AKSESIBILITAS YANG BERTUMPU PADA KENYAMANAN …thesis.binus.ac.id/doc/WorkingPaper/2013-2-00715-AR...

13
AKSESIBILITAS YANG BERTUMPU PADA KENYAMANAN SIRKULASI PANTI JOMPO DI JAKARTA TIMUR Hendro Winarto, Nina Nurdiani, Wiyantara Wizaka Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur, Universitas Bina Nusantara, [email protected] ABSTRACT The growing number of elderly in Jakarta to be a reason for the increasing nursing homes. Currently nursing home are lack of attention to the comfort of elderly accessibility. To find out how the convenience of accessibility for the elderly in nursing homes, that’s needed to do survey of some of the elements of accessibility in a nursing home with a descriptive approach. Analyses were performed with a descriptive approach that considers aspects of the design which consists of a human aspect, environment and buildings, which refers to the convenience of user accessibility. Some of the main elements which is study consisting of ramps, railings, doors and bathrooms. The results of the study conclude that all the elements, should be able to provide comfort and convenience for the user, so as to avoid the risk of injury in the elderly and to ensure his future elderly. ( H.W ) Keywords : accessibility, circulation, nursing home, sustainable human settlement ABSTRAK Banyaknya lansia terlantar di Jakarta menjadi salah satunya alasan meningkatnya kebutuhan panti jompo. Bangunan panti jompo yang ada sekarang ini diduga kurang memperhatikan kenyamanan aksesibilitas lansia. Untuk mengetahui bagaimana kenyamanan aksesibilitas bagi lansia di panti jompo, maka dilakukan studi terhadap beberapa elemen aksesibilitas di panti jompo dengan pendekatan deskriptif. Analisis dilakukan dengan pendekatan deskriptif yang mempertimbangkan aspek perancangan yang terdiri dari aspek manusia, lingkungan dan bangunan, yang mengacu pada kenyamanan aksesibilitas pengguna. Beberapa elemen utama yang distudi terdiri dari ramp, railing, pintu dan kamar mandi. Hasil studi memberikan kesimpulan bahwa semua elemen, harus dapat memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi pengguna, sehingga dapat menghindari resiko kecelakaan pada lansia serta menjamin masa tuanya lansia. ( H.W ) Kata Kunci : aksesibilitas, panti jompo, sirkulasi, sustainable human settlement

Transcript of AKSESIBILITAS YANG BERTUMPU PADA KENYAMANAN …thesis.binus.ac.id/doc/WorkingPaper/2013-2-00715-AR...

AKSESIBILITAS YANG BERTUMPU PADA KENYAMANAN SIRKULASI PANTI JOMPO DI

JAKARTA TIMUR

Hendro Winarto, Nina Nurdiani, Wiyantara Wizaka

Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur, Universitas Bina Nusantara, [email protected]

ABSTRACT

The growing number of elderly in Jakarta to be a reason for the increasing nursing homes. Currently nursing home are lack of attention to the comfort of elderly accessibility. To find out how the convenience of accessibility for the elderly in nursing homes, that’s needed to do survey of some of the elements of accessibility in a nursing home with a descriptive approach. Analyses were performed with a descriptive approach that considers aspects of the design which consists of a human aspect, environment and buildings, which refers to the convenience of user accessibility. Some of the main elements which is study consisting of ramps, railings, doors and bathrooms. The results of the study conclude that all the elements, should be able to provide comfort and convenience for the user, so as to avoid the risk of injury in the elderly and to ensure his future elderly. ( H.W ) Keywords : accessibility, circulation, nursing home, sustainable human settlement

ABSTRAK

Banyaknya lansia terlantar di Jakarta menjadi salah satunya alasan meningkatnya kebutuhan panti jompo. Bangunan panti jompo yang ada sekarang ini diduga kurang memperhatikan kenyamanan aksesibilitas lansia. Untuk mengetahui bagaimana kenyamanan aksesibilitas bagi lansia di panti jompo, maka dilakukan studi terhadap beberapa elemen aksesibilitas di panti jompo dengan pendekatan deskriptif. Analisis dilakukan dengan pendekatan deskriptif yang mempertimbangkan aspek perancangan yang terdiri dari aspek manusia, lingkungan dan bangunan, yang mengacu pada kenyamanan aksesibilitas pengguna. Beberapa elemen utama yang distudi terdiri dari ramp, railing, pintu dan kamar mandi. Hasil studi memberikan kesimpulan bahwa semua elemen, harus dapat memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi pengguna, sehingga dapat menghindari resiko kecelakaan pada lansia serta menjamin masa tuanya lansia. ( H.W ) Kata Kunci : aksesibilitas, panti jompo, sirkulasi, sustainable human settlement

