6_Final_SIA_EIB_115_Ende

download 6_Final_SIA_EIB_115_Ende

of 79

Transcript of 6_Final_SIA_EIB_115_Ende

i.

REPUBLIC OF INDONESIA MINISTRY OF PUBLIC WORKS DIRECTORATE GENERAL OF HIGHWAYS DIRECTORATE OF PLANNING

````EAST KALIMANTAN SUMATERA WEST KALIMANTAN CENTRAL KALIMANTAN WEST SULAWESINORTH SULAWESI CENTRAL SULAWESI

NORTH MALUKU

WEST IRIAN

``JAKARTA

SOUTH KALI MANTAN SOUTH SULAWESI

SOUT EAST SULAWESI

MALUKU

PAPUA

BALI

NTB NTT

LEGEND: : Provincial Project Location

LAPORAN FINAL STUDI ANDAS SUB PROYEK NDUARIA WARUNDARI DAN NUANILU - HANGALANDE (EIB-115)TECHNICAL ASSISTANCE FOR SUPPORT OF THE PROJECT MANAGEMENT UNIT SECOND EASTERN INDONESIA REGION TRANSPORT PROJECT (EIRTP-2)

CORE TEAM CONSULTANT (CTC)Under IBRD Loan No. 4744-IND

Report No.170 13 October 2006

SMEC International Pty Ltd

In sub-consultancy with:PT. Wahana Mitra Amerta PT. Tribina Matra arya Cipta PT. Perentjana Djaja

PT. Lenggogeni

Daftar Isi Garis BesarJudul

1.

Pendahuluan 1.1 1.2 1.3 1.4Latar Belakang Maksud dan Tujuan Keluaran Studi Sistematika Penyajian

Isi 1.1 Latar Belakang menggambarkan dengan ringkas lokasi proyek, masyarakat yang bermukim di sekitar proyek, dan keperluan ANDAS menurut ketentuan EIRTP-2. 1.2 Maksud dan Tujuan menyebutkan garis besar tujuan ANDAS. 1.3 Keluaran Studi menggambarkan beberapa keluaran yang diharapkan sebagai hasil studi. 1.4 Sistematika Penyajian menggambarkan isi yang tercakup dalam tiap-tiap bagian Laporan Studi. 2.1 Pemahaman Terhadap Masyarakat Adat menggambarkan penerapan terminologi termasuk aspek hukum. 2.2 Logika Pendekatan menggambarkan langkahlangkah yang akan diikuti di studi ANDAS. 2.3 Pendekatan untuk Analisa Kerentanan menggambarkan metodologi yang akan diterapkan untuk menentukan apakah suatu masyarakat adat tergolong rentan atau tidak rentan terhadap dampak negatif pembangunan jalan. 2.4 Pendekatan untuk Masyarakat Adat yang Rentan (IVP) menggambarkan metodologi yang akan diterapkan apabila ditemukannya komunitas terpencil yang rentan terhadap dampak negatif. 3.1 Usulan Pekerjaan menggambarkan pekerjaan sipil, desa yang dilalui, dan status persiapan proyek. 3.2 Kondisi Sosio-Ekonomi menggambarkan komunitas masyarakat terpencil di daerah sekitar jalan. 3.3 Aspek Budaya menggambarkan ciri-ciri budaya 3.4 Kerentanan Masyarakat Adat menjelaskan kenapa komunitas diklasifikasikan sebagai rentan atau tidak rentan terhadap dampak negatif proyek jalan. 4.1 Analisa Dampak menggambarkan dampak positif dan dampak negatif yang teridentifikasi serta cara penanganannya 4.2 Prakarsa Setempat menggambarkan usulan prakarsa yang lain dari Pemda atau LSM untuk meningkatkan kehidupan masyarakat. 4.3 Rencana Kerja Pemberdayaan Masyarakat Adat menggambarkan isi usulan rencana untuk masyarakat ybs, termasuk biaya. 4.4 Draft SK Bupati adalah usulan isi Surat Keptusuan Bupati yang mencakup hal-hal yang memerlukan dasar hukum untuk memperlancar pelaksanaannya 4.5 Kesimpulan menggambarkan temuan utama dari Studi Analisa Dampak Sosial tentang Kerentanan dan dampak pada Desain Jalan

2.

Metodologi 2.1Pemahaman Terhadap Masyarakat Adat Logika Pendekatan Pendekatan untuk Analisa Kerentanan Pendekatan untuk Masyarakat Adat yang Rentan (IVP)

2.2 2.3 2.4

3.

Keadaan Lapangan 3.1 3.2 3.3 3.4Usulan Pekerjaan Kondisi SosioEkonomi Aspek Budaya Kerentanan Masyarakat Adat

4.

Rencana Kerja 4.1 4.2Analisa Dampak Prakarsa Setempat untuk Komunitas Adat Rencana Kerja Pemberdayaan Masyarakat Adat Draft SK Bupati Kesimpulan

4.3

4.4 4.5

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Daftar Isi - Terinci1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan 1.3. Keluaran Studi 1.4. Sistematika Penyajian Metodologi 2.1. Pemahaman Terhadap Masyarakat Adat 2.1.1. Sumber Rujukan 2.1.2. Hukum dan Panduan Operasional 2.1.3. Persandingan Rujukan 2.2. Logika Pendekatan 2.2.1. Hubungan ANDAS dengan Siklus Pembangunan 2.2.2. Tolok Ukur untuk Masyarakat Rentan (Vulnerable) 2.2.3. Analisa Dampak dan Penanganannya 2.2.4. Hubungan Studi ANDAS dengan Studi LARAP 2.3. Pendekatan untuk Analisa Kerentanan 2.3.1. Keterikatan yang kuat atas tanah leluhur dan sumber daya alam 2.3.2. Identifikasi sebagai kelompok yang berbeda budaya 2.3.3. Memiliki bahasa asli yang berbeda dari bahasa nasional 2.3.4. Adanya lembaga adat sosial dan politik 2.3.5. Produksi terutama untuk kebutuhan sendiri (subsisten) 2.4. Pendekatan untuk Masyarakat Adat (Indigenous Vulnerable Peoples) 2.4.1. Penafsiran Kerangka Acuan Kerja 2.4.2. Pendekatan Aktual 2.4.3. Bentuk Rencana Tindakan 2.4.4. Bentuk Legalisasi Kondisi Lapangan 3.1. Usulan Pekerjaan 3.1.1. Lokasi Proyek EIB-115 3.1.2. Kondisi Geografis 3.1.3. Iklim 3.2. Kondisi Sosio-Ekonomi 3.2.1. Kependudukan 3.2.2. Pendidikan 3.2.3. Mata Pencaharian 3.2.4. Identitas Responden Survey 3.2.5. Tingkat Ekonomi Responden 3.2.6. Kondisi Lahan Responden 3.2.7. Persepsi Terhadap Rencana Proyek 3.3. Aspek Budaya 3.3.1. Ciri-Ciri Khas Masyarakat Tradisional di EIB-115 3.3.2. Sebaran Komunitas Adat Terpencil 3.4. Kerentanan Masyarakat Adat

2.

