Airway Emergencies

25
KEGAWAT DARURATAN JALAN NAPAS Bhavani SS, Doyle DJ. Airway emergencies. In: Ruskin KJ, Rosenbaum SH, editors. Anesthesia Emergencies. 2 nd ed. USA: OXFORD University Press, 2011. Pg. 1-24. BAGIAN ANESTESIOLOGI,TERAPI INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN TEXTBOOK READING OKTOBER 2013

Transcript of Airway Emergencies

Page 1: Airway Emergencies

KEGAWAT DARURATAN

JALAN NAPAS Bhavani SS, Doyle DJ. Airway emergencies. In: Ruskin KJ, Rosenbaum SH, editors. Anesthesia Emergencies. 2nd ed. USA: OXFORD University Press,

2011. Pg. 1-24.

BAGIAN ANESTESIOLOGI,TERAPI INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

TEXTBOOK READING OKTOBER 2013

Page 2: Airway Emergencies

KEBAKARAN DLM SALUR PERNAPASAN

• OBSTRUKSI JLN NAPAS PADA PASIEN BERNAPAS SPONTAN

ASPIRASI

• PERDARAHAN PASCA TONSILEKTOMI

PERDARAHAN DLM SALUR PERNAPASAN

• INTUBASI BRONKIAL

TIDAK DAPAT DI INTUBASI / BISA VENTILASI

• TIDAK DAPAT DI INTUBASI / TIDAK BISA VENTILASI

SULIT DI VENTILASI DENGAN SUNGKUP

• SULIT VENTILASI MELALUI SELANG ENDOTRAKEAL (ETT)

SPASME LARING

• ANGINA LUDWIG

RAPID-SEQUENCE INTUBATION (RSI)

Page 3: Airway Emergencies

Kebakaran dalam salur pernapasan

api

Bahan mudah terbakar

Sumber api oksigen

Page 4: Airway Emergencies

LAKUKAN SEGERA …

Lepas breathing circuit dari ETT

Lepas selang ETT dari pasien

Hentikan aliran gas

Curah cairan saline ke dalam salur napas

Re intubasi pasien

Page 5: Airway Emergencies

OBSTRUKSI JALAN NAPAS PADA

PASIEN BERNAPAS SPONTAN

Sumbatan parsial / komplit

resistensi jalan napas atas

kesulitan ventilasi dan

oksigenasi

Gejala : - Dyspnea / apnea - Wheezing - Stridor / snoring - Penggunaan otot bantu pernapasan - Agitasi

Page 6: Airway Emergencies

penyebab

infeksi

epiglottitis

diphteria

Angina Ludwig

Aspirasi benda asing

Trauma pada jalan napas

Hematoma / tumor pada jalan napas

Edema jalan napas

anafilaksis

Trauma inhalasi

Hipertrofi tonsil

spasme Laring

Bronkus

Page 7: Airway Emergencies

ASPIRASI

Faktor resiko :

- Pasien baru makan dan minum

- Hambatan proses pengosongan lambung

- Obstruksi usus

- Kelemahan sfinkter esophagus bawah

- usia lanjut

- Posisi pasien (Trendelenberg, lithotomi)

Page 8: Airway Emergencies
Page 9: Airway Emergencies

PERDARAHAN PASCA TONSILEKTOMI

• Penyebab perdarahan : hemostasis pasca pembedahan yang tidak sempurna, dan berbagai macam koagulopathi (agen antiplatelet, terapi antikoagulan, hemofilia)

• Penanganan : - Evaluasi jalan napas pasien dengan cepat. - Pertimbangkan untuk reintubasi jika terjadi perdarahan cepat atau jika pasien tidak mampu untuk melindungi jalan napas sendiri. - Pastikan bahwa suction yang cukup tersedia. - Asumsikan bahwa pasien memiliki perut penuh. Darah teregurgitasi atau asupan oral pasca pembedahan dapat mengakibatkan aspirasi paru yang luas. - Meminta evaluasi segera oleh ahli THT, - Mengembalikan volume intra vaskular jika pasien memiliki tanda-tanda hipovolemia. - Pertimbangkan pembedahan eksplorasi ulang pada tonsil jika perlu.

• Suplai darah ke tonsil berasal dari A. karotis eksternal dan cabang-cabangnya.

Perdarahan berat perlu dilakukan embolisasi / ligasi A. karotis eksternal pada pasien dengan perdarahan berat.

Page 10: Airway Emergencies

PERDARAHAN DLM JLN NAPAS

• Hemoptisis masif : kehilangan darah lebih dari 600 ml dalam waktu 24 jam

• Exsanguinating hemoptysis: kehilangan darah sekurang-kurangnya 1000 mL, dengan rata-rata lebih 150 mL / jam.

Page 11: Airway Emergencies

Etio

logi

Infeksi

Bronkitis

Tuberkulosis

Jamur / parasit Neoplasma

Kardiovaskuler

Paru Bronkiektasis

Cystic fibrosis

Hematologi Ggn koagulasi

thrombositopenia

Trauma

Aneurisma aorta

Aspirasi benda asing

Cedera dada

Iatrogenik Bronkoskopi

Biopsi paru Kriptogenik

Page 12: Airway Emergencies

INTUBASI BRONKIAL

GEJALA

Hipoksemia yang

disebabkan oleh ventilasi

satu paru

Atelektasis pada foto

toraks

Bunyi nafas

unilateral

Page 13: Airway Emergencies

PENCEGAHAN

Amati selang endotrakeal (ETT) melewati glotis saat

dimasukkan dan memastikan bahwa ujung

atas cuff tidak lebih 3-4 cm dari glotis.