PENDAHULUAN Berdasarkan data Badan Pusat Statistik menunjukan bahwa laju penduduk lanjut usia di Indonesia

(tabel 1.1) pada tahun 1980 berjumlah 7,9 juta jiwa (5,45% dari jumlah total penduduk Indonesia). Pada tahun 1990 meningkat menjadi 12,7 juta jiwa (6,29%), pada tahun 2000 menjadi 14,4 juta jiwa (7,18%). Pada tahun 2010 menjadi 23,9 juta jiwa (9,77%), dan pada 2020 diprediksi akan berjumlah 28,8 juta jiwa (11,34%).

Tabel 1.1 Persentase penduduk lansia di dunia, Asia dan Indonesia tahun 1950-2050

Sumber : www.bps.go.id, diakses tanggal 14 maret 2014

Hal tersebut juga berdampak pada pertumbuhan lanjut usia di Jakarta. Sekarang ini jumlah warga

lansia di kota Jakarta tergolong tinggi. Hampir setiap tahun warga yang berusia lanjut di Jakarta semakin meningkat. Berdasarkan sumber buku Jakarta dalam angka tahun 2013, angka lansia di Jakarta pada tahun 2000 berjumlah 325.951 jiwa, pada tahun 2010 menjadi 495.273, dan pada tahun 2012 mencapai 564.026 jiwa (tabel 1.2). Dari jumlah lansia yang ada di Jakarta, angka lansia yang paling banyak berada di Jakarta Timur dengan jumlah 133.134 jiwa.

Tabel 1.2 Jumlah Penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2012

sumber : Jakarta dalam angka 2013

Adanya kecenderungan bergesernya budaya hidup masyarakat di kota Jakarta sebagai akibat

perubahan pola keluarga besar (extended family) ke pola keluarga inti (nucleus family), berdampak pada pola pengasuhan lansia oleh keluarga. Sebagian besar dari para warga lansia terpaksa memilih hidup mandiri karena berbagai alasan, salah satunya adalah kurangnya perhatian dan perawatan dari anak cucu mereka,

karena secara individual keluarga akan lebih fokus kepada keluarga inti masing-masing. Keluarga yang tidak mampu merawat orang tuanya mengakibatkan para lansia menjadi terlantar (Kualifikasi Panti Sosial Tresna Wredha, 2008).

Banyaknya lansia terlantar di Jakarta menjadi salah satunya alasan meningkatnya kebutuhan Panti Jompo. Berdasarkan buku Jakarta Dalam Angka tahun 2013, bahwa panti jompo yang disediakan pemerintah maupun swasta sangat sedikit, sehingga sampai saat ini belum bisa menampung jumlah lansia terlantar yang ada di Jakarta. Panti jompo di Jakarta yang disediakan oleh pemerintah ada 5 panti dan oleh swasta ada 6 panti. Kapasitas penampungan panti jompo hanya dapat menampung ± 1.110 lansia. Sedangkan lansia terlantar di Jakarta sebanyak 7.494 jiwa (tabel 1.3 dan tabel 1.4). Oleh karena itu sangat diperlukan panti jompo dengan fasilitas yang layak untuk mengurangi para lansia terlantar.

Tabel 1.3 Jumlah panti jompo di Jakarta

Sumber : Buku Jakarta dalam angka 2013

Tabel 1.4 Jumlah lansia terlantar di Jakarta

Sumber : Buku Jakarta dalam angka 2013

Berdasarkan UU Nomor 28 tahun 2002 Pasal 27 Ayat 2 tentang kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut usia. Namun berdasarkan studi banding terhadap tiga panti jompo di Jakarta, dapat disimpulkan bahwa panti jompo hanya dibangun seadanya saja tanpa memenuhi kemudahan aksesibilitas lansia. Faktor-faktor penting seperti keamanan, kenyamanan, dan kesehatan kurang diperhatikan, contohnya seperti penempatan dan ukuran railling , ketinggian pada anak tangga, atau perlu tidaknya landaian atau ramp, padahal elemen-elemen tersebut perlu mendapatkan perhatian. Sebuah panti jompo harus memenuhi kemudahan aksebilitas agar dapat membantu lansia melakukan aktifitasnya secara mandiri dan mengurangi resiko kecelakaan yang berakibat fatal, seperti terjatuh atau terpeleset akibat desain yang salah.