3.

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

4.

Rencana Kerja 4.1. Analisa Dampak 4.1.1. Dampak Positif 4.1.2. Dampak Negatif dan Mitigasinya 4.2. Prakarsa Setempat untuk Komunitas Adat 4.3. Rencana Kerja Pemberdayaan Masyarakat Adat 4.4. Draft SK Bupati 4.5. Kesimpulan

Lampiran 1. Rencana Tindakan sesuai Standard Operating Procedures 2. Rencana Tindakan sesuai Hasil Analisa Dampak Sosial 3. Contoh Tindakan apabila Hasil ANDAS menunjukkan Kerentanan 4. Rencana Tindakan berdasarkan Prakarsa Setempat (Fisik) 5. Rencana Tindakan berdasarkan Prakarsa Setempat (Studi & Kelembagaan) 6. Draft SK Bupati Kotak 2.1. Pengertian Komunitas Adat Terpencil Menurut Pemerintah 2.2. Pengertian Masyarakat Adat Menurut Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 2.3. Pengertian Masyarakat Adat Menurut Bank Dunia Bagan 2.1. 2.2. 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. 3.7. 3.8. 3.9. 3.10. 3.11. 3.12. 3.13. 3.14. 3.15. 3.16. 3.17. 3.18. Diagram Metodologi untuk Analisa Dampak Sosial (ANDAS) Jadwal Kerja Pelaksananaan Penyusunan ANDAS EIB-115 di Kab. Ende Jenis Kelamin Responden (%) Usia Responden (tahun) Jumlah Anggota Keluarga Responden (orang) Tingkat Pendidikan Responden (%) Daerah Asal Responden (%) Lama Tinggal Responden (tahun) Pekerjaan Responden (%) Tingkat Pengeluaran Responden (Rp./bln) Tingkat Pendapatan Responden (Rp./bln) Pola Mendapat Sumber Makanan (%) Pola Makan Sehari-hari (%) Status Tanah Responden (%) Jenis Pemanfaatan Lahan Responden (%) Kondisi Bangunan Rumah (%) Tingkat Pengetahuan Warga Terhadap Rencana Jalan Pelaksanaan Sosialisasi Rencana Jalan Musyawarah Rencana Jalan Kerugian Warga Akibat Rencana Jalan

Peta 1.1. Peta Program EIRTP-2 di Provinsi Nusa Tenggara Timur 3.1. Peta Bahasa di Nusa Tenggara dari Ethnologue.com Gambar 3.1. Kondisi Lokasi Proyek 4.1. Dokumentasi Lokakarya LapanganStudi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Tabel 2.1. 2.2. 3.1. 3.2. 3.3.

Perbandingan Rujukan Mengenai Masyarakat Adat Bentuk Rencana Kerja Pemberdayaan Masyarakat Adat Jumlah Penduduk Masyarakat Adat di EIB-115 Status Pendidikan Masyarakat Adat di EIB-115 Penilaian Kerentanan Komunitas di EIB-115

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Ba b 1 Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Penyelenggaraan sistem jaringan jalan, tidak hanya untuk melayani lalulintas, tetapi juga harus menampung kepentingan masyarakat yang bermukim di sekitarnya. Dengan demikian dalam perencanaan sistem jaringan jalan harus mencerminkan keputusan yang dapat diterima semua pihak meskipun memiliki cara pandang yang berbeda, dengan

mempertimbangkan dampak dan manfaat yang beragam, termasuk disini menghargai hakhak masyarakat adat yang mungkin akan terkena dampak karena pembangunan jalan. Sesuai dokumen pinjaman (Loan Agreement) No. 4744-IND yang disetujui oleh Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia bahwa Pemerintah Indonesia akan memperhatikan dan mempelajari dampak-dampak subproyek terhadap masyarakat adat sesuai dengan kebijakan pengamanan Bank Dunia bagi masyarkat adat yang tertulis dalam O.P. 4.30 dan diterjemahkan sesuai dengan kondisi Indonesia dalam Annex 13 PAD (Project Appraisal Document) untuk Second Eastern Indonesia Region Transport Project (EIRTP-2).

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Bab 1 - 1

Dengan demikian, diharapkan dengan adanya pembangunan jalan di daerah masyarakat adat tidak menimbulkan dampak negatif terhadap aspek sosial budaya masyarakat dengan masuknya inovasi teknologi. Seperti kita ketahui bahwa karakteristik masyarakat Indonesia adalah majemuk. Kemajemukan masyarakatnya berbentuk ganda yaitu

Kemajemukan horizontal meliputi aneka macam suku, bahasa, adat, kebiasaan (tradisi), agama, falsafah hidup; dan kemajemukan vertikal meliputi jenjang pendidikan, status ekonomi dan strata sosial. Di sisi lain kurang disadari juga bahwa kemajemukan itu bukan hanya meliputi perbedaan kesukuan, bahasa, adat istiadat dan faktor sosial, ekonomi melainkan perkembangan masing-masing suku belum sama. Hal ini disebabkan oleh berbagai aspek kehidupan dan penghidupan.

Berdasarkan uraian di atas, maka perhatian secara khusus diberikan jika ada diantara rencana sebaran lokasi pembangunan jalan terdapat masyarakat adat yang menghadapi berbagai ketertinggalan dalam pencapaian pemenuhan kebutuhan dasar hidup manusia. Ketertinggalan tersebut terjadi akibat keberadaan mereka yang secara geografis sangat sulit dijangkau dan secara sosial budaya terasing sehingga kurang terjadi interaksi sosial antara mereka dengan kelompok masyarakat luar yang lebih maju. Jika ternyata menimbulkan dampak negatif dan tidak dapat dihindari melalui desain proyek/sub proyek, maka perlu disusun rencana tindakan untuk meminalisir dampak tersebut. Penyusunan rencana tindakan inilah yang dilakukan melalui sebuah kegiatan yang sistematis dan terencana dalam bentuk Studi Analisa Dampak Sosial terhadap keberadaan Komunitas Adat Terpencil (KAT). Rencana Peningkatan Jalan Kabupaten Nuanilu Hangalande dan Ruas Nduari Warundari melewati 7 (tujuh) desa dan 3 (tiga) Kecamatan.Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 1 - 2

Termasuk dalam rencana pembangunan jalan di lokasi ini yang terdapat masyarakat adat, menurut definisi DepSos, diperkuat dengan kunjungan ke lapangan oleh planner CTC pada Desember 2004. Kondisi perkampungan/desa yang melintasi rencana jalan sangat

memprihatinkan, untuk memenuhi kebutuhan akan hidup, mereka harus beradaptasi dengan kegelapan karena belum masuknya penerangan/listrik, pengambilan air untuk mereka minum harus berjalan 1 km dari perkampungan, sarana kesehatanpun tidak ada sering terjadi jika ada komunitas yang sakit ditengah jalan meninggal ini dikarenakan jarak sarana kesehatan sangat jauh dan harus menempuh jarak 23 km.