Pastikan suara nafas sama bilateral.

Jangan memasukkan selang endotrakeal lebih dari 21 cm pada wanita, dan 23 cm pada laki-laki

(diukur dari gigi).

Endoskopi fiber optik menunjukkan ujung

selang endotrakeal 5-7 cm di atas karina.

Pemeriksaan radiografi dada menunjukkan ujung selang berada pada posisi vertebra

thorakal 3 atau 4.

Page 14: Airway Emergencies

TIDAK DPT DI INTUBASI / BISA VENTILASI

Memanggil bantuan.

Pastikan FiO2 100%.

menggunakan alat bantuan supraglotis (misalnya,

Laryngeal Mask Airway) jika sesuai.

Jika tidak dapat dilakukan melalui alat supraglotis, dan jika upaya lain untuk

intubasi tidak tepat, bangunkan pasien. Pertimbangkan menunda pembedahan

atau melanjutkan dengan intubasi sadar.

Jika pasien menjadi hipoksia dan tidak dapat di ventilasi, pertimbangkan pembedahan jalan napas (yaitu,

krikotirotomi)

Page 15: Airway Emergencies

KETIKA PERCOBAAN AWAL PADA INTUBASI GAGAL • Tempatkan kepala pasien pada posisi yang optimal (misalnya,

kepala pada posisi “sniffing" dan penggunaan bantal atau handuk untuk mengganjal pasien yang obesitas).

• Membuat keputusan tentang bagaimana usaha intubasi berikutnya.

Manipulasi laring eksternal Gunakan blade berukuran lebih besar (misalnya, MAC 4) Penggunaan blade yang lurus (misalnya, Miller) Pertimbangkan laringoskop video seperti GlideScope Pertimbangkan Bougie elastis (stylet Eschman)

Page 16: Airway Emergencies

TIDAK DPT DI INTUBASI / TIDAK BISA VENTILASI

PENANGANAN SEGERA

ventilasi dua

orang

oksigenasi masih memuaskan,

pertimbangkan penggunaan

laringoskop video atau intubasi fiber

optik.

Pertimbangkan pembedahan jalan napas (misalnya,

krikotirotomi) atau transtracheal

jet ventilation (TTJV) Pastikan

FiO2 100%.

Reposisi kepala dan

rahang pasien

spasme laring , berikan propofol 0, 25-0, 8 mg / kg

atau succinylcholine 0, 1-2 mg / kg.

alat bantu napas

Page 17: Airway Emergencies

SULIT VENTILASI DGN SUNGKUP

Ada lima prediktor independen untuk ventilasi sungkup sulit dilakukan:

(1) usia di atas 55 tahun

(2) indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 26 kg/m2

(3) adanya jenggot

(4) pasien edentulous

(5) riwayat snoring

Page 18: Airway Emergencies

PENANGANAN

Tingkatkan FiO2 sampai 100%.

Lakukan jaw thrust

Pastikan sungkup berukuran tepat digunakan

Pertimbangkan ventilasi dua orang

Pertimbangkan penggunaan alat bantu napas - oral atau nasofaring, Laryngeal Mask Airway , jika perlu dilakukan intubasi trakea

Page 19: Airway Emergencies

SULIT VENTILASI DGN ETT

• Tekanan jalan napas tinggi dan / atau ketidakmampuan untuk ventilasi dengan baik dengan selang trakea in situ.

• Gejala :

- Rebreathing bag kaku selama ventilasi manual

- Tekanan jalan napas tinggi selama ventilasi manual atau mekanikal

- Hiperkarbia / end-tidal CO2 meningkat

Page 20: Airway Emergencies

PENANGANAN

Berikan oksigen 100%.

Auskultasi lapangan paru untuk menyingkirkan wheezing, ronkhi dan ventilasi unilateral.

Masukkan selang suction ke dalam ETT dan telusuri ke dalam untuk menyingkirkan

kemungkinan terjadi kinking atau adanya darah atau sekret.

periksa ventilasi dengan self inflating bag (“Ambu bag")

Periksa pasien untuk tanda-tanda anafilaksis (eritema, urtikaria, hipotensi, takikardia, dan lain-

lain).

Page 21: Airway Emergencies

SPASME LARING • Refleks penutupan jalan napas bagian atas karena spasme otot

glottis. • umumnya terjadi pada anak-anak dan berhubungan dengan tingkat

ringan anestesi dan adanya benda asing (misalnya, darah atau cairan) yang menimbulkan iritasi pada pita suara atau struktur di dekatnya.

• Gejala : - Sulit dilakukan ventilasi dengan sungkup - Sulit dilakukan ventilasi dengan alat bantuan napas supraglotis - Terdengar suara “crowing”pada saat inspirasi.

Page 22: Airway Emergencies

ANGINA LUDWIG

• infeksi banyak bagian di dasar mulut.

• Biasanya dimulai dengan gigi geraham rahang bawah yang terinfeksi dan menyebar ke sublingual, submental, buccal, dan ruang submandibular.

Page 23: Airway Emergencies

Gejala

Edema dan distorsi struktur

jalan napas

Drooling

Leukositosis

Tanda-tanda obstruksi

jalan nafas

Dyspnea

Demam

Page 24: Airway Emergencies

RAPID SEQUENCE INTUBATION

( 9 “P” )

Preparation

Patient Evaluation

Preoxygenation

Premedications

Proof of Placement

Post Intubation Care

Paralysis and Induction

Position and Protect the Patient

Pass the ETT

Page 25: Airway Emergencies