Berdasarkan kumpulan studi jurnal maka sebuah panti jompo harus dapat memberikan suasana seperti rumah, menciptakan ruang terbuka hijau yang cukup, dapat menciptakan kemandirian terhadap lansia yang terdiri dari 6 elemen yaitu, pedestrian, area parkir, pintu masuk, tangga dan pegangan tangan (Patricia (2013); Takano,et.al (2014); Pei-Shu,et.al (2010); Sukamto (2013); Wardhana (2009))

Selain masalah teknis diatas, hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan sebuah panti jompo antara lain masalah penghawaan, pencahayaan atau tata letak ruang. Faktor-faktor tersebut perlu sangat diperhatikan mengingat pengguna panti jompo adalah lansia yang memiliki kebutuhan khusus.

Syarat ideal penempatan Panti Jompo menurut (Noverre, Husson and Helen Heusinveld, Building For The Elderly) yaitu, terletak di pinggiran kota, bangunan terletak di daratan, terletak di lingkungan permukiman, mudah diakses, dekat dengan fasilitas lingkungan, tersedia perlengkapan utilitas dan ketenangan yang cukup. Berdasarkan persyaratan tersebut, maka lokasi terpilih proyek panti jompo di Kelurahan Cipinang Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Lokasi tersebut telah memenuhi persyaratan penempatan panti jompo, di mana lokasi tersebut terletak di pinggiran kota dan berada di dalam lingkungan permukiman serta dekat dengan fasilitas. Kondisi tanah yang datar sehingga sangat cocok dirancang untuk panti jompo, mengingat pengguna utama panti jompo adalah para lanjut usia (gambar 1.1).

Gambar 1.1 Peta Lokasi Proyek

Sumber : google map dan lrk online

Rumusan masalah 1. Bagaimana menciptakan kenyamanan sirkulasi lansia pada panti jompo melalui desain aksesibilitas yang tidak melelahkan. 2. Bagaimana merancang panti jompo yang dapat menciptakan kemandirian para lansia. Tujuan 1. Merencanakan dan merancang panti jompo yang nyaman dengan memperhatikan kemudahan aksesibilitas pada panti jompo. 2. Merancang panti jompo yang dapat menciptakan kemandirian para lansia. Manfaat 1. Diharapkan perencanaan ini dapat bermanfaat bagi keluarga yang membutuhkan sarana bagi orang tuanya yang lanjut usia, pengelola panti jompo, agar memenuhi semua kebutuhan pengguna panti jompo. 2. Diharapkan perencanaan ini dapat bermanfaat untuk mahasiswa arsitektur maupun non-arsitektur untuk menambah pengetahuan dan informasi yang terkait dengan Panti Jompo.

METODE PENELITIAN Agar penelitian ini dapat lebih terarah, dan berdasarkan pada rumusan masalah yang telah diuraikan, maka untuk dapat menjawab semua permasalahan yang ada. metode penelitian deskriptif yang bersifat menguraikan dan menjelaskan masalah dan data serta fenomena yang ada di lapangan digunakan dalam penelitian ini. Maka untuk mendapatkan data-data primer dan sekunder dilakukan dengan cara:

1. Survey Lapangan Survey lapangan dilakukan pada 3(tiga) panti jompo sebagai studi kasus dan studi banding untuk menjawab rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya. Survey lapangan ini juga dilakukan untuk mendapatkan informasi lain yang dibutuhkan dalam perancangan. Data survey yang dibutuhkan mencakup foto aksesibilitas di panti jompo, aktifitas di panti jompo, fasilitas dan ruang-ruang utama pada panti jompo.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan kepada pihak pihak terkait di panti jompo sesuai dengan keahliannya. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai panti jompo yang di survei. Informasi seperti jumlah kamar untuk lansia, ruang perawatan, sarana, prasarana dan jumlah lansia dan staff dapat diketahui dalam wawancara dari pihak panti jompo. Sedangakan wawancara dengan pihak penghuni dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kenyamanan, kekurangan dan kelebihan yang mereka rasakan pada panti jompo tersebut.

3. Observasi Observasi dilakukan untuk mengamati secara langsung tentang aktifitas yang biasa dilakukan lansia dan staff panti jompo, dan mengamati kondisi kemudahan aksesibilitas pada bangunan panti jompo secara arsitektural.

4. Studi Literatur Studi literatur dilakukan untuk memahami lebih mendalam yang berhubungan dengan panti jompo, seperti jenis ruang, fungsi runag, sistem pengelola panti jompo dan semua hal yang berhubungan dengan panti jompo yang akan membantu dalam perancangan panti jompo, dari sumber-sumber yang tersedia seperti buku referensi, jurnal, internet dan brosur.

Lokasi survey terdiri dari tiga panti jompo yang ada di Jakarta. Objek survey yang dipilih berdasarkan kriteria panti jompo yang tergolong baik di Jakarta, yaitu:

• Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 (Jl. Margaguna No. 1 Radio Dalam, Gandaria Selatan, Jakarta Selatan) [Dibangun oleh Pemerintah]

• Panti Sosial Tresna Werdha Karya Kasih (Jl. Kramat Kwitang 1A/10 Jakarta Pusat) [Dibangun oleh Swasta]

• Panti Lansia Santa Anna (Gang Masda, Jl. M No.40 RT/RW 007/09 Teluk Gong, Penjagalan , Jakarta Utara) [Dibangun oleh Swasta]

Waktu penelitian adalah pada pagi,siang dan malam hari dimana terdapat banyak aktifitas lansia di panti jompo. Hal ini penting untuk melihat fungsi ruang gerak panti jompo terhadap aktifitas dari penghuni dan staff.

HASIL DAN BAHASAN Untuk mendapatkan gambaran rancangan panti jompo saat ini, maka hasil studi banding di 3 panti

jompo (tabel 1.5) menunjukkan sebagai berikut:

Tabel 1.5 Studi banding tiga panti jompo di Jakarta

Kesimpulan studi banding dalam pendekatan desain: • Pandangan dari ruang duduk dengan 1 jendela rendah, dapat melihat keluar sambil duduk. • Perlu disediakan "ruang luar yang dipergunakan sendiri", seperti tempat-tempat di luar ruang untuk

duduk atau untuk tempat kontak dengan penghuni lainnya ( beranda,kebun). • Dekat dengan pertokoan. • Hunian diusahakan seperti rumah sendiri (suasana tidak resmi). • Lingkungan di luar ruang dilengkapi dengan jalan setapak untuk berjalan-jalan santai. • Disediakan tempat-tempat istirahat yang teratur sepanjang jalan tersebut. • Dilengkapi dengan sistem keamanan dan tanda bahaya kebakaran. • Ruang dapur dengan meja dapur yang rendah. • Ruang tidur sebaiknya disediakan terpisah. • Ruang makan dapat di kamar masing-masing atau disediakan ruang makan bersama.

Rancangan ruang di panti jompo dan elemen-elemen aksesibilitas Kamar tidur

Kamar tidur pada panti jompo ini dibagi dalam tiga tipe yaitu, single room, double room dan tipe bersama. Perbedaan tipe kamar tidur ini direncanakan mengingat perilaku para lansia berbeda beda, lansia yang tinggal di panti jompo diperkirakan ingin mempunyai privasi sendiri, bahkan ada yang suka keramaian. Selain itu tujuan utama menciptakan unit double adalah agar para lansia dapat saling menjaga

apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di dalam kamar sendiri. Kamar tidur mengambil peran penting dalam menjaga kelangsungan aktifitas sehari-hari lansia pada

panti jompo, pada desain kamar tidur lansia harus sangat diperhatikan kenyamanan ruang gerak lansia pada kamar itu sendiri. Elemen ruang gerak pada kamar dapat dipengaruhi oleh kebutuhan gerak sirkulasi kursi roda, tongkat jalan dan kasur roda (gambar 1.2).

Gambar 1.2 Detail denah unit kamar single

Gambar 1.3 Detail potongan unit kamar single

Pada pintu utama kamar tidur menggunakan pintu double acting yang di lengkapi dengan plat besi di

bagian bawah pintu, dengan tujuan agar mudah melakukan evakuasi menggunakan tempat tidur roda. Plat besi dipasang supaya lansia yang menggunakan kursi roda dapat membuka pintu dengan mendobrak pintu menggunakan kursi roda mereka, tanpa merusak pintu tersebut. Pada bagian atas pintu dilengkapi dengan sandblast agar bisa dipantau dari luar jika terjadi apa-apa di dalam kamar (gambar 1.3).