1.2. Maksud dan TujuanMaksud dan tujuan Studi Analisa Dampak Sosial (ANDAS) adalah sebagai berikut: a. Memastikan apakah masyarakat adat yang tinggal di sekitar lokasi proyek/subproyek mempunyai ciri rentan atau tidak rentan terhadap pembangunan jalan. b. Menghindari atau meminimalkan dampak negatif yang sangat potensial merugikan masyarakat adat akibat rencana pelaksanaan

proyek/subproyek. c. Merencanakan upaya pengelolaan dampak dan pemantauan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Upaya yang berisi sejumlah alternatif kegiatan ini harus disusun secara partisipatif.

1.3. Keluaran/Hasil StudiAda 3 (tiga) keluaran atau hasil yang ingin dicapai dalam kegiatan ini, yaitu :Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 1 - 3

a. Penjelasan metodologi yang diikuti dalam Analisa Dampak Sosial yang menjabarkan makna istilah yang digunakan, kriteria yang digunakan untuk mengambil kesimpulan, format untuk presentasi hasil, dengan bagan alir logika kegiatan dan hubungannya dengan kegiatan lainnya yang terkait dengan persiapan proyek jalan.

b. Karakteristik Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat Adat termasuk pola kepemilikan lahan. Identifikasi apakah KAT sepanjang sub-proyek bersifat rentan atau tidak rentan terhadap dampak negatif dari pembangunan jalan. Upaya ini dilakukan melalui kegiatan analisis atas hasil temuan pemusatan dampak sosial penting yang harus ditangani, dengan cara yang partisipatif.

c. Rencana Pelaksanaan berupa Indigenous People Development Plan (IPDP). Rencana ini memuat apa, siapa, kapan dan sumber atau besaran pembiayaan, serta indikator untuk selesainya masingmasing kegiatan. IPDP dapat mencakup hal-hal sebagai berikut: o Penjabaran upaya pengelolaan terhadap dampak sosial yang negatif dari pembangunan jalan yang lazim diterapkan pada semua proyek (standard operating procedures, SOP). o Penjabaran upaya khusus untuk penanganan dampak sosial yang negatif yang lainnya untuk proyek ini, sebagai hasil studi ini. o Penanganan lainnya yang diprakasai oleh masyarakat

setempat maupun pemerintah daerah untuk meningkatkan kehidupan masyarakat adat di sekitar proyek. Sumber biaya yang dijanjikan oleh Pemerintah Daerah harus sudah mendapat legitimasi dan legalitas.

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Bab 1 - 4

1.4. Sistematika PenyajianLaporan Studi Andas ini terdiri atas 4 (empat) bab, yang secara garis besar membahas hal-hal sebagai berikut.

Bab I

:

Pendahuluan yang membahas latar belakang, maksud dan tujuan, dan sistematika penyajian laporan. Peta 1.1 menunjukkan lokasi proyek EIB-115 pada Peta program EIRTP-1 di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Bab II

:

Metodologi yaitu pendekatan yang dipergunakan dalam pelaksanaan kegiatan ini. Mulai dari asumsi teori yang dipergunakan sampai dengan tahapan kegiatan teknis yang dipergunakan dan format dari hasil studi.

Bab III

:

Kondisi

Lapangan yang

dengan

gambaran informasi

tentang yang

pekerjaan yang telah direncanakan, kondisi Fisik dan Sosial-Ekonomi berisikan diperoleh dari hasil survai sosial-ekonomi terhadap komunitas adat, yang terdiri atas 1) jumlah KK/warga yang akan terkena proyek serta 2) kondisi sosialekonominya, 3) jumlah, jenis dan besaran usaha kegiatan ekonomi, 4) ketersediaan dan aksesibilitas prasarana dan sarana, serta 5) aturan-aturan hukum yang berlaku mengenai pembebasan tanah. Kesimpulan diambil tentang tingkat kerentanan dari masyarakat adat terhadap dampak negatif proyek jalan.

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Bab 1 - 5

Bab IV

:

Rencana Kerja, berisikan analisa proses partisipatif tentang kemungkinan dampak yang merugikan masyarakat adat, persepsi dan aspirasi warga. Rencana Pemberdayaan Masyarakat Adat disajikan secara sistematis sebagai berikut: a. Lokasi dan Jumlah Warga Sasaran b. Kategori Rencana Tindak c. Uraian Tindakan d. Waktu Kegiatan e. Perkiraan Biaya f. Sumber Dana g. Indikator Keberhasilan h. Instansi Penanggung Jawab

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Bab 1 - 6

Ba b 2 Metodologi dan Pendekatan2.1. Pemahaman Terhadap Masyarakat Adat2.1.1. Sumber Rujukan

Ada 3 (tiga) rujukan yang akan digunakan untuk melakukan pemahaman terhadap pengertian Komunitas Adat (diterjemahkan umumnya sebagai Traditional Communities oleh karena di Indonesia kebanyakan masyarakat, baik moderen maupun tradisional, dapat disebut Indigenous atau berasal dari tanah air), yaitu menurut Pemerintah, menurut LSM Kongres Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dan menurut Bank Dunia. 1. Menurut Pemerintah

Pemerintah Republik Indonesia memberi batasan pengertian Komunitas Adat Terpencil adalah sebagai berikut : Kotak 2.1. Pengertian Komunitas Adat Terpencil Menurut PemerintahKomunitas Adat Terpencil yang selama ini dikenal dengan sebutan masyarakat terasing adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik.Pasal 1 ayat (1) Keppres No. 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil.

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Bab 2 - 1

2.

Menurut Kongres Masyarakat Adat Nusantara

Pada tahun 1999 telah dilakukan Kongres Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang bertempat di Jakarta yang menghasilkan aliansi baru kelompok masyarakat adat. Kongres diikuti 123 perwakilan masyarakat adat dari berbagai kepulauan, dengan sekitar 50 staf LSM yang mendampingi mereka. Menurut AMAN masyarakat adat adalah: Kotak 2.2. Pengertian Masyarakat Adat Menurut Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)Masyarakat adat adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul secara turun-temurun di atas satu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat. Pandangan Dasar dari Kongres I Masyarakat Adat Nusantara 5 - 22 Maret 1999

3.

Menurut Bank Dunia

Bank Dunia menyebut Komunitas Adat Terpencil (KAT) dengan istilah Indigenous Vulnerable People (IVP) yang didefinisikan : Kotak 2.3. Pengertian Masyarakat Adat Menurut Bank Dunia.kelompok-kelompok yang memiliki identitas sosial dan budaya yang berbeda dari kelompok dominan dalam masyarakat dan menyebabkan mereka rentan dirugikan dalam proses penanganan. Panduan Operasional Bank Dunia OP 4.10, September 1991 tentang Masyarakat Adat.

Ada 2 (dua) point utama yang menunjukkan komunitas adat. Pertama memiliki identitas sosial budaya berbeda (unique) dibanding kelompok dominan masyarakat dan cenderung berada dalam posisi dirugikan.Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 2 - 2

2.1.2.

