80___southern_philippines_backgrounder_bahasa

54
LAPORAN LATAR BELAKANG TENTANG FILIPINA SELATAN: TERORISME DAN PROSES PERDAMAIAN 13 Juli 2004 ICG Asia Report N°80 Singapore/Brussels

Transcript of 80___southern_philippines_backgrounder_bahasa

LAPORAN LATAR BELAKANG TENTANG FILIPINA SELATAN:

TERORISME DAN PROSES PERDAMAIAN

13 Juli 2004

ICG Asia Report N°80 Singapore/Brussels

DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF.......................................................................................................... i I. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1 II. LATAR BELAKANG KONFLIK DI FILIPINA SELATAN .................................... 4 III. TEROR DAN PROSES PERDAMAIAN ..................................................................... 7 IV. TEROR DAN FRAKSI DI MILF ............................................................................... 11 V. KAMP HUDAIBIYAH DAN AKADEMI MILITER ISLAMI .............................. 16

A. CIKAL BAKAL KERJASAMA JI - MILF.................................................................................17 B. PERKEMBANGAN KAMP HUDAIBIYAH ...............................................................................19

VI. AL-GHOZI DAN BOM JAKARTA SERTA PEMBOMAN HARI RIZAL, 2000 22 VII. ZULKIFLI, BOM DEPARTMENT STORE FITMART, DAN HUBUNGAN ABU SAYYAF ....................................................................................................................... 24

A. RUMAH AMAN DI GENERAL SANTOS CITY........................................................................26 B. MEMBANGUN KEMBALI HUBUNGAN ABU SAYYAF ..........................................................27

VIII. BOM DAVAO ............................................................................................................... 28 IX. KERJASAMA BERJALAN MILF DENGAN KELOMPOK JIHAD................... 31 X. KESIMPULAN ............................................................................................................. 32 LAMPIRAN

A. PETA FILIPINA.....................................................................................................................34 B. KRONOLOGI PERISTIWA BOM DAN PERKEMBANGAN TERKAIT DI FILIPINA ........................36 C. PROSES PERDAMAIAN GRP-MILF......................................................................................38 D. KOMUNIKE BERSAMA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA DAN MORO ISLAMIC

LIBERATION FRONT ............................................................................................................43 E. ABOUT THE INTERNATIONAL CRISIS GROUP .......................................................................44 F. ICG REPORTS AND BRIEFING PAPERS .................................................................................45 G. ICG BOARD OF TRUSTEES, INTERNATIONAL ADVISORY BOARD AND SENIOR MEMBERS.....48

ICG Asia Report N°80 13 Juli 2004

LAPORAN LATAR BELAKANG TENTANG FILIPINA SELATAN:

TERORISME DAN PROSES PERDAMAIAN

RINGKASAN EKSEKUTIF

Laporan yang terus mengalir mengenai kaitan antara kelompok separatis Moro Islamic Liberation Front (MILF /Front Pembebasan Islam Moro) dan jaringan teror Jemaah Islamiyah (JI) membawa suasana mendung dan merupakan ancaman bagi proses perdamaian antara MILF dan pemerintah Filipina. Kendati pimpinan MILF tetap menampik segala kaitan tersebut, seluruh bukti menunjuk adanya hubungan operasional dan pelatihan yang masih berjalan. Yang belum jelas, apakah pucuk pimpinan mengetahui keberadaan kegiatan tersebut dan enggan mengakuinya, atau anggota JI serta kelompok jihad yang sealiran menjalin hubungan dengan komandan MILF secara perorangan tanpa sepengetahuan pimpinan MILF.

Laporan latar belakang ini, yang merupakan kelanjutan serangkaian laporan mengenai terorisme di Asia Tenggara, menilik sejarah persekutuan antara JI dan MILF, seberapa jauh kerjasama yang dijalin di masa lalu, serta status hubungan saat ini. Paradoks sentris pada proses perdamaian di Filipina selatan adalah bahwa proses tersebut merupakan hambatan jangka pendek utama mendongkel jaringan teroris sekaligus unsur yang senantiasa perlu bagi setiap upaya jangka panjang penanggulangan teror. Upaya bergerak langsung melawan teroris yang tertanam di wilayah yang dikuasai MILF membawa risiko terjadinya peningkatan kekerasan serta macetnya perundingan. Akan tetapi tanpa kesepakatan perdamaian yang berhasil, daerah tersebut akan tetap ditandai iklim ketiadaan hukum yang merupakan lahan subur bagi terorisme.

Yang perlu dicapai pada jangka pendek adalah mencegah kemungkinan meletusnya kembali perang. Salah satu langkah yang dapat diambil, yaitu segera memberlakukan mekanisme kerjasama antara

pemerintah Filipina dan MILF yang telah disepakati kedua belah pihak pada tahun 2002 namun belum pernah dijalankan, untuk bertindak terhadap unsur kriminal yang mencari suaka di wilayah MILF. Hal ini perlu diperkuat agar teroris asing diperhatikan secara khusus.

Peningkatan akuntabilitas MILF terhadap proses perdamaian melalui cara tersebut dapat diimbangi dengan menunjuk dewan perdamaian tetap di pihak pemerintah Filipina, yang dilengkapi sumber daya yang memadai guna membangun kesepakatan diantara para stakeholder utama, mengenai bentuk otonomi yang lebih sempurna.

JI yang kini mempunyai reputasi buruk akibat kegiatannya, terutama di Indonesia, mulai bercokol di daerah Filipina selatan pada tahun 1994 dengan memperdalam hubungannya dengan kelompok separatis MILF yang dirintis ketika sama-sama berada di Afghanistan pada tahun 1980an. Hubungan pribadi yang terjalin antara ketua MILF pertama Salamat Hashim dengan pimpinan JI seperti Abdullah Sungkar dan Zulkarnaen memungkinkan berdirinya kamp pelatihan dibawah perlindungan MILF yang meniru sistim kamp di Afghanistan dimana organisasi tersebut pertama dibentuk, serta pengalihan keterampilan yang mematikan kepada generasi baru operator.

Selain mengisi jajaran JI di Indonesia yang terkikis akibat penangkapan yang dilakukan pada masa pasca bom Bali, beberapa lulusan tersebut telah melancarkan serangan teror di Filipina bersama unsur MILF setempat dan Kelompok Abu Sayyaf. Menurut informasi yang diperoleh ICG, ada indikasi bahwa arsitek dari serangan-serangan yang dilakukan belum lama ini adalah lulusan kamp di Mindanao yang berasal dari Jawa bernama Zulkifli.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 Page ii

Zulkifli ditangkap di Malaysia pada akhir tahun 2003, namun sebelum itu ia berhasil mengarahkan aksi bom di Davao pada Maret dan April 2003, yang menewaskan 38 orang dan hingga saat ini merupakan hambatan besar bagi perundingan perdamaian.

Hubungan JI-MILF jelas tengah berlanjut, namun dengan cara yang lebih didesentralisasi. Semenjak tentara Filipina melibas kamp-kamp utama MILF pada tahun 2000, pasukan MILF tersebar menjadi satuan-satuan yang lebih kecil dan bersifat otonom, dan kadang kala tidak diakui pimpinan MILF yang menyebutnya “komando-komando yang hilang”. Sebelumnya bentuk MILF memang sudah agak longgar, akan tetapi menyusul gebrakan tahun 2000 serta kematian Salamat Hashim di bulan Juli 2003, satuan-satuan tersebut menjadi kian mandiri.

Saat ini belum begitu jelas bagaimana pandangan pimpinan baru MILF yang mengitari pengganti Hashim, yaitu Al-Haj Murad, terhadap ikatan dengan JI. Secara resmi, MILF telah menafikkan terorisme. Karena itu, mengingat apa yang kini terungkap mengenai kaitan JI-MILF, ada tiga kemungkinan menafsirkan sikap resmi tersebut, yang seluruhnya menunjukkan dampak buruk bagi proses perdamaian.

Jika pucuk pimpinan MILF yang terlibat perundingan perdamaian memang tidak tahu-menahu tentang kerjasama dengan JI pada tingkat lokal, atau menganut sikap “jangan bertanya, jangan ungkapkan” yang memberi keleluasaan bagi komandan setempat untuk bertindak sendiri-sendiri, maka lepasnya kendali dari pusat tersebut bisa jadi berarti kesepakatan tidak mungkin dilaksanakan. Jika setidaknya beberapa pejabat utama MILF bukan saja mengetahui adanya hubungan dengan JI, bahkan memandangnya sebagai unsur penting dalam menerapkan strategi “berunding sambil berperang”, maka itikad baik yang mutlak diperlukan agar perundingan berhasil menjadi tanda tanya. Ketiga kemungkinan tersebut dapat dikaitkan dengan pengelompokan menjadi faksi yang terjadi didalam tubuh MILF yang tampaknya kian menajam sejak kematian Salamat Hashim.

Singapore/Brussels, 13 Juli 2004

ICG Asia Report N°80 13 Juli 2004

LAPORAN LATAR BELAKANG TENTANG FILIPINA SELATAN :

TERORISME DAN PROSES PERDAMAIAN

I. PENDAHULUAN

Bayang-bayang terorisme tengah menghantui proses perdamaian di Filipina selatan. Laporan yang terus mengalir tentang kaitan antara kelompok separatis Moro Islamic Liberation Front (Front Pembebasan Islami Moro/MILF), jaringan Jemaah Islamiyah (JI) yang bergerak di kawasan ini, serta kelompok Abu Sayyaf (ASG) membawa suasana mendung bagi perundingan di Kuala Lumpur antara MILF dan pemerintah Filipina, serta menggarisbawahi kemelut yang kian tumbuh antara berbagai gerakan pemberontakan yang telah berakar yang telah berakar di dalam negeri, dengan “perang melawan terorisme” yang dilancarkan secara global. Dalam perseteruan ini, Mindanao kian dipandang sebagai lahan garis depan.1

MILF dipandang luas sebagai organisasi revolusi yang berjuang untuk mencapai hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Muslim di negara Filipina (Moro). Demikianlah MILF mencanangkan diri, dan kepada dunia luas telah menyatakan penafikannya terhadap terorisme. Hingga saat ini, AS belum memasukkan MILF di dalam daftar organisasi teroris, tidak seperti halnya ASG, Gang Pentagon, dan New People's Army (Tentara Rakyat Baru/NPA), yang juga melakukan perlawanan terhadap tentara Filipina.2 Namun demikian Manila maupun Washington meyakini MILF menjalin 1 Laporan ini mengikuti kebiasaan setempat dalam penggunaan istilah "Mindanao" dan "Filipina" secara bergantian bagi pulau utama Mindanao di wilayah selatan bersama dengan gugusan kepulauan Sulu. 2 NPA yang komunis dan kelompok Abu Sayyaf masuk dalam klasifikasi Organisasi Teror Asing (Foreign Terorist Organizations /FTOs). Gang Pentagon, sebuah sindikat penculikan yang memiliki hubungan tidak begitu jelas dengan MILF, termasuk dalam Terorist Exclusion List (TEL) yang tidak begitu ketat, bersama kelompok pecahan NPA yaitu Brigade Alex Boncayao. Lihat Departemen Luar Negeri AS, "Patterns of Global Terorism 2003".

hubungan kerjasama dengan seluruh kelompok tersebut, terutama dengan JI yang konon menyelenggarakan pelatihan pada kamp-kamp yang dikuasai MILF dan yang selnya di Mindanao merencanakan sejumlah besar tindakan teror yang terjadi di Filipina antara tahun 2000 hingga 2003. MILF menyangkal seluruh kaitan tersebut.

Ada perbedaan dasar antara Negara Filipina dengan tetangga-tenagganya di Asia Tenggara yang sama-sama menjadi sasaran JI. Di Filipina terdapat gerakan pemberontakan Islami yang telah berlangsung lama dengan kekuatan yang mampu menghambat penyelenggaraan tugas negara di sebagian besar wilayah selatan, akan tetapi dalam keadaan desentralisasi yang sedemikian sehingga apa yang terwujud bukannya pemerintah bayangan, melainkan kantong-kantong anarki. Daerah-daerah kekuasaan tersebut didominasi oleh “komandan-komandan” pemberontak setempat dengan kadar keterikatan yang berbeda-beda terhadap koalisi-koalisi payung semacam MILF atau ASG, namun dengan kekuasaan yang lebih berakar pada piramida loyalitas marga dan suku yang bersifat khusus. Tidak jelas seberapa jauh pimpinan pusat MILF dapat mengendalikan komandan-komandan tersebut.

Proses negosiasi dengan MILF yang telah berjalan sejak tahun 1996 kerap mengalami kemacetan akibat permasalahan “komando yang hilang” maupun “unsur-unsur tak terkendalikan” yang bernaung di wilayah MILF namun tidak diakui oleh pimpinan MILF. Laporan ini mengkaji hubungan MILF dengan organisasi-organisasi teroris setempat, dengan lebih menyorot kepada JI. Laporan menonjolkan kesulitan-kesulitan khusus yang dihadapi negara Filipina dalam menumpas jaringan teroris yang tertanam pada sebuah pemberontakan domestik dengan kerumitan dinamika tersendiri. Perlawanan yang efektif terhadap jaringan-jaringan tersebut menuntut sebuah gabungan langkah-

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 2 - - -

langkah yang khas dari polisi, militer dan diplomasi.

Negara Filipina pernah digambarkan sebagai mata rantai yang paling lemah dalam upaya menghambat ancaman serangan lanjutan oleh jaringan teroris JI di wilayah Asia Tenggara, yang kegiatannya terganggu namun tidak hilang akibat dilancarkannya serangkaian lebih 200 penangkapan diseluruh wilayah, yang sebagian besar terjadi di Indonesia, Malaysia dan Singapura. Peradilan yang transparan disertai cepatnya vonis yang dijatuhkan terhadap pelaku utama bom Bali, berandil besar menghilangkan sikap berdiam diri terhadap keberadaan JI di Indonesia, selain itu segudang bukti yang telah diterbitkan ikut membantu mencerahkan wacana yang terjadi di masyarakat tentang sifat dari ancaman tersebut.

Sebaliknya di Filipina tidak banyak dilakukan penangkapan, kendati telah diketahui keberadaan operator senior JI selama bertahun-tahun. Salah satu proses peradilan yaitu terhadap Fathur Rahman al-Ghozi, pelaku bom "Hari Peringatan Rizal" – keberhasilannya segera pudar ketika yang bersangkutan melarikan diri dari penjara, tampaknya dengan cara sangat mudah, yang secara memalukan terjadi tepat pada hari dimana Manila menandatangani kesepakatan baru melawan terorisme dengan Perdana Menteri Australia John Howard yang tengah berkunjung.3 Pelarian Al-Ghozi selama tiga bulan melintasi negara tersebut disusul dengan kematiannya secara mengenaskan di propinsi Cotabato pada bulan Oktober 2003 menjadi kontroversi yang membuahkan teori-teori komplotan yang merupakan makanan sehari-hari masyarakat Filipina seputar perdebatan mengenai isu JI.

Beberapa penangkapan yang dilakukan sehubungan dengan peristiwa bom teroris – yang kian meningkat di Filipina sejak tahun 2000 (lihat Lampiran B) – didasarkan atas bukti yang sangat lemah. Tidak ada upaya yang berkelanjutan maupun terkoordinasi untuk meyakinkan publik yang skeptis terhadap keonaran JI, terutama kepada para pengarah opini di Mindanao. Alih-alih, justru penangkapan yang berdasarkan pekerjaan reserse polisi yang kurang

3 Serangan pada Hari Rizal terhadap lima sasaran di Metro Manila pada 30 Desember 2000, yang merupakan hari libur memperingati pahlawan nasional Filipina Jose Rizal, mengakibatkan 22 orang tewas.

memadai kebanyakan dimanipulasi untuk kepentingan politik jangka pendek, yang selanjutnya cepat terlupakan – atau bahkan membuahkan kemarahan yang mendalam – ketika kasus yang dikedepankan jaksa tercecer. Isu teroris lebih sering disepelekan sebagai jurus pemerintahan atau militer untuk membenarkan tindakan terhadap MILF, atau bahkan penerapan keadaan darurat militer.

Laporan ini mengkaji peristiwa pemboman di Davao pada bulan Maret dan April 2003 dalam rangka upaya memahami mengapa pola tersebut terus bertahan, serta bagaimana hal tersebut merongrong upaya lebih luas memerangi terorisme di kawasan ini.4 Peristiwa bom di Bandara Internasional Davao dan dermaga Sasa menimbulkan korban tewas sebanyak 38 jiwa, peristiwa serangan yang paling dahsyat terjadi di Asia Tenggara setelah Bali, dimana JI memegang peran kunci. Akan tetapi tidak seperti kasus Bali, setahun kemudian kasus-kasus tersebut masih terkatung-katung. Kerancuan pun melanda bencana kecelakaan kapal feri di Teluk Manila pada akhir Februari 2004 yang menewaskan lebih 100 penumpang. Kelompok Abu Sayyak mengklaim bertanggung jawab atas pengeboman terhadap kapal feri, dan pelaku yang mengaku bertanggung jawab kini berada didalam tahanan, akan tetapi penyelidikan yang dilakukan pihak pemerintahan tidak menghasilkan kesimpulan apapun dan serangan tersebut belum dikonfirmasikan.

Ada tiga sebab utama mengapa peran negara Filipina sangat penting dalam perkembangan ancaman teroris yang tengah berlangsung di Asia Tenggara. Pertama, sebagaimana diurai dalam laporan ini, sejak pertengahan 1990an Filipina menjadi salah satu lahan pelatihan utama bagi JI maupun kelompok sealiran, yang bertekad membina kekuatan militer untuk tujuan mendirikan negara Islam di Indonesia, atau secara lebih umum membela agamanya terhadap musuh-musuhnya. Kedua, tidak mampunya negara tersebut untuk

4 Laporan ini disusun oleh konsultan ICG yang bekerja dengan staf ICG, berdasarkan wawancara luas dengan anggota MILF di Filipina; orang-orang yang hadir pada Kamp Hudaibiyah; serta pejabat-pejabat di Indonesia dan Filipina. Selain itu ICG menggunakan berbagai berita acara pemeriksaan terhadap para tersangka di Indonesia dan Filipina, dengan melakukan pengecekan silang terhadap keterangan yang diperoleh saat wawancara. Keterangan yang diperoleh saat wawancara dan dari berita acara pemeriksaan diperkuat dengan bahan dari sumber-sumber yang tersedia bagi publik.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 3 - - -

secara efektif memantau perbatasan maupun arus pergerakan penduduk, dana dan barang selundupan, terutama di kawasan selatan, senantiasa menjadikannya mudah dimanfaatkan oleh operator “serigala tunggal” (yang bekerja sendiri) maupun oleh sel-sel dari berbagai organisasi jihad.5

Ketiga –- dan yang paling mendasar – operator kelompok jihad, termasuk al-Qaeda dimasa lalu, mengandalkan suasana yang memungkinkan yang ditimbulkan oleh adanya perlawanan kaum separatis yang sudah lama berjalan di kawasan selatan Filipina. Konflik-konflik yang saling terkait tersebut masih bekum cukup dilaporkan, dan masih secara merupakan sumber keprihatinan yang sangat besar; sejak tahun 1972 diperkirakan sekitar 120.000 jiwa telah hilang. Ancaman yang paling signifikan bagi Filipina maupun wilayah lebih luas adalah kemungkinan meningkatnya keterkaitan antara terorisme internasional dengan gerakan perlawanan dalam negeri yang saling menopang. Ini menjadikan upaya mencari perdamaian di Mindanao hal yang sangat mendesak.

MILF menikmati dukungan terselubung yang luas di kawasan selatan Filipina yang masyarakatnya dominan Muslim, akan tetapi upaya utama dari organisasi tersebut dilakukan untuk memperoleh dukungan diplomasi dan materi dari dunia Muslim di luar negeri. Pada era dimana solidaritas Islam di kancah internasional kian meningkat sejak Soviet meyerbu Afghanistan, MILF menjadi semakin rentan terhadap infiltrasi dari kekuatan-kekuatan luar yang mempunyai agenda tersendiri. Laporan ini menunjuk adanya pola kolusi yang lama terbentuk antara MILF, ASG dan JI, yang sebagian besar didasarkan atas hubungan-hubungan pribadi yang terjalin melalui pengalaman bersama dalam pelatihan dan peperangan. Sejumlah besar ikatan penting tersebut mengalir dari pendiri dan ketua MILF pertama Salamat Hashim.

Menyusul kematian Hashim pada Juli 2003, MILF tiba pada sebuah persimpangan jalan. Kepemimpinannya terpecah berdasarkan berbagai

5 Sel Al-Qaeda yang paling terkenal di Filipina yaitu yang pernah dikepalai Ramzi Yousef dan Khalid Sheikh Mohammad yang menjadi otak peristiwa 11 September, hingga tahun 1995. Lihat Simon Reeve, The New Jackals: Ramzi Yousef, Osama bin Laden and The Future of Terorism (London, 1999). Ipar Osama bin Laden, Muhammad Jamal Khalifa, mendirikan jaringan organisasi berkedok di Filipina pada awal tahun 1990an yang hingga kini masih menjadi sumber keprihatinan.

alur: kesukuan, generasi, orientasi agama berhadapan dengan yang sekuler, serta komando militer lawan komando politik. Menjelang dilanjutkannya perundingan, dan Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) yang menunggu di latar samping serta siap bertindak terhadap setiap pelanggaran oleh MILF, tentunya Manila sangat tergoda untuk menempuh salah satu dari dua opsi yang mudah. Salah satu opsi tersebut adalah menghindari permasalahan yang pelik dalam rangka mencapai kesepakatan secara cepat serta memperoleh keuntungan perdamaian jangka-pendek. Hal ini berarti memupuk budaya yang nampak di beberapa bagian pemerintahan, media dan masyarakat madani, serta dalam pernyataan-pernyataan MILF dimuka umum, yang cenderung menyangkal permasalahan JI.

Opsi mudah lainnya yang dapat ditempuh Manila adalah memainkan kartu perang, dengan menggalang sentimen anti-Muslim, melepaskan kekangan terhadap AFP, dan memaksimalkan bantuan dari AS dalam rangka perang terhadap terorisme. Hal ini dapat membawa keuntungan jangka pendek yang cukup memuaskan, akan tetapi kemungkinan besar akan berujung dengan terjadinya polarisasi masyarakat Filipina, peningkatan gerakan perlawanan, serta terkonsolidasinya MILF seputar kepemimpinan garis keras yang berkomitmen mempererat ikatan dengan organisasi-organisasi jihad internasional.

Opsi yang lebih sulit namun pada akhirnya satu-satunya yang menjanjikan, adalah untuk mengakui realita ancaman JI serta bekerja dengan sabar namun gigih untuk memilah antara aspirasi sah masyarakat Muslim di Filipina memperoleh hak penentuan nasib sendiri, dengan upaya eksploitasi terhadap aspirasi tersebut untuk tujuan lain. Hal ini menuntut komitmen yang lebih kuat untuk mengimplementasikan kesepakatan otonomi yang sungguh-sungguh dan lebih baik pada kawasan selatan Filipina yang mayoritas Islam.

Selain itu MILF harus menghadapi beberapa pilihan yang sulit. Akankah jajaran pimpinan melanjutkan kolusi dengan sponsor dari luar negeri yang terlibat terorisme dalam rangka memperoleh dukungan luar bagi upayanya mencapai kemerdekaan atau otonomi? Akankah mereka tetap menganggap sudah semestinya penduduk Muslim setempat mendukung mereka berdasarkan polarisasi etnis, atau dapatkah mereka memberi

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 4 - - -

layanan yang sungguh-sungguh kepada konstituen yang katanya mereka wakilkan, serta mengisolasi para ekstremis? Dilema yang dihadapi MILF sebagian timbul dari persamaan latarbelakang dan pengalaman formatif bersama kalangan Islami yang berasal dari negara lain, dan sebagian lagi akibat pilihan yang dibuat secara sadar untuk menyimpan opsi terorisme yang mudah ditampikkan bila perlu, diantara perangkat strategi yang dimilikinya. Hal ini merupakan permainan yang terlalu berbahaya dalam dunia pasca 11 September tersebut, karena itu Manila, dengan dukungan dari komunitas internasional, harus membantu sedapat mungkin agar MILF menjatuhkan pilihan yang tepat.

II. LATAR BELAKANG KONFLIK DI FILIPINA SELATAN

Konflik yang terjadi di kawasan selatan Filipina sudah lama rentan terhadap keterlibatan dalam pergelutan untuk merebut kekuasaan secara regional maupun global. Istilah “Moro” untuk pertama kalinya diperuntukkan bagi penduduk Muslim pada kepulauan tersebut oleh orang Spanyol yang mulai melakukan kolonisasi terhadap bagian utara dan tengah gugusan pulau itu pada tahun 1565, saat ingatan mereka masih segar akan perang salib yang dilakukannya selama berabad-abad melawan penjajahan kaum Moor. Akan tetapi ketika Spanyol pada akhirnya menyerah kepada AS dalam perebutan Filipina tahun 1898, wilayah-wilayah luas yang dikuasai penduduk Muslim di bagian selatan sebagian besar masih belum terjamah. Pemukiman kaum Kristen yang berarti baru dimulai pada awal abad kedua puluh. Dengan diperolehnya kemerdekaan Filipina pada tahun 1946, proses integrasi politik dan ekonomi di bagian selatan dipercepat, seiring dengan tersisihnya kaum Muslim.

Pada tahun 1950an, orang Filipina Muslim semakin mulai mengenal jatidiri mereka setelah memperoleh beasiswa ke Manila dan negara Timur Tengah, terutama di Universitas Al-Azhar di Cairo. Salamat Hashim, yang secara etnis berasal dari Maguindanao dari daerah Cotabato, menempuh pendidikan di Al-Azhar dari tahun 1959 hingga 1969, dan akhirnya meninggalkannya dengan nyaris memperoleh gelar doktor yang “hanya kurang skripsi”, selain membawa bekal berupa jaringan siap jadi dari berbagai ikatan Islami internasional. Ia menjadi ketua pendiri Ikatan Mahasiswa Filipina (Philippine Student's Union) (1962) dan sekretaris jenderal Organisasi Mahasiswa Asia, selain itu, terlebih lagi ia dipengaruhi oleh pemikiran tokoh radikal dari Persaudaraan Muslim (Muslim Brotherhood) Syed Qutb, yang oleh presiden Mesir Gamel Abdul Nasser dihukum mati pada tahun 1966.6 Diantara rekan-rekan Hashim di Al-Azhar termasuk Burhanuddin Rabbani dan Abdul Rasul Sayyaf, yang dikemudian hari menjadi pimpinan pada kelompok mujahidin yang anti-Soviet di

6 Wawancara dengan Hashim Salamat yang dimuat Nida'ul Islam, April-Mei 1998, dapat dilihat pada www.islam.org.au/articles/23/ph2.htm.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 5 - - -

Afghanistan.7 Sekembalinya ke Cotabato, Hashim mulai tertarik kepada politik separatis, serta menjadi salah satu calon pertama untuk memimpin Front Pembebasan Nasional Moro (Moro National Liberation Front/MNLF), yang menganut julukan orang Spanyol dahulu dalam upaya mencetak jatidiri baru guna mempersatu ke tigabelas suku Muslim di kawasan selatan tersebut.8

Konflik massa yang terus mendidih di kawasan Selatan akhirnya memuncak menjadi perang saudara setelah Presiden Ferdinan Marcos menyatakan diberlakukannya keadaan darurat militer pada bulan September 1972, akan tetapi MNLF sudah melakukan persiapan yang baik. Mulai tahun 1969, kader-kader dikirim ke luar negeri untuk menjalani latihan militer dengan bantuan dari kaum ningrat Muslim yang menyimpan rasa tidak puas. Rombongan pertama, yang dikenal sebagai “Top 90” dan termasuk ketua MNLF Nur Misuari yang orang asli Tausag/Sama, menetap lebih satu tahun di Pulau Pangkor dekat Pulau Pinang di Malaysia. Pada tahun 1970, menyusul “Gelombang 300” termasuk Al-Haj Murad, yang menggantikan Hashim selaku ketua MILF setelah kematiannya pada Juli 2003. Kemudian berangkat “Gelombang 67” atau Kelompok Bombardir, yang membawa keahlian baru dalam penggunaan artileri ringan dari Malaysia. Selanjutnya Libya menggantikan Malaysia sebagai tempat pelatihan utama mulai pertengahan 1970an, dan selama tahun 1980an ditambah lagi dengan Syria, kamp-kamp PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) di Timur Tengah, dan Pakistan.

Sejak awal, orientasi dari gerakan separatis tersebut lebih kepada mencari dukungan komunitas Islam internasional ketimbang membangun lembaga-lembaga untuk menjalankan pemerintahan sendiri di negerinya. Komite sentral MNLF bermarkas di

7 Wawancara ICG dengan kerabat Hashim, Manila, Januari 2004. 8 Warga Muslim di Filipina ("Bangsamoro") merupakan 5 persen dari penduduk negara itu yang berjumlah 83 juta. Mereka merupakan mayoritas hanya di propinsi Maguindanao, Lanao del Sur, Sulu, Tawi-Tawi dan Basilan, yang bersama Marawi City, membentuk Daerah Otonomi di Mindanao Muslim (Autonomous Region in Muslim Mindanao/ARMM), yang tercipta pada tahun 1990. Lima suku terbesar yaitu Maguindanao ("Bangsa dari Bantaran Pasang") dan Maranao ("Bangsa dari Danau"); Iranun, yang merupakan daerah asal dua suku tersebut diatas sebelum berpisah berabad-abad yang lalu, masing-masing menuju daerah Cotabato dan Lanao; serta Tausug ("Bangsa Arus") dan Sama, yaitu sandaran pokok MNLF nya Nur Misuari, yang terpusat di kepulauan Sulu dan daerah pesissir Zamboanga selatan.

Libya pada 1974-1975 dan seterusnya, selain itu pasokan senjata dari Libya diselundupkan melalui negara bagian Sabah di Malaysia timur dengan bantuan dari ketua dewan menterinya, Tun Mustapha Harun, ketika perang berada pada puncaknya hingga akhir 1975. Sementara para komandan di lapangan menggalang dukungan berdasarkan akses terhadap pasokan tersebut, anggota-anggota komite sentral melakukan upaya diplomatis dengan melakukan perjalanan ke ibukota negara-negara di Timur Tengah dan Asia Barat, serta membawa permasalahan mereka ke hadapan Organisasi Konferensi Islam (Organization of the Islamic Conference/OIC), yang memberi status pengamat khusus kepada MNLF pada Mei 1977. Hashim memimpin upaya-upaya tersebut serta memperluas kontak-kontak internasionalnya dalam kedudukannya selaku ketua urusan luar negeri MNLF.

Nyatanya, di akhir 1977 kepada OIC dan Rabitat al-Alam al-Islami lah fraksi Hasim menyampaikan “Instrumen Pengambil Alihan” yang disusunnya ketika persaingannya dengan Misuari dan pengikutnya yang orang Tausug tidak lagi terbendung. Secara umum diyakini bahwa lepasnya sayap “Kepemimpinan Baru” dibawah Hasyim, yang kemudian menjadi MILF di tahun 1984, berakar dari agendanya yang lebih militan dan berbasis agama, dan yang tidak mengenal kompromi dalam hal kemerdekaan. Namun sebenarnya Hasyim mencari dukungan dari negara-negara OIC dengan menekankan kesediaannya untuk mematuhi ketentuan perjanjian perdamaian Tripoli, yang ditandatangani Misuari pada tahun 1976. Perjanjian tersebut bukannya menuntut kemerdekaan melainkan otonomi dikawasan selatan yang Muslim, akan tetapi Misuari kemudian kembali ke tuntutan semula yaitu sesesi penuh, setelah Manila bersikeras mengadakan referendum dengan persyaratan yang ditentukannya sendiri. Hingga saat ini sebagian besar MILF lebih bersikap pragmatis ketimbang ideologis seperti yang digambarkan secara umum, akan tetapi sebagaimana MNLF yang mendahuluinya, organisasi tersebut rentan terhadap perpecahan, terutama setelah pendirinya mangkat.

Kendati OIC masih mengakui MNLF sebagai wakil bangsa Moro pada tingkat pemerintahan, secara pribadi Hashim sudah lama menikmati akses dan dukungan dari kalangan tingkat atas diseluruh kawasan Timur Tengah. Sementara Misuari tetap

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 6 - - -

dikaitkan erat dengan pendukung utamanya Libya, Hashim menghabiskan dasawarsa 1978-1987 denghan berulang-alik antara Cairo, Jeddah, Karachi, Islamabad dan Lahore, seraya membangun jaringan dukungan terbuka maupun rahasia, termasuk ikatan dengan Osama bin Laden. Kaitan utama dengan bin Laden dibentuk dengan perantaraan teman kelas Hashim di Al-Azhar, Sayyaf. Menurut laporan, mulai tahun 1980 fraksi Hashim di MNLF mengirim hingga 500 orang ke perbatasan Afghanistan-Pakistan untuk dilatih bersama warga negara Asia Tenggara lainnya.9 Hashim bermarkas di Pakistan pada tahun 1982, dan baru kembali ke Filipina pada Desember 1987. Jumlah warga Moro yang mengikuti pelatihan di perbatasan Afghanistan tampaknya mencapai puncaknya antara 1986 dan 1988; hanya segelintir yang tiba setelah 1991. Sebagian besar datang dalam gelombang terdiri dari lima atau sepuluh orang yang dikirim oleh komandan lapangannya di Mindanao. Selebihnya sampai di Afghanistan setelah gagal menyelesaikan program akademis pada sekolah-sekolah Islam dikawasan tersebut, dan mengadakan kontak dengan fraksi-fraksi Sayyaf, Rabbani atau Gulbuddin Hekmatyar. Alih-alih pulang tanpa membawa gelar sarjana, meraih pengalaman di Afghanistan membawa kemungkinan peningkatan status yang lebih tinggi.10

Kembalinya Hashim dan para pejuang veteran dari Afghanistan memberi semangat baru bagi MILF, yang tetap merupakan sayap yang tidak begitu menonjol dalam gerakan tersebut, hingga tahun 1996 ketika tercapai kesepakatan “final” di Jakarta antara pemerintah dan MNLF pimpinan Misuari. Sebuah sekolah pelatihan perwira, yaitu Akademi Abdulrahman Bedis didirikan pada tahun 1987 dibawah pimpinan para alumnus Aghanistan seperti Benjie Midtimbang, yang mengawali program pelatihan secara besar-besaran. Menurut pengakuan seorang mantan anggota komite sentral, antara 1987 dan 1990 sebanyak 122.000 pendukung MILF menjalani latihan dasar, serta dapat dimobilisasi untuk mendukung anggota tetap angkatan bersenjata

9 Wawancara ICG dengan anggota komite sentral MILF, Maret 2003. 10 Wawancara ICG dengan berbagai anggota dan mantan anggota komite sentral MILF, Maret 2003 dan Januari 2004.

gerakan tersebut yang berjumlah antara 10.000 hingga 15.000 personil.11

Jaringan luas kamp-kamp MILF diawali pada bulan-bulan setelah Kesepakatan Tripoli tahun 1976 sebagai kawasan “perkemahan” yang diakui pemerintah bagi Komite Revolusioner Kutawato dari MNLF (inti dari fraksi Hashim yang kelak pecah dengan Misuari pada 1977).12 Kamp Abu Bakar as-Siddique, yang kedepan menjadi lokasi Akademi Bedis serta merupakan kamp MILF terbesar hingga direbut pasukan pemerintah pada bulan Juli 2000, sudah berdiri secara tetap pada tahun 1981. Sampai dengan tahun 1985, diseluruh Mindanao telah berdiri setidaknya tujuh kamp: Abu Bakar, Busrah, Ali, Omar, Khalid, Othman dan Salman.13 Ketika rundingan perdamaian ambruk dan pemerintah melancarkan serangan terbesar terhadap MILF di tahun 2000, gerakan tersebut tengah mencari pengakuan resmi bagi tigabelas kamp “besar” dan 33 kamp “kecil”.

Saat ini pimpinan MILF tetap menyangkal bukti bahwa kamp-kampnya melindungi teroris asing, termasuk JI. Mengingat riwayatnya yang panjang bersama berbagai asosiasi internasional Islam, solidaritas perorangan yang diperkuat sepanjang masa-masa perjuangan bahkan jauh sebelum dunia luas mengenal nama Osama bin Laden, serta kekuatan yang dihimpun MILF berkat pelatihan yang diberi warga Muslim asing, kiranya bukan hal mudah memutus ikatan-ikatan timbal balik tersebut. Namun demikian masa telah berganti, dan kepergian Salamat Hashim bisa jadi memberi peluang bagi organisasi tersebut untuk melakukan perubahan mengikuti zaman.

11 Ibid. Perkiraan terhadap kekuatan bersenjata MILF sangat berbeda-beda oleh karena jumlah personil paruh-waktu yang besar. 12 Salah Jubair, Bangsamoro: A Nation under Endless Tyranny (Kuala Lumpur, 1999), hal.168. 13 W.K. Che Man, Muslim Separatism: The Moros of Southern Philippines and the Malays of Southern Thailand (Oxford, 1990), hal.93.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 7 - - -

III. TEROR DAN PROSES PERDAMAIAN

Adapun yang menjadi paradoks inti pada proses perdamaian Filipina selatan yaitu bahwa proses tersebut merupakan penghalang jangka pendek yang utama dalam upaya mendongkel jaringan terorisme, namun sekaligus menjadi unsur yang sangat diperlukan bagi setiap jalan keluar berjangka panjang. Upaya untuk bertindak langsung melawan para teroris yang tertanam di wilayah yang dikuasai maupun dipengaruhi MILF tak urung berhadapan dengan risiko terjadinya eskalasi gerakan dan ambruknya perundingan. Akan tetapi tanpa kesepakatan damai yang berhasil, kawasan tersebut tetap tidak mengenal hukum sehingga terorisme dapat tumbuh subur. Kesulitan lain bagi masing-masing pihak dalam proses perdamaian adalah mengenal siapa saja yang patut dihadapi lawan berunding. Apakah lawan berunding tersebut sepenuhnya menguasai pasukannya di lapangan? Dapatkah mereka mempertahankan kesepakatan ketika menghadapi perlawanan garis keras yang berasal dari dalam timnya masing-masing? Kajian singkat terhadap proses perdamaian menunjukkan betapa sulitnya mengatasi masalah-masalah tersebut.

Ketika pemerintahan Ramos menandatangani perjanjian dengan MNLFnya Misuari di Jakarta pada September 1996, terbersit harapan cukup besar tercapainya perdamaian. Tujuan perjanjian tersebut sebagai implementasi “akhir” dari kesepakatan Tripoli tahun 1976 yang dipertentangkan, berlandaskan Wilayah Otonom di Minadanao Muslim yang lahir dari sebuah perjanjian yang dibuat di Jeddah tahun 1976.14 MILF tidak terlibat dalam proses menuju Jakarta, dan hasil proses tersebut yang mengecewakan meningkatkan kedudukan mereka dimata warga Muslim. Bantuan yang dijanjikan sebagian besar tidak terwujud, dan yang adapun hilang lantaran korupsi, selain itu dorongan untuk mencapai kesepakatan tanpa memikirkan implementasinya membuat mekanismenya tak berdaya. Sejumlah besar pendukung MNLF mulai beralih ke MILF, Abu Sayyaf dan Dewan Komando Islam,15 yang kini 14 Lihat Lampiran C untuk keterangan rinci mengenai hal ini serta seluruh perjanjian yang disebut selnjutnya pada tulisan ini 15 Dewan Komando Islam, yakni fraksi MNLF terkuat di semenanjung Zamboanga, mulai memasang jarak dengan Misuari pada awal 1990an, akan tetapi baru mencanangkan keberadaannya

menjadi gugus depan baru perjuangan kaum Moro. Pasukan MNLF di Sulu yang setia kepada Misuari pun telah melanjutkan pertempuran sejak November 2001, kadangkala dengan bergabung bersama unsur-unsur ASG.

Sebelum Jakarta, MILF tidak dipandang sebagai ancaman besar, selain itu upaya keduabelah pihak untuk bernegosiasi dengan setengah hati selama Misuari menjadi pusat perhatian. Pada Juli 1993 Hasyim menyatakan tidak mungkin melakukan perundingan sebelum pemerintah menyelesaikan usrusannya dengan MNLF, dan tidak ada yang dihasilkan selain beberapa kesepahaman yang sangat terlokalisir. Sementara itu, MILF secara diam-diam membangun kekuatannya. Ketika pembicaraan dimulai secara tentatif pada Agustus 1996, MILF melakukan manuver untuk mencapai posisi taktis yang menguntungkan, sementara pemerintah Filipina berupaya agar pembicaraan tidak mencapai tingkatan internasional karena khawatir MILF bakal memperoleh status setengah berperang seperti yang pernah dinikmati Misuari.

"Perjanjian bagi Penghentian Permusuhan Secara Umum" yang dicapai pada 18 Juli 1997, setelah hampir setahun terlibat pertemuan-pertemuan tak menonjol di berbagai kota propinsi sekitar Mindanao, bersama pedoman pelaksanaanya menjadi rujukan dasar bagi seluruh perjanjian yang dicapai selanjutnya. Pedoman pelaksanaan tersebut menetapkan Komite-Komite Kordinasi pemerintah dan MILF bagi Penghentian Permusuhan. Hal ini merupakan mekanisme utama pemantauan gencatan senjata (selain itu ada juga Tim-tim Pemantauan Lokal). Pada intinya, strategi negosiasi MILF menggunakan konsep inkrementasi dan tidak dapat diubah – artinya setiap kesepakatan merupakan langkah maju yang kecil dan kumulatif. Bahkan setelah peperangan besar di tahun 2000 dan 2003, gencatan senjata tahun 1997 dan CCCH dapat dibangun kembali. Sebaliknya, pemerintah mengupayakan penyelesaian akhir yang sejalan dengan yang dicapai di Jakarta, dan kadangkala tampaknya bersedia meninggalkan kerangka yang

pada Maret 2000. Dipimpin Melham Alam dan Hashim Bogdadi, bersama Abu Sayyaf terlibat dalam penjarahan terhadap kota Ipil di Zamboanga del Sur (kini Zamboanga Sibugay), pada April 1995.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 8 - - -

telah dibangun guna mencapai penyelesaian yang tuntas secepatnya.16

Sepanjang 1997-1999, mekanisme pemantauan gencatan senjata lambat laun diperkuat, sementara MILF berupaya agar kamp-kampnya diakui. Dengan tiadanya mediasi internasional, dewan pemberontak memandang hal tersebut sebagai bentuk awal kedaulatan bagi kaum Bangsamoro, yang secara simbolis menyamaratakan kedudukannya dengan pemerintah sebelum diselenggarakannya perundingan untuk mencapai penyelesaian yang menyeluruh. Kamp-kamp tersebut pun yang nyata merupakan pusat kekuatan politik, religius dan militer bagi MILF, dan mekanisme gencatan senjata menambah garis pertahanan mereka.

Bagi pemerintah Filipina, hak untuk melakukan pengejaran yang gencar menjadi permasalahan yang genting. Perjanjian untuk menghentikan permusuhan tahun 1997 dicapai menyusul pertempuran yang paling sengit yang pernah terjadi, ketika pasukan tentara Filipina (AFP) yang konon tengah melacak penculik, bentrok dengan oknum MILF disekitar Kamp Rajahmuda pada bulan Juni. MILF beranggapan penculikan semata-mata menjadi alasan untuk melancarkan operasi militer. Serangan bunuh diri yang dilancarkan dua warga Arab terhadap sebuah markas divisi tentara Filipina pada buldan Oktober menambah ketegangan disekitar Kamp Abu Bakar, dimana para penyerang diyakini berbasis. “Memberi suaka atau bantuan kepada unsur kriminil atau yang tidak mengenal hukum” selanjutnya ditetapkan sebagai “tindakan provokasi yang terlarang” berdasarkan perjanjian November 1997.17 Tidak adanya bahasa khusus menyangkut terorisme merupakan hal luar biasa: tidak seperti pada tudingan penculikan di Rajahmuda, serangan-serangan bunuh diri tidak mengundang operasi dari AFP.

MILF memperoleh "pengakuan" atas kamp-kamp Abu Bakar dan Busrah pada Februari 1999, dan atas

16 Wawancara ICG dengan perunding MILF, Cotabato City, Maret 2003. 17 Pasal 1, ayat 4 (b), Pelaksanaan Pedoman Operasional Perjanjian GRP-MILF tentang Penghentian Permusuhan, 14 November 1997. Bahasa tersebut diulang pada Pedoman Pelaksanaan tentang Aspek Keamanan dari Perjanjian GRP-MILF Tripoli tentang Perdamaian tahun 2001 (pasal 2, ayat 3.2.2), serta Komunike Bersama tentang Larangan Terhadap Tindakan Kriminal tanggal 6 Mei 2002 yang dibahas lebih lanjut dibawah ini.

lima kamp lagi -- Bilal, Rajahmuda, Darapanan, Omar dan Badr -- pada Oktober 1999. Inspeksi dan verifikasi yang dilakukan terhadap 39 kamp lain yang diklaim oleh MILF rencananya diakhiri dengan pengakuan selambatnya pada 31 Desember 1999. Bagi pemerintah, tujuannya adalah untuk menegaskan batas-batas pengaruh MILF agar kelompok tersebut dapat dituntut tanggung jawab apabila terjadi tindakan melawan hukum atau bentrokan. Akan tetapi bagi MILF, setiap pengakuan merupakan langkah maju menuju status berperang secara de facto, sehingga dewannya bersikeras agar proses tersebut diselesaikan sebagai syarat untuk melakukan rundingan resmi

Pemerintahan Estrada bersama dengan tokoh politik setempat serta anggota Konggres Filipina yang menentang perjanjian Jakarta serta dengan keras pemberian konsesi lebih banyak lagi kepada MILF, mulai bersikap menahan terhadap pengakuan tersebut. Ketika perundingan formal diresmikan pada 25 Oktober 1999, keadaan dilapangan sudah jauh memburuk, dan perundingan pun tidak pernah mencapai tahap yang substansiil. Peristiwa pengeboman diatas kapal feri dilepas Kota Ozamis pada 25 Februari 2000 menewaskan 39 penumpang dan mengakibatkan eskalasi besar-besaran. Sekali lagi, para tersangka disebut mencari suaka di sebuah kamp MILF: John Mack di Inudaran, Lanao del Norte. Komandan kamp tersebut, Abdullah Macaapar, alias Komandan Bravo, membalas serangan yang dilancarkan AFP dengan menduduki pusat kota Kauswagan pada 17 Maret 2000. Maka terjadilah pertempuran sengit.

Konflik di Lanao pun menyebar ke Maguindanao pada April 2000 ketika AFP mencanangkan tekadnya untuk membersihkan jalan Cotabato-Marawi ("Narciso Ramos") dari pasukan MILF yang mendirikan pos pemeriksaan dan memungut pajak atas penggunaan jalan. Perang besar-besaran yang kemudian menyusul mengakibatkan 900.000 warga sipil mengungsi dan berakhir dengan jatuhnya Kamp Abu Bakar pada 9 Juli 2000. Akan tetapi kemenangan Presiden Estrada hanya berlangsung sesaat. Sebuah skandal korupsi mengakibatkan posisinya diguling ketika warga militer maupun sipil bangkit di Manila pada tanggal 20 Januari 2001. Penggantinya adalah wakil presiden Gloria Macapagal-Arroyo, yang bahkan sebelum mengambil alih kekuasaan sudah mulai menghubungi Malaysia menyangkut mediasi pihak ketiga. MILF, yang mundur dari

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 9 - - -

perundingan pada 15 Juni 2000, menuntut adanya keterlibatan pihak asing sebagai prasyarat melanjutkan pembicaraan.

Menyusul pertemuan di Kuala Lumpur dan Tripoli, Libya, kedua belah pihak menetapkan agenda yang substantif hingga Juni 2001, dengan membangun diatas perjanjian-perjanian yang lalu dan berputar pada tiga aspek: keamanan, rehabilitasi, serta wilayah leluhur. Dua aspek pertama tersebut sudah mulai mengalami kemajuan ketika perang meletus lagi pada tangal 11 Februari 2003. Sebagaimana pada tahun 1997, tentara Filipina membenarkan serangan oleh beberapa batalyon terhadap “kompleks Buliok” – yang menggantikan Kamp Abu Bakar sebagai markas besar Salamat Hashim – sebagai operasi pembersihan terhadap sindikat penculikan Geng Pentagon yang mencari perlindungan di kawasan Rajamudah. Akan tetapi skala operasinya, keganasannya, serta waktunya – rencananya pada hari yang sama perunding dari pemerintah memaparkan sebuah rancangan usulan perdamaian “fast track” – pada umumnya menambah kesangsian warga Muslim, media dan masyarakat madani terhadap motivasi AFP. Sehingga yang ditinggal adalah kesenjangan kredibilitas yang parah, sementara kekhawatiran atas terorisme melampaui permasalahan “pemanjaan kriminal” oleh MILF pada wacana resmi.

Pada tahun sebelum terjadinya serangan Buliok, serangan bom di kota-kota propinsi di Mindanao menimbulkan korban tewas terus menerus: General Santos City, Tacurong, Kidapawan dan Zamboanga semuanya terkena berkali-kali (Lampiran B). Kendati berbagai penyelidikan polisi menunjuk adanya keterlibatan langsung MILF, dan polisi menerbitkan surat penangkapan terhadap para tersangka termasuk pimpinan MILF, selama perundingan berlangsung, yang disebut belakangan itu menikmati kekebalan berdasarkan jaminan keselamatan dan keamanan yang ditandatangani pada tahun 2000.18 Menyusul seruan dari Hashim untuk melancarkan “perang jihad habis-habisan” setelah peristiwa Buliok, tempo serangan kian meningkat. Pada empat pekan pertama enam serangan bom dilancarkan terhadap kota Kabacan, bandara Cotabato City, Koronadal, bandara Davao City, Tagum dan Tacurong.

18 Rundingan resmi terputus pada Maret 2002 namun telah dilanjutkan melalui “jalan belakang” hingga saat ini.

Beberapa di antara serangan tersebut pelaksanaannya kurang sempurna dan jumlah korban yang ditimbulkan tidak besar. Mindanao mempunyai riwayat panjang pelemparan granat tangan dan “pill-box” ke medan kota maupun lapangan bola basket, berupa tindak kekerasan sambil lalu yang biasanya berakar pada perselisihan antar lingkungan. Hingar bingar dilatarbelakang tersebut mengelabui gejala baru yang nampak pada peristiwa kekerasan, yang semakin nyata sejak tahun 2000 namun tidak dihiraukan sampai dengan peristiwa pemboman pada tanggal 4 Maret 2003 di Bandara Internasional Davao City. Serangan tersebut menewaskan 22 orang serta membawa konflik kedalam jantung kawasan metropolitan di Filipina, sehingga ancaman teroris kini tampil lain pada agenda Manila.19

Pemerintahan Arroyo telah berupaya agar konflik dengan MILF dipisahkan dari perang melawan terorisme, dengan mengimbau kepada AS supaya organisasi tersebut tidak dimasukkan dalam daftar hitam.20 Akan tetapi menyusul pemboman besar untuk kedua kalinya di Davao pada tanggal 2 April 2003 dan di Korondal pada 10 Mei, disertai serangan MILF terhadap Maigo, Lanao del Norte dan Siocon, Zamboanga del Norte, yang menewaskan puluhan warga sipil, Arroyo akhirnya . membalas tantangan tersebut. Seraya memerintahkan serangan udara dan artileri terhadap “sel-sel teroris yang tertanam” didalam MILF sebelum keberangkatannya ke Washington tanggal 17 Mei 2003 dalam rangka kunjungan kenegaraan, ia berseru kepada organisasi tersebut agar “meninggalkan semua ikatan teroris” selambatnya 1 Juni, atau menghadapi risiko ditetapkan sebagai sebuah Organisasi Teroris Asing.

19 Persitiwa bom pada Hari Peringatan Rizal tanggal 30 Desember di Manila tidak segera dipahami. Ketika itu timbul anggapan yang dirangsang dengan pernyataan MILF, bahwa hal tersebut berkaitan dengan manuver militer serta jatuhnya Presiden Estrada yang diambang pintu. Baru setelah Fathur Rahman al-Ghozi tertangkap lebih satu tahun kemudian terungkap kaitannya dengan JI dan MILF. 20 Hal ini kendati ada kerjasama militer yang erat antara pemerintah dengan AS melawan Abu Sayyaf, dan di Irak. Latihan bersama “Balikatan” selama enam bulan di pulau Basilan mulai Februari 2002 yang bertujuan menumpas habis sarang ASG dimana sejumlah besar warga setempat maupun warga asing ditawan dengan tuntutan tebusan, selanjutnya berkembang menjadi upaya hubungan sipil dan pelatihan militer dengan AS yang tengah berjalan, bernama “Bayanihan” dan berpusat di Zamboanga City. Pelatihan bersama telah diumumkan mulai pada 26 Juli 2004 hingga pertengahan Agustus 2004. Terhadap kiprah tersebut secara resmi MILF bersikap netral dan waspada, seraya menekan keinginannya agar dilakukan “koordinasi” sebelumnya apabila pasukan AS mendekati “wilayah” MILF.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 10 - - -

Hingga saat ini para jurubicara MILF tetap menyangkal adanya ikatan seperti yang dimaksud itu. Sekembalinya dari AS, Arroyo sekali lagi memilih untuk berunding, maka ditandatanganilah sebuah Penghentian Permusuhan secara Timbal Balik yang baru pada 19 Juli 2003. Lima putaran pembicaraan rintisan dilakukan di Kuala Lumpur hingga akhir Februari 2004 dalam rangka menyiapkan landasan bagi sebuah Tim Survei Awal Malaysia untuk mengunjungi Mindanao selama satu pekan mulai 22 Maret 2004 untuk menyiapkan pengiriman sebuah Tim Pemantau Internasional yang dipimpin OIC. Adapun kurang jelas apakah pengamat internasional tersebut mengawali atau menyusul perjanjian yang komprehensif. Lembaga Perdamaian Amerika Serikat telah menawarkan jasa fasilitasi serta paket bantuan senilai $30 juta apabila dibuat perjanian, akan tetapi bersikap hati-hati agar tidak mengusik peran utama Malaysia sebagai mediator.21 Secara terpisah para donatur dari Bank Dunia dan Jepang menjanjikan bantuan “pasca konflik” lainnya. Namun demikian, kelanjutan pembicaraan formal di Kuala Lumpur telah mengalami penundaan berkali-kali sejak Agustus 2003.

Prospek tercapainya penyelesaian sangatlah muram. Di jangka pendek, permasalahan penarikan tentara Filipina dari kompleks Buliok, dakwaan kriminal terhadap pimpinan MILF sehubungan peristiwa pemboman di Davao, serta kaitan MILF dengan terorisme merupakan rintangan utama bagi keberlanjutan perundingan. Masalah-masalah tersebut dibahas secara berkala pada pertemuan CCCH maupun “jalur belakang”, akan tetapi sebuah Kelompok Ad Hoc untuk Aksi Bersama dibawah CCCH yang diberi mandat untuk melarang “komando hilang” pada Mei 2002, masih belum juga operasional.22 Begitu rundingan formal dimulai 21 Untuk keterangan rinci, lihat PeaceWatch, United States Institute of Peace,Vol.X, N°1, Desember 2003. Kecuali disebut lain, seluruh nilai dollar ($) pada laporan ini adalah dollar AS. Akibat tidak adanya kemajuan dalam rundingan perdamaian, maka hingga Juli 2004 ada risiko hilangnya paket bantuan sebesar $30 juta. "RP loses $30-M US fund for Mindanao", Manila Times, 7 Juli 2004. 22 Naskah perjanjian 6 Mei 2002 yang memberi mandat kepada Kelompok Ad Hoc untuk Aksi Bersama terlampir sebagai Lampiran D. Pada pertemuan CCCH yang kelimabelas pada 7-8 Februari 2004, telah disepakati “formalisasi” Tim Aksi Interim bersama (Interim Action Team /I-ACT) "sebagai mekanisme transisi hingga dimulainya operasionalisasi Kelompok Ad Hoc untuk Aksi Bersama (Ad Hoc Joint Action Group /AHJAG)". Tidak jelas mengapa AHJAG belum juga terbentuk setelah disepakati lebih dua tahun lalu, dan tidak jelas pula apakah tim interim sudah berfungsi atau belum.

kembali, agenda yang tersisa pada kerangka Tripoli tahun 2001 – yaitu wilayah leluhur – menjadi yang paling sulit. Pada akhirnya, masing-masing pihak menghendaki penyelesaian yang berbeda. Pemerintah Filipina memandang pembangunan ekonomi sebagai kunci mencapai stabilitas jangka panjang, dan bahwa hal ini akan terwujud secara alami begitu senapan tidak lagi bersuara. Sementara itu sasaran MILF tak terpisahkan dari politik – akan tetapi Manila tidak akan pernah berkompromi soal kedaulatan.

Menghadapi keadaan remis tersebut, masing-masing pihak telah menunjukkan kesediaannya melanjutkan konflik berskala rendah. Bagi MILF, bertempur seraya melakukan perundingan memberi peluang untuk membangun kekuatan sambil menahan tindak balasan AFP. Status semi perang yang tidak jelas yang diperoleh MILF bagi kamp-kampnya memaksa AFP menanggapi sikap tersebut secara terselubung dengan menggunakan bahasa pemburuan tindak kriminal, seperti yang terjadi pada tahun 2000 dan 2003. Tindak balasan berupa pemboman di perkotaan telah mengalihkan perhatian pasukan keamanan, serta meningkatkan seruan bagi perdamaian dari para “pencinta damai” di pemerintahan dan masyarakat madani, sementara memperbesar perbedaan mereka dengan para “pemburu perang”. Selain itu pemerintah pun bermaksud memecah belah MILF, seraya merayu kaum “moderat” dengan janji-janji pembangunan, seperti pada tahun 1996, sementara tetap melakukan tekanan militer terhadap “penganut garis keras” – yang oleh beberapa pengamat disebut strategi “salami” dimana perlawanan dikelupas lapis demi lapis

Meningkatnya serangan teror sejak tahun 2000 telah menambah kerumitan pada keadaan skakmat yang bertahan lama dan bertingkat rendah tersebut. Sejauh terorisme membawa urgensi baru untuk menyelesaikan konflik di Filipina selatan, maka hal tersebut bisa jadi merupakan salah satu elemen dalam strategi politik campuran yang sengaja dianut pada tingkat tertinggi MILF – dengan demikian meningkatkan pertaruhan pasca 11 September hingga ambang yang bahaya. Kemungkinan lainnya, bahwa serangan teror merupakan inisiatif mandiri di pihak fraksi MILF yang lebih militan yang bergandengan dengan Abu Sayyaf, JI atau unsur luar lainnya, hal mana dipupuk atau ditolerir oleh pimpinan MILF. Akhirnya, bisa juga sebagian atau seluruh pimpinan MILF yang tengah menjalankan rundingan dengan Manila

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 11 - - -

sesungguhnya tidak mengetahui, atau tidak berdaya mengendalikan kegiatan teroris yang memanfaatkan wilayah territorial, sumber daya, maupun personil MILF. Untuk mengevaluasi alternatif-alternatif tersebut, maka perlu kajian lebih dalam terhadap dinamika internal di MILF.

IV. TEROR DAN FRAKSI DI MILF

Kendati MILF merupakan kelompok separatis bersenjata yang paling ampuh di Asia Tenggara, tidak banyak yang tercatat maupun yang dipahami mengenai cara kerja didalamnya. Organisasi tersebut sering disebut monolitis. Sedemikian kental kerahasiaan yang menyelimuti kepemimpinanya sehingga kematian Hashim pada tanggal 13 Juli 2003 tidak lama setelah hari ulang tahunnya yang ke 61 berlalu, tidak diungkapkan kepada umum sampai 5 Agustus ketika Al-Haj Murad Ebrahim diumumkan sebagai ketua yang baru. Hashim yang menderita penyakit jantung, asma, dan maag, berada dalam keadaan kesehatan memburuk setelah dievakuasi dari markas besarnya, yaitu Islamic Centre di Buliok, Pagalungan, propinsi Maguindanao, sebelum serangan AFP pada Februari 2003. Kabar terlambat mengenai kematiannya di sebuah kamp terpencil dikelilingi oleh segelintir ajudan-ajudan terpercaya, segera disusul berita meningkatnya perpecahan kedalam fraksi-fraksi di MILF, sehingga menambah ketidakpastian sekitar keberlanjutan perundingan perdamaian.

Ternyata pengganti terpilih Hashim bukan Murad melainkan Alim Abdulaziz Mimbantas, 58, yang juga alumnus Universitas Al-Azhar (B.A. 1974), dan sekaligus mertuanya dari isteri pertama. Selaku wakil ketua urusan dalam, Mimbantas, yang juga dikenal sebagai Abu Widad, merupakan yang paling terpercaya dari tiga letnan utama Hashim, dengan memegang kendali atas jaringan intelijen lokal MILF, Pasukan Keamanan Dalam Negeri (Internal Security Forces / ISF), serta pasukan pengawal ketua, Internal Brigade. Akan tetapi Mimbantas tidak memiliki daftar kontak pribadi yang luas diantara dunia Muslim, dan juga tidak menguasai kedalaman pengetahuan tentang agama yang merupakan sumber pokok dari pamor sang ketua pendiri.

Demikian pula, sebagai orang asli Maranao totok, ia kurang mampu menjembatani penggolongan menurut suku yang terjadi didalam gerakan tersebut, dibanding Hashim yang ayahnya orang Maguindanao dan ibunya orang Maranao/Iranun. Mimbantas memperoleh dukungan kuat para ulama Maranao – yang sebagian besar dipimpin oleh rekan Hashim di Al-Azhar, Mahid Mutilan (yang juga wakil gubernur Daerah Otonom di Mindanao Muslim (ARMM) serta mantan gubernur Lanao del

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 12 - - -

Sur) – dan dari komandan lapangan yang lebih militan, yang asli orang Maranao, namun jumlah pengikutnya yang bersenjata mungkin ridak melebihi beberapa ratus orang. Bandingkan dengan sekitar 5,000 orang bersenjata yang setia kepada saingannya untuk merebut tampuk pimpinan, yaitu Murad.

"Kagi" Murad, yang juga nama julukannya, berumur 55 tahun, lama menjadi wakil ketuanya Hashim membidangi urusan militer dan didukung para komandan lapangan dan pejuang biasa yang basis agamanya tidak terlalu kuat, terutama dari sesama orang Maguindanao. Naiknya ke pucuk pimpinan MILF dimulai 30 tahun yang silam ketika dirinya mengantikan Komandan Ali "Cassius Clay" Sansaluna selaku ketua bidang militer pada Komite Revolusioner Kutawato (Kutawato Revolutionary Committee / KRC) di MNLF. Komandan Clay, yang ketika itu bertanggung jawab untuk mendapatkan senjata melalui kepala suku MNLF Nur Misuari yang berbasis di Sabah, tewas ditangan salah seorang pengawalnya pada Juni 1974, mungkin akibat persaingannya dengan ketua KRC bidang politik Amelil "Ronnie" Malaguiok, sesama rekan pada gelombang Top 90. Ketika Malaguiok menyerahkan diri kepada pemerintah pada April 1980, seraya menggagalkan perundingan yang belum lama dirintis dengan rezim Marcos dan sebagai imbalan menerima jabatan politik yang menggiurkan, ia digantikan oleh Murad selaku ketua umum KRC. Popularitas pribadi Murad diantara basis massa gerakan tersebut banyak membantu sayap MNLF “Kepemimpinan Baru” dibawah Hashim untuk memulihkan diri menyusul hengkangnya Malaguiok, sebelum berganti nama menjadi MILF pada Maret 1984.

Dua dasawarsa kemudian pengumuman tentang kematian Hashim yang tertunda menutup suatu titik balik yang lebih penting lagi bagi Murad dan MILF. Kendati menurut Mimbantas dirinya menyerahkan kedudukan ketua umum secara sukarela kepada Murad dimana transisinya cukup lancar,23 adanya tenggang waktu tiga pekan – dimana diduga Mimbantas sendiri menderita penyakit jantung – tampaknya menunjukkan bukan demikian halnya. Pada akhirnya Mimbantas memperoleh jabatan yang sebelumnya diduduki Murad, yakni dibidang urusan militer, sementara Murad menduduki jabatan ketua 23 "GMA does not listen to peace advisers", Philippine Daily Inquirer, 14 Desember 2003, hal.1, 21.

umum dengan dukungan dari wakil ketua III MILF Ghazali Jafaar, yang juga sesama orang Maguindanao. Jafaar yang membidangi urusan politik adalah saudara sepupu Murad dari pamannya dipihak ibu, Sheikh Omar Pasigan. Selaku Mufti Besar Kutawato, Pasigan sendiri merupakan tokoh tetua yang berpengaruh yang duduk di komite pusat membidangi urusan da’wah. Hubungan tersebut banyak membantu membawa para ulama asal Maguindanao kedalam pihak Murad.

Hambatan penting terhadap kekuasaan yang baru dipegang Mimbantas selaku wakil ketua bidang militer, yang mungkin mencerminkan manuver oleh fraksi-fraksi yang berdasarkan golongan etnis tersebut, adalah pemisahan jabatan yang didudukinya dari jabatan kepala staf sayap bersenjata MILF, yaitu Tentara Islam Bangsamoro (Bangsamoro Islamic Armed Forces / BIAF). Kendati selama Murad menjabat sebagai wakil ketua kedua jabatan tersebut dirangkapnya, namun kastaf yang baru adalah Sammy Al-Mansour (Sammy Gambar), juga asal Maguindanao, yang semula menduduki jabatan deputi kastaf dibawah Murad. Sementara itu jabatan semula Mimbantas sebagai wakil ketua urusan dalam negeri tampaknya dibiarkan kosong, dan ISF dikonsolidasikan menjadi bagian yang tak terlepas dari BIAF yang sifatnya tetap, sehingga -- setidaknya secara resmi – berada dibawah komando Murad dan Gambar.24

Perubahan-perubahan terhadap Dewan Harian Jihad yang beranggotakan kurang lebih tujuh orang dan yang menjalankan urusan sehari-hari komite pusat yang lebih besar, merupakan tindak lanjut atas perubahan organisasi yang penting menyusul serangan pemerintah tahun 2000 yang dapat menambah tekanan-tekanan sentrifugal didalam gerakan tersebut di masa pasca Hashim. Sebelum tahun 2000, sebagian besar pasukan tetap MILF yang terdiri dari enam divisi menduduki posisi-posisi tetap dalam mempertahankan kamp-kampnya, dimana dua kamp terbesar, Abu Bakar dan Busrah, merentang melintasi beberapa kotamadya. Keduanya menjadi model bagi masyarakat Islam yang didambakan dimasa depan, maupun sebagai simbol status perang secara de facto yang tengah dirundingkan.

24 Wawancara ICG dengan anggota komite pusat MILF di Cotabato dan Manila, Desember 2003-Januari 2004.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 13 - - -

Strategi tersebut memudahkan komunikasi dan menyediakan struktur komando yang relatif lebih merekat. Dengan hilangnya bagian bawah kamp Abu Bakar pada Juli 2000, satuan-satuan tetap yang besar yang sebelumnya bermarkas disana – yaitu divisi-divisi Markas Besar dan Pengawal Negara –tidak dapat dipertahankan dan terpecah menjadi formasi yang lebih kecil. Sampai dengan pertengahan 2001, struktur divisi lama yang kurang lebih mengikuti model AFP diganti dengan sistim Komando Markas yang lebih menyerupai pasukan gerilyanya Tentara Rakyat Baru (New People's Army / NPA) yang komunis, yang melakukan pemberontakan diseluruh negara sejak akhir 1960an. Perubahan ini dimaksudkan untuk memudahkan melakukan taktik hit-and-run yang lebih gesit dan pengelakan, ketimbang memiliki pasukan konvensional yang terikat pertahanan yang sifatnya statis

Kendati sebagian besar komandan divisi berpangkat sama dibawah struktur baru tersebut, mereka kini menikmati otonomi yang lebih besar dari Staf Umum yang dikepalai Murad, sebagaimana pula pimpinan di tingkat lebih rendah menikmatinya dari Komando Markas masing-masing. Pada struktur lama, masing-masing divisi BIAF yang seluruhnya berjumlah enam divisi terdiri dari enam brigade yang masing-masing terdiri dari enam battalion. Enam divisi tersebut ditambah ISF, dijadikan sembilan Komando Markas yang terbagi atas komando satuan dan seksi. Komandan divisi pasukan pemberontak senantiasa menjadi “pusat kekuasaan mandiri yang bergerak atas prakarsanya sendiri”, begitulah yang dituliskan mengenai MNLF seperempat abad yang lalu, selain itu wilayah operasi dan pengikut bersenjatanya yang berasal dari wilayah itu cenderung bertahan terus kendati organisasinya telah berubah nama.25 Dengan demikian Divisi Lapangan I dibawah Komandan Jack Abdullah menjadi Komando Markas 105 yang berpusat di Rawa Liguasan, dan Divisi Lapangan II dibawah Tops Julhanie di kawasan Cotabato selatan kini berfungsi sebagai Komando Markas 104. Divisi Markas Besar dibawah pimpinan Komandan Gordon Saifullah saat ini telah menjadi Komando Markas 101 di wilayah Kamp Abu Bakar, selain itu setidaknya satu batalyon dari Divisi Pengawal Negara dibawah Samir Hashim masih tetap berada dibawah komandonya sebagai bagian dari Komando 25 T.J.S. George, Revolt in Mindanao: The Rise of Islam in Philippine Politics (Oxford, 1980), hal. 230.

Markas 106 yang terpusat di Cotabato Utara. Amelil Umbra yang mantan komandan Brigade 206 masih beroperasi disekitar Kamp Omar, Maguindanao, sebagai Komandan Komando Markas 109.

Sementara Komandan Jack beroperasi diatas lahan yang cukup mudah dicapai di Maguindanao di pusat jantung wilayah pemberontak dan jalur komunikasinya dengan kepimpinan Murad mungkin cukup erat, daerah yang dikuasai Julhanie mencakup wilayah adat lumad di pegunungan serta pusat-pusat penduduk Kristen yang membentang hingga garis pantai Sultan Kudarat dan propinsi Sarangani.26 Daerah tersebut merupakan titik pusat operasi pengejaran AFP terhadap pemimpin Abu Sayyaf yang buron, Kadaffy Janjalani, selain lokasi dari serangkaian pemboman kota selama dua tahun terakhir. Komandan Gordon diketahui mempunyai kaitan langsung dengan JI pada akhir 1990an, dan pejuang Iranun yang konon masih melindungi unsur-unsur JI di daerah perbatasan Maguindanao-Lanao kemungkinan ada di bawah komandonya. Samir Hashim, adik mendiang ketua, yang konon menentang aksesi Murad, mempunyai ambisi sendiri untuk menduduki pucuk pimpinan tersebut, dan tidak lagi menghiraukan perintah dari pusat.27

Yang juga berpotensi masalah bagi kepemimpinan pusat adalah Komando Markas 107 dan 108 yang beroperasi dikejauhan, masing-masing di daerah Davao dan Zamboanga. Penduduk Muslim di Davao yang jumlahnya sedikit dan tersebar luas, tidak mampu menunjang divisi tetap sendiri. Komando Markas 107 dibawah Cosain "Sonny" Soso yang ada disana dibangun dari Brigade 101 yang lama (Divisi 1). Di Zamboanga, bahkan orang Muslim dari suku Maguindanao, Tausug, Sama, Iranun dan Kalibugan yang merupakan minoritas bercampur aduk dengan penduduk lumad dan Kristen yang dominan. Hal ini menjadikan pemberontakan Moro di semenanjung tersebut yang dipimpin Komandan MILF Aloy Al-Ashrie mempunyai ciri khas tersendiri yang anarkis. Selain itu unsur-unsur ASG serta sebuah kelompok pecahan MNLF yang keras, yakni Dewan Komando Islam, menambah kondisi bergejolak pada daerah tersebut.

26 Istilah Lumad digunakan untuk suku asli non Muslim seperti misalnya Tiruray, Subanen dan Tboli, yang biasanya penganut animisme tetapi adakalanya sudah menjadi Kristen 27 "MILF refutes military claim of internal rift", Mindanews, 2 April 2004.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 14 - - -

Basis massa Muslim yang jumlahnya sedikit dan terpencar di semenanjung Zamboanga membatasi pengaruh sayap politik serta mengurangi keterikatan dengan pusat maupun pengumpulan zakat. Komando Markas 108 dibawah Ashrie (dahulu Divisi Lapangan 4) diketahui mencari sumber pendapatan alternatif dengan melakukan penculikan dan pemerasan, terkadang disertai taktik militer liar dengan mengambil sandera dan menjarah kota propinsi yang mayoritas penduduknya orang Kristen. Kendati kegiatan kriminal bukannya tidak dilakukan di jantung tanah MILF, akan tetapi pada umumnya lebih bersifat rutin dan mudah dikendalikan oleh pimpinan pusat apabila diperlukan dalam konteks kesepakatan perdamaian baru.

Namun demikian yang menjadi tantangan paling besar bagi Murad adalah pasukan-pasukan Maranao yang dahulunya tergabung dalam Divisi Lapangan 3 dibawah Alim Solaiman Pangalian, dan unsur-unsur ISF dibawah Abdulaziz Mimbantas. Saat ini mereka tersebar diseantero Komando Markas 102 dan 103 yang menurut laporan dipimpin Rajahmuda Balindong dan Yayah Luksadatu – yang disebut terakhir ini juga menjadi kepala staf Gambar. Jika pada akhir 1970an persatuan antar suku antara para Tausug dari daerah kepulauan dan para Maguindanao dari daerah daratan tidak dapat dipertahankan dalam MNLF, maka demikian pula perbedaan antara orang Maguindanao dan orang Maranao mempunyai potensi yang sama dalam MILF saat ini. "Orang-orang di Lanao berbeda dengan kami", tutur seorang petinggi Dewan Harian Jihad asal Maguindanao dengan gamblang. “Para ulamanya terbagi atas begitu banyak kelompok, dan banyak yang merasa Lanao sudah bebas karena tidak ada orang Kristen didalam pemerintahan, oleh karena itu tidak dirasakan perlu melakukan organisasi”. Akan tetapi hal ini berarti juga bahwa beberapa orang Maranao, terutama yang lebih muda, “tertarik kepada kelompok ekstremis sebagai tahapan lebih lanjut dalam perjuangan mereka”. Menurutnya, cukup banyak orang Maranao yang “fanatik".28

Sebagaimana di Zamboanga, lemahnya organisasi pada tingkat akar rumput di Lanao menghambat keterpaduan MILF secara lembaga maupun pengawasan politik terhadap sayap militer. Asal usul riwayat perbedaan antara politik Maguindanao dan Maranao tersebut cukup panjang; sementara

28 Wawancara ICG, December 2003.

orang Maguindanao mempunyai pengalaman cukup lama tentang kekuasaan relatif terpusat dibawah dua kesultanan utama, sejak dahulu kekuasaan Maranao lebih terpecah dimana berbagai daerah kekuasaan kecil saling berebut pengaruh. Saat ini hal tersebut tercermin dalam cabang kotamadya yang jumlahnya tak terhingga di sekitar Danau Lanao, yang masing-masing jumlah penduduknya jauh lebih kecil dibanding ditempat lain di negara itu. Selain itu para komandan lapangan di Lanao tampaknya beroperasi dengan tingkat otonomi dari pusat yang lebih khusus.

Berbagai kecenderungan perpecahan politik tersebut cukup penting mengingat apa yang telah diketahui tentang kaitan MILF dengan kegiatan teroris. Kesaksian Saifullah "Mukhlis" Yunos yang tertangkap pada 25 Mei 2003 memberi indikasi bahwa unsur-unsur Divisi Lapangan 3 BIAF yang didominasi orang Maranao lah yang memegang andil dalam melakukan pemboman Hari Rizal di Manila dengan bermitra bersama operator JI Fathur Rahman al-Ghozi, dan dibawah pengawasan lepas Hambali, yang merupakan teroris yang paling diburu di Asia Tenggara sampai dengan tertangkapnya di Thailand pada bulan Agustus 2003. Menurut Mukhlis, lima peristiwa pemboman yang terkoordinasi di ibukota Filipina pada 30 Desember 2000, dan menewaskan 22 orang, dijalankan sesuai instruksi yang diberi Komandan Divisi 3 Solaiman Pangalian kepada “staf khususnya” – agar mewujudkan seruan Salamat Hashim untuk melakukan jihad menyusul serangan Abu Bakar, dengan membawa perjuangan ke wilayah musuh dan meringankan tekanan terhadap kamp-kamp MILF.

Petinggi MILF Ghazali Jafaar dan Sammy Gambar, maupun juru bicara Eid Kabalu, tercatat menyangkal hubungan Mukhlis dengan MILF.29 Akan tetapi menurut Mukhlis, dirinya tetap bekerja pada Komando Markas 102 dan 103 sebagai pelatih untuk taktik gerilya dan peledakan selama 2001 – 2003, bahkan ikut ambil bagian dalam serangan MILF terhadap kota Maigo sebulan sebelum tertangkap. Ada beberapa kemungkinan dibalik sikap MILF tersebut, yang semuanya berimplikasi kurang baik bagi proses perdamaian. Sudah pasti salah satu kemunghkinannya adalah bahwa pejabat MILF tersebut tidak mengatakan yang sebenarnya, atau memangkas keterangannya berdasarkan hal-hal

29 Today, 28 Mei 2003 dan Philippine Star, 29 Mei 2003.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 15 - - -

teknis yang kurang jelas. Selain itu bukannya mustahil bahwa para petinggi tersebut memang disekat dari pengetahuan tentang detil operasi yang dapat menempatkan mereka dalam posisi yang sulit. Jika mereka sendiri yang merekayasa penyekatan ini, maka yang tersirat adalah bahwa kegiatan teror sudah merupakan kebijakan pada pucuk pimpinan .30

Kenyataannya mungkin lebih rumit. Mengingat sifat MILF yang tidak begitu kompak dan lebih bersandar kepada kepribadian perorangan, kemungkinannya pimpinan tertinggi disekitar Salamat Hashim sudah dari awal memutuskan untuk memanfaatkan apa adanya , dan membiarkan setiap satuan menghimpun kekuatannya dengan cara masing-masing, dengan hanya berpedoman pada perintah yang samar. Disini mungkin dapat dilihat kesejajaran dengan garis strategi yang dianut Tentara Rakyat Baru (NPA) pada tahun 1974 yang dikenal sebagai “sentralisasi kepemimpinan, desentralisasi operasional”. Keleluasaan yang diperoleh bagi inisiatif setempat menimbulkan tumbuhnya sebuah fraksi pemberontak perkotaan di Mindanao yang hingga pertengahan 1980an telah menjadi basis kekuatan utama kelompok tersebut. Ketika sikap ortodoks ala Mao untuk “mengelilingi kota-kota dari pedesaan” diterapkan kembali diawal 1990an, para pemberontak kemudian lari atau ditumpas, dan Partai Komunis di Filipina, yang memimpin organisasi tersebut, terpecah belah.

Dalam kasus MILF, keterampilan dalam penggunaan bahan peledak, yang adakalanya diperoleh dari perbatasan Afghanistan, untuk pertama kalinya dimanfaatkan di medan perang di Mindanao melalui pembuatan ranjau darat yang diimprovisasi dan granat yang diluncurkan dengan roket serta melalui operasi sabotase seperti peledakan menara kabel listrik. Pelatihan sistematis pembuatan bom di kamp-kamp MILF setidaknya dimulai akhir 1980an, dan kian banyak lulusan kamp yang melihat peluang baru untuk mencari dana dengan menggunakan keterampilan tersebut. Perusahaan angkutan bis dan 30 Penjelasan lainnya – bahwa Mukhlis dimanfaatkan untuk melibatkan MILF didalam kegiatan teroris - diyakini oleh beberapa simpatisan MILF. Pendapat tersebut tidak didukung oleh berita acara pemeriksaan terhadap Mukhlis yang diperoleh ICG, yang menunjuk keengganan melibatkan MILF serta pengecekan silang hal-hal penting dengan pernyataan tersangka teroris lainnya seperti al-Ghozi. Mukhlis menarik kembali pengakuan bersalah yang dibuatnya berkaitan dengan kasus Hari Rizal pada tanggal 9 September 2003, dimana ia mengaku telah disiksa dan tidak mengetahui tata cara pengadilan. Lihat "Moclis recants: I'm a fall guy", Manila Times, 10 September 2003.

toko serba ada di kota-kota propinsi Mindanao sudah sering dijadikan sasaran pemerasan yang disertai ancaman bom sejak awal 1990an. Sejumlah satuan, terutama Kelompok-Kelompok Operasi Khusus (Special Operations Groups/SOG ) yang terikat divisi dan brigade BIAF, mungkin menjadi semakin tergantung kepada perolehan pendapatan melalui terorisme komersial tersebut dalam upaya memberi subsidi bagi biaya operasi MILF secara keseluruhan

Dengan semangat kewiraswastaan tersebut, para komandan SOG setempat seperti Mukhlis menyambut baik sokongan dari sesama rekan lulusan Afghanistan untuk mengembangkan program-program spesialis. Hal ini dimanfaatkan para komandan divisi di MILF jika diperlukan, akan tetapi inisiatifnya lebih berada pada para spesialis yang kegiatannya mendapat momentum tersendiri serta mencerminkan agenda campuran. Motivasi pemboman bisa saja mencakup gabungan dari yang tergolong biasa (misalnya pemerasan, pelampiasan dendam pribadi), yang sifatnya taktis (serangan pengalihan atau destabilisasi) dan yang berupa jihad (dengan sponsor dari luar negeri). Sebagaimana pengalaman NPA dalam hal pemberontakan perkotaan, kian meningkatnya cabang kelompok teroris tersebut direstui oleh pimpinan MILF sepanjang maksud mereka tercapai. Sebagaimana runtuhnya resim Marcos mengubah lingkungan strategi NPA dan pada akhirnya memaksa memuncaknya ketegangan antara para Maois dan para pemberontak, maka peristiwa 11 September dan Bali bisa jadi mengubah sifat kemampuan MILF untuk melakukan tindakan teror dari asset taktis menjadi hambatan strategis. Hal ini dapat memperburuk perselisihan yang ada antar golongan etnis dan fraksi sebagaimana telah diuraikan diatas.

Seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap kepemimpinan MILF baru untuk menurunkan kapasitas teror yang dimilikinya, maka hubungan antara para spesialis teror dan persatuan MILF mungkin akan mengalami ujian. Oleh karena pada umumnya keterlibatan MILF dalam tindakan teror didasarkan atas motivasi pragmatis dan hubungan antar perorangan, maka kurang tepat menggambarkan keadaan ini sebagai konflik antara orang Maguindanao yang “moderat” dengan orang Maranao yang “ekstremis”. Namun demikian, perlunya penegasan kontrol dari pusat oleh kepemimpinan yang didominasi orang Maguindanao guna mengendalikan para spesialis teror, dapat berdampak paling besar terhadap

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 16 - - -

pesaing asal Maranao yang otonominya tidak boleh diganggu gugat. Jika Murad mencapai kesepakatan perdamaian dengan pemerintah atas dasar paket otonomi yang lebih sempurna, yang konon siap dipertimbangkannya, maka para pejuang militan yang tersingkir bisa jadi akan memperkuat kembali ikatannya dengan sekutu jihad dari luar negeri.31 Cikal bakal ikatan tersebut lah yang akan kami tilik pada bagian berikut..

31 Wawancara ICG, Marawi City, Januari 2004.

V. KAMP HUDAIBIYAH DAN AKADEMI MILITER ISLAMI

Ikatan MILF dengan al-Qaeda, Jemaah Islamiyah, dan kelompok jihad lainnya dijalin di kamp-kamp pelatihan di Afghanistan pada pertengahan 1980an, dan upaya mengulang pengalaman tersebut di Mindanao lah yang kini merupakan ancaman terbesar bagi proses perdamaian. Sebuah sel al-Qaeda didirikan di Filipina pada tahun 1991, akan tetapi lebih berdasarkan kontak dengan Kelompok Abu Sayyaf ketimbang dengan MILF. Hingga akhir 1990an anggota sel telah berhubungan dengan komandan puncak MILF, namun belum jelas apa sifat hubungan tersebut.32 Baru setelah tertangkapnya limabelas orang tersangka di Singapura pada Desember 2001, serta penangkapan Fathur Rahman al-Ghozi di Manila pada Januari 2002, mulai terungkap adanya jaringan Jemaah Islamiyah. Dalam laporannya yang terdahulu, ICG pernah menguraikan tentang program pelatihan JI di Mindanao.33 Informasi baru yang diperoleh ICG lebih mengungkap secara rinci pentingnya upaya tersebut untuk mendidik generasi baru dalam keahlian teroris seperti misalnya membuat bom, dan memperluas pengaruh JI di Filipina maupun kawasan yang lebih luas.

Persekutuan dengan JI, kendati sifatnya lebih pragmatis ketimbang ideologis, lebih mendalam daripada dengan al-Qaeda. Persekutuan tersebut diperkokoh melalui kesepakatan Salamat Hashim dengan pimpinan JI di tahun 1994 untuk mendirikan kamp pelatihan yang dikelola JI bagi rekrut MILF, bernama Kamp Hudaibiyah, didalam Kamp Abu Bakar milik MILF di Maguindanao and belakangan, di tahun 1998, untuk mendirikan sebuah akademi 32 Anthony Spaeth, "Rumbles in the Jungle", Time Asia, 4 Maret 2002. Keberadaan sel menjadi perhatian dunia pada tahun 1995 ketika Ramzi Yousef, yang belakangan terbukti bersalah dalam peristiwa bom World Trade Centre pada tahun 1993, terpaksa lari dari sebuah apartemen di Manila setelah bahan kimia yang digunakan untuk membuat bom terbakar. Bom tersebut sedianya digunakan dalam komplotan untuk meledakkan sebelas pesawat udara yang berada diatas Laut Pasifik. Sel tersebut, yang didirikan oleh ipar Osama bin Laden, Mohammed Khalifa, diyakini dibentuk melalui kontak dengan Kelompok Abu Sayyaf Group, ketimbang dengan MILF. Akan tetapi pada November 2001, dua warga Palestina dan seorang warga Jordania yang diyakini sebagai anggota sel yang sama ditangkap dan diketahui telah mengadakan kontak dengan Wakil Ketua MILF Ghazali Jafaar disamping pemimpin lainnya. 33 ICG Asia Report N°63, Jemaah Islamiyah in South East Asia: Damaged But Still Dangerous, 26 Agustus 2003.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 17 - - -

militer yang juga berada didalam kompleks Kamp Abu Bakar.34 Pengaturan tersebut berlanjut hingga Juli 2000 ketika tentara Filipina menyerbu Kamp Abu Bakar. Akibat serbuan tersebut, JI terpaksa memindahkan operasinya keluar Abu Bakar dan lebih dalam ke pegunungan dimana kemudian didirikan kamp pelatihan baru yang dikenal sebagai Jabal Quba.

Setelah serangan tahun 2000, operator JI dan MILF bekerjasama dalam berbagai operasi, termasuk pemboman Hari Rizal di Manila pada Desember 2000, serta dalam pelatihan militer yang tengah diselenggarakan di Mindanao, kendati pada skala yang lebih kecil dan bersifat lebih terpencar. Gambaran bagaimana persisnya sifat hubungan kerja MILF dengan JI masih suram, akan tetapi tampaknya para lulusan Kamp Hudaibiyah memegang peran kunci dalam sejumlah serangan teroris di Filipina, termasuk persitiwa bom di Davao tahun 2003. JI masih tetap mengirim pemuda-pemuda ke Mindanao untuk mengikuti latihan, seperti juga kelompok jihad kecil lainnya yang berbasis di Indonesia, namun belum jelas apakah kesepakatannya dibuat dengan para komandan secara perorangan atau dengan MILF secara umum. Namun demikian pemahaman terhadap sejarah program pelatihan di Mindanao mungkin dapat memberi gambaran mengenai susunannya saat ini.

Diantara yang menjadi pelatih atau instruktur di Kamp Hudaibiyah termasuk banyak anggota JI yang paling terakit dengan peristiwa bom Bali maupun tindakan kekejaman lainnya di Indonesia dan Filipina. Beberapa diantaranya -- Hambali, Thoriqudin, Faiz Abu Bakar Bafana, Mustofa (Mustopa, Mustafa), Utomo Pamungkas alias Mubarok, dan Nasir Abbas – kini sudah ditahan atau secara aktif bekerjasama dengan polisi. Beberapa lainnya, sepert al-Ghozi, sudah tewas. Akan tetapi banyak lagi yang masih bebas. Para lulusan tersebut mewujudkan ikatan timbal balik yang kuat antara operator jihad di Asia Tenggara dan Moro. Dan saat ini ikatan tersebutlah yang merupakan hambatan yang paling besar bagi tercapainya kesepakatan perdamaian di Filipina selatan

34 Salah seorang yang terlibat dalam pendirian Camp Hudaibiyah menegaskan kamp tersebut didirikan dengan tujuan JI melatih MILF ketimbang anggota JI lainnya. Komunikasi dengan Jakarta, Juli 2004.

A. CIKAL BAKAL KERJASAMA JI - MILF

Kaitan antara pejuang militan Islam di Indonesia dengan Mindanao sudah ada jauh sebelum terciptanya MILF atau Jemaah Islamiyah. Pulau Sulawesi di Indonesia telah menjalin ikatan perdagangan dengan Mindanao sejak berabad-abad. Pada tahun 1960an, setelah kekalahan Kahar Muzakkar dan pemberontakan Darul Islam (DI) di Sulawesi Selatan, banyak pengikutnya yang lari ke Filipina selatan, selain ke Malaysia (Sabah, terutama Tawao), dan tempat lain di Indonesia, terutama Balikpapan dan Samarinda di Kalimantan Timur. Dari sekitar 7,000 hingga 8,000 warga Indonesia yang saat ini berada di Filipina selatan yang terkonsentrasi di kota-kota General Santos City, Cotabato serta Davao dan sekitarnya, maupun di pulau-pulau Sarangani dan Balut dilepas ujung selatan Mindanao, mayoritasnya merupakan penduduk taat hukum dan beragama Kristen, tidak sebagaimana diklisekan secara umum di Filipina.35 Mungkin segelintir dari mereka mempunyai ikatan dengan pejuang DI yang lama, dan segelintir lainnya masih tetap terlibat pergerakan illegal manusia, senjata dan bahan peledak antara Indonesia dan Filipina, terutama melalui pulau Sangihe dan Talaud dilepas pantai Sulawesi Utara.

Kerjasama yang paling sistematis antara keompok jihad di Filipina dan di Indonesia terjadi antara MILF dan JI. Sebagaimana telah disebut, hubungan tersebut dimulai pada pertengahan hingga akhir 1980an di Afghanistan, ketika para pejuang Filipina dilatih dibawah instruktur Indonesia, yang sebagian besar merupakan anggota Darul Islam, bertempat di kamp-kamp milik seorang pemimpin Afghanistan, Abdul Rasul Sayyaf, dengan dana dari Saudi.36 35 Wawancara ICG, Davao City, Januari 2004. Konsulat Jenderal Indonesia telah melakukan survei terhadap 6,900 warga Indonesia di Mindanao, dan hanya beberapa bagian di Mindanao Tengah yang belum diliput karena kekurangan dana. Sekitar 85 persen beragama Kristen. 36 Lihat Laporan ICG, Jemaah Islamiyah, op. cit. Tidak ada kamp pelatihan di Afghanistan selama pendudukan Soviet, 1979-1989. Kamp pelatihan Sayyaf dinamakan Akademi Militer Afghanistan - Mujahidin Ittihad-e-Islamiy, mengikuti partai politiknya, Ittihad-i Islami Bara-yi Azadi-yi Afghanistan. Di Pushtun, namanya Harbi Pohantun Ittihad-e-Islamiy Mujahidin Afghanistan; pada beberapa dokumen Indonesia, ada disebut "Pohantun" tetapi yang dimaksud adalah kamp Sayyaf. Partai Sayyaf memiliki jaringan yang paling lemah di Afghanistan diantara tujuh partai mujahidin besar, akan tetapi dari awal berhasil menggalang dukungan dari intelijen Pakistani dan dari dermawan kaya asal Saudi . Lihat Jason Burke, Al-Qaeda: Casting a Shadow of Teror (I.B.Taurus, 2003), hal.66. Anggota JI warga Indonesia pernah dilatih bersama Sayyaf

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 18 - - -

Diperkirakan ada empat warga Moro yang bergabung dengan sekitar 60 warga Indonesia yang membentuk gelombang kedua DI menuju akademi militer dibawah Sayyaf yaitu Kamp Saddah, Parachinar, Kurram Agency, dekat perbatasan Pakistan dengan Afghanistan. Gelombang kedua tersebut mulai berlatih sejak tahun 1986 dan termasuk Mustofa, yang dikemudian hari mengawasi program pelatihan di Mindanao selaku ketua JI di wilayah Mantiqi III. Dua warga Moro pada gelombang kedua ini pada gilirannya melatih gelombang-gelombang susulan, diantaranya Mukhlis Yunos, yang termasuk dalam gelombang keempat peserta akademi militer di Afghanistan, dan Nasir Abbas, yang kelak menggantikan Mustofa selaku ketua Mantiqi III.

Pada Januari 1993, Abdullah Sungkar, seorang pemimpin DI dan bersama Abu Bakar Ba'asyir merupakan pendiri pesantren al Mukmin (dikenal juga sebagai Pondok Ngruki) diluar Solo, Jawa Tengah, pecah dari Darul Islam dan mendirikan Jemaah Islamiyah. Tidak lama kemudian ketika pelatihan di Afghanistan tidak mungkin lagi diteruskan, bersama pemimpin JI lainnya ia memutuskan memindahkan pelatihan ke Mindanao dengan alasan lebih murah dan lebih dekat. Saat itu beberapa pemimpin JI sudah akrab dengan Salamat Hashim, termasuk Sungkar sendiri, serta ketua operasi militer JI Zulkarnaen, yang bertemu dengan Hashim di Pakistan sekitar 1984.37

Selanjutnya pada Oktober 1994, Zulkarnaen memberi perintah kepada lima anggota JI untuk berpindah dari Afghanistan ke Mindanao guna mendirikan kamp baru dalam rangka melatih pejuang MILF. Mereka adalah Mustofa, mantan ketua Mantiqi III maupun ketua satuan operasi khususnya, yang dihukum penjara tujuh tahun pada Mei 2004; Nasir Abbas, yang ditangkap pada April 2003 dan kemudian dihukum penjara selama sepuluh bulan; Qotadah alias Basyir, seorang ahli peledak; Okasha alias Zubair, warga Malaysia dari Sabah; seorang bernama Nasrullah, yang pernah mengunjungi Mindanao di 1989-90 dan yang menjadi pemandu kelompok.38

mendirikan kamp tersendiri di Torkham, Afghanistan, pada tahun1993. 37 Wawancara ICG, Mei 2004. 38 Tiga orang kemudian pergi setelah satu bulan, dan hanya tinggal Nasir Abbas dan Qutadah sebagai instruktur.

Mereka tiba di Kamp Abu Bakar, namun ternyata rekan mereka dari MILF belum melakukan persiapan bagi program pelatihan, yang sedianya termasuk pelajaran ketat tentang penggunaan peluncur granat, mortir, senjata anti-tank serta howitzer, selain senjata kecil. Nasir Abbas, dengan restu Hashim, mengambil prakarsa untuk mencari lokasi yang relatif aman dan terpencil untuk menjalankan pelatihan. Lokasi tersebut ditemukannya di bagian atas Abu Bakar, berdekatan dengan perbatasan propinsi antara Maguindanao dan Lanao del Sur, dan dialah yang menamakan kamp baru tersebut Hudaibiyah.39

Kelompok pelatihan pertama di Kamp Hudaibiyah yang terdiri dari 60 orang, seluruhnya warga Moro dari MILF, terpaksa menggunakan parang untuk membersihkan lahan tersebut. Sedemikian keras kerja yang dikerahkan untuk tugas tersebut sehingga tidak diperlukan lagi latihan fisik lainnya. Mereka tinggal selama dua bulan, dan selanjutnya diganti dengan kelompok lain. Hingga Maret-April 1995, kamp baru tersebut telah berjalan lancar. Pada Mei 1995, Zulkarnaen membawa dana sebanyak kurang lebih 60,000 pesos (ketika itu sama dengan $2,500), untuk pembangunan dua buah barak di Hudaibiyah, satu untuk para instruktur, dan yang satunya lagi untuk siswa.

Pada Desember 1996, Fathur Rahman al-Ghozi, anggota JI asal Jawa dan veteran perjuangan di Afghanistan, tiba di Mindanao untuk kunjungan satu bulan guna menggantikan Nasir Abbas dan mengembangkan program pelatihan. Ketika mengajar pada sebuah kamp yang dikelola JI di Torkham, Afghanistan antara 1993-1994, Al-Ghozi menjadi akrab dengan dua pejuang MILF, Solahudin dan Habib.40 Sahabat lama tersebut menyambut al-Ghozi setibanya di Kamp Abu Bakar, dan dikemudian hari bergabung bersamanya untuk melakukan pemboman Hari Rizal di Manila pada Desember 2000.

39 Wawancara ICG, Januari 2004. Kamp tersebut dinamakan berdasarkan Perjanjian Hudaibiyah, gencatan senjata yang disepakati antara Muhammad dengan kaum Quraysh di tahun 628 dimana beliau kemudian diperbolehkan berdakwah dengan bebas. 40 Zulkarnaen mendirikan kamp di Torkham sekitar tahun 1993. Seluruh instruktur terdiri dari anggota JI asal Indonesia, dan peserta latihan pun sebagian besar warga Indonesia. Ada juga beberapa orang Filipina, sekitar limabelas warga Bangladesh, sekitar limabelas warga Pakistan, tiga orang dari Tajikistan dan segelintir warga Arab. Wawancara ICG, Mei 2004.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 19 - - -

Dengan dipanggilkannya kembali Nasir ke Malaysia oleh Zulkarnaen guna membantu menjalankan pesantren JI yang sekaligus tempat perekrutan, yaitu Pesantren Lukman al-Hakiem di Johor, Qotadah mengambil alih tugas selaku instruktur utama di Hudaibiyah hingga pertengahan 1997. Pada bulan Juli tahun yang sama, JI, yang saat itu baru mempunyai dua divisi wilayah, mendirikan Mantiqi III guna memberi dukungan jarak dekat bagi kegiatan JI yang kian meningkat di kawasan Sabah-Kalimantan Timur-Sulawesi-Mindanao. Qotadah diganti selaku kepala instruktur oleh Ilyas, alias Hanif, anggota JI yang berasal dari Kudus, Jawa Tengah. Pada akhir 1997 Hanif diganti oleh Omar Patek, tersangka bom Bali yang masih buron, yang tinggal hingga pertengahan 1998.

Maka dari 1994 hingga 1998, MILF secara aktif membantu JI dalam mendirikan akademi pelatihan militer yang dicontoh sesuai induknya di Afghanistan, dimana warga Filipina maupun warga Indonesia sama-sama merupakan pelatih maupun siswa. Semua ini terjadi sebelum keterlibatan anggota JI dalam tindakan teror di kawasan ini, dan ketika itu belum ada bukti kuat mengenai kaitan MILF dengan al-Qaeda, kendati yang disebut belakangan itu keberadaanya di Filipina sudah mapan. Kiranya sulit bagi siapapun untuk memaparkan bahwa MILF pada tahapan itu tengah membantu dan terlibat terorisme di kawasan tersebut.

B. PERKEMBANGAN KAMP HUDAIBIYAH

Hingga tahun 1998, sebuah akademi militer yang berkembang penuh telah beroperasi di halaman Kamp Hudaibiyah lengkap dengan pelatihan kadet perwira (Kuliah Harbiyah Dauroh-1 atau KHD-1).41 Kuliah tersebut terdiri dari tiga semester yang masing-masing berjangka waktu enam bulan, dengan jeda selama dua pekan pada akhir semester pertama dan kedua. Syarat bagi peserta akademi adalah pria lajang berusia antara depalanbelas dan 23 tahun, lulusan SMU atau madrasah aliyah dengan nilai cukup dan penguasaan atas empatbelas mata pelajaran 41 Wan Min bin Wan Mat, warga Malaysia yang ditahan sehubungan keterkaitannya dengan JI, menyebut tahun 1997 sebagai awal dimulainya akademi militer. Berita acara pemeriksaan, 11 Maret 2003. Pada tahun 1996 Wan Min ikut serta dalam program tambahan selama dua bulan di Hudaibiyah yang diatur oleh Hambali dengan tujuan memperdalam motivasi diantara warga Malaysia yang tergabung dalam JI.

agama. Mereka juga disyaratkan sudah menjadi anggota JI setidaknya selama dua tahun, sekalipun demikian, di kemudian hari kriteria seleksi tampaknya menjadi lebih mudah.

Faiz Bafana, anggota JI yang ditahan di Singapura, menyebut akademi tersebut sebagai "proyek markaziyah (dibawah komando JI pusat) yang merupakan tanggung jawab Abu Bakar Baasyir", dimana biaya operasionalnya pun berasal dari yang bersangkutan. Pada awal 1998, Hambali, yang ketika itu memimpin Mantiqi I JI yang berbasis di Malaysia, menyuruh Bafana mengirim RM20,000 ($5,200) melalui Maybank kepada Fathur Rahman al-Ghozi, yang saat itu menjabat sebagai bendahara kamp. Bafana selaku bendahara Mantiqi I mencari tambahan dana sebesar RM40,000 ($10,400) dengan memungut iuran khusus dari anggota, yang dimaksudkan untuk membeli senjata bagi pelatihan di Mindanao. Ketika Bafana mengunjungi Kamp Hudaibiyah pada bulan Juni 1998, sebanyak duapuluh kadet dari Mantiqi II tengah menjalani latihan senjata api dengan menggunakan duabelas pucuk senapan M-16. Menurut Bafana ia mendengar dari Hambali bahwa pungutan tersebut telah menjadi sumbangan wajib tetap sebesar RM40,000 yang ditarik dari Mantiqi I dan II dan dari markaziyah setiap enam bulan, khusus bagi kebutuhan kamp di Mindanao.42

Hingga awal September 1998, Kamp Hudaibiyah telah berkembang mencakup lima bangunan permanen dengan asrama untuk menampung duapuluh siswa, asrama staf pelatih yang menampung sepuluh orang, dapur, dan mushollah yang dapat menampung antara 30 hingga 40 orang.43 Menjelang akhir bulan, mulailah pelatihan semester pertama akademi militer. Kelompok pertama yang terdiri dari sepuluh peserta disusul kemudian dengan tujuh peserta lagi yang dikawal al-Ghozi, sehingga seluruhnya berjumlah tujuhbelas siswa.44 Anggota paling penting dari kelompok yang 42 Berita acara pemeriksaan terhadap Faiz Abu Bakar Bafana, 13 Desember 2002, dan 19 Februari 2003. 43 Sebagian besar keterangan pada bagian ini berasal dari berita acara pemeriksaan terhadap Taufiq Rifqi, yang ditangkap di Cotabato City, Filipina, pada Oktober 2003. 44 Kelompok sepuluh siswa pertama terdiri dari:Taufiq Rifqi, Said, Anwar, Abdurrohman, Tolhah (nama lain dari Herlambang, yang ditangkap sehubungan dengan bom Bali), Musthofa, Muadz, Hamzah, Ibu Sirin, dan Zubeir. Tujuh orang yang menyusul yang dikawal al-Ghozi adalah Zulkifli, Abu Farhan, Zaid, Usman, Mustaqim, Ibrahim dan

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 20 - - -

tiba belakangan adalah seorang lulusan Ngruki bernama Zulkifli, yang dikemudian hari mengepalai divisi regional JI atau wakalah di Mindanao (disebut Wakalah Hudaibiyah) dan menjadi perancang sejumlah besar tindakan pemboman disana.

Direktur akademi, Mustaqim alias Muzayyin, seorang veteran Afghanistan, menjadi inspektur upacara pada acara peresmian. Selama semester pertama, dari akhir September 1998 hingga Maret 1999, ia dibantu Fathur Rahman Al-Ghozi yang ditugaskan dibidang pelajaran agama; Ihsan; Haris; Nu'im alias Abu Irsyad; dan Qotadah alias Basyir, yang mengajarkan tentang taktik dan bahan peledak. Basyir – yang kadangkala dipanggil Abu Basyir tetapi bukan Abu Bakar Ba'asyir – memberi orientasi keseluruhan bagi KHD-1, mencakup empat topik baru setiap pekan.

Faris alias Mukhlas menjadi direktur pada semester kedua. Para instruktur terdiri dari Surya alias Qital alias Abu Humam; Qotadah; Al-Ghozi; dan Thoriqudin alias Abu Rusdan. Pada semester ketiga, Mustofa alias Abu Tolut alias Hafiz Ibrahim mengambil alih jabatan direktur, dengan susunan instruktur: Abu Dujanah alias Abu Musa; Al-Ghozi; Muhaimin alias Ziad yang mengajarkan pembacaan peta; Wahyudin; dan Nasir Abbas, alias Khairuddin.

Latihan dasar senjata termasuk penggunaan senapan berkaliber .45, M-1 Garand, M-16, M-14 dan senapan serbu 7.62mm FN FAL, dan M-60, .30 dan senapan mesin berkaliber .50. Para siswa diberi jatah amunisi tiga peluru untuk setiap senapan, dan dibiasakan menggunakan mortir 60mm dan 81mm dengan contoh dari instruktur. Latihan taktik meliputi pengawasan, pengamatan, manuver, penyerbuan, penyergapan dan pengunduran. Setiap siswa diberi jatah amunisi sepuluh peluru untuk praktek latihan keterampilan penggunaan pistol. Latihan dasar praktek peledakan meliputi Hudaifah. Dari kelompok ini Zulkifli ditahan sejak September 2003; Hamzah alias Hasanuddin kembali ke Jawa, dan terakhir diketahui berada di Poso (ia merupakan menantu Adnan Arsal, salah seorang pemimpin mujahidin setempat); Said tewas ketika sedang bertempur; Muadz masih berada di Filipina; Mustaqim (bukan Mustaqim yang veteran dari Afghanistan dan menjadi direktur akademi) masih berada di Filipina dan menjadi seorang ahli bahan peledak ; Usman masih buron; Ibrahim, yang menjadi instruktur senjata, kembali ke Indonesia; dan Hudaifah tertangkap di Malaysia pada tahun 2004.

pengenalan, identifikasi, dan penanganan TNT, C-4, black powder, ammonium nitrat dan RDX, sumbu peledak dan peledak, alat peledak yang diimprovisasi (improvised explosive devices / IEDs) menggunakan mortir 60mm, black powder dengan katup peledak dan kawat peledak, serta gabungan ammonium nitrat dan bensin.

Para siswa mendapatkan latihan yang lebih mendalam tentang peledakan sebelum menjalankan latihan praktek untuk pertama kalinya pada Februari 2000. Latihan tersebut diadakan secara berkelompok dengan empat orang per kelompok, dengan pemusatan kepada penggunaan TNT, katup peledak dan komponen kawat peledak berjangka waktu, dengan tombol listrik maupun nonlistrik. Rangkaian latihan praktek kedua diadakan pada hari terakhir pelatihan pada Februari 2000, beberapa pekan sebelum hari wisuda.

Selama semester kedua, dari April hingga September 1999, Muklas mengarahkan pelatihan dengan bantuan Hambali dan Nuim alias Zuhroni, seorang veteran Afghanistan dan ahli peledak serta ajudan terpercaya Zulkarnaen, yang masih buron. Thoriqudin, alias Abu Rusdan, ketua urusan militer untuk Mantiqi II dan anggota komando pusat JI, turut menjadi instruktur.45

Pada akhir semester kedua, jeda selama dua pekan dimanfaatkan untuk melakukan “pengalaman jihad” dengan dukungan MILF. Melalui kesepakatan tetap dengan Komandan MILF Gordon Saifullah dari Divisi Markas Besar, kelompok-kelompok terdiri dari delapan atau sembilan kadet dibawa ke Markas Sultan di Barangay Minabay Atas,46 Buldon, dekat Sungai Banganan berhadapan dengan garis depan pemerintahan. Sebelumnya Minabay Atas pernah menjadi ajang bentrokan sengit antara MILF dan pasukan pemerintah antara Januari 1997 dan Oktober 1998, dan tingkat ketegangan di tempat itu masih tinggi. Para kadet dibagi menjadi dua kelompok, dimana kelompok pertama mendapat pengalaman selama pekan pertama pada jeda semester tersebut, sedangkan kelompok kedua mendapat pengalaman pada pekan berikutnya. Para kadet melakukan patroli, berjaga dan menjalankan 45 Dikemudian hari Thoriqudin menggantikan Abu Bakar Ba'asyir selaku amir “penjabat” setelah Ba'asyir melepaskan tugas hariannya di JI pada pertengahan 2000 guna memusatkan perhatian kepada Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). 46 "Barangay" adalah istilah Filipina untuk desa atau wilayah perkotaan.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 21 - - -

pengintaian didalam radius berjarak 250 meter dari garis lingkar kamp.

Pelatihan semester ketiga yang berlangsung dari Oktober 1999 hingga kurang lebih Maret 2000, diselenggarkan dibawah pengarahan Mustofa, ketua Mantiqi III. Selain kurikulum penuh pelatihan kadet selama delapan belas bulan, juga disediakan kursus pendek berjangka waktu dua dan empat bulan. Yang pertama tersebut pada umumnya diperuntukkan bagi anggota Mantiqi I dari Malaysia atau Singapura yang sulit meninggalkan pekerjaan untuk jangka waktu yang lama. Terutama pegawai negeri dan warga Singapura tidak mempunyai waktu cukup; siswa dari Singapura bahkan kadangkala tinggal di Hudaibiyah hanya selama tiga pekan. Setidaknya disediakan kursus pendek dengan instruktur tamu dari Indonesia, sekitar bulan September 1999 dan Maret 2000. Diantara delapanbelas tersangka JI yang ditahan di Singapura pada September 2002, tiga orang "memiliki hubungan yang erat dengan MILF", menurut pemerintah Singapura.47

Satu pekan sebelum wisudanya gelombang pertama yang terdiri dari tujuhbelas kadet di bulan Maret atau April 2000, Mustofa memilih sembilan orang untuk tetap tinggal sebagai instruktur bagi gelombang berikutnya.48 Abu Bakar Ba'asyir sendiri hadir pada acara wisuda yang diadakan untuk pertama kalinya oleh akademi, dengan menginap di Kamp Hudaibiyah selama beberapa malam. Gelombang kedua yang terdiri dari limabelas kadet mulai menjalankan latihan pada April 2000.49

47 "The Jemaah Islamiyah Arrests and the Threat of Terorism", Kementerian Dalam Negeri, Singapura, Januari 2003, hal.18. Menurut pemerintahan Singapura, Husin Aziz, Zulkifli Jaffar dan Habibullah Hameed "telah melakukan bai'ah (baiat) dihadapan ketua MILF Hashim Salamat", dan Hussin dan Habibullah mendapatkan latihan militer dari MILF, serta menjalankan tugas penjagaan pada Kamp Abu Bakar terhadap serangan dari tentara Filipina dan juga membantu MILF membeli bahan untuk pembuatan alat peledak. 48 Instruktur tersebut termasuk: Hamzah (pelatih utilitas), Zulkifli (pelatih senjata), Said (perbekalan), Muadz (taktik), Mustaqim (peledakan), Usman (latihan jasmani), Ibrahim (senjata), Hudaifah (agama), dan Taufiq Rifqi (logistik). Said tewas pada bulan September 2000. Mustaqim ditangkap di Jawa Tengah pada Juli 2004. 49 Mereka adalah: Waqid, Aqil, Abu Aiman, Khalid, Ibnu Gholib, Ibnu Tahsin, Ibnu Suroqoh, Amir, Kholad, Musab, Ukasyah, Tsaqof, Shoify, Abu Salmah dan Mukhriz. Gelombang kedua lulus pada tahun 2002, tanpa Kholad, Musab dan Ukasyah, yang tewas dalam kecelakaan saat menjalankan latihan. Amir alias Yusuf dan

Latihan tersebut dikacaukan oleh pecahnya perang antara pasukan pemerintah dan pasukan MILF di awal 2000. Sebelumnya ketegangan mulai memuncak sejak September 1999, dan pada Februari 2000 pertempuran terbuka pecah di propinsi Lanao del Norte dan Maguindanao. Pada Juni 2000, pasukan pemerintah meninggalkan kebijakan lama yang memberi “pengakuan” atas kontrol MILF terhadap Kamp Abu Bakar, dan pusat kompleks kamp tersebut dikuasainya pada tanggal 9 Juli.

Kendati Kamp Hudaibiyah sendiri baru diduduki pada April 2001, namun evakuasi segera dilakukan, dan akademi militer tersebut dipindahkan ke Kamp Jabal Quba di Gunung Kararao, dimana Gunung Api Makaturing terletak pada perbatasan Lanao del Sur dan Maguindanao. Kantor Salamat Hashim yang terletak di bagian pusat kompleks Abu Bakar juga dievakuasi ketika pasukan pemerintah berhasil menembus pertahanan luar kamp, dan barang-barang miliknya dibawa ke Hudaibiyah. Kararao, yang merupakan jalan belakang dari Abu Bakar melalui jalan tapak kuda menuju ke Butig, Lanao del Sur, menjadi suaka bagi para pejuang MILF dan keluarganya yang terusir oleh pertempuran. Kamp Jabal Quba, yang letaknya diluar jangkauan biasa senjata artileri, tidak pernah direbut pasukan pemerintah, dan kini menjadi pusat dugaan bahwa MILF tetap melindungi personil JI.

Program pelatihan JI di Mindanao sangat penting untuk menghasilkan generasi baru operator yang mampu menggantikan peran para veteran Afghanistan yang kian menipis seiring dengan penangkapan pasca bom Bali yang dilakukan di Indonesia, Malaysia, Singapore dan Thailand. Program tersebut telah disetujui pada tingkat tertinggi MILF, atas dasar hubungan pribadi antara Salamat Hashim, Abdullah Sungkar dan Zulkarnaen. Hubungan JI-MILF mendahului timbulnya JI sebagai organisasi teror, namun tetap dilanjutkan di masa sesudah peristiwa bom Bali di Oktober 2002. Mungkin karena kegiatan pelatihan dilakukan di daerah terpencil sejak jatuhnya Abu Bakar – dan oleh karenanya lebih mudah disangkal dan/atau lebih sulit dikendalikan – tidak ada upaya dari pimpinan MILF untuk memberangusnya. Bisa jadi pula pimpinan MILF kurang menyadari sejauh mana para komandan lokal membuat kesepakatan dengan JI maupun kelompok lainnya. Ada bukti yang kian Shoify alias Siswanto ditangkap di Semarang, Jawa Tengah, pada Juli 2003 berkaitan dengan persembunyian senjata besar-besaran.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 22 - - -

berkembang bahwa para lulusan Hudaibiyah menerapkan latihan yang diperolehnya bukan saja untuk menghidupkan kembali jajaran JI di kandangnya di Indonesia, melainkan juga untuk menjalankan aksi teror di Filipina serta menghidupkan kembali Kelompok Abu Sayyaf.

VI. AL-GHOZI DAN BOM JAKARTA SERTA PEMBOMAN HARI RIZAL, 2000

Petunjuk awal mengenai ikatan yang kian erat antara kelompok jihad di Indonesia dan Filipina terlihat pada serangan terhadap rumah tinggal Leonides Caday, duta besar Filipina di Jakarta pada 1 Agustus. (Bukan aksi bom yang pertama kali dilakukan oleh JI diatas wilayah Indonesia, sebagaimana pada awalnya dilaporkan. Bukti baru menunjukkan bahwa beberapa pelaku bom Bali, termasuk Imam Samudra, terlibat upaya meledakkan gereja-gereja di Medan pada Mei 2000.) Dua orang yang berada di dekat lokasi kejadian tewas dalam aksi bom terhadap dutabesar, yang juga mengalami luka berat.

Kendati al-Ghozi sendiri tidak berada langsung dibawah perintah Hambali selaku ketua Mantiqi I, namun demikian Hambali, yang tampaknya memimpin operasi terhadap Caday, “meminjamnya” pada bulan Juli melalui kawan lama al-Ghozi di MILF sejak Torkham, Solahudin.50 Juga terlibat erat adalah dua alumni Afghanistan, Edi Setiono, alias Usman, yang melakukan sebagian besar perencanaan, serta Sarjiyo alias Sawad, yang mencampurkan bahan peledaknya. Sarjiyo pernah tinggal di Mindanao selama dua tahun antara 1995-1997, bertempur melawan tentara Filipina.51 Pelaku bom Bali dikemudian hari termasuk Dul Matin, Amrozi, Mubarok dan Ali Imron juga mengambil bagian dalam operasi terhadap duta besar.

Kontak utama Al-Ghozi di MILF adalah Mukhlis Yunos, teman kelas Hambali di Kamp Saddah milik Sayyaf.52 Mukhlis, orang Maranao asal Masiu, Lanao del Sur, menempuh perjalanan ke perbatasan Afghanistan dengan bantuan mantan walikota Masiu Macaangcos Mimbantas, dan pada bulan September 1989, beberapa bulan setelah ia kembali, diterima dalam Angkatan Keamanan Dalam Negeri MILF yang dipimpin saudara Macaangcos, Alim Abdulaziz Mimbantas – yang saat ini menduduki jabatan wakil ketua MILF urusan militer. Setelah mengemban

50 Wawancara ICG, Bali, Januari 2004, dan Berita Acara Pemeriksaan terhadap Fathur Rahman al-Ghozi, 4 Maret2003. 51 Berita Acara Pemeriksaan terhadap Edi Setiono, 24 Maret 2003. 52 Al-Ghozi dan Mukhlis bukan rekan sekelas di Afghanistan sebagaimana sering disebut. Mukhlis merupakan kakak kelas al-Ghozi dan sudah pergi beberapa bulan sebelum kedatangannya.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 23 - - -

tugas selama dua tahun, pangkatnya dinaikkan menjadi komandan kompi dan selanjutnya ia ditugaskan di Kelompok Operasi Khusus (Special Operations Group / SOG) dari Divisi Lapangan 3 dibawah Alim Solaiman Pangalian, dimana antara 1991 dan 1999 ia menjalani latihan peledakan serta memimpin operasi peledakan seperti pengeboman terhadap menara listrik.53

Mukhlis mengaku bertemu dengan al-Ghozi di Marawi pada tahun 1996, agaknya di bulan Desember, saat Ghozi mengunjungi Mindanao untuk pertama kalinya. Pertemuan pertama tersebut berlangsung di rumah seseorang bernama Abdulatif; dan al-Ghozi ditemani seorang warga Singapura bernama Hussin. Mukhlis sudah mengetahui keberadaan Kamp Hudaibiyah serta kunjungan yang sering dilakukan al-Ghozi kesana. Kehadiran warga Indonesia, Malaysia dan Singapura sudah umum diketahui diantara warga setempat disana, yang sering melihatnya berada di pasar yang berdekatan. Sebaliknya Al-Ghozi, yang tiba di Kamp Saddah pada tahun 1990, setidaknya enam bulan setelah kepergian Mukhlis, mengaku baru bertemu dengannya pada bulan Maret 1998, juga di Marawi.54

Apapun kebenaran mengenai riwayat perkenalan mereka, pada November 2000 keduanya sudah bekerja sama secara erat dalam rangka mewujudkan seruan Salamat Hashim untuk melakukan perang besar-besaran menanggapi tertangkapnya Kamp Abu Bakar. Al-Ghozi sebelumnya telah kembali ke Filipina pada Oktober 2000 usai memimpin serangan terhadap Duta Besar Caday di Jakarta. Saat itu, menurut sumber-sumber ICG, ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan MILF ketimbang dengan JI dan sudah dianggap bergabung dengan yang pertama disebut itu.55 Ketika ia mengunjungi Mukhlis dirumahnya di Marawi City pada November 2000, ia bertutur telah bertemu dengan Salamat Hashim dan Al-Haj Murad di Kamp Hudaibiyah, dan bahwa Mukhlis harus membentuk tim untuk mencari bahan peledak bagi operasi jihad di Manila dalam rangka melakukan pembalasan atas hilangnya Kamp Abu Bakar. Hal ini sepenuhnya sejalan dengan pemahaman Mukhlis atas seruan Salamat untuk melakukan jihad, sebagaimana juga disampaikan 53 "Debriefing Report, Haji Mukhlis Umpara Yunos aka Saiffula Yunos", 27 Mei 2003. 54 "Tactical Interrogation Report on Fathur Rohman Al-Ghozi". 55 Wawancara ICG, Mei 2004.

kepadanya oleh komandan divisinya, Solaiman Pangalian. Penawaran Al-Ghozi berupa bantuan dana yang diperlukan melengkapi kebulatannya.

Pada pertengahan November 2000, al-Ghozi, Mukhlis, perantara pembelian bahan peledak bernama Cosain Ramos, alias Abu Ali, dan salah seorang peserta pelatihan dari MILF, "Amir Paute", melakukan perjalanan ke Cebu City untuk mencari komponen bom. Mereka segera disusul dua lagi siswa Mukhlis yang tergabung dalam Divisi 3 SOG, "Zainal Pax" dan "Salman Moro". Ramos menghubungi pemasoknya, dengan panggilan Tony dari Tanke, Talisay (oleh jaksa Cebu City diidentifikasi sebagai Antonio Reyes) dan membeli 30 kilo TNT seharga 80,000 pesos (ketika itu sekitar $2,000).56

Petang berikutnya, Mukhlis dan Amir menumpang feri menuju Manila, dengan TNT yang disembunyikan dibawah buah mangga. Beberapa hari kemudian mereka disusul oleh Al-Ghozi, Pax, Moro dan dua lagi rekan Mukhlis dari SOG, "Ustadz Said" dan "Osama Ara". Pada tanggal 1 Desember, Hambali dan Faiz Abu Bakar Bafana tiba di Manila untuk melakukan survei terhadap sasaran mereka; al-Ghozi, Mukhlis, dan Mohammad Guindolongan, alias Abu Zainab, bertemu dengan mereka di bandara udara, dan pada hari berikutnya mereka menginap di Hotel Dusit di Makati, kawasan bisnis di kota Manila. Sedianya Hambali mentargetkan kedutaan Israel dan AS tetapi ketika menemukan hal itu tidak dimungkinkan, ia beserta Bafana memberi keleluasaan kepada tim untuk menyelesaikan tugasnya, dan kemudian pergi dengan pesawat udara setelah tinggal selama satu pekan.

Ketika Mukhlis dan tim al-Ghozi berhasil melakukan lima pemboman hampir secara serentak di Manila pada tanggal 30 Desember 2000, yang merupakan hari raya Rizal, tidak banyak orang yang menduga ada kaitan dengan Indonesia. Rencana Al-Ghozi selanjutnya untuk melakukan serangan terhadap kepentingan AS di Singapura dengan menggunakan bahan peledak yang dibeli dari sumber yang sama di Cebu City, berhasil digagalkan hanya berkat keberuntungan dan kordinasi intelijen yang baik antara pihak berwajib di Singapura dan di Filipina. Al-Ghozi tertangkap di 56 Philippine Star, 27 Agustus 2003, dan Debriefing Report, Mukhlis Yunos.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 24 - - -

Manila pada 15 Januari 2002, dan dua hari kemudian lebih satu ton bahan peledak dengan tujuan Singapura berhasil di sita dari sebuah rumah aman di General Santos City.

VII. ZULKIFLI, BOM DEPARTMENT STORE FITMART, DAN HUBUNGAN ABU SAYYAF

Zulkifli merupakan salah seorang dari enam warga Indonesia yang ditangkap pada bulan September 2003 di lepas pantai Sabah ketika tengah kembali dari Filipina. Konon ia tengah pulang guna menemui pentolan JI, Abu Dujana, untuk membahas pengambil alihan Mantiqi III.57 Berbagai sumber ICG telah membenarkan bahwa Zulkifli tersebut sama dengan yang diidentifikasi oleh Taufiq Rifqi sebagai salah seorang dari tujuhbelas kadet peserta gelombang pertama pelatihan perwira di Kamp Hudaibiyah pada September 1998, dan yang kemudian ditunjuk sebagai pemimpin (qaid) Wakalah Hudaibiyah pada Juli 2000. Zulkifli, yang juga dikenal sebagai Julkipli, Gul Kipli, Jul, Geol, Zol, Jol, Jabbar dan (mungkin) Badrudin dan Bro, juga merupakan arsitek beberapa peristiwa pemboman di Mindanao dari tahun 2000 sampai dengan penangkapan terhadap dirinya.58

Kutipan-kutipan bukti dari operator ASG dan MLF yang tertangkap, yang kemudian dibenarkan oleh sumber ICG, mengkaitkan Zulkifli dengan serangkaian serangan pembakaran dan bom terhadap berbagai toko serba ada di General Santos City dan Tacurong di awal 2002, selain dengan pemboman terhadap bandara udara Cotabato dan

57 Komunikasi kepada ICG, Juni 2004. Berita tentang penangkapan Zulkifli baru diketahui umum pada Februari 2004, setelah tertangkapnya salah seorang rekannya di Belfast, Irlandia Utara, bernama Jaybe Ofrasio. Zulkifli melakukan perjalanan dengan menggunakan paspor Filipina atas nama Doni Ofrasio dan ditahan polisi Malaysia karena pelanggaran imigrasi, kemungkinan dalam perjalanan menuju atau dari pertemuan Mantiqi. Jaybe Ofrasio tampaknya memberi bantuan kepada Zulkifli untuk memperoleh paspor dengan mangaku bersaudara. Tampaknya, setidaknya salah satu dari beberapa rumah aman di Cotabato City juga diperoleh melalui jasa Ofrasio. Sebuah rumah yang diduga menjadi rumah aman JI di Bagua, Cotabato City, yang di gerebeg setelah penangkapan terhadap Taufiq Rifqi, konon milik seorang Jordan Abdullah, yang mungkin masih ada hubungan keluarga dengan isteri Jaybe Ofrasio, Indira Abdullah. Jordan Abdullah ditangkap pada 3 April 2004, atas dugaan menjalankan transfer dana untuk JI. Lihat Today, 11 November 2003; "Filipino held in Belfast wanted for helping JI", The Australian, 6 Februari 2004, hal. 7, dan "JI hand starting to be visible in bank accounts", Philippine Daily Inquirer, 9 Mei 2004. 58 Wwancara ICG, Juni 2004. Lihat juga keterangan dari Direktur Polisi Nasional Filipina (PNP) bidang Intelijen Gen. Roberto Delfin, termasuk "PNP hunts Indons linked to Davao blasts", Today, 8 April 2003.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 25 - - -

Davao pada awal 2003.59 Iapun dikaitkan dengan sejumlah rumah aman JI di daerah Cotabato, termasuk lokasi persembunyian bahan peledak milik al-Ghozi yang konon diperuntukkan bagi serangan terhadap sasaran Barat di Singapura.

Zulkifli merupakan otak pemboman toko serba ada Fitmart pada 4 Maret 2002 di Tacurong dan 21 April di General Santos City, dimana dalam peristiwa yang belakangan tersebut limabelas orang tewas. Di Tacurong, ia dibantu operator MILF bernama Abdulbasit Usman dan beberapa orang lainnya. Pada serangan di General Santos City, baik operator Abu Sayyaf maupun MILF diyakini terlibat bersama anggota lain JI.

Seorang mantan anggota JI bertutur kepada ICG bagaimana Zulkifli dengan cermat merencanakan peletakan dan pengaturan waktu dari ketiga bom di Fitmart General Santos City, satu didalam toko, satu lagi dekat pintu keluar untuk menangkap orang yang lari setelah bom pertama meledak, dan satu lagi di halaman parkir yang dimaksudkan untuk mengenai orang yang masih juga berhasil lolos melalui pintu keluar.60

Pernyataan yang dibuat tahanan Abu Sayyaf Noor Mohammad Umug merupakan kunci dalam mengkaitkan Zulkifli dan Wakalah Hudaibiyah dengan pemboman terhadap Fitmart dan peristiwa bom lainnya di Mindanao.61 Umug yang ditangkap pada Mei 2002 di Cotabato City, mengungkapkan kepada pemeriksa dari Polisi Nasional Filipina (PNP) pada April 2003 bahwa "Julkipli alias Zol/Jol, Hamdan alias Hamja (Hamzah), Usman, Ibrahim dan Mustakim" termasuk pimpinan atau anggota Jemaah Islamiyah di Mindanao yang diketahuinya. Ke lima nama tersebut sesuai dengan yang dikemudian hari diungkapkan oleh Taufiq Rifqi sebagai anggota gelombang pertama pada Akademi Militer Islam di Kamp Hudaibiyah (1998-2000).62 Terlebih lagi, empat dari lima orang tersebut, termasuk Zulkifli, tiba secara bersama dalam kelompok tujuh orang yang dikawal Fathur Rahman al-Ghozi, dan seingat Rifqi, nama-nama Usman, Mustaqim dan Ibrahim terdaftar berurutan. 59 Wawancara ICG, Juni 2004. 60 Ibid. 61 Sebagian besar pernyataan tersebut di muat secara ringkas pada artikel yang dikutip Laporan ICG, Jemaah Islamiyah, op. cit., fn. 67. 62 "Debriefing Report, Taufiq Rifqi alias Amy Erza", 13 November 2003.

Dalam keterangannya, Umug mengaku bertemu dengan kelima orang tersebut dalam sebuah apartemen yang disewa "Julkipli" di Campo Muslim, Cotabato City, "sekitar 2001". Ketika itu kelima alumni Kamp Hudaibiyah tersebut memegang posisi puncak di Wakalah Hudaibiyah atau aktif di Kamp Jabal Quba, dimana yang tiga pertama -- Zulkifli, Hamzah dan Usman paling besar kemungkinannya berinteraksi erat dengan operator senior ASG seperti Umug. Seperti tercatat diatas, Zulkifli merupakan ketua wakalah sementara Hamzah adalah pejabat keuangan, yang kemudian hari dijabat Rifqi, dan Usman merupakan pejabat penghubung. Ibrahim bertanggungjawab menjalankan program pelatihan di Jabal Quba, sementara Mustaqim adalah sekretaris kamp.

Menurut Umug, perencanaan bagi pemboman toko serba ada Fitmart di General Santos City berlangsung di apartemen yang sama tersebut pada Maret 2002. Menurut Umug, kepadanya Zulkifli sendiri memperlihatkan keahliannya merakit bom yang menurutnya diperoleh dari MILF di Kamp Abu Bakar.

Abdulbasit Usman, yang diidentifikasi oleh Umug sebagai rekan teras Zulkifli pada pemboman Fitmart, secara sukarela membuat pengakuan telah bertemu dengan seorang warga Indonesia "alias Badrudin/alias Jul", di Cotabato City pada Desember 2001. Menurut Usman, ia bertemu dua kali dengan Zulkifli dirumah yang disewa yang bersangkutan di Kimpo St., Bagua, Cotabato City, dimana, seperti halnya Umug, ia "sesungguhnya menyaksikan pembuatan [sebuah] bom rakitan" yang dilengkapi alat pengukur waktu.

Pada Februari 2002, Usman bertemu Zulkifli di General Santos City. Berdua mereka mengawasi mal pertokoan Kimball Plaza sebelum meletakkan alat penyebab kebakaran didalam gedung tersebut, yang kemudian terbakar pada dini hari berikutnya tanggal 19 Maret, yang mengakibatkan hancurnya sebagian kawasan bisnis kota tersebut.63 Pada tanggal 31 Maret, mal lainnya di General Santos City, yakni Koronadal Commercial Centre, juga terbakar. Kerugian yang ditimbulkan diperkirakan senilai puluhan juta dollar, dan ribuan orang kehilangan pekerjaan atau terpaksa direlokasikan.

63 "Partial Tactical Interrogation Report, Ahmad Akmad Usman y Batabol, alias Basit Usman", 22 Juli 2002.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 26 - - -

Dalam pengakuannya yang dibuat sehari setelah ia ditangkap pada Juli 2002, Abdulbasit Usman meremehkan arti dirinya, seraya mengatakan ia cuma "pemandu" bagi warga Indonesia dan seorang komandan peleton di MILF. Ia menyangkal terlibat dalam pemboman Fitmart dan menuding Zulkifli sebagai pelaku yang sesungguhnya.64

A. RUMAH AMAN DI GENERAL SANTOS CITY

Setibanya di General Santos City pada Februari 2002, Zulkifli menemani Abdulbasit Usman menuju alamat yang tampaknya menjadi rumah aman JI di Purok 39.2, Barangay Fatima,65 yang milik seorang Hadji Sarsi Malagat. Rumah yang sama juga disebut sebagai salah satu dari tiga rumah yang digunakan oleh warga Indonesia yang diduga merupakan teroris senior, "Abdul Sasamu" dan "Baem Samuya" pada September 2002, selain oleh orang lain yang terkait JI.66 Satu lagi adalah rumah seorang nelayan yang berasal dari Kepulauan Sangihe Talaud, Uskar Makawata, di Barangay Tambler, General Santos City; dan yang ketiga milik seorang Fernando Sala di Barangay Fatima. Makawata adalah pengurus dua kapal nelayan milik Sala yang bersandar di dermaga pada pantai desa, yang digunakan untuk perdagangan tukar barang antara General Santos City dan Indonesia, yang kerap dijadikan kedok untuk gerak-gerik JI.

Pada petang hari tanggal 14 September 2002, rumah Sala digerebeg, yang berujung dengan ditangkapnya 64 Akan tetapi dua hari kemudian, oleh petinggi polisi dan militer Filipina ia dihadirkan dalam sebuah konferensi pers di istana kepresidenan di Manila. Kemudian laporan Pers menggambarkannya sebagai pernah dilatih di Afghanistan dan Libya (dalam pengakuannya tanggal 22 Juli, ia mengaku pernah mengikuti latihan di Kamp Abu Bakar namun hanya untuk tiga bulan, dan pernah bekerja di Saudi Arabia di awal 1990an). Bahkan ia dibawa ke perhatian Kelompok Pengamat PBB sebagai orang yang secara pribadi terkait al-Qaeda. Lihat United Nations, Security Council, S/2002/1338, Annex II, Hal. 27. Oleh karena itu pelariannya yang mudah tiga bulan kemudian justru merupakan hal luar biasa. Pada tanggal 23 Oktober 2002, saat diizinkan berkeliaran tanpa pengawasan di halaman Kelompok Mobil Polisi propinsi di Alabel, Sarangani, tampaknya ia berjalan keluar begitu saja. Polisi setempat menjelaskan ia tidak dapat dibuikan karena belum didakwa ataupun termasuk dalam tuntutan kasus Fitmart. SunStar (General Santos City), 28 Oktober 2002. 65 Purok adalah lingkungan warga yang kecil didalam sebuah barangay (desa atau wilayah perkotaan). 66 "Initial Tactical Interrogation Report, Uskar Malo Makawata alias Kar", 15 September 2002.

Makawata, seseorang bernama Hassim Sumangkay, dan tiga warga Indonesia yang tidak memiliki dokumen.67 Nomor telepon seluler Makawata ditemukan tersimpan dalam kartu SIM milik Abdulbasit Usman, seperti juga nomor milik seorang "Badrudin/Bro", warga Kimpo, Bagua, Cotabato City, yang hampir pasti Zulkifli. Polisi Filipina menduga Makawata, yang lahir di General Santos City dengan ayah yang warga Indonesia dan ibu asal Maguindanao, memandu para teroris dari Indonesia menuju kontak mereka di MILF dan tempat-tempat perlindungan.68

Menurut sumber ICG, teroris Indonesia Abdul Sasamu, Baem Samuya dan Nasruddin Sulayan, yang seluruhnya diidentifikasi sebagai pelaku bom Fitmart, melarikan diri ketika dilakukan penggerebegan pada tanggal yang sama – mungkin pada penggerebegan yang sama. Tampaknya mereka pergi ke Indonesia untuk beberapa waktu sebelum dilaporkan kembali ke General Santos City pada tanggal 15 Oktober 2002, dengan ditemani warga Indonesia keempat, "Abu Narih", yang telah mereka jemput di Indonesia. Selanjutnya mereka menjadi bagian dari kisah bom Davao.

Kemungkinannya, Hadji Malagat yang disebut dalam laporan pemeriksaan Abdulbasit Usman maupun Uskar Makawata ada hubungannya dengan ketiga Malagat bersaudara yang ditahan pada 17 Januari 2002, dua hari setelah ditangkapnya Fathur Rahman al-Ghozi di Manila, karena menyembunyikan bahan peledak milik al-Ghozi.69 Menurut ketiga bersaudara tersebut, pada November

67 Warga Indonesia tersebut, yang merupakan saudara sepupu asal Kepulauan Sangir, mengaku dipekerjakan sebagai tukang kayu di rumah Sala pada Juli 2002. Tiga warga Indonesia lainnya tinggal di rumah itu selama hampir sepekan sebelum terjadi penggerebegan, dan baru pergi sepuluh hingga limabelas menit sebelumnya, menurut kedua saudara sepupu itu. Hal ini sesuai dengan keterangan sumber ICG kedua, yang mengidentifikasi ke tiga orang yang berhasil lolos itu sebagai teroris senior. 68 Makawata masih menjadi tahanan di Biro Imigrasi di Manila. Ia dilapor telah dilepaskan karena kurang bukti akan tetapi ditahan kembali ketika disebut oleh Suryadi Masud pernah menjadi tuan rumah bagi alias Marwan (Zulkifli bin Hir), yang diduga menjadi ketua Kumpulan Mujahidin Malaysia, selama berkunjung di Mindanao. Wawancara ICG, Davao City, Januari 2004. 69 Dalam Laporan Pemeriksaan Taktis tertanggal 17 Januari 2002, Malagat bersaudara, Muhaladin "Datu", Mohammad "Odtud", dan Almoktar "Amok", mengaku memiliki rumah keluarga di desa 39.2. Ini merupakan rumah utama Mohammad dan salah satu saudaranya, Amin, tetapi tidak disinggung tentang kemungkinan hubungan mereka dengan Hadji Sarsi.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 27 - - -

2001 mereka dihampiri oleh tiga warga Indonesia yang menginap di kota tetapi terganggu dengan orang-orang yang minum-minum disana, oleh karena itu mereka tengah mencari penginapan baru. Ke tiga orang tersebut adalah Abu Saad (al-Ghozi), Taupik (mungkin Taufiq Rifqi) dan seseorang bernama Hassan, dan mereka mengaku sebagai pengusaha dari Marori, sebuah pulau Indonesia tidak jauh dari Mindanao. Diantara mereka sendiri mereka berbicara dalam bahasa Indonesia, tetapi ketika berada di tempat umum berbicara dalam bahasa Tagalog. Malagat bersaudara kemudian setuju menyewakan rumah untuk mereka.70

Di antara Hari Natal dan Tahun Baru, menurut Muhaladin "Datu" Malagat, yang paling tua dari ketiga bersaudara tersebut, al-Ghozi, Taupik dan Hassan menurunkan beberapa peti dari truk, yang menurut pengakuannya adalah barang dagangan untuk dijual di Marori. Pada 17 Januari 2002 pagi hari, Taupik dan Hassan kembali tanpa al-Ghozi, yang baru saja ditahan. Mereka meminta bantuan Datu dan saudaranya Odtud untuk mengubur peti tersebut dihalaman rumah sewaan itu. Mereka kemudian memanggil saudara ketiga, Amok, dari SMU untuk membantu menggali lubang. Ketika kemudian disiang hari rumah tersebut digerebeg, warga Indonesia sudah hengkang, namun polisi berhasil menemukan barang terlarang yang dikubur – lebih dari satu ton bahan peledak, tali peledak, katup peledak, dan tujuhbelas pucuk senapan M-16 yang dikemas dengan lemak agar tidak berkarat akibat air laut.71

B. MEMBANGUN KEMBALI HUBUNGAN ABU SAYYAF

Antara awal 2001 dan penangkapan terhadap mereka masing-masing pada September dan Oktober 2003, Zulkifli dan Taufiq Rifqi memperkokoh hubungan baru antara JI dan Kelompok Abu Sayyaf. Upaya terdahulu oleh operator al-Qaeda Omar al-Faruq di 1994 untuk "meyakinkan ASG agar menyatukan dan mengkonsolidasi kekuatan bersama MILF" pernah 70 Berdasarkan Laporan Pemeriksaan Taktis, dan wawancara ICG dengan Datu dan Odtud Malagat, Penjara General Santos City, 15 Januari 2004. Kedua bersaudara tersebut ketika diperiksa menyangkal adanya kaitan organisasi, akan tetapi ketika diwawancara oleh ICG Datu mengaku "pernah" menjadi anggota MILF. 71 Dallas Morning News, 17 Maret 2002.

ditolak oleh pendiri Abu Sayyaf amir Abdurajak Janjalani, yang beranggapan MILF lebih memperhatikan uang ketimbang jihad.72 Akan tetapi seperti JI, kemampuan melakukan teror yang dimiliki Abu Sayyaf sebagian karena kamp pelatihan MILF, dan khususnya karena sebuah akademi yang tidak terkenal yang didanai al-Qaeda bernama Darul Imam Shafi'ie.73 Zulkifli tampaknya menganggap pemulihan ikatan pelatihan yang lalu, kali ini melalui Kamp Jabal Quba, sebagai bagian yang penting dari tugas JI di Filipina.

Darul Imam Shafi'ie didirikan dibawah International Islamic Relief Organisation antara 1988-1989, ketika masih dipimpin di Filipina oleh saudara ipar Osama Bin Laden, Muhammad Jamal Khalifa, dan diperkirakan telah menghasilkan tiga gelombang peserta latihan antara 1990 dan 1993.74 Pelajaran agama diberikan di kampus Marawi City dan latihan militer di Kamp Busrah milik MILF di Lanao del Sur. Setiap kelas berjumlah 50 siswa dan kurang lebih hampir sama terbagi antara siswa MILF dan Abu Sayyaf. Mungkin alumnus yang paling penting adalah Kadaffy Janjalani, yang tidak seperti kakak-kakaknya Abdurajak dan Hector, tidak pernah mengikuti latihan di luar negeri. Keahliannya dibidang peledakan, yang menjadi sumber utama kewenangannya selaku amir ASG setelah kematian Abdurajak di 1998, diperoleh di Kamp Busrah.75

Kadaffy Janjalani sudah lama menghendaki pengiriman personil untuk dilatih di Kamp Hudaibiyah akan tetapi MILF menolak gagasan tersebut. Namun pada awal 2001, ASG konon melakukan pendekatan terhadap Zulkifli selaku ketua Wakalah Hudaibiyah, guna memperoleh latihan dari JI. Zulkifli setuju menerima siswa dari Abu Sayyaf dengan imbalan orang-orangnya sendiri memperoleh 72 "Summary of Information: Umar Faruq", Badan Intelijen Nasional, Indonesia. Abdurajak Janjalani merupakan alumnus tahun 1989-1990 pada akademi militer Abdul Rasul Sayyaf di Afghanistan dan menamakan Kelompok Abu Sayyaf untuk menghargainya . 73 Nama tersebut merujuk kepada empat mashab hukum Islam Sunni, dan yang paling umum dipakai di Asia Tenggara. 74 Yang terakhir ini mungkin "kelas 1993" yang disebut komandan ASG Hamsiraji Sali pada serangkaian pemboman terhadap menara listrik diawal 2003, akan tetapi pelatihan disebutnya berlangsung di Kamp Abu Bakar, sedangkan kelompok berjumlah 90 peserta. Jurubicara MILF Eid Kabalu secara terbuka mengakui keberadaan kelas tersebut, yang ditangani seseorang bernama Benjie Gundang. Philippine Daily Inquirer, 1 Maret 2003, hal.1. 75 Kadaffy Janjalani adalah lulusan kelas 1992, dan karenanya mungkin menerima pelajaran tentang peledakan dari Wali Khan Amin Shah, anggota sel Manila dibawah Ramzi Yousef yang diduga pernah mengajar di Darul Imam Shafi'ie pada tahun itu.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 28 - - -

pengalaman praktis pada kamp-kamp ASG. Selanjutnya sedikitnya dua peserta latihan JI dikirim ke Basilan atau Jolo, sementara Zulkifli menerima peserta perorangan maupun kelompok-kelompok kecil dari Abu Sayyaf untuk mengikuti kursus pendek selama beberapa pekan atau bulan.76

Menyusul beberapa ledakan bom di Zamboanga City pada Oktober 2002, yang diduga diawasi oleh Janjalani,77 dimana diantara sebelas orang yang tewas termasuk seorang tentara AS, Zulkifli melakukan kunjungan di Zamboanga dari Desember sampai dengan Januari untuk mengadakan kontak dengan pemimpin ASG. Seorang operator JI bernama Zaki kemudian selama paruh awal 2003 tinggal di Zamboanga dan Basilan, berbaur dengan ASG dalam rangka mempersiapkan diri mengikuti program pelatihan bersama di Kamp Jabal Quba. Gelombang kedua kadet asal JI lulus dari akademi militer JI di Kamp Jabal Quba pada November 2002, dan selanjutnya pelantikan seorang perwira penghubung tambahan dari JI bernama Mustaqim dua bulan kemudian guna memberi dukungan kepada Usman mungkin mencerminkan kerjasama yang meningkat dengan ASG.

Pada Juli 2003, sekembalinya dari Basilan, di Cotabato City Zaki bertemu dengan seorang Abu Nadjan dari ASG (kemungkinannya rekan satu gelombang dengan Kadaffy Janjalani pada tahun 1992 di Kamp Busrah), yang bermaksud melakukan perjalanan ke Kamp Jabal Quba untuk mengikuti program pelatihan selama dua bulan. Tidak jelas apakah rencana tersebut terwujud, akan tetapi adanya tanda-tanda bangkitnya kemampuan Abu Sayyaf belum lama ini mungkin ada kaitannya dengan ikatan tersebut bersama pelaku jihad dari luar negeri, yang tidak terbatas pada pelatihan, sebagaimana kemudian diketahui ICG, tetapi berkelanjutan dengan penyelenggaraaan operasi bersama dengan kesertaan JI, ASG dan MILF. Serangan terhadap bandara internasional Davao dan pelabuhan feri, yang kasusnya masih belum terungkap dan merupakan hambatan utama bagi proses perdamaian, bisa jadi merupakan salah satu aksi operasi bersama tersebut.

76 Wawancara ICG, Juni 2004. 77 "Debriefing Report, Abdulmukim Ong Edris", Polisi Nasional Filipina.

VIII. BOM DAVAO

Serangan bom terhadap Bandara Internasional Davao pada 4 Maret 2003 dan terhadap pelabuhan Davao di Sasa pada 2 April 2003 masing-masing menewaskan 22 dan enambelas orang, sehingga merupakan serangan teroris yang dipastikan terburuk di Asia Tenggara sesudah Bali. Keduanya merupakan operasi JI, konon dengan keterlibatan MILF

Meski skala kejadian cukup besar serta kaitan MILF tersebut menjadi hambatan bagi rundingan perdamaian, perhatian dunia terhadap peristiwa-peristiwa pemboman tersebut tidak besar. Jauh berbeda dengan Bali, kasusnya belum berhasil dibawa ke pengadilan. Polisi Nasional Filipina (Philippine National Police / PNP) yang memimpin penyelidikan telah menahan dua kelompok tersangka dari MILF secara tersendiri, serta menuding 160 anggota lainnya, termasuk sebagian besar pucuk pimpinan MILF. PNP juga telah mengidentifikasi lima warga Indonesia yang diyakininya berkomplot dengan MILF dalam serangan tersebut.

Akan tetapi pihak intelijen militer Filipina memaparkan versi yang samasekali berbeda, yang menampilkan kelompok tersangka ketiga. Keterangan ini – yang tidak sesuai dengan berkas yang telah disusun oleh pihak jaksa terhadap lima orang tersangka yang ditahan PNP – menjadi dasar bagi tudingan terhadap kepemimpinan MILF. Komisi yang dibentuk Presiden Gloria Arroyo pada September 2003 dengan mandat menyusun laporan dalam jangka waktu 30 hari tentang tudingan keterlibatan militer dalam peristiwa pemboman tersebut – tudingan yang dibuat oleh oknum pemberontak militer pada Juli 2003 – baru menyerahkan hasil temuannya pada Maret 2004. Komisi tersebut tidak menemukan bukti keterlibatan militer, namun juga membebaskan MILF dari tuduhan terhadap mereka.

Kendati timbul kebingungan, baik PNP maupun pihak intelijen militer bersikeras bahwa MILF bertanggung jawab atas peledakan di Davao, dan setelah melakukan beberapa penyelidikan kembali, pihak jaksa menolak membatalkan tuduhan terhadap pemimpin MILF.78 Walikota Davao City Rodrigo 78 "MILF hasn't refuted CPO bomb charges", Mindanews, 3 April 2004.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 29 - - -

Duterte – yang sebelumnya bersikap lunak terhadap MILF – menuduhnya melakukan kerjasama dengan JI dan al-Qaeda untuk melancarkan serangan tersebut. Direktur bidang intelijen PNP Roberto Delfin yang mendukung tuduhan Duterte tersebut, secara terbuka mengidentifikasi kelima tersangka warga Indonesia: Nasruddin, Sulaiman, Zulkifli, Haji Akhmad dan Hamja (Hamzah). Menurut Delfin, Nasruddin juga terlibat peristiwa bom Bali dan oleh sumber ICG diidentifikasi sebagai ketua Mantiqi III Mustofa; Delfin menuding Sulaiman telah membantu al-Ghozi menyembunyikan bahan peledak di General Santos City. Menurut tuturan Delfin identitas tiga orang Indonesia lainnya yang menjadi tersangka tersebut belum jelas, begitu pula peranannya dalam serangan di Davao.79

Pihak intelijen militer Filipina juga menduga adanya keterlibatan warga Indonesia, namun dengan nama yang berbeda: Hadji Abdul Sasamu, Ustadz Baem Samuya, Nasruddin Sulayan[g], Abu Narih dan "alias Jul" – yang bersama tiga orang pertama diidentifikasi sebagai pelaku bom Fitmart, dan hampir dapat dipastikan adalah Zulkifli.80 Kendati pihak intelijen militer dapat merinci gerakan warga Indonesia tersebut serta hubungannya dengan MILF pada bulan-bulan menjelang peledakan di Davao, bagaimana persis peran yang dimainkannya tidak begitu jelas, sebagaimana halnya dengan versi yang disampaikan PNP. Menurut sumber ICG, Zulkifli lah yang memimpin strategi dalam kedua peristiwa tersebut.81 Tidak satupun tersangka warga Indonesia yang disebut oleh Delfin atau pihak intelijen militer termasuk dalam surat dakwaan yang diserahkan PNP ke pihak jaksa.

Sebaliknya, penyelidikan yang dipimpin PNP memusatkan perhatian terhadap anggota MILF yang diduga menjalankan serangan tersebut. Kelompok tersangka pertama, Terso dan Undungan Sudang, ditangkap sehari setelah kejadian bom di bandara Davao semata-mata atas dasar bukti tidak langsung. Pada 11 April 2003 menyusul peristiwa pemboman di dermaga Sasa, tuduhan terhadap dua bersaudara Sudang dibatalkan tetapi sempat memperdalam sikap sinis dari banyak pengamat setempat, yang

79 Lihat "PNP hunts Indons linked to Davao blasts", Today, 8 April 2003, dan "Suspected key planner of Davao wharf bombing nabbed", Philippine Star, 8 April 2003. 80 Dokumen intelijen militer Filipina rahasia, Maret 2003, yang berhasil diperoleh ICG. 81 Wawancara ICG, Juni 2004.

kini sama sekali menolak pemikiran bahwa MILF terlibat peristiwa peledakan.82

Lima tersangka baru ditangkap di Cotabato City pada 8 April 2003: Esmael Akmad, Tohami Bagundang, Esmael Mamalangkas, Idar dan Jimmy Balulao, yang masih ditahan hingga saat ini. Setelah ditahan dua hari, Balulao memberi pengakuan telah meletakkan bom di bandara, dan Bagundang mengakui keterlibatannya dalam operasi di bandara dan dermaga. Tampaknya kasus yang disusun jaksa terpusat pada pengakuan tersebut, akan tetapi banyak keterangan didalam kedua dokumen tersebut tidak sesuai, selain itu tidak melibatkan petinggi MILF.83 Sebaliknya tuduhan terhadap pimpinan MILF didasarkan atas keterangan yang samasekali terpisah, yang tidak melibatkan kelima tersangka yang ditahan itu.

Keterangan alternatif tersebut yang disusun pihak intelijen militer, menunjukkan bahwa kedua kejadian bom di Davao dilakukan oleh operator dari Brigade 212 MILF, dan mereka diidentifikasi sebagai Guindatu Mamintal Dulang, alias Komandan Bimbo, yang komandan brigade; Nasruddin Ibrahim, perwira yang mengkomandoi Kelompok Operasi Khusus 212, dan keponakan dari Al-Haj Murad; Dongdong Pidtukasan, Rex Mohir, Mori Ali Usman dan Tong Abbas, yang semuanya terlibat dalam peristiwa peledakan ganda tanggal 3 Mei 2000 di General Santos City; dan seorang pria lainnya, yang merupakan anggota tim yang paling berpengalaman, yang meletakkan bom di gedung ruang tunggu di bandara. Tiga orang lain yang belum diketahui identitasnya menuju Tagum untuk menjalankan serangan untuk mengalihkan perhatian (meledak satu jam setelah bom bandara dan menewaskan satu orang). Tong Abbas, Rex Mohir dan pelaku bom bandara juga menjalankan serangan bom di dermaga. Menurut keterangan ini, Bimbo

82 Terso dan Undungan merupakan ayah dan paman dari Montaser Sudang, korban ledakan di bandara yang pada awalnya diduga sebagai pelaku bom bunih diri berdasarkan keanggotaannya dalam MILF. Sikap sinis masyarakat bertambah dengan pembersihan secara dini dari tempat kejadian perkara di bandara, yang menghambat penyidikan forensik. 83 "Sworn Statement of Jimmy Balulao", 9 April 2003, dan "Sworn Statement of Tohami Bagundang", 9 April 2003. Penangkapan terhadap Akmad dan Bagundang dilakukan berdasarkan sketsa yang dibuat dari keterangan saks; Bagundang kemudian melibatkan Mamalangkas, Idar dan Balulao. Noor Mohammad Umug, rekan Zulkifli di Abu Sayyaf, mengidentifikasi Akmad sebagai komandan MILF commander dan Idar sebagai keponakannya; Balulao adalah ipar Idar.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 30 - - -

menerima perintahnya langsung dari wakil ketua urusan militer pada saat itu Al-Haj Murad pada 12 Februari 2003; banyak lagi perwira MILF yang terlibat dalam perencanaan serangan bom.84

Sementara itu, pihak intelijen militer menemukan jejak anggota JI yang diduga pelaku bom Fitmart, yakni Sasamu, Samuya dan Sulayang pada pertengahan Oktober 2002, satu bulan setelah mereka nyaris tertangkap ketika rumah aman Fernando Sala digerebeg.85 Setelah mengadakan kontak dengan komandan lapangan Brigade 205 Manawe Ibrahim di Kamp Khalid Ibn al-Walid, di propinsi Sarangani, warga Indonesia tersebut yang kini bergabung bersama Abu Narih dilaporkan menetap disana selama empat bulan, dengan hanya keluar untuk bertemu dengan rekan mereka dari MILF di kota Cotabato dan General Santos.

Zulkifli tampaknya kembali ke General Santos City dari Indonesia pada pertengahan Desember 2002,86 bergabung dengan warga Indonesia lainnya di Kamp Khalid, sampai akhir bulan ketika ia mendampingi Sulayang menuju Cotabato City untuk menemui seorang warga Afghanistan yang sedang berkunjung. Menurut Taufiq Rifqi, Zulkifli mungkin terus ke Zamboanga, dimana ia tinggal untuk beberapa waktu pada Januari 2003, dengan mengadakan kontak bersama Kadaffy Janjalani dari ASG.87

Menyusul pertemuan Staf Umum MILF disekitar daerah Buliok pada 1-16 Januari 2003, ketua operasi Achmad Pasigan konon bertemu dengan warga Indonesia yang tersisa di Kamp Khalid. Selagi mendung perang mulai menyelimutu Buliok pada awal Februari 2003, pertemuan-pertemuan konon diselenggarakan di Cotabato City yang dihadiri wakil kepala staf MILF ketika itu, Sammy Gambar, Achmad Pasigan, Samir Hashim, Manawe Ibrahim, dan lima warga Indonesia yang dipimpin Sasamu dan Samuya. Agenda pertemuan didominasi perlunya 84 Dokumen rahasia intelijen militer Filipina, Maret 2003, yang diperoleh ICG. Bimbo ditangkap pada Oktober 2003 selaku tersangka dalam kasus pemboman tahun 2000 di General Santos City, dimana ia tengah ditahan, akan tetapi para jaksa tampaknya tidak mengenakan dakwaan berkaitan dengan persitiwa Davao terhadapnya. 85 Lihat bagian VII diatas. 86 Tidak jelas berapa lama Zulkifli pergi, namun konon ia berada di Malaysia dari akhir April 2002 (mungkin menyusul bom Fitmart) hingga 20 Mei 2002, ketika ia kembali melalui Cotabato City. Wawancara ICG, Davao City, Januari 2004. 87 "Debriefing Report, Taufiq Rifqi alias Amy Erza", 13 November 2003.

menanggapi serangan yang dilancarkan pemerintah pada 11 Februari, serta kemungkinan melakukan serangan bom – yang akan “diawasi” oleh warga Indonesia tersebut namun dilaksanakan oleh SOG -- konon dibahas sebelum Sasamu dan Samuya kembali ke Kamp Khalid.88

Zulkifli satu-satunya warga Indonesia yang disebut-sebut oleh PNP maupun pihak intelijen militer berkaitan dengan peristiwa bom di Davao, akan tetapi identitasnya tidak dijelaskan, selain itu ia tidak didakwa dan belum dikeluarkan surat penangkapan terhadapnya. Keterangan dari berbagai sumber independen meyakini ICG bahwa Zulkifli – pelaku bom dan pembakaran di toko Fitmart yang lulusan Ngruki dan mantan ketua Wakalah Hudaibiyah, dan yang ditahan oleh pihak berwajib di Malaysia sejak September 2003 – memang benar pelaku utama dalam komplotan serangan bom di Davao. Kemungkinannya, serangan tersebut dilaksanakan dibawah pengawasannya dengan bantuan dari mitranya di MILF dan Abu Sayyaf, mungkin dengan menggunakan bahan dari MILF dan pelaku di lapangan dari Abu Sayyaf.89 Namun belum jelas siapa di hirarki MILF yang menyetujui serangan tersebut.90 Proses pengadilan yang transparan terhadap Zulkifli diperlukan untyuk mengungkapkan seberapa jauh, dan sifat sesungguhnya, kerjasama JI – MILF tersebut.

88 Dokumen rahasia intelijen militer Filipina, Maret 2003, yang diperoleh ICG. 89 Menurut sebuah sumber kepada ICG, ASG menghasilkan pelaku di lapangan yang lebih baik ketimbang MILF karena umunya menguasai lebih banyak bahasa. Operator MILF cukup memadai sepanjang beroperasi di Maguindanao atau Lanao . Wawancara ICG, Juni 2004. 90 Wawancara ICG, Juni 2004.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 31 - - -

IX. KERJASAMA BERJALAN MILF DENGAN KELOMPOK JIHAD

Pada 20 Juni 2003 setelah mengalami tekanan intensif dari pemerintah, Salamat Hashim mengeluarkan pernyataan tiga ayat yang isinya menolak penggunaan teror. Dalam pernyataan tersebut, menurutnya "MILF selaku organisasi pembebasan telah berulang kali secara terbuka menolak penggunaan terorisme untuk mencapai tujuan politik".91 Penolakan yang dinyatakan berulang kali hingga saat itu terhadap setiap keterlibatan dalam kegiatan teror mungkin bukannya kebohongan yang disengaja melainkan keengganan mengakui bahwa tindakan yang dilakukan MILF patut dicap "terorisme".

Akan tetapi tudingan mengenai kerjasama JI-MILF tetap berlanjut. Pada April 2004, seorang anggota MILF bernama Sammy Abdulgani yang mengaku bergabung dengan JI, ditahan karena diduga merencanakan pemboman terhadap beberapa pelabuhan di Mindanao. Menurut beberapa laporan pers ia mengaku terlibat peristiwa bom di bandara Cotabato pada Februari 2003 dan di terminal bis di Parang, Maguindanao pada April 2003.92 Abdulgani yang ditangkap bersama tiga warga Filipina yang konon juga anggota JI, mengaku mereka semua termasuk dalam sel beranggotakan enam orang yang menerima perintah dari seorang warga Indonesia bernama Usman, yang dilaporkan menggantikan Zulkifli setelah yang disebut belakangan tersebut ditangkap.93

Pengakuan Abdulgani perlu dicermati lebih lanjut, karena sebuah sumber yang mengenal operasi JI di Mindanao menyampaikan kepada ICG bahwa tidak seorangpun warga Filipina (bahkan juga warga Thailand) pernah menjadi anggota JI, kendati jelas sudah mengenai adanya operasi bersama dengan warga Filipina. Namun demikian beberapa anggota JI pada akhirnya bekerjasama begitu erat dengan MILF sehingga dianggap anggota, dan mungkin

91 Carolyn O. Arguillas, "Salamat issues policy statement rejecting teror; Ermita welcomes move", Mindanews, 22 Juni 2003. 92 Edith Regalado, "JI Suspect Says Indon JI Teror Group Linked With MILF", The Philippine Star, 27April 2004. 93 Ibid.

juga hal yang sama sebaliknya terjadi dengan anggota MILF dan JI.94

ICG memperoleh keterangan dari beberapa sumber di Indonesia bahwa sejak awal 2004, warga Indonesia masih dikirim menuju kamp-kamp MILF dan Abu Sayyaf untuk mengikuti latihan dalam kelompok-kelompok kecil. Tampaknya beberapa diantara mereka merupakan anggota JI, akan tetapi ada juga anggota dari fraksi-fraksi Darul Islam, kelompok yang berbasis di Sulawesi, dan setidaknya satu kelompok kecil yang berbasis di Jakarta.

94 Al-Ghozi termasuk didalamnya; seorang lagi adalah Mustafa alias Usama yang berasal dari Jawa yang datang di Filipina sekitar tahun 1996 serta menikah dengan warga Filipina. Wawancara ICG, Juni 2004.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 32 - - -

X. KESIMPULAN

Tidak disangsikan bahwa MILF selaku organisasi memiliki hubungan kerjasama yang erat dengan pimpinan Jemaah Islamiyah yang sudah ada sebelum mencuatnya JI secara resmi pada tahun 1993. Hubungan tersebut sifatnya sangat pragmatis yang lebih berdasarkan kepentingan bersama ketimbang kepercayaan dan tujuan yang sama. Hubungan itu dibina didalam kamp pelatihan mujahidin dan diperkokoh dengan didirikannya kamp dihalaman Kamp Abubakar milik MILF pada tahun 1994. Hubungan tersebut pun direstui di tingkat puncak MILF, yaitu oleh Salamat Hashim sendiri.

Setelah tahun 2000 ketika Kamp Abu Bakar diserbu tentara Filipina, keadaan menjadi lebih lentur. Operator JI di Mindanao memilih bekerjasama dengan MILF maupun Kelompok Abu Sayyaf, terkadang dengan mengadu domba antara yang satu dengan yang lainnya. Meningkatnya secara tajam jumlah maupun kepiawaian serangan bom di Filipina sejak tahun 2000 bisa jadi mencerminkan sikap yang lebih agresif dipihak pimpinan JI di Mindanao dibawah Zulkifli, yang membentuk jaringan luas terdiri dari pelaku lapangan asal lokal. Gambaran tersebut dibuat lebih rumit dengan kenyataan bahwa baik MILF maupun Abu Sayyaf telah menjalin hubungan dengan kelompok asal Indonesia selain JI, karenanya ketimbang satu pusat pelatihan yang besar, tampaknya saat ini ada beberapa tempat latihan yang lebih kecil. Bahkan “pelatihan” bisa berupa satu orang Filipina yang melatih satu orang Indonesia, atau sebaliknya.

Ada tiga pertanyaan yang penting untuk mengevaluasi hubungan MILF dengan organisasi teroris saat ini, dan dengan demikian pula prospek bagi keberhasilan setiap kesepakatan perdamaian antara MILF dengan pemerintah Filipina.

Apakah persetujuan menyelenggarakan pelatihan dari pihak pimpinan MILF termasuk menyetujui tindakan bom ataupun serangan lainnya yang dengan sengaja menjadikan warga sipil sebagai sasarannnya? Pada beberapa kasus, ya. Kendati MILF menyangkal kaitan apapun dengan Mukhlis Yunos yang bekerjasama dengan al-Ghozi pada aksi bom Hari Rizal, pernyataan tersebut terdengar sumbang. Tidak tercatat adanya pernyataan dari pimpinan MILF yang mengutuk serangan terhadap

dutabesar Filipina di Jakarta beberapa bulan sebelumnya. Aksi bom pasca Buliok, sebagaimana telah dicatat, tampaknya setidaknya memperoleh persetujuan tersirat dari pimpinan puncak MILF.

Adakah indikasi bahwa kerjasama MILF dengan JI atau kelompok jihad lainnya tetap dilanjutkan setelah pernyataan Salamat Hashim pada Juni 2003 yang isinya menolak tindakan terorisme? Ya, jelas sekali. Pengakuan Abdulgani menunjuk adanya hubungan yang tengah berjalan, selain itu ada konfirmasi dari sumber ICG sendiri bahwa pelatihan, dan mungkin juga perencanan aksi teroris, masih tetap berlanjut.

Apakah hubungan yang tengah berjalan tersebut direstui kepemimpinan di masa pasca Hashim? Inilah pertanyaan yang paling penting, dan jawabannya belum menunjukkan kejelasan. Struktur MILF yang longgar dan di desentralisasi memungkinkan pimpinan politik didalamnya menafikkan pengetahuan tentang setiap kegiatan, termasuk program pelatihan tindak teror, yang diselenggarakan oleh komandan setempat secara perorangan – yang kerap disebut “komando yang hilang”. Ada tiga kemungkinan tentang kesungguhan pernyataan tersebut, yang semuanya tidak memberikan petunjuk yang menggembirakan untuk mencapai perdamaian abadi. Pertama, pimpinan puncak MILF yang tengah melakukan negosiasi dengan pemerintah Filipina benar tidak tahu menahu tentang kesepakatan yang terjalin pada tingkat lokal dengan kelompok jihad dari Indonesia maupun tempat lain. Jika mereka tidak dapat mengendalikan pimpinan lokal, maka kemampuan organisasi tersebut untuk mematuhi setiap kesepakatan disangsikan. Kedua, mereka tidak mengetahui keberadaan program semacam itu, tetapi mereka pun tidak mencari tahu, dengan menganut sikap “jangan bertanya, jangan bertutur”. Kemungkinan ketiga, bahwa setidaknya beberapa petinggi MILF bukan hanya mengetahui keberadaan program tersebut, bahkan menganggapnya sebagai elemen penting dalam strategi mempertahankan kapasitas militer dan solidaritas dengan kelompok jihad internasional bersamaan dengan negosiasi yang tengah dijalankan.

Belum jelas apakah pemimpin MILF yang baru, Al-Haj Murad, memiliki kewenangan ataupun keinginan untuk menutup kamp-kamp dimaksud dan membatasi ikatan organisasi tersebut dengan JI dan organisasi serupa. Agar kesepakatan

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 33 - - -

perdamaian dapat berjalan, pemerintah Filipina perlu memastikan bahwa pimpinan MILF setidaknya memiliki komitmen untuk mengakhiri setiap pelatihan keterampilan militer terhadap pasukan atau perorangan asing dan untuk menjatuhkan sanksi terhadap setiap anggota yang ditemukan telah melakukan latihan atau terlibat komplotan melakukan tindak kekerasan terhadap warga sipil. Perlu ditarik garis yang tegas antara mereka yang menjalankan upaya proses perdamaian dan hirarki MILF, dengan mereka yang berada diluar proses tersebut serta mungkin tidak lagi berkomunikasi dengan hirarki. Adanya anggota MILF “paruh waktu”, peralihan menuju “komando markas” sejak tahun 2000, serta kematian Salamat Hashim kesemuanya meniadakan kemungkinan tersebut. Tiang sentral proses perdamaian seyogyanga terdiri dari formalisasi dan regulasi secara bertahap terhadap sayap militer MILF, sebagai awal integrasi kedalam angkatan bersenjata dari sebuah daerah dengan otonomi yang lebih sempurna.

Pemerintah Arroyo dapat menunjukkan itikad baiknya dengan memperhatikan kepentingan serupa dari MILF sehubungan dengan pertanggungan jawaban. Dewan negosiasi pemerintah perlu memiliki kesinambungan serta status diplomatik.95 Dalam rangka persiapan melanjutkan pembicaraan resmi di Kuala Lumpur, perlu dibentuk dewan perdamaian tetap yang bekerja penuh waktu serta dilengkapi dengan staf yang memadai untuk berhubungan dan membina konsensus dengan stakeholder utama pada Konggres Filipina, pihak militer dan polisi, serta politisi setempat dan kelompok masyarakat madani. Hal ini supaya proses perdamaian memiliki daya tahan dan membangun dasar bagi implementasi yang berkelanjutan terhadap setiap kesepakatan yang mungkin tercapai.

Dalam jangka pendek, yang penting adalah mencegah meletusnya konflik seperti yang terjadi pada tahun 2000 dan 2003. Yang paling besar kemungkinannya menjadi pemicu adalah timbulnya kembali tuduhan mengenai kaitan dengan terorisme, ataupun bahkan keberadaan kaitannya dengan terorismenya sendiri. Guna memperkecil bahaya 95 Keluhan utama MILF dalam menjalankan negosiasi adalah kecepatan pergantian lawan bicara mereka dari GRP. Sejak Mei 2003 sudah ada tiga ketua GRP yang pernah memimpin, yakni Jesus Dureza, Eduardo Ermita dan Silvestre Afable. Tim pendukung senantiasa silih berganti ketika anggota dewan mengundurkan diri untuk mengurus prioritas lain.

tersebut ketika perundingan berlanjut, pemerintah dan MILF harus segera melengkapi dan merealisasikan komunike bersama yang dicetuskan pada tanggal 6 Mei 2002 (Lampiran D). Untuk itu kepada MILF pemerintah perlu menyampaikan daftar orang yang diduga melakukan tindakan kriminal yang mencari suaka di “wilayah” MILF. Juga diperlukan sebuah Ad Hoc Joint Action Group yang melakukan kerjasama untuk menahan para tersangka. Komunike tersebut hendaknya diperkuat agar secara tersurat memperhatikan para tersangka tindak kriminal yang berasal dari luar negeri dan hal ini harus segera ditindak lanjuti.

Namun demikian, mungkin langkah yang terpenting yang dapat diambil Manila dalam rangka membangun perdamaian yang abadi adalah menjamin penawaran sebuah paket otonomi yang layak kepada MILF. Apabila tercapai kesepakatan perdamaian, maka kemampuan Murad untuk mengikutsertakan dan menyelaraskan para komandannya akan sangat tergantung pada persepsi mereka bahwa tidak akan terulang kegagalan kesepakatan Jakarta tahun 1996 dengan MNLF. Otonomi yang sungguh-sungguh dan terlaksana penuh bagi kaum Muslim di Filipina merupakan syarat mutlak guna mencapai kemenangan jangka panjang dalam perang terhadap teror di Mindanao.

Singapore/Brussels, 13 Juli 2004

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 34 - - -

LAMPIRAN A

PETA FILIPINA

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 35 - - -

Peta berdasarkan versi asli pada ‘Mindanao on the Mend’, terbitan bersama Anvil Publishing dan Southern Philippines Center for Arts and Ecology (SPACE).

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 36 - - -

LAMPIRAN B

KRONOLOGI PERISTIWA BOM DAN PERKEMBANGAN TERKAIT DI FILIPINA

2000

1. M/V Our Lady of Mediatrix, Ozamis City, 25 Februari. 39 korban tewas.

27 April: “Perang besar-besaran” dilancarkan terhadap MILF.

2. General Santos City, 3 Mei. Empat bom, tiga korban tewas.

3. SM Megamall, Manila, 21 Mei. Satu korban tewas.

4. General Santos City, 24 Juni. Enam bom, dua korban tewas.

9 Juli: Kamp Abu Bakar Jatuh.

5. Rumah Tinggal Duta Besar Filipina, Jakarta, 1 Agustus. Dua korban tewas.

6. Serangan Hari Rizal, Manila, 30 Desember. Lima bom, 22 korban tewas.

2001

7. Terminal bis di Pagadian, 4 September. Tiga korban tewas.

8. Zamboanga City, 28 Oktober. Lima korban tewas.

2002

15 Januari: Al-Ghozi tertangkap di Manila.

17 Januari: Serangan terhadap kompleks Malagat, General Santos City, berhasil mengungkapkan keberadaan satu ton bahan peledak, katup peledak, tali peledak, tujuhbelas armalites.

9. Fitmart Store, Tacurong , 4 Maret. Dua korban luka-luka.

19 Maret: pembakaran Kimball Plaza, General Santos City.

31 Maret: pembakaran Koranadal Commercial Centre, General Santos City.

10. Fitmart Store, General Santos City, 21 April. Limabelas korban tewas.

11. Malagutay, Zamboanga City, 2 Oktober. Tiga korban tewas termasuk seorang tentara AS.

12. Terminal bis Kidapawan, 10 Oktober. Sembilan korban tewas.

13. Shop-O-Rama dan Shoppers' Plaza, Zamboanga City, 2 bom, 17 Oktober. Tujuh korban tewas.

14. Balintawak, Quezon City, bom didalam bis, 18 Oktober. Dua korban tewas.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 37 - - -

15. Fort Pilar Shrine, Zamboanga City, 20 Oktober. Satu orang tewas.

16. Datu Piang, 24 Desember. Delapan belas korban tewas termasuk walikota Saudi Ampatuan.

17. Tacurong, 31 Desember. Sembilan korban tewas.

2003

18. Kidapawan, 28 Januari. Satu korban tewas.

11 Februari 2003: Serangan tentara Filipina terhadap Buliok dimulai.

19. Pasar umum Kabacan, 20 Februari. Satu korban tewas.

20. Bandara udara Cotabato City, 20 Februari. Satu korban tewas.

21. Bandara udara Davao City, 4 Maret. 22 korban tewas.

22. Tagum, 4 Maret. Satu orang tewas.

23. Tacurong, 7 Maret. Pelaku bom tewas.

24. Dermaga Sasa, Davao City, 2 April. Enambelas korban tewas.

25. Terminal bis Parang, 5 April. Sembilan korban luka-luka.

26. Koronadal, 10 Mei. Sembilan orang tewas.

17 Mei: Presiden Filipina Gloria Arroyo mengunjungi Washington, D.C.

25 Mei: Mukhlis Yunos tertangkap, Cagayan de Oro City.

27. Koronadal, 10 Juli. Tiga korban tewas.

13 Juli: Salamat Hashim wafat.

14 Juli: Al-Ghoz melarikan diri.

September: Tertangkapnya Zulkifli alias Jul, Sabah, Malaysia.

2 Oktober: Tertangkapnya Taufiq Rifqi, Cotabato City.

12 Oktober: Kematian Al-Ghozi, Pigkawayan, Cotabato.

19 Oktober: Kunjungan Presiden AS George W. Bush ke Manila.

2004

28. Parang, 3 Januari. Lima hingga 22 korban tewas (berbagai laporan berbeda).

29. (Belum ada konfirmasi apakah kebakaran akibat serangan atau kecelakaan) Superferry Fourteen, Manila Bay, 27 Februari. Kurang lebih 100 korban tewas.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 38 - - -

LAMPIRAN C

PROSES PERDAMAIN GRP-MILF

PEMERINTAHAN MARCOS (Desember 1965-Februari 1986)

23 Desember 1976 Perjanjian Tripoli dengan MNLF

Menetapkan wilayah otonomi yang mencakup tigabelas propinsi di Filipina selatan. Pembicaraan macet akibat permasalahan plebisit untuk menentukan cakupan territorial.

Februari 1979: Pertemuan di Istana Malacanang dengan wakil MILF Abukhalil Yahya, Omar Pasigan, Zacaria Candao. Tidak ada kemajuan lagi.

PEMERINTAHAN AQUINO (Februari 1986-Juni 1992)

3 Januari 1987 Kesepakatan Jeddah dengan MNLF

Membangkit kembali perjanjian 1976, berujung dengan Daerah Otonomi di Mindanao Muslim (Autonomous Region in Muslim Mindanao / ARMM) meliputi empat propinsi yang disepakati dalam plebisit November 1989.

13 Januari 1987: Serangan MILF menanggapi Kesepakatan Jeddah.

16 Januari 1987: Al-Haj Murad bertemu dengan wakil GRP Aquilino Pimentel.

17 Januari 1987: Perjanjian gencatan senjata mengakhiri serangan MILF.

18 Januari 1987: Presiden Corazon Aquino bertemu dengan Murad di Cotabato City.

Tidak ada kemajuan lebih lanjut.

PEMERINTAHAN RAMOS (Juni 1992-Juni 1998)

24 November 1992: Utusan GRP Haydee Yorac bertemu dengan Murad dekat Kamp Abu Bakar.

Desember 1992: MILF membentuk dewan perdamaian, menetapkan butir-butir pembicaraan.

Juli 1993: Salamat Hashim mengumumkan akan menantikan hasil pembicaraan MNLF.

Tidak ada kemajuan hingga 1996.

PERJANIAN TINGKAT LOKAL

3 September 1994: Memorandum Kesepakatan Murad-Rosario Diaz, berkaitan dengan perselisihan sehubungan proyek irigasi Malitubog-Maridagao ("MalMar") di Carmen, Cotabato. Pasukan MILF menuntut peran keamanan didaerah itu.

29 Januari 1995: Kesepakatan MalMar.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 39 - - -

18 April 1996 Memorandum Kesepahaman MILF-AFP (Narciso Ramos Highway).

2 September 1996 Kesepakatan Jakarta dengan MNLF

Sasarannya pelaksanaan "final" dari Perjanjian Tripoli di empatbelas propinsi melalui proses dua tahap. Nur Misuari menjadi gubernur ARMM ditengah janji-janji bantuan pembangunan, namun digulingkan pada 2001, dan kembali bertempur, dia ditahan sejak November 2001. Plebisit memperluas ARMM meliputi lima propinsi pada 2001, ditunjang dengan bantuan dari United Nations Multi-Donor Trust Fund.

3 Agustus 1996: Pertemuan pertama antara sekretaris eksekutif GRP Ruben Torres dan wakil ketua MILF Ghazali Jafaar, Davao City.

10 September 1996: Pembentukan Komite Teknis GRP dan MILF (masing-masing sebelas anggota) dan dewan perdamaian, di Cagayan de Oro. Selanjutnya komite teknis diperluas menjadi duabelas anggota dan dikelompokkan menjadi Sub komite Penghentian Permusuhan, dan Penetapan Agenda

25 Oktober 1996: General Fortunato Abat, ketua dewan GRP melantik anggota komite.

7 Januari 1997: Jafaar melantik anggota MILF; pertemuan Komite Teknis di Simuay, markas dewan MILF dekat Cotabato City: pembukaan resmi perundingan tingkat bawah.

16-22 Januari 1997: Pertempuran di Buldon, Maguindanao (Kamp Abu Bakar).

27 Januari 1997: "Interim Cessation of Hostilities in Buldon" (Penghentian Sementara Permusuhan di Buldon). Ditandatangani di Simuay.

26 Februari 1997: "Administrative Procedures in the Conduct of GRP-MILF Technical Committee Meetings". (Tata Tertib Administrasi dalam Penyelenggaraan Pertemuan Komite Teknis GRP-MILF). Pembentukan sub komite, sekretariat (masing-masing enam anggota), petugas penghubung (masing-masing satu), jurubicara (masing-masing tiga), format rapat, keamanan, kerahasiaan. Ditandatangani di Simuay.

25 Maret 1997: "Composition of the Interim Ceasefire Monitoring Committee and Assigned Tasks and Functions” (Komposisi Komite Sementara Pemantauan Gencatan Senjata). Pembentukan Komite Sementara Pemantauan Gencatan Senjata (ICMC) dengan delapan anggota dari masyarakat madani. Ditandatangani di Simuay.

16 Juni 1997: Serangan TENTARA FILIPINA di Rajahmuda

18 Juli 1997: "Agreement for General Cessation of Hostilities" (Perjanjian Penghentian Umum Permusuhan). Ditandatangani di Cagayan de Oro.

4 September 1997: "Agreement by the GRP and MILF" (Kesepakatan antara GRP dan MILF). Ditandatangani di Cotabato. GRP harus mundur dari Rajahmuda dalam waktu limabelas hari; pengungsi dihimbau untuk kembali; Penegakan hukum setempat dengan koordinasi bersama “penghubung khusus” dari MILF.

12 September 1997: "Implementing Administrative Guidelines of the GRP-MILF Agreement on the General Cessation of Hostilities" (Pelaksanaan Pedoman Administrasi Kesepakatan Penghentian Umum Permusuhan). Ditandatangani di Cotabato. Pembentukan Komite Koordinasi Penghentian Permusuhan (CCCH), masing masing enam anggota; Sekretariat bersama CCCH, masing-masing tiga anggota, berbasis di Cotabato; CCCH bertemu setiap bulan; Komite Penemuan Fakta (Independent Fact Finding Committee / IFFC) menggantikan ICMC; CCCH akan melakukan verifikasi terhadap lokasi dan posisi kamp MILF; sosialisasi tuntas kesepakatan kepada seluruh satuan.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 40 - - -

14 November 1997: "Implementing Operational Guidelines of the GRP-MILF Agreement on the General Cessation of Hostilities" (Pelaksanaan Pedoman Operasional Kesepakatan GRP-MILF tentang Penghentian Umum Permusuhan). Ditandatangani di Marawi. Menetapkan ketentuan dasar; MILF agar tidak bergerak "diluar wilayah yang telah ditentukan" tanpa kliring; pengawal keamanan bersenjata agar mendampingi CCCH; "memberi suaka kepada unsur kriminal atau tanpa mengenal hukum" ditetapkan sebagai "tindakan provokasi terlarang".

6 Februari 1998: "Agreement to Sustain the Quest for Peace" (Kesepakatan Melanjutkan Upaya Perdamaian). Ditandatangani di Marawi. GRP agar mundur lima kilometer dari sungai Baganan, Buldon; menyelesaikan permasalahan kunci setempat dan menghentikan kegiatan penebangan kayu Cotabato Timber Company; mengoperasikan kantor Pemantauan CCCH Monitoring di Cotabato, dan kantor cabang di Marawi dan tempat lain; memperluas IFFC; dan pembentukan Tim Gerak Cepat (Quick Response Team / QRT).

11 Maret 1998: "Agreement Creating a Quick Response Team" (Kesepakatan Pembentukan Tim Gerak Cepat). Ditandatangani di Sultan Kudarat, Maguindanao. QRT terdiri dari tiga ketua dari masyarakat madani, dan tiga anggota tetap, dan tiga anggota pengganti masing-masing dari GRP dan MILF.

PEMERINTAHAN ESTRADA (Juni 1998-Januari 2001)

27 Agustus 1998 "General Framework of Agreement of Intent between the GRP and the MILF" (Kerangka Umum Kesepakatan Maksud antara GRP dan MILF). Ditandatangani di Simuay.

17-18 September 1998: Pertemuan pleno Komite Teknis; MILF serahkan daftar tigabelas kamp besar dan 33 kamp kecil sesuai kesepakatan 12 September 1997.

16 Oktober 1998: "A Resolution Creating a Joint Monitoring Contingent to Oversee the Peace Situation in Upper Minabay, Buldon, Maguindanao" (Ketetapan Pembentukan Kontingen Pemantauan Bersama untuk Pengawasan Keadaan Perdamaian di Minabay Atas, Buldon, Maguindanao). Ditandatangani di Simuay.

24 Oktober 1998: "A Resolution for the Immediate Cessation of Hostilities at Datu Piang, Shariff Aguak and Talayan, Maguindanao" (Ketetapan Penghentian Segera Permusuhan di Datu Piang, Shariff Aguak dan Talayan, Maguindanao). Ditandatangani di Cotabato City.

10 Februari 1999: "First Joint Acknowledgement" (Pengakuan Bersama Pertama). Ditandatangani di Sultan Kudarat. Pengakuan terhadap Kamp-kamp Abu Bakar dan Busrah sesuai penghentian permusuhan selama perundingan perdamaian, penugasan CCCH menjadwalkan penentuan perbatasan kamp untuk pertemuan berikut.

10 Februari 1999: "Agreement to Reaffirm the Pursuit of Peace" (Kesepakatan Penegasan Kembali Upaya Perdamaian). Ditandatangani di Sultan Kudarat. Pengaktifan CCCH, Penentuan perbatasan kamp untuk dimulai dalam waktu tujuh hari.

17 Februari 1999: "Joint CCCH Statement" (Pernyataan Bersama CCCH). Ditandatangani di Cotabato City. Prioritas untuk Kamp-kamp Omar, Badr, Bilal, Rajahmuda, dan Darapanan untuk verifikasi sesuai Ketentuan V pada kesepakatan 12 September 1997; inspeksi oleh CCCH untuk dimulai segera setelah penentuan pedoman dan tata tertib identifikasi dan verifikasi.

18 Mei 1999: "Rules and Procedures in the Determination and Verification of the Coverage of Cessation of Hostilities" (Ketentuan dan Tata Tertib Penentuan dan Verifikasi Peliputan Penghentian Permusuhan). Ditandatangani di Cotabato City. "Tahap Satu" verifikasi oleh CCCH terhadap Kamp Abu Bakar pada 10 Juni; Kamp Bilal pada 12 Juni; Kamp Busrah pada 13 Juni; Kamp-kamp Darapanan dan Rajahmuda pada 21 Juni; Kamp-kamp Omar dan Badr pada 23 Juni. "Tahap Dua" verifikasi terhadap Kamp-kamp Abu Ubaidah dan Khalid pada 22 Juli; Jabalsur pada 24 Juli; Othman pada 25 Juli dan Salahudin pada 27 Juli.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 41 - - -

2 September 1999: "Agreement on Joint Effort to Pursue a Just, Equitable and Lasting Peace" (Kesepakatan Bersama Upaya Perdamaian yang Adil dan Abadi). Ditandatangani di Sultan Kudarat. Jadwal pembukaan pembicaraan resmi, inspeksi, verifikasi dan pengakuan terhadap kamp agar selesai selambatnya 31 Desember.

6 Oktober 1999: "Second Joint Acknowledgement" (Pengakuan Bersama Kedua). Ditandatangani di Sultan Kudarat. Pengakuan terhadap Kamp-kamp Bilal, Rajahmuda, Darapanan, Omar dan Badr.

6 Oktober 1999: "Agreement Authorizing the GRP-MILF CCCH to relay orders to the military field commanders of both parties" (Kesepakatan Pemberian Wewenang kepada CCCH GRP-MILF untuk menyampaikan perintah kepada komandan lapangan militer di kedua belah pihak). Ditandatangani di Sultan Kudarat. Mewajibkan komandan lapangan militer untuk segera dan secara ketat mengikuti perintah dari CCCH.

25 Oktober 1999: Peresmian Perundingan Perdamaian di Dawah Centre, Simuay, Sultan Kudarat, Maguindanao.

17 Desember 1999: "Agreement on the Rules and Procedures on the Conduct of the Formal Peace Talks between the GRP and MILF Peace Panels" (Kesepakatan tentang Ketentuan dan Tata Tertib Perundingan Resmi Perdamaian antara Dewan Perdamaian GRP dan MILF). Ditandatangani di Sultan Kudarat. Pembentukan dewan resmi perdamaian masing-masing beranggotakan enam orang; pedoman dan mandat; tata tertib perundingan oleh dewan, peliputan media dan ketentuan umum.

12 Januari 2000: "Agreement to cease the fighting along the National Highway from Cotabato City to Isulan, Sultan Kudarat [province]" (Kesepakatan penghentian pertempuran sepanjang Jalan Raya Nasional dari Cotabato City hingga Isulan, [propinsi] Sultan Kadarat”. Ditandatangani di Sultan Kudarat. Gencatan senjata mulai berlaku mulai pukul 6 petang, pemulihan kondisi pra perang (status quo ante bellum), CCCH agar melakukan verifikasi terhadap pematuhan dan ketegangan yang dilaporkan sepanjang Jalan Raya Nasional di Lanao del Sur; penguatan kemampuan CCCH dan IFFC.

20 Januari 2000: "Joint Communiqué of First Formal Meeting" (Komunike Bersama tentang Pertemuan Resmi Pertama). Ditandatangani di Sultan Kudarat.

9 Maret 2000: "GRP-MILF Agreement on Safety and Security Guarantees" (Kesepakatan GRP-MILF tentang Jaminan Keamanan dan Pertahanan). Jaminan kekebalan terhadap penahanan bagi perunding MILF selama berlangsungnya pembicaraan perdamaian.

27 April - 9 Juli 2000: "Perang besar-besaran"

PEMERINTAHAN MACAPAGAL-ARROYO (20 Januari 2001-sekarang)

24 Maret 2001: "Agreement on the General Framework for the Resumption of Peace Talks between the GRP and MILF" (Kesepakatan tentang Kerangka Umum Berlanjutnya Perundingan Perdamaian antara GRP dan MILF), ditandatangani di Kuala Lumpur. (Kesepakatan Kerangka).

22 Juni 2001: "Agreement on Peace between the GRP and MILF" (Kesepakatan tentang Perdamaian antara GRP dan MILF), ditandatangani di Tripoli. (Perjanjian Tripoli). Menetapkan agenda tiga butir: aspek keamanan; aspek kemanusiaan dan rehabilitasi dan pembangunan; aspek wilayah leluhur (hak ulayat).

7 Agustus 2001: "Implementing Guidelines on the Security Aspect of the GRP-MILF Tripoli Agreement on Peace of 2001" (Pelaksanaan Pedoman Aspek Keamanan dari Perjanjian Tripoli antara GRP-MILF tentang Perdamaian 2001), ditandatangani di Putrajaya, Malaysia.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 42 - - -

6 Mei 2002: Komunike Bersama tentang Larangan terhadap Tindakan Kriminal, ditandatangani di Cyberjaya, Malaysia. Seruan pembentukan Kelompok Ad Hoc Aksi Bersama dibawah CCCH (terlampir dalam Lampiran D).

7 Mei 2002: "Implementing Guidelines on Humanitarian, Rehabilitation and Development Aspect of the GRP-MILF Tripoli Agreement on Peace" (Pelaksanaan Pedoman Aspek Kemanusiaan, Rehabilitasi dan Pembangunan dari Perjanjian Tripoli antara GRP-MILF tentang Perdamaian), ditandatangani di Putrajaya. Memberi mandat kepada Lembaga Pengembangan Bangsamoro (Bangsamoro Development Agency / BDA) untuk mengelola pembangunan di wilayah MILF.

30 Juni 2002: Pertemuan Bersama CCCH Kelima, Davao City. Pembahasan operasionalisasi AHJAG.

11 Februari 2003: Serangan Buliok oeh TENTARA FILIPINA.

28 Maret 2003: Putaran Pertama Perundingan Penjajakan, Kuala Lumpur. Pembahasan pengunduran dari Buliok dan penarikan dakwaan tentang Bom Bandara Davao

23 Juni 2003: Putaran Kedua Perundingan Penjajakan, Kuala Lumpur.

19 Juli 2003: Penghentian Permusuhan Secara Timbal Balik (kesepakatan gencatan senjata yang berlaku saat ini).

6 September 2003: Putaran Ketiga Perundingan Penjajakan, Kuala Lumpur.

2 Desember 2003: Pertemuan bersama CCCH, Davao City. Pembahasan tetap tertundanya operasionalisasi AHJAG.

7-8 Februari 2004: Pertemuan bersama CCCH kelimabelas, Davao City. Meresmikan Tim Aksi Sementara (I-ACT) menjelang pengoperasionalisasi AHJAG.

19-20 Februari 2004: Putaran keempat Perundingan Penjajakan, Kuala Lumpur. Kesepakatan mengenai penugasan Malaysian Advance Party dalam rangka persiapan pengiriman Tim Pemantauan Internasional OIC.

22 Maret 2004: Malaysian Advance Party tiba, mengunjungi kamp-kamp MILF di Mindanao.

3-4 Mei 2004: Pertemuan bersama CCCH Ketujuhbelas, Davao City.

15-16 June 2004: Pertemuan bersama CCCH kedelapanbelas, Davao City. Pembahasan kemungkinan inspeksi oleh CCCH terhadap Mount Kararao.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 43 - - -

LAMPIRAN D

KOMUNIKE BERSAMA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA DAN FRONT PEMBEBASAN ISLAM MORO (JOINT COMMUNIQUE BETWEEN THE GOVERNMENT

OF THE REPUBLIC OF THE PHILIPPINES AND THE MORO ISLAMIC LIBERATION FRONT )

1. Pemerintah Republik Filipina (GRP) dan Front Pembebasan Islam (MILF) sepakat memberlakukan isolasi

dan larangan terhadap semua sindikat kriminal dan kelompok penculikan untuk memperoleh tebusan, termasuk apa yang dinamakan “komando hilang” yang beroperasi di Mindanao.

2. Kedua belah pihak sepakat bahwa kegiatan yang dilakukan kelompok kriminal tersebut merupakan hambatan bagi berlangsungnya proses perdamaian, upaya program pembangunan yang efektif, serta penyampaian pelayanan dasar yang efisien bagi kaum miskin: untuk itu, diperlukan tindakan segera dan bersama bagi tercapainya keamanan dan perbaikan masyarakat yang terkena dampak.

3. AFP/PNP wajib menyampaikan kepada MILF perintah pemerangan berisi nama dan identitas unsur kriminal sebagaimana digariskan dalam Pelaksanaan Pedoman Aspek Keamanan dari Kesepakatan Perdamaian Tahun 2001 antara GRP-MILF yang diduga bersembunyi didalam wilayah/lingkungan MILF.

4. MILF dan GRP wajib membentuk Kelompok Ad Hoc Aksi Bersama melawan unsur kriminal guna mencari dan menahan unsur kriminal tersebut. Kelompok tersebut akan beroperasi bergandengan dengan Komite Koordinasi Penghentian Permusuhan (CCCH) masing-masing.

5. Sistim koordinasi cepat akan dibentuk oleh Kelompok Ad Hoc Aksi Bersama GRP-MILF untuk meningkatkan hubungan komunikasi dan kerja diantara mereka dalam rangka keberhasilan penahanan atau penangkapan unsur kriminal sesuai kesepakatan ini dengan ketentuan unsur kriminal yang beroperasi diluar wilayah/lingkungan MILF dianggap berada diluar cakupan proses perdamaian.

6. MILF wajib mencegah masuknya unsur kriminal kedalam wilayah/lingkungan MILF. MILF dapat mengajukan permintaan bantuan dari AFP atau PNP dalam penyelenggaraan operasi terhadap unsur kriminal yang berada didalam wilayah/lingkungan MILF.

7. Kesepakatan tersebut wajib di tegakkan oleh MILF dan GRP melalui Komite Koordinasi Penghentian Permusuhan (CCCH) masing-masing. .

MILF dan GRP menyatakan kepatuhan yang sungguh-sungguh terhadap implementasi dari kesepakatan ini, termasuk kesepakatan perdamain lain yang berlaku, agar perundingan perdamaian terhadap berbagai permasalahan materiil dapat berlangsung menuju perdamaian yang adil dan abadi di Mindanao.

Ditandatangani pada hari ini tangal 6 Mei 2002 di Cyberjaya.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 44 - - -

APPENDIX E

ABOUT THE INTERNATIONAL CRISIS GROUP

The International Crisis Group (ICG) is an independent, non-profit, multinational organisation, with over 100 staff members on five continents, working through field-based analysis and high-level advocacy to prevent and resolve deadly conflict.

ICG's approach is grounded in field research. Teams of political analysts are located within or close by countries at risk of outbreak, escalation or recurrence of violent conflict. Based on information and assessments from the field, ICG produces regular analytical reports containing practical recommendations targeted at key international decision-takers. ICG also publishes CrisisWatch, a 12-page monthly bulletin, providing a succinct regular update on the state of play in all the most significant situations of conflict or potential conflict around the world.

ICG's reports and briefing papers are distributed widely by email and printed copy to officials in foreign ministries and international organisations and made generally available at the same time via the organisation's Internet site, www.icg.org. ICG works closely with governments and those who influence them, including the media, to highlight its crisis analyses and to generate support for its policy prescriptions.

The ICG Board -- which includes prominent figures from the fields of politics, diplomacy, business and the media -- is directly involved in helping to bring ICG reports and recommendations to the attention of senior policy-makers around the world. ICG is chaired by former Finnish President Martti Ahtisaari; and its President and Chief Executive since January 2000 has been former Australian Foreign Minister Gareth Evans.

ICG's international headquarters are in Brussels, with advocacy offices in Washington DC, New York, London and Moscow. The organisation currently operates seventeen field offices (in Amman, Belgrade, Bogotá, Cairo, Dakar, Dushanbe, Islamabad, Jakarta, Kabul, Nairobi, Osh, Pretoria, Pristina, Quito, Sarajevo, Skopje and Tbilisi) with analysts working in over 40 crisis-affected countries and territories across four continents. In Africa, those countries include Angola, Burundi, Côte d'Ivoire, Democratic Republic of the Congo, Eritrea, Ethiopia, Guinea, Liberia, Rwanda,

Sierra Leone, Somalia, Sudan, Uganda and Zimbabwe; in Asia, Afghanistan, Kashmir, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Indonesia, Myanmar/Burma, Nepal, Pakistan, Tajikistan, Turkmenistan and Uzbekistan; in Europe, Albania, Armenia, Azerbaijan, Bosnia and Herzegovina, Georgia, Kosovo, Macedonia, Moldova, Montenegro and Serbia; in the Middle East, the whole region from North Africa to Iran; and in Latin America, Colombia and the Andean region.

ICG raises funds from governments, charitable foundations, companies and individual donors. The following governmental departments and agencies currently provide funding: the Australian Agency for International Development, the Austrian Federal Ministry of Foreign Affairs, the Canadian Department of Foreign Affairs and International Trade, the Canadian International Development Agency, the Dutch Ministry of Foreign Affairs, the Finnish Ministry of Foreign Affairs, the French Ministry of Foreign Affairs, the German Foreign Office, the Irish Department of Foreign Affairs, the Japanese International Cooperation Agency, the Luxembourgian Ministry of Foreign Affairs, the New Zealand Agency for International Development, the Republic of China Ministry of Foreign Affairs (Taiwan), the Royal Danish Ministry of Foreign Affairs, the Royal Norwegian Ministry of Foreign Affairs, the Swedish Ministry for Foreign Affairs, the Swiss Federal Department of Foreign Affairs, the Turkish Ministry of Foreign Affairs, the United Kingdom Foreign and Commonwealth Office, the United Kingdom Department for International Development, the U.S. Agency for International Development.

Foundation and private sector donors include Atlantic Philanthropies, Carnegie Corporation of New York, Ford Foundation, Bill & Melinda Gates Foundation, William & Flora Hewlett Foundation, Henry Luce Foundation Inc., John D. & Catherine T. MacArthur Foundation, John Merck Fund, Charles Stewart Mott Foundation, Open Society Institute, Ploughshares Fund, Sigrid Rausing Trust, Sasakawa Peace Foundation, Sarlo Foundation of the Jewish Community Endowment Fund, the United States Institute of Peace and the Fundação Oriente.

July 2004

Further information about ICG can be obtained from our website: www.icg.org

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 45 - - -

APPENDIX F

ICG REPORTS AND BRIEFING PAPERS ON ASIA SINCE 2001

ASIA

AFGHANISTAN/SOUTH ASIA

Afghanistan and Central Asia: Priorities for Reconstruction and Development, Asia Report N°26, 27 November 2001 Pakistan: The Dangers of Conventional Wisdom, Pakistan Briefing, 12 March 2002 Securing Afghanistan: The Need for More International Action, Afghanistan Briefing, 15 March 2002 The Loya Jirga: One Small Step Forward? Afghanistan & Pakistan Briefing, 16 May 2002 Kashmir: Confrontation and Miscalculation, Asia Report N°35, 11 July 2002 Pakistan: Madrasas, Extremism and the Military, Asia Report N°36, 29 July 2002 The Afghan Transitional Administration: Prospects and Perils, Afghanistan Briefing, 30 July 2002 Pakistan: Transition to Democracy? Asia Report N°40, 3 October 2002 Kashmir: The View From Srinagar, Asia Report N°41, 21 November 2002 Afghanistan: Judicial Reform and Transitional Justice, Asia Report N°45, 28 January 2003 Afghanistan: Women and Reconstruction, Asia Report N°48. 14 March 2003 Pakistan: The Mullahs and the Military, Asia Report N°49, 20 March 2003 Nepal Backgrounder: Ceasefire -- Soft Landing or Strategic Pause?, Asia Report N°50, 10 April 2003 Afghanistan's Flawed Constitutional Process, Asia Report N°56, 12 June 2003 Nepal: Obstacles to Peace, Asia Report N°57, 17 June 2003 Afghanistan: The Problem of Pashtun Alienation, Asia Report N°62, 5 August 2003 Peacebuilding in Afghanistan, Asia Report N°64, 29 September 2003 Disarmament and Reintegration in Afghanistan, Asia Report N°65, 30 September 2003 Nepal: Back to the Gun, Asia Briefing, 22 October 2003 Kashmir: The View from Islamabad, Asia Report N°68, 4 December 2003 Kashmir: The View from New Delhi, Asia Report N°69, 4 December 2003 Kashmir: Learning from the Past, Asia Report N°70, 4 December 2003 Afghanistan: The Constitutional Loya Jirga, Afghanistan Briefing, 12 December 2003 Unfulfilled Promises: Pakistan's Failure to Tackle Extremism, Asia Report N°73, 16 January 2004

Nepal: Dangerous Plans for Village Militias, Asia Briefing, 17 February 2004

CENTRAL ASIA

Islamist Mobilisation and Regional Security, Asia Report N°14, 1 March 2001 (also available in Russian) Incubators of Conflict: Central Asia's Lokalised Poverty and Social Unrest, Asia Report N°16, 8 June 2001 (also available in Russian) Central Asia: Fault Lines in the New Security Map, Asia Report N°20, 4 July 2001 (also available in Russian) Uzbekistan at Ten -- Repression and Instability, Asia Report N°21, 21 August 2001 (also available in Russian) Kyrgyzstan at Ten: Trouble in the "Island of Democracy", Asia Report N°22, 28 August 2001 (also available in Russian) Central Asian Perspectives on the 11 September and the Afghan Crisis, Central Asia Briefing, 28 September 2001 (also available in French and Russian) Central Asia: Drugs and Conflict, Asia Report N°25, 26 November 2001 (also available in Russian) Afghanistan and Central Asia: Priorities for Reconstruction and Development, Asia Report N°26, 27 November 2001 (also available in Russian) Tajikistan: An Uncertain Peace, Asia Report N°30, 24 December 2001 (also available in Russian) The IMU and the Hizb-ut-Tahrir: Implications of the Afghanistan Campaign, Central Asia Briefing, 30 January 2002 (also available in Russian) Central Asia: Border Disputes and Conflict Potential, Asia Report N°33, 4 April 2002 Central Asia: Water and Conflict, Asia Report N°34, 30 May 2002 Kyrgyzstan's Political Crisis: An Exit Strategy, Asia Report N°37, 20 August 2002 The OSCE in Central Asia: A New Strategy, Asia Report N°38, 11 September 2002 Central Asia: The Politics of Police Reform, Asia Report N°42, 10 December 2002 Cracks in the Marble: Turkmenistan's Failing Dictatorship, Asia Report N°44, 17 January 2003 Uzbekistan's Reform Program: Illusion or Reality?, Asia Report N°46, 18 February 2003 (also available in Russian) Tajikistan: A Roadmap for Development, Asia Report N°51, 24 April 2003 Central Asia: Last Chance for Change, Asia Briefing, 29 April 2003 Radical Islam in Central Asia: Responding to Hizb ut-Tahrir, Asia Report N°58, 30 June 2003 Central Asia: Islam and the State, Asia Report N°59, 10 July 2003

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 46 - - -

Youth in Central Asia: Losing the New Generation, Asia Report N°66, 31 October 2003 Is Radical Islam Inevitable in Central Asia? Priorities for Engagement, Asia Report N°72, 22 December 2003 The Failure of Reform in Uzbekistan: Ways Forward for the International Community, Asia Report N°76, 11 March 2004 INDONESIA

Indonesia: Impunity versus Accountability for Gross Human Rights Violations, Asia Report N°12, 2 February 2001 Indonesia: National Police Reform, Asia Report N°13, 20 February 2001 (also available in Indonesian) Indonesia's Presidential Crisis, Indonesia Briefing, 21 February 2001 Bad Debt: The Politics of Financial Reform in Indonesia, Asia Report N°15, 13 March 2001 Indonesia's Presidential Crisis: The Second Round, Indonesia Briefing, 21 May 2001 Aceh: Why Military Force Won't Bring Lasting Peace, Asia Report N°17, 12 June 2001 (also available in Indonesian) Aceh: Can Autonomy Stem the Conflict? Asia Report N°18, 27 June 2001 Communal Violence in Indonesia: Lessons from Kalimantan, Asia Report N°19, 27 June 2001 Indonesian-U.S. Military Ties, Indonesia Briefing, 18 July 2001 The Megawati Presidency, Indonesia Briefing, 10 September 2001 Indonesia: Ending Repression in Irian Jaya, Asia Report N°23, 20 September 2001 Indonesia: Violence and Radical Muslims, Indonesia Briefing, 10 October 2001 Indonesia: Next Steps in Military Reform, Asia Report N°24, 11 October 2001 Indonesia: Natural Resources and Law Enforcement, Asia Report N°29, 20 December 2001 (also available in Indonesian) Indonesia: The Search for Peace in Maluku, Asia Report N°31, 8 February 2002 Aceh: Slim Chance for Peace, Indonesia Briefing, 27 March 2002 Indonesia: The Implications of the Timor Trials, Indonesia Briefing, 8 May 2002 Resuming U.S.-Indonesia Military Ties, Indonesia Briefing, 21 May 2002 Al-Qaeda in Southeast Asia: The case of the "Ngruki Network" in Indonesia, Indonesia Briefing, 8 August 2002 Indonesia: Resources and Conflict in Papua, Asia Report N°39, 13 September 2002 Tensions on Flores: Lokal Symptoms of National Problems, Indonesia Briefing, 10 October 2002 Impact of the Bali Bombings, Indonesia Briefing, 24 October 2002 Indonesia Backgrounder: How the Jemaah Islamiyah Terorist Network Operates, Asia Report N°43, 11 December 2002 (also available in Indonesian) Aceh: A Fragile Peace, Asia Report N°47, 27 February 2003 (also available in Indonesian)

Dividing Papua: How Not to Do It, Asia Briefing, 9 April 2003 (also available in Indonesian) Aceh: Why the Military Option Still Won't Work, Indonesia Briefing, 9 May 2003 (also available in Indonesian) Indonesia: Managing Decentralisation and Conflict in South Sulawesi, Asia Report N°60, 18 July 2003 Aceh: How Not to Win Hearts and Minds, Indonesia Briefing, 23 July 2003 Jemaah Islamiyah in South East Asia: Damaged but Still Dangerous, Asia Report N°63, 26 August 2003 The Perils of Private Security in Indonesia: Guards and Militias on Bali and Lombok, Asia Report N°67, 7 November 2003 Indonesia Backgrounder: A Guide to the 2004 Elections, Asia Report N°71, 18 December 2003 Indonesia Backgrounder: Jihad in Central Sulawesi, Asia Report N°74, 3 February 2004

MYANMAR

Myanmar: The Role of Civil Society, Asia Report N°27, 6 December 2001 Myanmar: The Military Regime's View of the World, Asia Report N°28, 7 December 2001 Myanmar: The Politics of Humanitarian Aid, Asia Report N°32, 2 April 2002 Myanmar: The HIV/AIDS Crisis, Myanmar Briefing, 2 April 2002 Myanmar: The Future of the Armed Forces, Asia Briefing, 27 September 2002 Myanmar Backgrounder: Ethnic Minority Politics, Asia Report N°52, 7 May 2003 Myanmar: Sanctions, Engagement or Another Way Forward? Asia Report Nº78, 28 May 2004

TAIWAN STRAIT

Taiwan Strait I: What's Left of "One China"?, Asia Report N°53, 6 June 2003 Taiwan Strait II: The Risk of War, Asia Report N°54, 6 June 2003 Taiwan Strait III: The Chance of Peace, Asia Report N°55, 6 June 2003 Taiwan Strait IV: How an Ultimate Political Settlement Might Look, Asia Report N°75, 26 February 2004

NORTH KOREA

North Korea: A Phased Negotiation Strategy, Asia Report N°61, 1 August 2003

OTHER REPORTS AND BRIEFING PAPERS

For ICG reports and briefing papers on: • Africa • Europe • Latin America • Middle East and North Africa • Issues

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 47 - - -

• CrisisWatch Please visit our website www.icg.org

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 48 - - -

APPENDIX G

ICG BOARD OF TRUSTEES

Martti Ahtisaari, Chairman Former President of Finland

Maria Livanos Cattaui, Vice-Chairman Secretary-General, International Chamber of Commerce

Stephen Solarz, Vice-Chairman Former U.S. Congressman Gareth Evans, President & CEO Former Foreign Minister of Australia

Morton Abramowitz Former U.S. Assistant Secretary of State and Ambassador to Turkey

Adnan Abu-Odeh Former Political Adviser to King Abdullah II and to King Hussein; former Jordan Permanent Representative to UN

Kenneth Adelman Former U.S. Ambassador and Director of the Arms Control and Disarmament Agency

Ersin Arioglu Member of Parliament, Turkey; Honorary Chairman, Yapi Merkezi Group

Emma Bonino Member of European Parliament; former European Commissioner

Zbigniew Brzezinski Former U.S. National Security Advisor to the President

Cheryl Carolus Former South African High Commissioner to the UK; former Secretary General of the ANC

Victor Chu Chairman, First Eastern Investment Group, Hong Kong

Wesley Clark Former NATO Supreme Allied Commander, Europe

Pat Cox Former President of European Parliament

Ruth Dreifuss Former President, Switzerland

Uffe Ellemann-Jensen Former Minister of Foreign Affairs, Denmark

Mark Eyskens Former Prime Minister of Belgium

Stanley Fischer Vice Chairman, Citigroup Inc.; former First Deputy Managing Director of International Monetary Fund

Yoichi Funabashi Chief Diplomatic Correspondent & Columnist, The Asahi Shimbun, Japan

Bronislaw Geremek Former Minister of Foreign Affairs, Poland

I.K.Gujral Former Prime Minister of India Carla Hills Former U.S. Secretary of Housing; former U.S. Trade Representative

Lena Hjelm-Wallén Former Deputy Prime Minister and Foreign Affairs Minister, Sweden

James C.F. Huang Deputy Secretary General to the President, Taiwan Swanee Hunt Founder and Chair of Women Waging Peace; former U.S. Ambassador to Austria

Asma Jahangir UN Special Rapporteur on Extrajudicial, Summary or Arbitrary Executions, former Chair Human Rights Commission of Pakistan

Ellen Johnson Sirleaf Senior Advisor, Modern Africa Fund Managers; former Liberian Minister of Finance and Director of UNDP Regional Bureau for Africa

Shiv Vikram Khemka Founder and Executive Director (Russia) of SUN Group, India

Bethuel Kiplagat Former Permanent Secretary, Ministry of Foreign Affairs, Kenya

Wim Kok Former Prime Minister, Netherlands

Trifun Kostovski Member of Parliament, Macedonia; founder of Kometal Trade Gmbh

Elliott F. Kulick Chairman, Pegasus International, U.S.

Joanne Leedom-Ackerman Novelist and journalist, U.S.

Todung Mulya Lubis Human rights lawyer and author, Indonesia

Barbara McDougall Former Secretary of State for External Affairs, Canada

Ayo Obe President, Civil Liberties Organisation, Nigeria Journalist and author, France Christine Ockrent Journalist and author, France Friedbert Pflüger Foreign Policy Spokesman of the CDU/CSU Parliamentary Group in the German Bundestag

Victor M Pinchuk

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 49 - - -

Member of Parliament, Ukraine; founder of Interpipe Scientific and Industrial Production Group

Surin Pitsuwan Former Minister of Foreign Affairs, Thailand

Itamar Rabinovich President of Tel Aviv University; former Israeli Ambassador to the U.S. and Chief Negotiator with Syria

Fidel V. Ramos Former President of the Philippines

George Robertson Former Secretary General of NATO; former Defence Secretary, UK

Mohamed Sahnoun Special Adviser to the United Nations Secretary-General on Africa

Ghassan Salamé Former Minister Lebanon, Professor of International Relations, Paris Salim A. Salim Former Prime Minister of Tanzania; former Secretary General of the Organisation of African Unity

Douglas Schoen Founding Partner of Penn, Schoen & Berland Associates, U.S.

Southern Philippines Backgrounder: Terorism and the Peace Process ICG Asia Report N°80, 13 July 2004 page 50 - - -

William Shawcross Journalist and author, UK

George Soros Chairman, Open Society Institute

Pär Stenbäck Former Minister of Foreign Affairs, Finland

Thorvald Stoltenberg Former Minister of Foreign Affairs, Norway

William O. Taylor

Chairman Emeritus, The Boston Globe, U.S.

Grigory Yavlinsky Chairman of Yabloko Party and its Duma faction, Russia

Uta Zapf Chairperson of the German Bundestag Subcommittee on Disarmament, Arms Control and Non-proliferation Ernesto Zedillo Former President of Mexico; Director, Yale Center for the Study of Globalization

INTERNATIONAL ADVISORY BOARD ICG's International Advisory Board comprises major individual and corporate donors who contribute their advice and experience to ICG on a regular basis.

Rita E. Hauser (Chair)

Marc Abramowitz

Allen & Co.

Anglo American PLC

Michael J. Berland

John Chapman Chester

Peter Corcoran

John Ehara

JP Morgan Global Foreign Exchange and Commodities

George Kellner

George Loening

Douglas Makepeace

Richard Medley

Medley Global Advisors

Anna Luisa Ponti

Quantm

George Sarlo

Jay T. Snyder

Tilleke & Gibbins International LTD

Stanley Weiss

Westfield Limited

John C. Whitehead

Yasuyo Yamazaki

Sunny Yoon

SENIOR ADVISERS ICG's Senior Advisers are former Board Members (not presently holding executive office) who maintain an association with ICG, and whose advice and support are called on from time to time.

Zainab Bangura Christoph Bertram Eugene Chien Gianfranco Dell'Alba Alain Destexhe

Malcolm Fraser

Marianne Heiberg

Max Jakobson

Mong Joon Chung

Allan J. MacEachen

Matt McHugh

George J. Mitchell

Mo Mowlam

Cyril Ramaphosa

Michel Rocard

Volker Ruehe

Michael Sohlman

Leo Tindemans

Shirley Williams

As of July 2004