Gambar 1.4 Detail denah unit kamar double

Gambar 1.5 Detail potongan unit kamar double

Pada area kamar mandi menggunakan pintu sliding door agar mempermudah akses bagi lansia yang

menggunakan kursi roda. Kamar mandi tersebut harus dilengkapi dengan handrail yang dapat mendukung aktifitas lansia pada kamar mandi. Untuk meningkatkan keselamatan lansia pada kamar mandi, pada pintu kamar mandi di lengkapi juga dengan kaca sandblast, agar jika terjadi apa-apa pada lansia maka dapat dipantau dari luar (gambar 1.4).

Perabot yang digunakan dalam kamar tidur sebaiknya mudah dijangkau oleh para lansia, seperti ketinggian meja makan, ketinggian tempat tidur ataupun lemari baju, dan setiap jangkauan lansia ke perabot tersebut harus dilengkapi handrail. Pada desain jendela panti jompo ini menggunakan jendela yang rendah, dimana lansia bisa mendapatkan view keluar dalam posisi duduk atau terbaring (gambar 1.5). Koridor

Koridor merupakan perantara antar ruang pada sebuah bangunan, sehingga koridor pada panti jompo harus dilengkapi handrail yang di desain untuk memberi kemudahan bagi lansia untuk menggengam. Untuk menghindari efek silau pada penglihatan lansia, maka penerangan pada ruanganya menggunakan cahaya lampu indirect di plafond dan pada akhir railing diberi extended railing ±30cm untuk tetap menjaga keseimbangan lansia. Untuk kenyamanan pemakaian kursi roda di koridor, maka koridor harus dapat dilalui oleh 2 kursi roda, selain itu juga harus memudahkan manuver pada kursi roda tersebut (gambar 1.6).

Gambar 1.6 Detail potongan koridor

Untuk memastikan para lansia tidak kehilangan arah pada gedung, pada setiap sisi koridor di

lengkapi dengan petunjuk arah/ wayfindings, keberadaan wayfindings ini dapat mengurangi kebingungan dan memudahkan menuju ke fasilitas yang tersedia. Perasaan tersesat merupakan hal yang menakutkan dan dapat mengurangi kepercayaan dan penghargaan diri lansia. Maka dari itu posisi peletakan wayfindings harus mudah dijangkau oleh penglihatan lansia, jika perlu wayfindings tersebut dapat di bikin semenarik mungkin agar lansia dapat mengenalnya dengan mudah (gambar 1.6).

Railling dan ramp

Ramp di desain dengan memperhatikan kenyamanan lansia yang menggunakan kursi roda yaitu dengan perbandingan kemiringan ramp 1:12. Pada pertengahan ramp di sediakan tempat beristirahat agar para lansia tidak merasa lelah. Pada lantai ramp menggunakan material yang tidak licin biar kursi roda tetap bisa menjaga keseimbangan walaupun berhenti di tempat (gambar 1.7).

Gambar 1.7 Ilustrasi extended railling

Gambar 1.8 Detail potongan ramp

Pada kedua sisi bawah ramp dilengkapi dengan lampu neon yang menciptakan cahaya indirect dengan tujuan dapat memperjelas jalur ramp pada malam hari. Railing didesain sesuai dengan ketinggian lansia yang menggunakan tongkat dan kursi roda. Pada genggaman railling menggunakan material kayu agar tidak merasa dingin jika digenggam. Handrail di buat lebar supaya para lansia yang lelah dapat menyandar dengan lengan tanganya di bagian handrail tersebut. Selain itu pada setiap akhir railing diberi extended railing untuk tetap menjaga keseimbangan lansia (gambar 1.8). Tangga darurat

Sesaat lansia setengah rentan harus dievakuasi naik turun tangga, dapat dilakukan dengan mengguanakan evacuation slide. Karena bentuk fisik evacuation slide seperti luncuran sehingga dapat menjadi solusi desain tangga kebakaran bagi lansia yang tidak dapat bergerak secara normal. Untuk menjaga kenyamanan para lansia sesaat di dalam tangga darurat perlu adanya lubang udara untuk menekan asap-asap kebakaran keluar dari ruangan tangga darurat tersebut (gambar 1.9)

Gambar 1.9 Ilustrasi titik dan denah evacuation slide

Gambar 1.10 Ilustrasi prespektif evacuation slide

Pada pertengahan tangga terdapat bordes yang luas yang akan menjadi tempat peristirahatan bagi

lansia ketika merasa lelah. Material yang digunakan pada evacuation silde menggunakan aluminium untuk mencegah resiko api kebakaran yang dapat dapat merambat ke seluruh luncuran tersebut. Selain itu dengan adanya evacutation slide tersebut diharapkan dapat mengevakuasi para lansia dari lanta 8 ke lantai 1 dalam waktu 20 detik. Aksesibilitas pada tapak

Konsep aksesibilitas pada panti jompo juga harus memperhatikan setiap jalur yang dilewati para lansia baik didalam bangunan maupun di luar bangunan di dalam area tapak panti jompo. Aksesibilitas untuk lansia harus aman dan tanpa hambatan untuk lansia sampai ke tujuan, yaitu dengan menyediakan ramp pada setiap ketinggian level lantai, dan pada pedestrian, juga menghindari crossing antara pejalan kaki dan kendaraan. Dalam pengolahan tapak direncanakan jalur pedestrian dengan memilih jalur yang paling sepi/ jarang dilewati kendaraan yaitu di sebelah Timur tapak dengan pertimbangan jalur tersebut hanya dilalui kendaraan service, dimana intensitas tingkat kendaraan sangat sedikit (gambar 1.11).

evacuation slide

Selain itu, untuk mengurangi mobilitas lansia dalam bangunan, pada kedua massa bangunan dihubungkan dengan sebuah jembatan, dan lift diletakkan di tengah-tengah massa bangunan sehingga dapat mengurangi jarak lansia untuk akses ke ruang-ruang di satu lantai atau ke fasilitas publik tanpa harus memutar jauh.

Gambar 1.11 Ilustrasi perancangan aksesibilitas pada tapak

SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil studi banding dari 3 panti jompo, maka dapat disimpulkan bahwa panti jompo perlu

memperhatikan tata letak dan aksesibilitas yang dapat menciptakan sebuah lingkungan yang fungsional dan mandiri bagi para lansia, antara lain menyediakan tempat-tempat peristirahatan yang teratur sepanjang jalan tapak, menyediakan ramp pada setiap perbedaan lantai, meletakkan posisi jendela yang memudahkan lansia mendapatkan view kearah luar saat berbaring di kasur, dan meletakkan wayfinding yang mudah ditemukan oleh para lansia.

Selain tata letak aksesibilitas di atas, hal-hal teknis juga harus diperhatikan seperti dalam hal penggunaan meterial lantai, sebaiknya lantai menggunakan material lantai yang tidak licin dan anti-silau, menggunakan pintu double-acting yang dilengkapi dengan plat besi dibawah dengan ketinggian selutut supaya dapat didorong oleh kursi roda, menggunakan kasur roda untuk memudahkan evakuasi, melengkapi handrail disetiap dinding kamar mandi dan juga di samping closet, serta menggunakan furniture-furniture yang mudah dijangkau oleh para lansia

REFERENSI Departemen Sosial RI, Kualifikasi Panti Sosial Tresna Wredha, Jakarta, 1997 Ho, Pei-Shu, Phd, MHSA., Kroll, Thilo, Phd, Matthew, BA., Anderson, Penny, MA, MPH., Pearson, Katherine M, BA. (2010). Health and Housing among Low-Income with Adults with Physical Disabilites. Journal of Health Care for the Poor and Underserved, No.18 diakses 03 Maret 2014 dari http://search.proquest.com/ Noverre., Husson and Heusinveld, H. Building for The Elderly, NSW Health, Australia, 2005 Patricia, Sheehan. (2013). Rethinking Senior Housing. Long-Term Living. No.62,diakses 03 Maret 2014 dari http://search.proquest.com/,

Sukamto,(2012) Analisis Peningkatan Fungsi Bangunan Umum Melalui Upaya Desain Accessibility. volume 1. Takano K., Nakamura K., Watanabe M., (2014). Urban Residential Environment and Senior Citizens' Longevity In Mega City Areas: The Importance Of Walkable Green Space. Journal Epidemiol Community Health. (56): 913-918

UU Nomor 28 tahun 2002 Pasal 27 Ayat 2, Annonymous Wardhana Mahendra. (2009). Logika Konfigurasi Ruang dan Aspek Psikologi Ruang Bagi Lansia. Jurnal Rekayasa Perencanaan. vol 4 no 1 www.bps.go.id

RIWAYAT PENULIS Hendro Winarto lahir di kota Tanjung Balai Karimun, Kepri pada 27 Januari 1992. Penulis me0namatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Arsitektur pada tahun 2014.