (2017) Muhammad Hatta 31
DAFTAR PUSTAKA
Afzal et.al. 2012. Relationship among Education, Poverty and Ekonomi
Economic Growthin Pakistan: An Econometric Analysis ,Journal of
Elementary Education . Vol.22, No. 1 pp.23-45..
Ahluwalia, M.S. 1976. Inequality, Poverty, and Development, Journal of
Development Economics 3(4).
Agusalim. 2007. Peran Anggaran Pemerintah Terhadap Pengurangan Angka Kemiskinan
di Indonesia. Ekonomi dan Bisnis.Vol.10 No1.
Agussalim. 2011. Desain Strategis Untuk Mengakselerasi Peningkatan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi sulawesi Selatan, Makalah
Persentase pada Simposium Pembangunan Kawasan Timur Indonesia (31
Oktober 2011).
Agussalim. 2009. Mereduksi Kemiskinan; Sebuah Proposal Baru Untuk Indonesia, Nala
Cipta Litera: Makassar.
Ahluwalia, M.S. 1976. Inequality, Poverty, and Development, Journal of
Development Economics 3(4).
Kuznet, S., 1995. Quantitative Aspec of the Economic Growth of NationI Economic
Development and Cultural Change, Vol. V.
Kuncoro, Mudrajat. 2006. Ekonomika Pembangunan, Teori, Masalah, dan Kebijakan.
UPP STM YKPN, Yogyakarta.
Kuncoro, Mudrajat 2001, Metode Kuantitatif, Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan
Ekonomi, UPP AMP YKPN Yogyakarta
Perkins, et al. 2001. Economics of Development. Fifth Edition. W.W. Norton &
Company Inc, New York
Putong, Iskandar, Nuring diah Anjaswati. 2010, Pengantar Ekonomi makro, Mitra
Wacana Media, Jakarta
Sukirno, Sadono. 2006. Makro ekonomi Modern. Penerbit Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Wongdesmiwati. 2009. Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengentasa kemiskinan
DiIndonesia: Analisis Ekonometrika.
http://wongdesmiwati.files.wordpress.com/2009/10/pdf.Diakses
tanggal 25 juni 2014
Ranis, Gustav. et al. 2000. Economic Growth and Human Development. World
Development Vol. 28, No.2,pp.197-219,2000.
Vol 3, No. 008 (2017) Muhammad Hatta 32
Lincolm, Arsyad. 1999 .Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi, Universitas
Gajah Mada
Yogyakarta
Mannkiw, N. Gregory, 2006, Makro Ekonomi. Ed.6, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Perry GE, Arias OS, Lopez JH, Maloney WF, Serven L. 2006. Poverty Reduction and
Growth: Virtuous and Vicious Circles. New York: World Bank.
Badan Pusat statistik (BPS) , Statistik Indonesia, 2005-2015, diterbitkan oleh Badan
Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik (BPS), Laporan Perekonomian Indonesia, 2005-2015, diterbitkan
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik (BPS), Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten /Kota, 2005,-
2015 diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik