repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view...

87
TINGKAT KELAHIRAN DAN MORTALITAS ANAK SAPI BRAHMAN CROSS (BX) YANG DI IMPOR PADA UMUR KEBUNTINGAN BERBEDA YANG DIPELIHARA DI BILA RIVER RANCH SKRIPSI A. FAUZIAH. DJAFAR I 111 07 019 PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK

Transcript of repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view...

Page 1: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

TINGKAT KELAHIRAN DAN MORTALITAS ANAK SAPI BRAHMAN CROSS (BX) YANG DI IMPOR PADA UMUR KEBUNTINGAN BERBEDA

YANG DIPELIHARA DI BILA RIVER RANCH

SKRIPSI

A. FAUZIAH. DJAFARI 111 07 019

PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAKJURUSAN PRODUKSI TERNAK

FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2012

Page 2: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

TINGKAT KELAHIRAN DAN MORTALITAS ANAK SAPI BRAHMAN CROSS (BX) YANG DI IMPOR PADA UMUR KEBUNTINGAN BERBEDA

YANG DIPELIHARA DI BILA RIVER RANCH

SKRIPSI

Oleh :

A. FAUZIAH. DJAFARI 111 07 019

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAKJURUSAN PRODUKSI TERNAK

FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2012

Page 3: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : A. Fauziah Djafar

NIM : I 111 07 019

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa ;

a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli

b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab

Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan dan

dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

2. Demikian pernyatan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Makassar, Januari 2012

Ttd

A. FAUZIAH DJAFAR

Page 4: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Judul Penelitian : Tingkat Kelahiran dan Mortalitas Anak Sapi Brahman Cross (Bx) yang Di Impor pada Umur Kebuntingan Berbeda yang Dipelihara Di Bila River Ranch.

Nama : A. Fauziah Djafar

No. Pokok : I 111 07 019

Program Studi : Produksi Ternak

Jurusan : Produksi Ternak

Fakultas : Peternakan

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:

Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc Prof.Dr.Ir.H. Basit Wello, M.ScPembimbing Utama Pembimbing Anggota

Mengetahui :

Prof. Dr. Ir. H. Syamsuddin Hasan, M.Sc Prof. Dr.Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc, Dekan Fakultas Peternakan Ketua Jurusan Produksi Ternak

Tanggal Lulus : 17 November 2011

Page 5: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

ABSTRAK

A. Fauziah. Djafar (I 111 07 019). Tingkat Kelahiran dan Mortalitas Anak Sapi Brahman Cross (Bx) yang Di Impor pada Umur Kebuntingan Berbeda yang Dipelihara Di Bila River Ranch. Di Bawah Bimbingan Prof.Dr.Ir.H. Sudirman Baco, M.Sc Sebagai Pembimbing Utama dan Prof.Dr.Ir.H. Basit Wello, M.Sc Sebagai Pembimbing Anggota.

Pada tahun 2010 pemerintah Indonesia melakukan impor sapi Brahman Cross (Bx), namun sapi impor tersebut memiliki umur kebuntingan yang berbeda pada saat masuk ke Indonesia. Bagaimana tingkat adaptasi ternak impor tersebut terhadap tingkat kelahiran dan kematian. Oleh karena itu pengkajian tingkat kelahiran dan kematian anak perlu dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kelahiran dan kematian anak sapi Brahman Cross (Bx) pada umur kebuntingan berbeda. Materi yang digunakan dalam penelitian berupa sapi Brahman Cross (Bx) dengan umur kebuntingan berbeda yang di impor pada tahun 2010 yang dipelihara di Bila River Ranch. Data tersebut berasal dari data primer dan sekunder. Dari data tersebut kemudian diamati umur kebuntingan pada saat di impor, tingkat kelahiran dan kematian. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: umur kebuntingan dikelompokkan menjadi 1) kebuntingan muda (3-4) bulan, 2) kebuntingan sedang (5-7) bulan dan 3) kebuntingan tua (8-9) bulan, maka tingkat kematian anak pada umur kebuntingan muda lebih rendah dibanding umur kebuntingan tua. Secara statistik umur kebuntingan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kematian anak. Umur kebuntingan 3 bulan berbeda sangat nyata lebih rendah (P<0,01) persentasi kematiannya dibanding umur 4, 5, 6 dan 7. Dapat disimpulkan pula bahwa tingkat kelahiran pada umur kebuntingan muda relatif lebih tinggi dibandingkan dengan umur kebuntingan tua

Kata Kunci : Sapi Brahman Cross (Bx), Kelahiran, Kematian, Umur Kebuntingan Bila River Ranch.

Page 6: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

ABSTRACT

A. Fauziah. Djafar (I 111 07 019). Calving and Mortality Rate of Calf Brahman Cross (Bx) Which in Imported in Different of Gestation Age in Maintained on The Bila River Ranch. Under Guidance Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc as the Main Supervisor and Prof. Dr. Ir. H. Basit Wello, M.Sc as Supervising Member.

In 2010 the Indonesian government to import cattle Brahman Cross (Bx), but these imported cattle have different pregnancy age at time of entry into Indonesia. What level of imports of livestock adaptation to the birth rate and death. Therefore, assessment of the birth mortality calf needs to be done. The study was conducted to determine the level of births and deaths calf Brahman Cross (Bx) at the age of pregnancy is different. The material used in the study of Brahman Cross cattle (Bx) with different age pregnancy in imports in 2010 are maintained in When River Ranch. The data are derived from primary and secondary data. From these data it was observed at the age of pregnancy at the time of importation, the birth rate and death. The results obtained are as follows: age pregnancy are grouped into 1) Pregnancy young (3-4) months, 2) Pregnancy is (5-7) months and 3) Old daughter pregnancy (8-9) months, the mortality rate children at a young age pregnancy is lower than the age old pregnancy. Statistically age pregnancy has very significant (P <0.01) on child mortality and the age of 3 months of pregnancy are very real distinct lower (P <0.01) percentage of death than age 4, 5, 6 and 7. It can be concluded also that the birth rate in younger age pregnancy is relatively higher compared to the age old pregnancy.

Keywords: Cattle Brahman Cross (Bx), Calving, Mortality, Different pregnancy age, Bila River Ranch.

.

Page 7: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-

Nya sehingga Tugas Akhir / Skripsi ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

Skripsi Dengan Judul : Tingkat Kelahiran dan Mortalitas Anak Sapi Brahman Cross

(Bx) yang di Impor Pada Umur Kebuntingan Berbeda yang Dipelihara Di Bila River

Ranch. Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis haturkan

dengan penuh rasa hormat kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc, Selaku pembimbing utama dan

Bapak Prof.Dr.Ir.H. Basit Wello, M.Sc, Selaku pembimbing anggota, atas segala

bantuan dan keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, nasehat dan saran-

saran sejak awal penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini. Pada

kesempatan ini pula penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala

kekeliruan yang telah penulis lakukan baik disengaja maupun tidak disengaja

2. Dr.Ir.Rr. Sri Rachma A.B, M.Sc sebagai Penasehat Akademik penulis dari tahun

2007 hingga selesai, yang senantiasa memberikan motivasi dan nasehat yang

Page 8: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

sangat berarti bagi penulis dalam menyelesaikan semua perkuliahan sampai

selesai.

3. Kedua Orang Tua dan sanak saudaraku yang yang terus mendidik dan mendukung

baik materil maupun moril serta atas segala limpahan doa, kasih sayang,

kesabaran, pengorbanan, dan segala bentuk motivasi yang telah diberikan tanpa

henti kepada Penulis.

4. Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Hasan, M.Sc selaku Dekan Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin, dan Bapak Dekan I, II, III, yang telah menyediakan

fasilitas kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

5. Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc selaku Ketua Jurusan Produksi Ternak

beserta seluruh dosen dan staf Jurusan Produksi Ternak atas segala bantuan

kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

6. Semua Dosen-Dosen Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah

memberi ilmunya kepada penulis.

7. Temanku Saudara Endy Sucipto, S.Pt, Abdullah Bin Hatta, Taufik Hidayat, Farid

010 terima kasih telah meluangkan waktunya untuk membantu Penulis dalam

menyelesaikan skripsi.

8. Kakandaku Mursyidin LB, S.Pt, Mawardi A Asja, S.Pt, Cecep, S.Pt, M.

Hasbullah, S.Pt, Faizah Azis, SE yang telah memberi motivasi dan bersedia

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak

terima kasih atas waktu dan bantuannya.

Page 9: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

9. Teman Se-Angkatan “Rumput 07“, Senior, maupun junior yang tidak sempat saya

sebutkan namanya yang selalu memberi bantuan kepada penulis.

10. Teman penelitian Herawati Suardi yang telah membangun kerja sama yang baik

selama penelitian.

11. Kepada Pimpinan PT. Berdikari United Livestock Sidrap beserta para karyawan

dan peternaknya yang telah memberi kesempatan kepada Penulis untuk

mengadakan penelitian di PT. BULI.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan tapi

semuanya telah penulis lakukan dengan sebaik-baiknya demi kesempurnaan skripsi

ini. Penulis membuka diri terhadap kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini

dan demi kemajuan ilmu pengetahuan nantinya.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi

diri penulis sendiri. Amin.

Makassar, Januari 2012

Penulis

A. Fauziah. Djafar

Page 10: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i

HALAMAN JUDUL........................................................................................ ii

LEMBAR KEASLIAN..................................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iv

ABSTRAK........................................................................................................ v

ABSTRACT..................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................. x

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiv

PENDAHULUAN............................................................................................ 1

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 3

Gambaran Umum Sapi Brahman....................................................... 5

Breed Ternak..................................................................................... 9

Sejarah Perkembangan Sapi Impor Brahman (Bx)............................ 6

Pengaruh Iklim Terhadap Ternak...................................................... 7

Sistem Pemeliharaan Pada Ternak ................................................... 10

Pengaruh Pemberian Pakan............................................................... 11

Kelahiran Ternak............................................................................... 14

Kematian Ternak............................................................................... 15

Page 11: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Tingkat Kebuntingan......................................................................... 16

METODE PENELITIAN................................................................................. 17

Waktu dan Tempat Penelitian............................................................ 17

Materi Penelitian................................................................................ 17

Sumber Data...................................................................................... 17

Parameter Yang Diamati.................................................................... 17

Analisis Data...................................................................................... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 25

Keadaan Lokasi ................................................................................ 20

Tingkat Kelahiran dan Mortalitas Berdasarkan Umr Kebuntingan

Yang Berbeda ................................................................................... 24

KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 31

Kesimpulan ....................................................................................... 31

Saran ................................................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 32

LAMPIRAN..................................................................................................... 35

RIWAYAT HIDUP

Page 12: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

DAFTAR TABEL

No. Halaman

Teks

1. Tingkat Kelahiran dan Mortalitas Berdasarkan Umur Kebuntingan yang Berbeda .................................................................. 24

Page 13: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

Teks

1. Peta Wilayah Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan............................... 21

2. Tingkat Kelahiran dan Mortalitas Sapi Brahman (Bx) Impor.............. 28

Page 14: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

Teks

1. Analisis Data Menggunakan Chi-square.............................................. 35

Page 15: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

PENDAHULUAN

Pembangunan sub-sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

nasional, dimana sektor ini memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan

pangan hewani. Kebutuhan pangan tersebut yang terus meningkat atas

bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, dan peningkatan rata-rata pendapatan

taraf hidup masyarakat (Putu dkk., 1997).

Dewasa ini usaha peternakan di Indonesia hampir selalu menghadapi

kendala, yang mengakibatkan produktivitas ternak masih rendah. Salah satu kendala

tersebut adalah masih banyak gangguan reproduksi menuju kepada adanya

kemajiran ternak betina. Hal ini ditandai dengan rendahnya angka kelahiran pada

ternak tersebut (Hardjoprajonto, 1995).

Angka kelahiran dan pertambahan populasi ternak adalah masalah

reproduksi atau perkembangbiakan ternak. Penurunan angka kelahiran dan

meningkatnya tingkat kematian menyebabkan penurunan populasi ternak (Toelihere,

1981).

Sapi Brahman Cross merupakan primadona dalam upaya pencapaian

swasembada daging 2013 melalui program aksi perbibitan. Penjaringan betina

bunting Brahman Cross ex. Impor dari Australia telah dilakukan pada tahun 2006

dan 2007 dan telah didistribusikan di beberapa provinsi/Kabupaten/Kota. Hal ini

menyebabkan terjadinya penambahan populasi secara signifikan baik dari sisi

pengadaan induk maupun jumlah anak yang lahir. Dalam konsep peningkatan

Page 16: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

populasi dan produktivitas ternak sapi secara berkelanjutan, program ini harus

didukung oleh kesiapan manajemen dan terlebih penting bagi sumber daya manusia

di daerah.

Sapi Brahman Cross di negara asalnya (Australia) dipelihara dengan

manajemen peternakan lepas (grazing) pada padang pengembalaan yang sangat luas

dengan kawanan berjumlah besar dengan sistem perkawinan silang secara alami,

dan dukungan pakan hijauan maupun penguat, yang secara kuantitatif maupun

kualitatif mencukupi. Setelah mengalami proses adaptasi minimal selama tiga bulan

di feed loter, sapi tersebut dibagikan pada masyarakat dalam keadaan bunting dan

masih dalam temperamen yang agak liar

Pada tahun 2010 pemerintah Indonesia melakukan impor sapi betina

Brahman Cross (BX) dari Australia dengan tujuan untuk peningkatan populasi ternak

potong dan pemenuhan kebutuhan daging masyarakat. Memelihara sapi jenis

Brahman mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan sapi jenis silangan.

Di antaranya ketahanan tubuhnya yang jauh lebih baik dibandingkan dengan sapi-sapi

hasil perkawinan silang. Karakteristiknya yang tahan terhadap ektoparasit, membuat

sapi Brahman sangat baik untuk indukan. Berdasarkan hal tersebut di atas

pemerintah telah menempatkan sapi impor Brahman Cross (BX) yang di pelihara di

PT. Berdikari United Livestock (Buli) Kabupaten Sidrap dan kemudian disebar ke

masyarakat.

Page 17: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Sapi impor tersebut memiliki tingkat kebuntingan yang berbeda pada saat

masuk ke Indonesia. Permasalahannya adalah bagaimana tingkat adaptasi ternak

impor tersebut dan bagaimana tingkat kelahiran dan kematian anak yang dilahirkan

setelah di Indonesia. Oleh karena itu pengkajian tingkat kelahiran dan kematian anak

dan kematian induk perlu dilakukan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kelahiran dan

mortalitas anak Sapi Brahman Cross (BX) berdasarkan umur kebuntingan yang

berbeda pada saat di impor, yang dipelihara di Bila River Ranch Kabupaten Sidrap

Sulawesi Selatan. Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi

peternak untuk meningkatkan kelahiran anak sapi dan sebagai bahan pertimbangan

dalam mengambil kebijakan pemerintah dalam mengimpor sapi bunting.

Page 18: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Sapi Brahman

Sapi Brahman pada awalnya merupakan bangsa sapi Brahman Amerika yang

diimpor Australia pada tahun 1933. Mulai dikembangkan di stasiun CSIRO’s

Tropical Cattle Research Centre Rockhampton Australia, dengan materi dasar sapi

Brahman, Hereford dan Shorthorn dengan proporsi darah berturut-turut 50% ; 25%

dan 25%, sehingga secara fisik bentuk fenotip dan keistimewaan sapi Brahman cross

cenderung lebih mirip sapi Brahman Amerika karena proporsi darahnya lebih

dominan. Ciri-ciri sapi Brahman mempunyai punuk besar, tanduk, telinga besar dan

gelambir yang memanjang berlipat-lipat dari kepala ke dada. Sapi Brahman selama

berabad-abad menerima kondisi kekurangan pakan, serangan serangga, parasit,

penyakit dan iklim yang ekstrim. (Turner, 1981).

Karakteristik Sapi Brahman berukuran sedang dengan berat jantan dewasa

antara 800 s/d 1100 kg, sedang betina 500-700 kg. Berat pedet yang baru lahir antara

30-35 kg, dan dapat tumbuh cepat dengan berat sapih kompetitif dengan jenis sapi

lainnya. Persentase karkas 48,6 s/d 54,2%, dan pertambahan berat harian 0,83 - 1,5 kg

(Turner,1981).

Sapi Brahman mempunyai sifat pemalu dan cerdas serta dapat beradaptasi

dengan lingkungannya yang bervariasi. Sapi ini suka menerima perlakuan halus dan

dapat menjadi liar jika menerima perlakuan kasar. Konsekuensinya penanganan sapi

ini harus hati-hati. Tetapi secara keseluruhan sapi Brahman mudah dikendalikan. 

Page 19: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Sapi Brahman warnanya bervariasi, dari abu-abu muda, merah sampai hitam.

Kebanyakan berwarna abu muda dan abu tua. Sapi jantan warnanya lebih tua dari

betina dan memeliki warna gelap di daerah leher, bahu dan paha bawah.

Sapi Brahman dapat beradaptasi dengan baik terhadap panas, mereka dapat bertahan

dari suhu 8 - 105 F, tanpa ganguan selera makan dan produksi susu. Sapi Brahman

banyak dikawinkan dengan sapi Eropa dan dikenal dengan Brahman Cross (BX)

(Gunawan dkk, 2008).

Breed Ternak

Sapi Brahman Cross merupakan silangan sapi Brahman dengan sapi Eropa

(Bos taurus), awalnya merupakan bangsa sapi American Brahman diimpor ke

Australia pada tahun 1933 (Minish dan Fox,1979). Tujuan utama dari persilangan ini

utamanya adalah menciptakan bangsa sapi potong tropis/subtropis yang mempunyai

produktivitas tinggi, namun mempunyai daya tahan terhadap suhu tinggi, caplak,

kutu, serta adaptif terhadap lingkungan tropis yang relatif kering. Di negeri asalnya,

Australia, sapi ini umumnya dilepas di padangan dan digunakan kawin alami dengan

pejantan sebagai program pengawinannya. Dengan manajemen peternakan lepas

(grazing) pada padang penggembalaan yang sangat luas, mempunyai kesempatan

exercise yang tanpa batas, tanpa tali hidung, dalam kumpulan, dengan pengawinan

alami menggunakan pejantan, serta dengan ketersediaan pakan hijauan maupun pakan

penguat secara kuantitatif maupun kualitatif mencukupi (Turner, 1981).

Page 20: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Sejarah Perkembangan Sapi Impor Brahman (BX)

Sapi Brahman Cross mulai diimpor Indonesia (Sulawesi) dari Australia pada

tahun 1973. Hasil pengamatan di Sulawesi Selatan menunjukkan persentase beranak

40,91%, Calf crops 42,54%, mortalitas pedet 5,93, mortalitas induk 2,92%, bobot

sapih (8-9 bulan) 141,5 Kg (jantan) dan 138,3 Kg betina, pertambahan bobot badan

sebelum disapih sebesar 0,38 Kg/ hari (Hardjosubroto, 1984)

Pada tahun 1975, sapi Brahman cross didatangkan ke pulau Sumba dengan

tujuan utama untuk memperbaiki mutu genetik sapi Ongole di pulau Sumba.

Importasi Brahman cross dari Australia untuk UPT perbibitan (BPTU Sembawa)

dilakukan pada tahun 2000 dan 2001 dalam rangka revitalisasi UPT. Penyebaran di

Indonesia dilakukan secara besar-besaran mulai tahun 2006 dalam rangka mendukung

program percepatan pencapaian swasembada daging sapi 2010.

Pada umumnya pemeliharaan di rakyat memakai tali hidung, dikandangkan

sendiri atau dalam kelompok kecil dalam tempat sempit, belum sepenuhnya adaptasi,

ditambah lagi dengan pemberian pakan yang kurang memadai, terjadilah gangguan-

gangguan reproduksi yang sering disebut sebagai slow breeder.

Terjadilah proses adaptasi yang memakan waktu cukup lama, hingga

berbulan-bulan. Dengan adanya perubahan lingkungan, pakan, ditambah adanya heat

stress terjadilah keadaan yang disebut depresi reproduksi (reproductive depression),

sapi tidak pernah menunjukkan gejala birahi pada sapi yang belum bunting maupun

setelah beranak pertama (bunting bawaan)

Page 21: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Rendahnya fertilitas pada sapi Brahman disebabkan oleh pengamatan birahi

yang kurang akurat dengan Lama masa estrus 6,7±0,8 jam, nutrisi dan lamanya induk

menyusui yang dapat menyebabkan terjadinya anestrus post partum pada sapi

Brahman, lamanya waktu yang diperlukan untk pengeluaran plasenta setelah beranak,

dan adanya infeksi pada uterus yang dapat mempengaruhi jarak beranak. Masalah

besar yang sering timbul pada peternakan sapi Brahman di daerah tropis dan sub

tropis adalah panjangnya masa anestrus post partus, hal ini disebabkan oleh makanan

yang diberikan kurang berkualitas, temperatur lingkungan yang terlalu panas, infeksi

parasit, penyakit reproduksi, kondisi tubuh yang kurus, dan stress akibat menyusui

(Vandeplassshe, 1982)

Pengaruh Iklim Terhadap Ternak

Faktor lingkungan yang berpengaruh langsung pada kehidupan ternak adalah

iklim. Iklim merupakan faktor yang menentukan ciri khas dari seekor ternak. Ternak

yang hidup di daerah yang beriklim tropis berbeda dengan ternak yang hidup di

daerah subtropis. Namun hal tersebut dapat diatasi misalnya di beberapa negara

tropis, Air Condition (AC) digunakan dalam beternak untuk mengendalikan atau

menyesuaikan suhu di lingkungan sekitar ternak yang berasal dari daerah subtropis,

sehingga ternak tersebut dapat berproduksi dengan normal.(Yousef, 1984).

Page 22: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Iklim

Merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh langsung terhadap

ternak juga berpengaruh tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap faktor

lingkungan yang lain. Selain itu berbeda dengan faktor lingkungan yang lain seperti

pakan dan kesehatan, iklim tidak dapat diatur atau dikuasai sepenuhnya oleh manusia.

Untuk memperoleh produktivitas ternak yang efisien, manusia harus “menyesuaikan“

dengan iklim setempat (Yousef, 1984).

Iklim yang cocok untuk daerah peternakan adalah pada klimat semi-arid.

Daerah dengan klimat ini ditandai dengan kondisi musim yang ekstrim, dengan curah

hujan rendah secara relatif dan musim kering yang panjang. Fluktuasi temperatur

diavual dan musim sangat besar, sepanjang tahun kebanyakan sangat rendah dan

terdapat intensitas radiasi solar yang tinggi karena atmosfir yang kering dan langit

yang cerah. Meskipun curah hujan keseluruhan berkisar antara 254 sampai 508 mm,

hujan dapat turun lebih lebat meskipun kejadian itu sangat jarang (Chantalakhana dan

Skunmun, 2002).

Temperatur Lingkungan

Temperatur lingkungan adalah ukuran dari intensitas panas dalam unit standar

dan biasanya diekspresikan dalam skala derajat celsius. Secara umum, temperatur

udara adalah faktor bioklimat tunggal yang penting dalam lingkungan fisik ternak.

Supaya ternak dapat hidup nyaman dan proses fisiologi dapat berfungsi normal,

dibutuhkan temperatur lingkungan yang sesuai. Banyak species ternak membutuhkan

Page 23: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

temperatur nyaman 13–18 oC (Chantalakhana dan Skunmun, 2002) atau Temperature

Humidity Index (THI) < 72.

Setiap hewan mempunyai kisaran temperatur lingkungan yang paling sesuai

yang disebut Comfort Zone. Temperatur lingkungan yang paling sesuai bagi

kehidupan ternak di daerah tropik adalah 10° - 27°C (50° - 80°F) (Davidson dkk,

2000).

Kelembaban Lingkungan

Kelembaban adalah jumlah uap air dalam udara. Kelembaban udara penting,

karena mempengaruhi kecepatan kehilangan panas dari ternak. Kelembaban dapat

menjadi kontrol dari evaporasi kehilangan panas melalui kulit dan saluran pernafasan.

Kelembaban biasanya diekspresikan sebagai kelembaban relatif (Relative Humidity =

RH) dalam persentase yaitu ratio dari mol persen fraksi uap air dalam volume udara

terhadap mol persen fraksi kejenuhan udara pada temperatur dan tekanan yang sama.

Pada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan panas

terbatas dan dengan demikian mempengaruhi keseimbangan termal ternak

(Chantalakhana dan Skunmun, 2002).

Iklim di Indonesia adalah Super Humid atau panas basah yaitu klimat yang

ditandai dengan panas yang konstan, hujan dan kelembaban yang terus menerus.

Temperatur udara berkisar antara 21,11 – 37,77°C dengan kelembaban relatif 55-

100%. Suhu dan kelembaban udara yang tinggi akan menyebabkan stress pada ternak

sehingga suhu tubuh, respirasi dan denyut jantung meningkat, serta konsumsi pakan

Page 24: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

menurun, akibatnya menyebabkan produktivitas ternak rendah. Selain itu berbeda

dengan faktor lingkungan yang lain seperti pakan dan kesehatan, maka iklim tidak

dapat diatur atau dikuasai sepenuhnya oleh manusia (Yousef, 1984).

Sistem Pemeliharaan Pada Ternak

Sistem pemeliharaan sapi potong dapat dibedakan menjadi 3, yaitu sistem

pemeliharaan ekstensif, semi intensif dan intensif. Sistem ekstensif semua

aktivitasnya dilakukan di padang penggembalaan yang sama. Sistem semi intensif

adalah memelihara sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan pakan

disediakan oleh peternak, atau gabungan dari sistem ekstensif dan intensif. Sementara

sistem intensif adalah sapi-sapi dikandangkan dan seluruh pakan disediakan oleh

peternak (Susilorini, 2008).

Sistem Pemeliharaan Pada Sapi Bunting

Induk sapi bunting perlu diberikan kesempatan berolahraga dengan cara

dilepas di lapangan penggembalaan secara teratur selama 1 - 2 jam setiap hari.

Dengan demikian, induk tersebut dapat bergerak secara leluasa, mendapatkan sinar

matahari dan udara segar serta urat syaraf menjadi terlatih sehingga peredaran darah

berjalan lancar yang kesemuanya ini akan menunjang kelancaran proses kelahiran

pedet.

Pemberian pakan tidak baik selama induk bunting akan mempengaruhi

kesehatan dan produksi susu, oleh karena itu induk sapi yang sedang bunting harus di

Page 25: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

upayakan agar selalu dalam keadaan kenyang, lebih-lebih bagi induk yang di pelihara

dalam kandang secara terus menerus. Dua sampai tiga hari sebelum induk melahirkan

perlu di berikan pakan khusus yang memenuhi standart kualitas dan kuantitasnya

supaya memudahkan kelahiran pedetnya, pakan yang kandungan proteinnya terlalu

rendah sebaiknya jangan di berikan karena akan menggangu kelahiran pedet.

Disarankan peternak memberi pakan yang kandungan energinya tinggi dan

ditambahkan molase untuk membantu kelancaran pada saat melahirkan pedetnya.

Untuk mempersiapkan yang baik, peternak harus mengetahui lamanya

kebuntingan pada umumnya kebuntingan rata - rata 285 hari akan tetapi dapat

bervariasi pad setiap induk sapi, Hal ini di sebabkan oleh faktor :

1. iklim

2. perawatan

3. pakan dan bangsa sapi

Pengaruh Pemberian Pakan

Pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan digunakan oleh hewan.

Bahan pakan ternak terdiri dari tanaman, hasil tanaman, dan kadang-kadang berasal

dari ternak serta hewan yang hidup di laut (Tillman et al., 1991).

Menurut Blakely dan Bade (1998) bahan pakan dapat dibagi menjadi dua

kelompok yaitu konsentrat dan bahan berserat. Konsentrat berupa bijian dan butiran

serta bahan berserat yaitu jerami dan rumput yang merupakan komponen penyusun

Page 26: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

ransum. Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang

mampu menyajikan hara atau nutrien yang penting untuk perawatan tubuh,

pertumbuhan, penggemukan, dan reproduksi.

Darmono (1999) menjelaskan bahwa bahan pakan yang baik adalah bahan

pakan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta tidak

mengandung racun yang dapat membahayakan ternak yang mengkonsumsinya.

Pakan Hijauan

Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun

tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting dan bunga

(Sugeng, 1998).

Menurut Lubis (1992) pemberian pakan pada ternak sebaiknya diberikan

dalam keadaan segar. Pemberian pakan yang baik diberikan dengan perbandingan

60 : 40 (dalam bahan kering ransum), apabila hijauan yang diberikan berkualitas

rendah perbandingan itu dapat menjadi 55 : 45 dan hijauan yang diberikan berkualitas

sedang sampai tinggi perbandingan itu dapat menjadi 64 : 36 (Siregar 2008).

Jerami adalah sisa-sisa hijau-hijauan dari tanam-tanaman sebangsa padi dan

leguminosa, setelah biji-bijinya dipetik untuk dimanfaatkan oleh manusia. Jerami

mengandung protein, pati dan lemak jauh lebih sedikit dibandingkan dengan hijauan,

sedangkan kadar serat kasarnya jauh lebih tinggi. Jerami yang biasa digunakan untuk

bahan pakan adalah jerami padi, jerami jagung, gandum (Lubis, 1992). Menurut

Page 27: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Siregar (1994), jerami padi mengandung 21% bahan kering (BK), 9,2% protein kasar

(PK) , 27,4% serat kasar (SK) dan 41% total digestible nutrients (TDN)

Konsentrat

Pakan penguat (konsentrat) adalah pakan yang mengandung serat kasar relatif

rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini meliputi bahan pakan yang

berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, dedak, katul, bungkil kelapa, tetes, dan

berbagai umbi. Fungsi pakan penguat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai

gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah (Sugeng, 1998).

Menurut Darmono (1999) konsentrat adalah bahan pakan yang mengandung

serat kasar kurang dari 18%, berasal dari biji- bijian, hasil produk ikutan pertanian

atau dari pabrik dan umbi- umbian. Bekatul dalam susunannya mendekati analisis

dedak halus, akan tetapi lebih sedikit mengandung selaput putih dan bahan kulit, di

dalam bekatul juga tercampur pecahan halus.

Kandungan nutrien dari bekatul adalah 15% air, 14,5% PK, 48,7% bahan

ekstrak tanpa nitrogen (BETN), 7,4% SK, 7,4% LK dan 7,0 % abu, kadar protein

dapat dicerna 10,8% dan Martabat pati (MP) = 70 (Lubis, 1992).

Menurut Santosa (1995) bekatul mengandung 85% BK, 14% PK, 87,6%

TDN, 0,1% kalsium (Ca) dan 0,8% phospor (P). Ampas tahu adalah ampas yang

diperoleh dari pembuatan tahu yang diberikan kepada ternak besar dan kecil. Ampas

tahu dalam keadaan segar mengandung lebih dari 80% air. Kandungan nutrien dari

ampas tahu adalah 84% air, 5% PK, 5,8% (bahan ekstrak tanpa nitrogen) BETN, 3,2

Page 28: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

% SK, 1,2% LK, dan 0,8% abu. Ampas tahu yang sudah dikeringkan masih

mengandung kira-kira 16% air, dengan kadar protein dapat dicerna (Prdd) 22,3% dan

nilai MP=62 (Lubis, 1992).

Menurut Siregar (1994) ampas tahu mengandung 23% BK, 23,7% PK, 23,6%

SK dan 79% TDN. Ketela pohon (Manihot utilissima) mempunyai umbi dengan

kadar tepung yang sangat tinggi. Umbi ketela pohon yang masih segar tidak

dianjurkan diberikan pada ternak secara rutin, karena mengandung racun sianida yang

sangat berbahaya (Lubis, 1992). Menurut Siregar (2008), kandungan nutrisi ketela

pohon adalah 32,3% BK, 3,3% PK, 4,2% SK, 81,8% TDN.

Kelahiran Ternak

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kelahiran antara lain ketersediaan

pakan yang menentukan kecukupan energi individu untuk bereproduksi, umur efektif

bereproduksi, interval kelahiran dan rata-rata jumlah anak tiap kelahiran (Anonimª,

2008).

Penurunan angka kelahiran atau penurunan populasi terutama dipengaruhi

oleh efisiensi produksi atau kesuburan yang rendah atau jumlah kematian prenatal.

Kira-kira 80% dari variasi kesuburan normal pada kelompok ternak akan tergantung

pada faktor lingkungan sedangkan 20% dipengaruhi oleh faktor genetik. Rendahnya

kesuburan yang disebabkan oleh penyakit (18,3%), abnormalitas alat kelamin betina

(56,1%), tatalaksana yang tidak sempurna (13,3%) dan pengaruh ketuaan (5,9%),

(Toelihere,1981).

Page 29: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Angka kebuntingan dalam mengelola populasi sapi potong tergantung

fertilitas pada sapi potong jantan dan betina dan kualitas manajemen perkawinan

karena biasanya seekor sapi potong jantan dengan beberapa sapi betina. Fertilitas

sapi jantan adalah faktor penting dalam suksesnya program perkawinan. Waktu

perkawinan yang tepat bagi hewan betina merupakan faktor penting, karena dapat

menghasilkan keuntungan yang besar bagi peternak bila terjadi kebuntingan pada

waktu yang tepat. Sebaliknya, waktu perkawinan yang salah cenderung menyebabkan

gangguan reproduksi karena dapat menunda kebuntingan. Faktor lain yang sangat

menunjang keberhasilan sapi potong adalah keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi

yang tepat melalui pakan. Nutrisi tersebut akan menjamin kelangsungan hidup,

pertumbuhan dan kesehatan (Jakob, 1994).

Kematian Ternak

Kematian merupakan jumlah ternak yang mati tiap periode waktu dibagi

dengan jumlah ternak yang hidup diawal periode waktu tersebut. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kematian antara lain penyakit, predator, paceklik, bencana alam dan

iklim (Anonim, 2008).

Kematian sapi potong lebih banyak dikarenakan penyakit. Diduga, terkena

penyakit yang disebabkan oleh virus. Kematian sapi potong di Kabupaten Sidrap

sebagian besar karena mati dalam kandungan atau lahir prematur.

Page 30: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Tingkat Kebuntingan

Tingkat kebuntingan ternak sapi potong adalah jumlah ternak yang bunting

dalam satu tahun. Tingkat kebuntingan ternak sangat dipengaruhi oleh manajemen

perkawinan peternakan itu sendiri. Teknik manajemen perkawinan sapi potong dapat

dilakukan dengan menggunakan intensifikasi kawin alam (IKA) dengan pejantan

terpilih, teknik inseminasi buatan (IB).

Salah satu faktor penyebab rendahnya tingkat kebuntingan sapi potong adalah

manajemen perkawinan yang kurang tepat, yakni : (1) pola perkawinan yang kurang

benar, (2) pengamatan birahi dan waktu kawin yang tidak tepat, (3) rendahnya

kualitas atau kurang tepatnya pemanfaatan pejantan dalam kawin alam dan (4) kurang

terampilnya beberapa petugas serta (5) rendahnya pengetahuan peternak tentang

kawin suntik/IB (Jakob, 1994).

Page 31: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2011 di PT. Buli di

Kecamatan Pitu Riase Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan.

Materi Penelitian

Sapi Brahman Cross (BX) dengan umur kebuntingan berbeda pada saat di

impor pada tahun 2010 yang dipelihara di Bila River Ranch.

Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua sumber data yakni data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil survey atau pengamatan langsung.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari catatan atau recording yang berkaitan dari

parameter yang diamati yang sudah resmi disimpan atau dibukukan oleh PT. Buli.

Parameter Yang Diamati

Adapun parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah :

1. Umur Kebuntingan pada saat di Impor

Umur kebuntingan pada saat impor pada umur kebuntingan berbeda dikurangi

waktu jumlah hari selama di Indonesia sampai terjadi kelahiran, umur kebuntingan

dinyatakan dalam bulan (Puslitbangnak, 2007).

Page 32: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Rumus :

U.K (bulan) = U K. Normal - ∑ Hari 30 Hari

Keterangan :

UK (bulan) = Umur kebuntingan

Uk normal = umur kebuntingan normal (285 hari)

∑ Hari = waktu selama di Indonesia setelah dilakukan impor

2. Tingkat Kelahiran

Tingkat kelahiran di ukur berdasarkan jumlah induk melahirkan dibagi dengan

induk yang di impor.

Rumus :

T K (%) = ∑ I M x 100% ∑ I I

Keterangan :

T K (%) = Tingkat kelahiran

∑ I M = Jumlah induk yang melahirkan

∑ I I = Jumlah induk yang di Impor

3. Tingkat Kematian

Tingkat kematian anak adalah perbandingan jumlah anak yang mati dengan

jumlah anak yang lahir. Tingkat kematian induk impor adalah jumlah induk yang

mati dibagi dengan jumlah induk yang di impor.

Page 33: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Rumus :

Mortalitas (%) = ∑ Anak mati x 100% ∑ Anak lahir

Keterangan :

Mortalitas (%) = Tingkat kematian

∑ Anak mati = Jumlah anak yang mati

∑ Anak lahir = Jumlah anak yang lahir

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan deskriptif dan Chi-Square (X²-Kuadrat)

(Sumedi,2000).

Rumus Chi Square :

X² = Σ (fo – fh)²

fh

Di mana : X² = Chi Square ;

fo = frekuensi yang diobservasi

fh = frekuensi yang diharapkan

Page 34: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Lokasi

Kabupaten Sidrap merupakan wilayah yang berlokasi di Provinsi Sulawesi

Selatan, sekitar 185 km ke arah utara Makassar. Secara geografis, Kabupaten ini

terletak di sebelah Utara Kota Makassar, tepatnya diantara titik koordinat : 3043 –

4009 Lintang Selatan, dan 119041 – 120010 Bujur Timur.

Luas wilayahnya 2.506,19 km2 atau sekitar 3% dari total luas wilayah

Sulawesi Selatan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

A. Sebelah Utara ada Kabupaten Pinrang dan Enrenkang,

B. Sebelah Timur terletak Kabupaten Luwu dan Wajo.

C. Sebelah Selatan ada Kabupaten Barru dan Soppeng

D. Sebelah Barat terletak Kabupaten Pinrang dan Kota Parepare.

Kabupaten ini terdiri dari 11 kecamatan, 38 kelurahan, dan 65 desa.

Peruntukan lahan di Sidrap didominasi oleh 37.212 ha sawah irigasi, 19.162 ha

padang rumput, dan 15.326 ha perkebunan kelapa.

Untuk melihat lebih jelas batas wilayah Kabupaten Paser dapat dilihat pada

peta Kabupaten Sidrap pada Gambar 1.

Page 35: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Gambar 1. Peta Wilayah Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan.

Salah satu contoh Kecamatan Pitu Riase. yang rata-rata mata pencariannya

bercocok tanam, Berternak dan bekerja sebagai pencari Rotan hutan dengan

penghasilannya Rp.1.000 / Btng dengan membutuhkan waktu berminggu-minggu

untuk sampai kepedagang. Hal inilah yang memicu tindakan-tindakan kriminal

kepada profesi tersebut untuk menebang kayu di hutan lindung sebagai pekerjaan

tambahan. Tanpa memikirkan akibat dan kerugian pada Negara. Pitu Riase sebuah

kecamatan yang luas dan kaya akan lingkungannya (BPS Sidrap 2004).

PT. Berdikari United Livestock berdiri pada tahun 1970 tepatnya di Bila

kecamatan Pitu Riase Kabupaten Sidrap dan merupakan badan usaha milik negara

Lokasi Penelitian

Page 36: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

(bumn) sebagai salah satu anak dari perusahaan PT. Berdikari Persero yang bergerak

di bidang peternakan khususnya ternak sapi potong dan sapi bibit.

PT. Berdikari United Livestock pada awal berdirinya, ternak sapi yang

dipelihara sebanyak 175 ekor yang di datangkan dari Australia dengan jenis sapi

Limosin, Brahman Cross sebagian besar adalah sapi potong penggemukan.

PT. Berdikari United Livestock sekitar 6441,00 ha. Sekarang ini populasi

ternak yang dimiliki oleh PT. Buli sekitar 5000 ekor yang terdiri dari 2100 ekor induk

sedang sisanyamerupakan sapi pedet, dara dan pejantan. PT. Buli memiliki paddock

sebanyak 32 buah kandang yang dilengkapi sungai atau cek daun sebagai tempat

minum sapi,maksud dan tujuan dibangun paddock adalah tempat mengatur

perkawinan dan tempat pengelompokan sapi, baik itu sapi bunting maupun yang

melahirkan serta tempat pemeriksaan kesehatan sapi.

Sistem pemeliharaan yang dilakukan PT. Buli pada sapi Brahman Cross (BX)

impr adalah dengan cara sistem intensif yaitu dikandangkan, dimana semua sapi

dipelihara dengan cara dikandangkan sehingga kebutuhan pakan dan kontrol penyakit

dapat diawasi.

Sekitar tahun 2010 PT.BULI yang berada di Kabupaten Sidrap tepatnya di

kecamatan Pitu Riase mengimpor sapi Brahman cross (BX) dari Australia sebanyak

1105 ekor. Sebelum kapal merapat di pelabuhan, petugas karantina Parepare

melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan kesehatan terhadap sapi-sapi bibit

Brahman Cross asal Australia tersebut. Setelah pemeriksaan oleh petugas karantina,

kapal Norvantes merapat di dermaga Cappa Ujung, sebelum sapi-sapi diturunkan dari

Page 37: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

kapal dilakukan penyemprotan desinfektan  oleh petugas karantina terhadap kapal

dan kendaraan pengangkut (truk) untuk mencegah penyakit yang dimungkinkan

terbawa dari daerah asal. Setelah penyemprotan selesai, segera sapi tersebut

diturunkan dan diangkut ke Instalasi karantina Hewan Sementara (IKHS) di Desa

Billa, Kec. Pitu Riase, Kab. Sidrap dengan angkutan truk.

Imbas positif dari impor sapi Brahman cross ini, terutama untuk jangka

pendek (saat ini) populasi sapi lokal terjaga karena pemotongan berkurang dengan

sendirinya akibat jagal lebih suka potong sapi import sehingga secara tidak langsung

bahkan mampu mendukung program pemerintah untuk menambah populasi sapi lokal

dan mempertahankannya agar tidak habis.

Imbas negatifnya, petani/peternak teriak karena harga sapi lokal "jatuh"

sehingga tidak imbang antara biaya produksi dengan harga jualnya. Efek jangka

panjangnya gairah petani/peternak untuk memelihara sapi lokal akan semakin

menurun dan tentunya ini menjadi sinyal negatif untuk pemerintah yang sudah

gembar-gembor untuk swasembada daging di tahun 2014.

Page 38: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Tingkat Kelahiran dan Mortalitas Berdasarkan Umur Kebuntingan yang

Berbeda

Umur kebuntingan yang berbeda terhadap tingkat kelahiran dan mortalitas

pada sapi Brahman Cross (Bx) Impor yang dipelihara di Bila River Ranch dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tingkat Kelahiran dan Mortalitas Berdasarkan Umur Kebuntingan yang Berbeda

Parameter Umur Kebuntingan Pada Saat Diimpor (bln)    3 4 5 6 7 8 9 Total

N (Induk) 288 467 138 110 65 29 8 1105

(%) 26,06 42,26 12,49 9,95 5,882,62 0,72 100

Kelahiran :Jantan 126 206 65 58 32 9 5 501Betina 158 261 70 48 33 20 2 592

Jumlah Kelahiran Anak 284 467 135 106 65 29 7 1093

(%) 98,61 100 97,83 96,36 100 100 87,598,9

1Kematian :

Induk 4 0 3 4 0 0 1 12(%) Induk 1,39 0 2,17 3,64 0 0 12,5 1,09

Anak :Jantan 3 20 19 `12 6 1 1 62Betina 1 15 14 12 4 1 0 47

Jumlah Kematian Anak 4 35 33 24 10 2 1 109

(%) 1,41 7,49 24,44 22,64 15,386,89 14,28 9,97

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah ternak yang diimpor ke Bila Ranch

yaitu sebanyak 1105 ekor pada tahun 2010 dimana umur kebuntingan yang paling

Page 39: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

banyak adalah pada umur kebuntingan 4 dan 3 bulan yaitu masing-masing sebanyak

467 ekor (42,26%) dan 288 ekor (26,06%). Hal ini berkaitan dengan penentuan umur

kebuntingan melalui pemenuhan kebutuhan (PKB) tidak sesuai dengan pemenuhan

kebutuhan impor sapi dimana umur kebuntingan yang ingin diimpor adalah umur

kebuntingan 6-7 bulan, namun hasil yang diperoleh dari data penelitian ditemukan

hanya 175 ekor atau sekitar 15,83% saja dari total ternak yang diimpor. Deteksi

kebuntingan dapat dilakukan dengan cara palpasi rektal setelah 60 hari sejak

dikawinkan untuk meyakinkan bahwa ternak benar-benar bunting. Pemeriksaan

palpasi rektal dilakukan oleh Petugas Pemeriksa Kebuntingan (PKB) yang ditunjuk

oleh pemerintah setempat (Anonim, 2011).

Pada Tabel 1 juga menunjukkan bahwa tingkat kelahiran anak dari induk sapi

Brahman Cross (Bx) yang di impor pada umur kebuntingan berbeda menunjukkan

hasil yang relatif tinggi yaitu 87,5 – 100%. Namun umur kebuntingan tua pada saat

di impor 7-9 bulan lebih rendah dibawah (85,8%), umur muda 3-6 bulan (98,2%), hal

ini menyebabkan ada indikasi bahwa umur kebuntingan tua mengalami stress tinggi

pada saat terjadinya kelahiran sehingga resiko terjadinya kematian induk sangat

tinggi sekitar (12%). Di negeri asalnya, Australia, sapi ini umumnya dilakukan

dengan manajemen peternakan lepas (grazing) pada padang penggembalaan yang

sangat luas, mempunyai kesempatan exercise yang tanpa batas, tanpa tali hidung,

dalam kumpulan, dengan pengawinan alami menggunakan pejantan, serta dengan

ketersediaan pakan hijauan maupun pakan penguat. Hal ini sesuai dengan pendapat

Smith & French (1997) yang menyatakan bahwa apabila ternak dipindahkan ke

Page 40: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

lingkungan yang tidak dikenal, ternak tersebut dapat menjadi gelisah, lelah kepanasan

atau kedinginan. Semua kondisi tersebut akibat dari respon dalam tubuh ternak yang

disebabkan oleh berbagai faktor dalam lingkungan baru. Bila ternak dalam kondisi

seperti itu, sering dinyatakan bahwa ternak tersebut mengalami cekaman (stres).

Dari Tabel 1 juga diperoleh data bahwa induk yang di impor 100% bunting

dan sisanya yang tidak melahirkan sekitar 1,09%, hal ini disebabkan karena tingkat

adaptasi ternak induk kurang sehingga mengalami keguguran. Hal ini sesuai dengan

pendapat bahwa pemeliharaan betina bunting merupakan salah satu upaya penting

yang harus dilakukan dalam upaya peningkatan produktivitas ternak. Pemeliharaan

ternak bunting perlu lebih diintensifkan karena betina bunting tersebut merupakan

penentu kualitas anakan yang akan dihasilkan, terutama dalam hal pemberian pakan

dan perawatan (hindari dari terjatuh dan benturan atau kondisi kandang yang kurang

baik), (Toelihera, 1981).

Beberapa cara untuk memelihara ternak bunting adalah dengan perbaikan

pakan, pakan menjadi salah satu faktor penting dalam pemeliharaan betina bunting

karena dengan memberikan pakan yang baik akan memenuhi kebutuhan zat gizi

untuk mendukung pertumbuhan anakan ataupun kesehatan indukan. Indukan juga

membutuhkan pakan yang baik terutama untuk mempertahankan kesehatan utamanya

kesehatan tulang sekaligus digunakan untuk memproduksi air susu. Beberapa bahan

pakan utama yang dibutuhkan oleh betina bunting antara lain adalah kandungan

kalsium, asam amino essensial tertentu seperti lysin dan karbohidrat sebagai sumber

energi. Sebagaimana diketahui pemberian pakan yang dilakukan di Bila Ranch yaitu

Page 41: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan terdiri dari rumput gajah dan alang-alang

sebanyak 24 kg/ekor sedangkan konsetrat sekitar 3 kg/ekor. Proses pemeliharaan

kebuntingan ini sangat penting karena embrio ternak cukup labil utamanya pada umur

kebuntingan muda Hunter (1995).

Pada Tabel 1 juga menunjukkan bahwa pada umur kebuntingan di

kelompokkan menjadi : 1). Kebuntingan muda (3-4) bulan, 2). Kebuntingan sedang

(5-7) bulan dan 3). Kebuntingan tua (8-9) bulan, maka tingkat kematian anak pada

umur kebuntingan muda adalah lebih rendah 4,45% di bawah dari umur kebuntingan

sedang 9,41% dan umur kebuntingan tua 9,7%. yang disebabkan oleh induk mati

karena induk tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga lama

kelamaan kondisi tubuh akan menurun lalu mati. Hal ini sesuai dengan pendapat

Hafez (1993), kematian embrio dini meningkat pada hewan induk dimana suhu

tubuhnya meningkat.

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa jumlah kematian ternak sapi Brahman yaitu

sebanyak 109 ekor yang terdiri dari ternak jantan yaitu sebanyak 62 ekor dan diikuti

ternak betina 47 ekor dengan persentasi kematian pada anak sebesar 9,97%. Pada

umur kebuntingan muda 3-4 bulan kematian pada sapi Brahman yang diimpor

sebagian besar karena lahir premature, hal ini disebabkan perbedaan suhu di Bila

Ranch sekitar 25-27ºC dan dari daerah asalnya sekitar 15ºC. Menurut pendapat

Hardjopranjoto (1995), Suhu yang panas dapat menyebabkan penurunan kadar

hormone reproduksi seperti FSH dan LH dan menyebabkan penurunan volume darah

Page 42: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

yang mengalir ke alat reproduksi, sehingga menyebabkan perubahan lingkungan

uterus yang lebih panas dan menambah kemungkinan kematian fetus.

Gambar 2. Tingkat Kelahiran dan Mortalitas Sapi Brahman (Bx) Impor pada Umur Kebuntingan Berbeda.

Berdasarkan hasil analisis data menggunakan (Chi-Square) maka umur

kebuntingan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kematian ternak, hal ini

disebabkan karena lamanya pemeliharaan yang berbeda-beda terhadap ternak induk

bunting yang mengakibatkan terjadinya stress. Hal ini sesuai dengan pendapat Fowler

(1999) bahwa stres yang berlangsung secara terus-menerus dan berlangsung lama

berimplikasi pada penurunan imun, reproduksi, sistem syaraf dan sistem endokrin

dalam tubuh.

Page 43: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Hasil uji lanjut menggunakan Chi-Square untuk umur kebuntingan 3 bulan

berbeda sangat nyata lebih rendah (P<0,01) persentasi kematiannya dibanding umur

kebuntingan 4,5,6 dan 7 bulan, hal ini dikarenakan pada umur kebuntingan ini

pemeliharaannya jauh lebih lama dibanding dengan yang lain sehingga ternak sudah

dapat menyesuaikan diri dengan kondisi suhu, kandang dan pakan yang berbeda dari

daerah asalnya dan sudah dapat mengembalikan kondisi tubuhnya kembali normal

sehingga persentasi kematian anak hanya 1,41%. Hal ini sesuai dengan pendapat

Abidin (2006), yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan

dalam pemilihan lokasi pemeliharaan sapi potong antara lain: suhu lingkungan Sapi

termasuk hewan yang peka terhadap perubahan suhu lingkungan, terutama perubahan

yang drastis. Suhu tinggi bisa menyebabkan konsumsi pakan menurun dan berakibat

pada menurunnya laju pertumbuhan dan kemampuan reproduksi

Pada umur kebuntingan 5 bulan tidak memberikan perbedaan nyata dalam hal

persentasi kematian dibandingkan dengan umur kebuntingan 6 dan 7 bulan, hal ini

disebabkan karena pada umur 5-7 bulan belum dapat menyesuaikan diri dengan suhu

dari daerah asal ke daerah yang di impor, selain itu ternak juga mengalami stress

kandang dan pakan sehingga ternak tersebut tidak mau makan dan lama kelamaan

kondisi tubuh menurun dan akhir masa kebuntingan induk tidak dapat memproduksi

susu yang berpengaruh terhadap kondisi anak yang dilahirkan. Menurut Kartadisastra

(1997), kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan, dicerminkan oleh kebutuhannya

terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis

ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting atau menyusui), kondisi tubuh

Page 44: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

(sehat, sakit), dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur dan kelembaban nisbi

udara).

Demikian halnya pada umur kebuntingan 5, 6, dan 7 bulan berbeda sangat

nyata lebih tinggi (P<0,01) persentasi kematian dibandingkan dengan umur 8 dan 9

bulan, dikarenakan pada umur 8-9 bulan kondisi tubuh dari ternak masih bagus dan

tidak melewati penyesuaian lingkungan yang begitu lama karena setiba di daerah

yang di impor induk sudah langsung melahirkan sehingga anak yang dihasilkan juga

sehat., selain itu system pemeliharaan dari daerah asal juga sangat mendukung yaitu

dengan system pemeliharaan secara ekstensif Menurut Susilorini (2008), sistem

ekstensif yaitu semua aktivitasnya dilakukan di padang penggembalaan yang sama

sehingga ternak tidak mengalami stress.

Secara umum yang menjadi sumber utama pakan ternak pada musim hujan

(Desember-Mei) adalah rumput alam, dan sebagai alternatif pakannya adalah limbah

pertanian seperti jerami padi, jerami kedele. Sedangkan pada musim kemarau Juni-

Nopember) saat rumput sudah berkurang ketersediaannya di lahan-lahan umum atau

di sekitar lahan pertanian, sebagai pakan utamanya adalah jerami padi, jerami kedele

dan jenis legum seperti turi, lamtoro dan gamal.

Musim melahirkan perkawinan diharapkan hanya terjadi pada bulan Juni-

Desember pada saat pejantan tersedia. Namun hasilnya diperoleh anak-anak sapi

lahir pada bulan Maret – Desember. Seharusnya anak-anak sapi lahir hanya sampai

bulan Agustus. Hal ini dapat terjadi karena adanya induk pada saat tertentu

Page 45: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

digembalakan atau diikat berpindah-pindah pada suatu area di luar kandang. Sehingga

tidak menutup kemungkinan terjadi perkawinan pada saat digembalakan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka

dapat diperoleh kesimpulan yaitu :

1. Tingkat kelahiran Sapi Brahman impor pada umur kebuntingan muda relatif lebih

tinggi dibandingkan umur kebuntingan tua.

2. Tingkat kematian Sapi Brahman impor pada umur kebuntingan sedang dan tua

relatif lebih tinggi dibandingkan umur kebuntingan muda.

Saran

Sebaiknya pada saat ingin mengimpor sapi perlu diperhatikan secara teliti

tentang pemeriksaan kebuntingan agar tidak terjadi kesalahan dalam mengetahui

umur kebuntingan tersebut dan dalam mengimpor sapi bunting sebaiknya diimpor

umur kebuntingan yang muda.

Page 46: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2006. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka, Jakarta.

Anonimª, 2004. Kabupaten Sidrap Dalam Angka . BPS Kab.Sidrap,Sulawesi Selatan

AnonimƄ, 2011. Kabupaten Sidenreng Rappang. Wikipedia. Diakses 11 September 2011

Anonimc, 2011. Mengenai Peternakan dan Pemerintahan. Wikipedia. Diakses 17 September 2011.

Blakely, J. dan D.H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh B. Srigandono).

Chantalakhana, Ch. And P. Skunmun, 2002. Sustainable Smallholder Animal Systems in the Tropics. Kasetsart University Press, Bangkok.

Darmono. 1999. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius, Yogyakarta.

Davidson, T., M. McGowan, D. Mayer, B. Young, N. Jonsson, A. Hall, A. Matschoss, P. Goodwin, J. Goughan and M. Lake, 2000. Managing Hot Cows in Australia.The Dairy research and Development Corporation, Queensland. 

Fowler ME. 1999. Zoo and Wild Animal Medicine4thed. Philadelphia :W.B.SaundersCompany. Hlm. 34-35

Gunawan; Abubakar; Tri Pambudi, G; Karim, K; Nista, D; Purwadi, A.dan Putro, P. P. 2008. Petunjuk Pemeliharaan Sapi Brahman Cross. BPTU Sapi Dwiguna dan Ayam Sembawa. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian.

Hafez, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animal. 5 Edition. Lea and Febiger. Philadelphia.

Page 47: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Hardjopranjoto, H.S, 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga University Press, Hal: 103-114, 139-146

Hunter, R. H. F. 1985. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik. Penerbit ITB Bandung. Bandung. (Diterjemahkan oleh DK Harya Putra)

Jacob, T.N. 1994. Budidaya Ternak Potong. Kanisius, Yogyakarta

Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Cetakan kesatu. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Lubis, Mochtar, etall. 1992. Visi Wartawan 45. Jakarta : PT. Media Sejahtera

Minish, G. L. and D. G. Fox, 1979. Beef Production and Management. Reston Publishing Co., Inc. A Prentice-Hall Co., Reston, Virginia.

Peters, A.R. and P.J.H. Ball. 1987. Reproduction in cattle. Butterworths, London

Puslitbangnak. 2007. Petunjuk Teknis Manajemen Perkawinan Sapi Potong. Badan Litbang Pertanian, Bogor

Putu, I.G., Dewyanto, P. Sitepu, T.D. Soedjana, 1997. Ketersediaan dan Kebutuhan Teknologi Produksi Sapi Potong. Proceeding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Bogor, 7-8 Januari 1997 hal. 50-63.

Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Cetakan I. PenebarSwadaya. Jakarta

Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.

Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Smith TE, French JA. 1997. Psychosocial stress and urinary cortisol excretionIn Marmoset Monkeys (Callthrix kuhli),Physiol Behav. 62 (2): 225-232

Sorensen, A.M. 1979. Reproduction Laboratory A Laboratory Manual for Animal Reproduction. 4th Ed. American Press. Massachusets.

Sugeng, Y.B. 1998. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sumedi. Sudarsono, 2000, Metodologi Penelitian. Bidang Kedokteran, UI Press, Jakarta

Page 48: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Susilorini, E. T. 2008. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tillman, A. D.,S, Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, H. Hartadi dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Toelihere, M.R. 1981. Ilmu Kemajiran Ternak Edisi Pertama. IPB, Bogor, Hal: 52-57, 76-85

Turner, H.N. 1981. Animal genetic resources. Int. Goat and Sheep Res. 1(4):243.

Yousef, M.K. 1984.  Stress Physiology in Livestock. Vol. 1 : Basic Principles. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.

Page 49: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

LAMPIRAN

Crosstabs

Case Processing Summary

1093 98.9% 12 1.1% 1105 100.0%Kebuntinga * KematianN Percent N Percent N Percent

Valid Missing TotalCases

Kebuntingan*Kematian Crosstabulation

 Kematian

TotalLahir MatiKebuntingan 3 bulan Count 280 4 284

Expected Count 255.7 28.3 284% of Total 98.6% 1.40% 100.00%

4 bulan Count 432 35 467Expected Count 420.4 46.6 467% of Total 92.5% 7.50% 100.00%

5 bulan Count 102 33 135Expected Count 121.5 13.5 135% of Total 75.6% 24.40% 100.00%

6 bulan Count 82 24 106Expected Count 95.4 10.6 106% of Total 77.4% 22.60% 100.00%

7 bulan Count 55 10 65Expected Count 58.5 6.5 65% of Total 84.6% 15.40% 100.00%

8 bulan Count 27 2 29Expected Count 26.1 2.9 29% of Total 93.1% 6.90% 100.00%

9 bulan Count 6 1 7Expected Count 6.3 7 7

Page 50: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

% of Total 85.7% 14.30% 100.00%Total Count 984 109 1093

Expected Count 984 109 1093% of Total 90.0% 10.00% 100.00%

Chi-Square Tests

79.408a 6 .00078.920 6 .000

36.482 1 .000

1093

Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)

2 cells (14.3%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is .70.

a.

Custom Tables

Table 1

280 4432 35712 39

3 bulan4 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Page 51: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Pearson Chi-Square Tests

13.2871

.000*

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows and columns in eachinnermost subtable.

The Chi-square statistic is significant at the 0.05 level.*.

280 4102 33382 37

3 bulan5 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Pearson Chi-Square Tests

60.3141

.000*

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows and columns in eachinnermost subtable.

The Chi-square statistic is significant at the 0.05 level.*.

280 482 24

362 28

3 bulan6 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Page 52: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Pearson Chi-Square Tests

52.2211

.000*

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows and columns in eachinnermost subtable.

The Chi-square statistic is significant at the 0.05 level.*.

280 455 10

335 14

3 bulan7 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Pearson Chi-Square Tests

26.8321

.000*,a

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows and columns in eachinnermost subtable.

The Chi-square statistic is significant at the 0.05 level.*.

More than 20% of cells in this subtable have expectedcell counts less than 5. Chi-square results may beinvalid.

a.

280 427 2

307 6

3 bulan8 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Page 53: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Pearson Chi-Square Tests

4.2151

.040*,a,b

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows and columns in eachinnermost subtable.

The Chi-square statistic is significant at the 0.05 level.*.

More than 20% of cells in this subtable have expectedcell counts less than 5. Chi-square results may beinvalid.

a.

The minimum expected cell count in this subtable isless than one. Chi-square results may be invalid.

b.

280 46 1

286 5

3 bulan9 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Pearson Chi-Square Tests

6.7081

.010*,a,b

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows and columns in eachinnermost subtable.

The Chi-square statistic is significant at the 0.05 level.*.

More than 20% of cells in this subtable have expectedcell counts less than 5. Chi-square results may beinvalid.

a.

The minimum expected cell count in this subtable isless than one. Chi-square results may be invalid.

b.

Page 54: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

432 35102 33534 68

4 bulan5 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Pearson Chi-Square Tests

30.0281

.000*

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows and columns in eachinnermost subtable.

The Chi-square statistic is significant at the 0.05 level.*.

432 3582 24

514 59

4 bulan6 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Pearson Chi-Square Tests

21.4591

.000*

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows and columns in eachinnermost subtable.

The Chi-square statistic is significant at the 0.05 level.*.

Page 55: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

432 3555 10

487 45

4 bulan7 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Pearson Chi-Square Tests

4.5871

.032*

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows and columns in eachinnermost subtable.

The Chi-square statistic is significant at the 0.05 level.*.

432 3527 2

459 37

4 bulan8 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Pearson Chi-Square Tests

.0141

.905a

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows andcolumns in each innermost subtable.

More than 20% of cells in this subtablehave expected cell counts less than 5.Chi-square results may be invalid.

a.

Page 56: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

432 356 1

438 36

4 bulan9 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Pearson Chi-Square Tests

.4531

.501a,b

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows and columns in eachinnermost subtable.

More than 20% of cells in this subtable haveexpected cell counts less than 5. Chi-square resultsmay be invalid.

a.

The minimum expected cell count in this subtable isless than one. Chi-square results may be invalid.

b.

102 3382 24

184 57

5 bulan6 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Pearson Chi-Square Tests

.1071

.744

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows andcolumns in each innermost subtable.

Page 57: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

102 3355 10

157 43

5 bulan7 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Pearson Chi-Square Tests

2.1341

.144

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows andcolumns in each innermost subtable.

102 3327 2

129 35

5 bulan8 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Pearson Chi-Square Tests

4.3791

.036*

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows and columns in eachinnermost subtable.

The Chi-square statistic is significant at the 0.05 level.*.

102 336 1

108 34

5 bulan9 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Page 58: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Pearson Chi-Square Tests

.3771

.539a

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows andcolumns in each innermost subtable.

More than 20% of cells in this subtablehave expected cell counts less than 5.Chi-square results may be invalid.

a.

82 2455 10

137 34

6 bulan7 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Pearson Chi-Square Tests

1.3321

.248

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows andcolumns in each innermost subtable.

82 2427 2

109 26

6 bulan8 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Page 59: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Pearson Chi-Square Tests

3.6301

.057

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows andcolumns in each innermost subtable.

82 246 1

88 25

6 bulan9 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Pearson Chi-Square Tests

.2661

.606a

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows andcolumns in each innermost subtable.

More than 20% of cells in this subtablehave expected cell counts less than 5.Chi-square results may be invalid.

a.

55 1027 282 12

7 bulan8 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Page 60: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Pearson Chi-Square Tests

1.2971

.255a

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows andcolumns in each innermost subtable.

More than 20% of cells in this subtablehave expected cell counts less than 5.Chi-square results may be invalid.

a.

55 106 1

61 11

7 bulan9 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Pearson Chi-Square Tests

.0061

.939a

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows andcolumns in each innermost subtable.

More than 20% of cells in this subtablehave expected cell counts less than 5.Chi-square results may be invalid.

a.

27 26 1

33 3

8 bulan9 bulanTotal

KebuntingaCountHidup

CountMati

Kematian

Page 61: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

Pearson Chi-Square Tests

.4031

.526a,b

Chi-squaredfSig.

KebuntingaKematian

Results are based on nonempty rows and columns in eachinnermost subtable.

More than 20% of cells in this subtable haveexpected cell counts less than 5. Chi-square resultsmay be invalid.

a.

The minimum expected cell count in this subtable isless than one. Chi-square results may be invalid.

b.

RIWAYAT HIDUP

A. Fauziah. Djafar (I11107019), lahir pada tanggal 24

November 1987 di Makassar, Sulawesi Selatan. Penulis yang

biasa disapa “Chia”adalah anak ketiga dari tiga bersaudara,

anak dari pasangan suami istri Drs. M. Djafar Bali dan Hj. A.

Fatmawati. Penulis mengawali pendidikan di TK AT-Taubah

Pada Tahun 1994 sampai 1995. Pada tahun 1995, penulis melanjutkan pendidikan di

SD Negeri InpresTamamaung I sampai tahun 2000. Pada tahun 2000, penulis

melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 5 Makassar, Lulus pada tahun 2003. Pada

Page 62: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1470... · Web view repository.unhas.ac.idPada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan

tahun 2003 melanjutkan pendidikan di SMA Kartika Wirabuana-I Makassar, Penulis

lulus SMA pada tahun 2006. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan ke

Universitas Hasanuddin Fakultas Peternakan Jurusan Produksi Ternak Program Studi

Produksi Ternak.