Hukum dan Panduan Operasional

Karakteristik masyarakat adat menurut Pemerintah berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Keppres No. 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil adalah : a. Berbentuk komunitas kecil, tertutup dan homogen b. Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan c. Pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau d. Pada umumnya hidup dengan ekonomi subsisten e. Peralatan dan teknologinya sederhana f. Ketergantungan kepada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat relatif tinggi g. Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi dan politik. Sementara itu AMAN memberikan batasan karakteristik masyarakat adat sebagai berikut : a. Ketergantungan manusia dengan alam b. Hak penguasaan dan/atau kepemilikan bersama komunitas (communal property resources) atau kolektif yang dikenal sebagai wilayah adat c. Sistem dan struktur pengaturan berdasarkan kelembagaan adat memberikan kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi; d. Sistem alokasi dan penegakan hukum adat untuk mengamankan sumberdaya milik bersama dari penggunaan berlebihan, baik oleh masyarakat sendiri maupun oleh orang luar komunitas; e. Mekanisme pemerataan distribusi hasil panen sumberdaya alam milik bersama. Menurut Bank Dunia dalam Panduan Operasional Bank Dunia OP 4.10, September 1991, dan Draft Panduan Operasional OP 4.10, Maret 2001, tentangStudi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 2 - 3

Masyarakat

Adat,

karakteristik

yang

diberikan

bahwa

kelompok

masyarakat dikatakan komunitas adat (indigenous) adalah sebagai berikut : a. Keterikatan yang kuat atas tanah leluhur dan pada sumber daya alam di area tersebut. b. Mengidentifikasi diri sendiri dan diidentifikasi oleh lainnya sebagai kelompok yang berbeda budaya. c. Memiliki bahasa asli yang berbeda dari bahasa nasional d. Adanya lembaga adat sosial dan politik e. Produksi terutama untuk kebutuhan sendiri (subsisten)

2.1.3.

Persandingan Rujukan

Jika pengertian tersebut disandingkan, maka terlihat sebagai berikut : Tabel 2.1. Perbandingan Rujukan Mengenai Masyarakat AdatAspek Sumber Rujukan Pemerintah AMAN Turun Temurun

Bank Dunia OP 4.10 Memelihara Lembaga Adat Berbeda Identitasnya Terikat atas Tanah Leluhur Bahasa Sendiri (yaitu

Ciri Khas

Lokal Terpencar

Wilayah Adat Kepemilikan

Kolektif Terpencil, Kurang atau

Kelompok Minoritas)

Aksesibilitas

Belum Terlayani Terbatas Jaringan Pelayanan

Berdaulat

-

Sosial, Ekonomi dan Politik

Eksistensi

-

Hukum dan

Hidup Subsisten (dan

Lembaga Adat

Rentan Dirugikan)

Rujukan Pemerintah mengacu ke aspek aksesibilitas, sehingga kelompok adat yang dikategorikan oleh Pemerintah dinamakan Kelompok Adat Terpencil (KAT). Jelas bahwa kelompok tersebut mendapat manfaat dari Penanganan jalan, yang fungsinya antara lain adalah untuk membuka aksesibilitas guna memfasilitasi pelayanan sektor lainnya (kesehatan, pendidikan, dll).

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Bab 2 - 4

Rujukan AMAN dan Bank Dunia lebih mementingkan aspek ciri khas dan eksistensi dari masyarakat adat. Belum terlayani masyarakat tersebut tidak dianggap sebagai hal yang penting, boleh jadi agar masyarakat adat dapat dilindungi dari kehidupan moderen, dengan segala kekurangannya.

Oleh karena rujukan kelompok KAT agak berat sebelah (bias) menuju pembukaan isolasi sebagai obat keterbelakangan, maka rujukan itu sulit dikawinkan dengan rujukan yang bertujuan untuk menjaga harmonisnya kehidupan tradisional, demi mencegah kehancuran yang dapat terjadi apabila penanganan jalan membuka akses kepada kelompok yang rentan terhadap dampak negatif dunia moderen.

Maka untuk mengetahui apakah suatu masyarakat adat tergolong rentan atau tidak, yang tepat adalah rujukan AMAN atau Bank Dunia. Untuk mudahnya, dalam studi ini digunakan rujukan OP 4.10 sebagai kriteria acuan.

2.2. Logika Pendekatan2.2.1. Hubungan ANDAS dengan Kegiatan Proyek

Sebagai kerangka analisa dampak jalan pada masyarakat adat, perlu diketahui proses untuk menyiapkan rencana jalan, supaya hasil Studi ANDAS lebih bermanfaat bagi masyarakat. Terdapat hubungan timbal balik antara penentuan rencana dan desain penanganan jalan dengan penentuan rencana untuk melindungi masyarakat di sekitarnya dari dampak sosial negatif penanganan jalan.

Tiga jurusan kegiatan dipersandingkan dalam Bagan 2.1. berikutnya, yaitu Persiapan Penanganan Jalan (sebelah kiri), Analisa Dampak Sosial (tengah halaman) dan Rencana Pengadaan Lahan danStudi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 2 - 5

Pemukiman Kembali (sebelah kanan, disingkat LARAP). Kalau terdapat Kelompok Adat Terpencil pada suatu proyek yang memerlukan pengadaan tanah, ketiga unsur itu digunakan.

Bagan 2.1. mengandung logika urutan kegiatan dan keluaran mana yang digunakan oleh unsur yang lain sebagai masukan dan sebagai titik awal dan akhir. Sebelum ANDAS dan/atau LARAP dapat dimulai, perencanaan jalan harus maju sampai perencanaan teknis sementara (preliminary design), yang kemudian harus disesuaikan pada perencanaan teknis akhir (final engineering design) dengan hasil Studi ANDAS dan LARAP itu.

2.2.2.

Tolok Ukur untuk Masyarakat Rentan (Vulnerable)

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Bab 2 - 6

Mengingat beraneka ragamnya masyarakat adat di Indonesia, sebagian yang sudah mengalami proses modernisasi dan sebagian yang belum, perlu diakui kemungkinan bahwa suatu masyarakat yang digolongkan oleh Dep.Sos. sebagai kelompok adat terpencil (KAT) ternyata tidak begitu rentan terhadap dampak sosial negatif penanganan jalan, dibandingkan dengan masyarakat umum. Suatu langkah yang penting dalam studi Analisa Dampak Sosial adalah keputusan apakah masyarakat adat yang bermukim di sekitar jalan berada dalam keadaan rentan atau tidak (lihat kotak di tengah Bagan 2.1).

Perlu dicatat bahwa istilah rentan tersebut mengacu pada kelompok, bukan pada individu yang kebetulan berada dalam keadaan miskin, sakit, atau kerentanan pribadi yang lainnya. Kriteria yang dipilih, dan survei yang digunakan untuk mengklasifikasikan masyarakat, harus membedakan hal-hal yang berlaku pada masyarakat pada umumnya dari hal-hal yang berlaku pada individu. Demikian pula dengan dampak. Jika satu orang merasa dirugikan karena (misalnya) pemandangan dari rumahnya diganggu, belum tentu dapat diartikan sebagai gangguan untuk adat-istiadat.

Mengacu ke kriteria OP 4.10 di atas sebagai tolok ukur masyarakat adat yang rentan terhadap dampak sosial negatif penanganan, perlu diuraikan hal-hal yang membedakan masyarakat adat dari masyarakat secara umum pada wilayah studi. Untuk itu, harus diketahui sebelumnya masyarakat mana yang merupakan masyarakat umum, yang akan dibandingkan ciri-cirinya dengan masyarakat adat menurut tolok ukur OP 4.10 tersebut.

Penggunaan beberapa tolok ukur membuka kemungkinan untuk mendapat beberapa kesimpulan tentang keputusan yang kunci ini.Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 2 - 7

Bagaimana kalau satu dua kriteria menunjukkan adanya masyarakat yang rentan padahal secara mayoritas, tidak demikian? Atau apakah hanya salah satu dari lima kriteria OP 4.10 sebaiknya digunakan sebagai satu-satunya indikator?

Mengingat salah satu tujuan Studi ANDAS adalah Menghindari atau meminimalkan dampak sosial negatif yang sangat potensial

merugikan masyarakat adat akibat rencana pelaksanaan proyek, maka kalau ternyata hanya satu indikator saja menunjukkan bahwa masyarakat adat berada dalam keadaan rentan, mestinya sudah cukup untuk menyiapkan rencana untuk mencegahnya.

Pendekatan untuk analisa kerentanan dianalisa dalam Bagian 2.3, diikuti pada bagian 2.4. dengan metodologi studi pada masyarakat yang digolongkan sebagai rentan (Indigenous Vulnerable Peoples)

2.2.3.

Analisa Dampak dan Penanganannya

Penanganan jalan mengakibatkan beberapa jenis gangguan, yang diakibatkan tahapan kegiatan, seperti Pra-Konstruksi, Konstruksi dan Pasca-Konstruksi. Masing-masing fase penanganan jalan perlu dilihat dampaknya terhadap masyarakat adat. Walaupun demikian, dampak yang penting dari segi kerentanan adalah dampak Pasca-Konstruksi, karena dampak tersebut berjangka panjang.

Baik untuk masyarakat adat yang tergolong rentan maupun untuk masyarakat adat yang tergolong tidak rentan, perlu dianalisa dalam Studi ANDAS kemungkinan dampak pada setiap tahap. Bedanya, untuk masyarakat yang dianggap rentan, setiap gangguan

dipertimbangkan cara mencegahnya secara mendetail, sedangkan untuk masyarakat adat yang umum (KAT) yang tidak tergolong rentanStudi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 2 - 8

terhadap dampak sosial negatif, cukup dilakukan penanganan yang bersifat umum, yang diterapkan untuk proyek jalan manapun, dinamakan Prosedur Tetap (Standard Operating Procedures = SOP).

2.2.4.

Hubungan Studi ANDAS dengan Studi LARAP

Apabila perencanaan teknis menunjukkan perlunya pembebasan lahan ataupun pemukiman kembali, suatu studi LARAP harus dilakukan, sesuai dengan jumlahnya keluarga yang terganggu. Sebaiknya studi LARAP dikerjakan sekaligus dengan studi ANDAS karena obyek studi kemungkinan adalah warga yang sama. Metodologi untuk Studi LARAP tidak perlu diuraikan disini karena sudah baku. Apabila digabung studinya, hasilnya sebaiknya disajikan dalam satu dokumen (Studi ANDAS dan LARAP) dengan uraiannya masing-masing.

Sedangkan apabila studi ANDAS dan LARAP dilakukan pada waktu yang berbeda (misalnya kalau perencanaan teknis dirubah sesudah ANDAS, atau masing-masing studi dilakukan oleh pihak yang berbeda), maka hasil studinya terpaksa dipisahkan.

2.3. Pendekatan untuk Analisa KerentananAnalisa kerentanan suatu masyarakat adat termasuk perbandingan dengan masyarakat umum di wilayah studi mengacu pada lima tolok ukur OP 4.10. Dengan masyarakat umum dimaksud masyarakat lain di kecamatan yang sama.

1. Keterikatan yang kuat atas tanah leluhur dan sumber daya alam Penanganan jalan dapat merusak keterikatan atas tanah leluhur dan sumber daya alam apabila dibukanya jalan mendorong orang luar untuk masuk, sekaligus memanfaatkan kelemahan masyarakatStudi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 2 - 9

adat karena tidak biasa terlibat dalam kegiatan ekonomi sehingga mudah tertipu untuk menjual tanah atau sumber daya alam. Pertanyaan yang relevan adalah: 1. Apakah masyarakat adat bersikap positif atau tidak (ragu-ragu atau menantang) terhadap penanganan jalan? 2. Apakah sumber daya alam di sekitar masyarakat mempunyai nilai ekonomis yang tinggi (hutan atau mineral)? 3. Apakah tanah di sekitar masyarakat sudah biasa diperjualbelikan? Kalau jawaban 3. adalah Tidak, apakah penjualan tanah kepada orang luar dilarang menurut adat-istiadat?

Kesimpulan: Masyarakat itu Rentan apabila : 1. = Tidak atau 2. = Ya atau 3. = Tidak+Tidak; Masyarakat Tidak Rentan apabila : 1. = Ya dan 2. = Tidak dan 3. = Ya atau 3. = Tidak+Ya.

2. Diidentifikasi oleh diri dan oleh masyarakat lainnya sebagai kelompok yang berbeda budaya Penanganan jalan dapat merusak identitas dan budaya yang khas apabila budaya masyarakat adat belum terkontaminasi dengan budaya moderen, dibandingkan dengan masyarakat umum. Sikap terhadap hubungan seksual saat ini menjadi penting karena ancaman dari HIV/Aids. Pertanyaan yang relevan adalah: 4. Apakah masyarakat adat menghindari hubungan sosial dengan masyarakat umum di kecamatan, dengan alasan budaya? 5. Apakah masyarakat adat itu sudah menganut salah satu agama yang diakui negara, yang diukur dengan terdapat rumah ibadah di setiap desa?

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Bab 2 - 10

6. Apakah sikap masyarakat adat itu terhadap hubungan seksual lebih lunak daripada sikap masyarakat umum?

Kesimpulan: Masyarakat itu Rentan apabila : 4. = Ya atau 5. = Tidak atau 6. = Ya; Masyarakat Tidak Rentan apabila : 4. = Tidak dan 5. = Ya dan 6. = Tidak.

3. Memiliki bahasa asli yang berbeda dari bahasa nasional Bahasa yang langka dapat menjadi punah apabila bahasa itu adalah khas masyarakat adat dibandingkan dengan bahasa masyarakat sekitarnya, atau, penanganan jalan mengakibatkan bahasa daerah diganti oleh bahasa nasional. Pertanyaan yang relevan adalah: 7. Apakah bahasa komunitas adat ini juga digunakan atau dimengerti oleh masyarakat umum? 8. Apakah ada sekolah dasar negeri di setiap desa yang dilalui jalan (sehingga Bahasa Indonesia sudah diajarkan kepada anakanak)? Kesimpulan: Masyarakat itu Rentan apabila : 7. = Tidak atau 8. = Tidak; Masyarakat Tidak Rentan apabila : 7. = Ya dan 8. = Ya.

4. Adanya lembaga adat sosial dan politik Penanganan jalan dapat merusak tatanan sosial/politik apabila ada adat sosial/politik yang begitu berbeda dari adat sosial/politik yang ada pada masyarakat umum, dan hal itu akan diganggu oleh penanganan jalan. Pertanyaan yang relevan adalah: 9. Apakah sudah ada hubungan sosial masyarakat itu dengan masyarakat umum?

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Bab 2 - 11

10. Apakah keikutsertaan masyarakat adat itu dalam kegiatan politik berbeda dari keikutsertaan masyarakat umum, diukur dari partisipasi dalam pemilihan umum terakhir ini?

Kesimpulan: Masyarakat itu Rentan apabila : 9. = Tidak atau 10. = Ya; Masyarakat Tidak Rentan : apabila 9. = Ya dan 10. = Tidak.

5. Produksi terutama untuk kebutuhan sendiri (subsisten) Penanganan jalan dapat mengancam kehidupan ekonomi maupun kesehatan masyarakat apabila pembukaan jalan akan merubah pola pertanian dan pola makan. Pertanyaan yang relevan adalah: 11. Apakah tanaman utama masyarakat itu berbeda dengan tanaman masyarakat umum? 12. Apakah makanan utama masyarakat itu berbeda dengan makanan masyarakat umum?

Kesimpulan: Masyarakat itu Rentan apabila : 11. = Ya atau 12. = Ya; Masyarakat Tidak Rentan apabila : 11. = Tidak dan 12. = Tidak.

Dengan demikian, suatu masyarakat harus memenuhi duabelas (12) kriteria sebelum dapat dikatakan Tidak Rentan Secara Umum, dan apabila hanya satu dari 12 kriteria itu tidak dipenuhi, maka masyarakat itu digolongkan sebagai Rentan (sesuai pepatah setitik nila merusak susu sebelanga). Syarat itu jelas mengidentifikasi masyarakat adat dimana dampak sosial negatif dapat terjadi, sesuai dengan amanat OP 4.10 Bank Dunia.

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Bab 2 - 12

Hal ini tentunya tidak berarti bahwa tidak ada dampak sosial negatif yang spesifik yang perlu ditangani, dan tidak berarti bahwa safeguards tidak perlu diterapkan. Untuk menangani dampak bagi masyarakat tersebut, bentuk Rencana Tindakan diuraikan pada Bagian 2.4.3.

2.4. Pendekatan untuk Masyarakat Adat yang Rentan (Indigenous Vulnerable Peoples)Studi ANDAS paket EIB-115 di Kabupaten Ende berdasarkan asumsi awal bahwa masyarakat adat itu termasuk golongan Rentan (sebelum survey lapangan dan dikembangkan metodologi di Bagian 2.3). Bagian 2.4 ini menjelaskan metodologi survey yang telah digunakan, diawali dengan komentar tentang penafsiran Kerangka Acuan Kerja (Terms of Reference), diikuti dengan uraian langkah-langkah praktis yang telah diambil.

Diuraikan langkah yang akan dilakukan selama studi di Kabupaten Ende supaya proses pengembangan Rencana Kerja Pemberdayaan Masyarakat Adat (Indigenous Peoples Development Plan) menjadi jelas.

2.4.1. Penafsiran Kerangka Acuan KerjaMenurut Kerangka Acuan (KAK) Studi ANDAS (awal tahun 2005) metodologi dan pendekatan yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah [penelitian tindakan (action research) yang menggabungkan antara] 1 pendekatan [saintifik (logika sains] etnometodologis) dengan pendekatan partisipatif. Sebenarnya penelitian partisipatif merupakan sejenis penelitian tindakan, dan tidak bisa digabung dengan pendekatan saintifik/ etnometodologis karena kedua jenis pendekatan itu berlawanan.

1

Kata-kata [] dikutip dari KAK Bahasa Indonesia yang digunakan oleh peneliti, dan tidak ditemukan dalam terjemahan ToR ke dalam Bahasa Inggeris.

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Bab 2 - 13

Konsultan memilih pendekatan partisipatif karena pengalaman menunjukkan adanya kelemahan dalam penelitian dengan

menggunakan pendekatan yang dinamakan saintifik antara lain: (1) menghasilkan pengetahuan empiris-analitis, dan cenderung tidak mendatangkan manfaat bagi obyek (masyarakat lokal); (2) banyak bermuatan kepentingan untuk melakukan rekayasa sosial (social engineering); (3) memungkinkan terjadinya "pencurian" terhadap kekayaan pengetahuan lokal oleh peneliti (orang luar) sehingga sangat berpotensi untuk menyebabkan penindasan terhadap masyarakat. Sementara pendekatan etno-metodologis, meskipun berusaha

memahami kehidupan sehari-hari masyarakat, mencoba menghasilkan pengetahuan yang bersifat historis-hermeneutik, dan meyakini adanya makna di balik fenomena sosial, juga memiliki kelemahan. Yakni kecenderungannya untuk menghasilkan pengetahuan yang hanya bisa memaafkan realita.

Penelitian tindakan/partisipatif dilakukan apabila orang yang akan melakukan tindakan terlibat penuh dalam proses penelitian ini sejak awal. Dengan demikian dapat disadari perlunya melaksanakan program tindakan tertentu dan yang bersangkutan mampu

menghayatinya dengan baik. Tanpa kolaborasi seperti ini, maka diagnosis dan rekomendasi tindakan untuk mengubah situasi sesuai dengan tujuan studi tidak mungkin mampu mendorong adanya perubahan yang diharapkan.

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Bab 2 - 14

2.4.2. Pendekatan AktualStudi ANDAS dimulai sesudah penyaringan Draft Program di meja yang menggunakan data DepSos pada bulan Juni 2004, kemudian hasil penyaringan di lapangan pada bulan Desember 2004 memberi konfirmasi bahwa masyarakat adat memang tinggal kurang dari 10 km dari proyek tersebut (lihat Dalam kegiatan Studi ANDAS ini ada 15 (limabelas) tahapan proses). Jadwal pelaksanaan aktual dituangkan pada Bagan 2.2. yang dapat dipersandingkan dengan perkiraan waktu total 4 bulan per ANDAS. 1. Tahap Persiapan Keluaran atau hasil yang ingin dicapai pada tahap ini ada 5 (lima). Pertama, terkumpulnya informasi umum yang berkaitan dengan usulan kegiatan ANDAS. Kedua, berdasarkan data dan informasi tersebut, maka CTC menyusun metode dan pendekatan serta jadual kegiatan yang kesemuanya tertuang dalam bentuk Pedoman Rencana Kerja termasuk tersusunnya media sosialisasi dan diseminasi yang akan digunakan di lapangan. Ketiga, melakukan konsultansi tentang pemahaman konsep yang dilakukan dengan pihak Bank Dunia dan dengan Departemen Sosial. Keempat, CTC melakukan Konsolidasi Tim guna menyusun penyempurnaan rencana kerja detail yang akan dilakukan di lapangan. Terakhir, kelima, melakukan koordinasi persiapan akhir dengan pihak DitJen Bina Marga (SubDit Lingkungan), PMU EIRTP-2 dan Bank Dunia, surat perkenalan disiapkan oleh DitJen Bina Marga, lalu dana untuk survei lapangan disiapkan oleh CTC. Tahap persiapan memerlukan waktu 3 (tiga) bulan (Mei Juli 2005). 2. Koordinasi Dinas PU/Bina Marga dan Instansi Terkait Tahap awal di lapangan yang harus dilakukan CTC adalah melakukan koordinasi dengan pihak Dinas PU/Bina Marga. Tujuannya adalah untuk menyamakan persepsi dan tersosialisasi rencana kerja yangStudi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 2 - 15

akan dilakukan CTC di lapangan. Selain itu juga diperoleh data dan informasi proyek/subproyek secara detail dan juga lahir kesepakatan dukungan teknis atas implementasi rencana kerja tersebut. Atas fasilitasi dari Dinas PU/Bina Marga, maka dilakukanlah koordinasi dengan Dinas/Instansi terkait, terutama dengan Dinas Sosial. Termasuk jika memungkinkan dengan Gubernur. Kegiatan dilakukan di provinsi, selama waktu seminggu pada awal bulan Agustus 2005. 3. Identifikasi Kelembagaan Lokal Mengidentifikasi kelembagaan lokal yang terkait dan atau memiliki program pemberdayaan bagi masyarakat adat (KAT). Kelembagaan tersebut bisa berasal dari Pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi keagamaan dan lain sebagainya. Tujuannya adalah untuk menggali informasi tentang programnya, lokasi sebaran KAT, karakteristik dan informasi relevan lainnya. Selain itu, pada tahap ini juga sudah diperoleh komitmen dari kelembagaan tersebut untuk menghadiri acara Lokakarya Tingkat Provinsi nanti pada saatnya. Kegiatan ini dilakukan di provinsi selama waktu seminggu sejajar dengan kegiatan 2. 4. Survai Awal Pemahaman Lapangan Berdasarkan informasi awal yang telah diperoleh, maka CTC kemudian melakukan survai pendahuluan untuk dapat melakukan pemahaman awal. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran umum karakteristik KAT yang kemudian dipergunakan sebagai bahan yang akan disajikan pada saat Lokakarya Tingkat Provinsi. Hal ini dianggap sangat penting sehingga CTC dapat berperan optimal ketika melakukan fasilitasi penentuan KAT pada proyek/subproyek yang ada. Pemilihan lokasi dilakukan dengan mempertimbangkan aspek waktu, biaya dan tenaga. Kegiatan ini dilakukan pada minggu kedua bulan Agustus 2005.

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Bab 2 - 16

5. Persiapan Lokakarya Penapisan Tingkat Provinsi Setelah Survai Pendahuluan dan sesudah bahan-bahan untuk lokakarya telah siap, termasuk dana, maka CTC melakukan persiapan teknis lokakarya. Kegiatan ini bertujuan agar semua keperluan baik itu menyangkut waktu, tempat, peralatan dan hal lainnya yang bersifat teknis. Peserta lokakarya harus diyakinkan untuk bisa hadir, untuk itu maka CTC harus mendatangi kembali seluruh kelembagaan lokal untuk menyerahkan undangan berikut dengan bahan atau materi yang akan dibahas pada saat Lokakarya. Kegiatan ini dimulai di provinsi pada minggu kedua bulan September 2005. 6. Pelaksanaan Lokakarya Penapisan Tingkat Provinsi Lokakarya diadakan pada tanggal 21 September 2005 di Kupang. Tujuan atau hasil utama yang diharapkan dari kegiatan lokakarya adalah tercapainya kesepakatan mana saja lokasi proyek/subproyek yang terdapat KAT (dengan ketentuan berjarak maksimal 10 Km dari jalan). Ketika ditemukan adanya lokasi proyek/subproyek yang terdapat KAT, maka mulailah disaring prakiraan dampak. Mengingat keterbatasan waktu, maka untuk lokasi KAT yang tidak tertulis dalam dokumen penyaringan CTC 2 dilakukan analisa melalui kelembagaan lokal. Kepada peserta (terutama dari pihak LSM atau organisasi keagamaan) yang terdekat dengan lokasi KAT terkena dampak oleh CTC diberi form analisa (yang telah disusun) dengan kesepakatan waktu sekitar 2 (dua) minggu, dan CTC akan kembali ke lembaga tersebut untuk melakukan kajian bersama. Lokakarya diakhiri dengan mengeluarkan rekomendasi yang disepakati seluruh peserta. 7. Assessment/Rapid Appraisal Penialaian KAT terkena dampak di lokasi yang tertulis dalam dokumen penyaringan CTC tersebut dilakukan langsung oleh CTC di Kabupaten Ende dalam waktu 3 (tiga) minggu pada bulan2

Preparation of AWP-2, EIRTP-2: Kabupaten Field Visit Report: Ende, CTC, 27 December 2004

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Bab 2 - 17

Agustus/September 2005. Metode yang dipergunakan adalah Rapid Rural Appraisal (RRA) dengan menggunakan acuan RRA yang telah disusun oleh CTC pada tahap persiapan. Untuk menghindari timbulnya masalah komunikasi, maka CTC merekrut fasilitator lokal yang menguasai bahasa setempat. Survai juga dilakukan dengan melakukan penyebaran dan pengisian kuisioner dengan metode terpilih sesuai dengan kondisi lapangan. Tujuan dari kegiatan ini adalah diperolehnya data dasar yang berkaitan dengan karakteristik sosial-ekonomi KAT termasuk usulan dari KAT. 8. Forum Rembug Komunitas Adat Bisa jadi pada saat lokakarya terinventarisasi adanya proyek/sub proyek yang berdekatan dengan KAT. Ternyata, setelah dilakukan survai tidak memiliki dampak apa pun. Hasil berupa penapisan lokasi inilah yang kemudian mulai diinventarisasi dampak apa saja yang kemungkinan timbul dari proyek/ sub proyek. Komponen dampak inilah yang kemudian harus dikemas sedemikian rupa oleh Konsultan dalam bentuk media penggerak diskusi yang nantinya dibawa dalam forum Rembug Komunitas Adat. Hasil dari Rembug Komunitas Adat lebih bertujuan untuk mengakomodasi keinginan dan usulan masyarakat berkaitan dengan rencana Penanganan jalan mulai dari tahap perencanaan sampai dengan monitoring dan evaluasi. Langkah ini memerlukan waktu 2 (dua) minggu mulai akhir bulan Sept 2005. 9. Identifikasi Kegiatan untuk IPDP Tujuan atau keluaran dari tahap ini adalah terinventarisasi dan teridentifikasi kegiatan yang akan dilakukan dalam IPDP baik yang merupakan hasil usulan masyarakat dan fungsionalisasi program yang dilakukan oleh Dinas/Badan/Lembaga terkait. Untuk sampai dapat mengeluarkan draft IPDP maka CTC harus melakukan identifikasi yang terdiri dari 3 (tiga) kegiatan di lapangan selama 4 (empat) minggu. Pertama, melakukan identifikasi program terkait dariStudi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 2 - 18

Dinas/Instansi dan kelembagaan lokal. Biasanya dapat diperoleh melalui dokumen semacam Propeda atau semacamnya yang berisi rencana program Penanganan Pemerintah yang telah disetujui, bentuk kegiatan, lembaga pelaksana, besarnya anggaran dan sumber pembiayaan. Kedua, CTC melakukan Rembug Komunitas Adat yang bertujuan melakukan pemantapan apresiasi dan aspirasi KAT atas rencana kegiatan Penanganan jalan. Ketiga, dilakukan analisa bauran antara program yang telah direncanakan dengan usulan dari KAT. Dari sinilah dapat diperoleh muatan kegiatan IPDP. 10. Draft IPDP Muatan kegiatan IPDP ini kemudian oleh CTC dilakukan sistematisasi dengan hasil keluarnya draft IPDP. Termasuk disini adalah

penyusunan model atau format IPDP. Keluaran dari tahap ini adalah adanya dokumen Draft IPDP. Baik itu kegiatannya maupun aspek hukum dari IPDP. Untuk itu maka CTC juga sudah harus menyusun draft legalisasi IPDP. Keseluruhan proses ini harus dilakukan dengan berkonsultansi dengan pihak Subdit Bina Lingkungan dan Prasarana Departemen Pekerjaan Umum dan PMU EIRTP-2. Langkah ini memerlukan waktu 3 (tiga) minggu sampai akhir Nopember 2005. 11. Lokakarya/Pleno IPDP Diawali dengan kegiatan penyiapan pelaksanaan Lokakarya, memastikan berbagai pihak yang diundang untuk dapat hadir. Jika memungkinkan pada tahap ini juga diundang anggota DPRD Tingkat I. Sama halnya dengan pelaksanaan Lokakarya Penapisan, bahan lokakarya berupa draft IPDP tersebut sudah harus diterima oleh berbagai pihak yang diundang sebelum pelaksanaan lokakarya. Walaupun draftnya sudah dibahas, perlu diundang pihak KAT untuk menghadiri Pleno untuk mengukuhkan hasil studi. Tujuan dari kegiatan ini supaya lahir kesepakatan atas pembahasan draft IPDP tersebut untuk dilaksanakan. Kegiatan seluruhnya memerlukan 2Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 2 - 19

(dua) minggu, sampai diadakan Pleno di Kota Ende pada tanggal 17 Desember 2005. 12. Legalisasi IPDP Berdasarkan hasil Lokakarya tersebut maka CTC kemudian melakukan koordinasi dengan Bagian Hukum dari Pemerintah Provinsi (atau pihak lain yang disepakati oleh Lokakarya IPDP) dengan menyerahkan Draft Legalisasi IPDP yang telah disusun oleh CTC pada tahap sebelumnya. Keluaran yang ingin dicapai pada tahap ini minimal adalah tersusunnya Aspek Legal IPDP sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku di daerah. Jika memungkinkan sampai keluarnya Aspek Legal dalam bentuk SK Gubernur dan atau Peraturan Daerah. Kegiatan yang dilakukan di daerah ini memakan waktu 3 (tiga) hari kerja. 13. Analisa Hasil dan Penyusunan Draft Laporan Atas keseluruhan proses dilakukan analisa oleh CTC. Tujuannya ada dua. Pertama, adalah untuk menentukan apakah dibutuhkan adanya IPDP atau tidak. Kedua, untuk penyusunan Draft Laporan. Untuk yang pertama maka CTC harus melakukan konsultansi dengan berbagai pihak, terutama dengan Bank Dunia. Jika memang tidak perlu adanya IPDP maka proses analisa dianggap selesai. Sebaliknya, proses analisa masih akan berlanjut jika dibutuhkan adanya IPDP. Ternyata hasil keluaran yang kedua harus sudah dibuat sebelum dijawab pertanyaan pertama. Draft pertama dari laporan ini akhirnya disampaikan kepada Departemen Pekerjaan Umum pada tanggal 3 Januari 2006, berikut Rencana Pengembangan Masyarakat Adat yang sederhana sesuai keinginan daerah dan masyarakat adat sendiri. 14. Penjabaran Metodologi, Penyiapan Laporan Akhir Berdasarkan masukan yang diterima tentang draft pertama dari laporan ini, dan supaya hasilnya diberikan dalam bentuk Pilot Metodologi untuk Analisa Dampak Sosial Masyarakat Adat yangStudi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 2 - 20

Rentan, maka konsep IPDP dipertajam, dengan metodologi yang dimuat pada bagian sebelumnya dan bagian akhir dari Bab 2 ini, kemudian IPDP dirubah seperti di Bagian 4, dan laporan ditulis kembali dalam Bahasa Inggeris. Laporan Akhir ini disampaikan sesudah CTC bekerja 4 bulan lagi (Februari s/d Mei 2006).

Perlu dicatat bahwa Bank Dunia memandang perlu untuk mendapat masukan dari pihak World Wildlife Fund (WWF) mengenai

kemungkinan terjadi illegal logging atau dampak lainnya. Masukan tersebut belum terima. Tidak jelas pada saat mana langkah tersebut dianggap perlu ditempuh, kiranya menjadi jelas sebelum diadakan Studi ANDAS lainnya. Diharapkan diatur kembali jadwalnya agar tidak mementahkan hasil studi sebelumnya.

2.4.3. Bentuk Rencana TindakanKeluaran utama dari Studi ANDAS adalah berupa Rencana Kerja Pemberdayaan Masyarakat Adat (Indigenous Peoples Development Plan, IPDP) baik untuk masyarakat yang rentan maupun untuk masyarakat yang tidak rentan. Isinya rencana tersebut disesuaikan dengan tingkat kerentanan masyarakat. a. Bentuk Rencana Tindakan : Masyarakat yang Rentan Apabila hasil Studi ANDAS menunjukkan bahwa masyarakat kemungkinan rentan terhadap Penanganan jalan, maka Rencana Tindakan terdiri dari (1) Prosedur Tetap (SOP) dan (2) tindakan lain yang perlu untuk mengatasi dampak sosial negatif serta untuk (3) mengembangkan komunitas adat. Rencana tersebut bisa saja mencakup hal-hal yang tidak terkait langsung dengan Penanganan jalan, baik tindakan fisik maupun tindakan studi dan kelembagaan. Sebagai bentuk presentasi ringkasan Rencana, digunakan format matriks. Fokus analisa adalah Isu/Permasalahan/Dampak yang kiranya terjadi (kolom paling kiri dalam matriks). Untuk setiapStudi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 2 - 21

Isu/Permasalahan/Dampak (satu baris dalam matriks), diuraikan tentang hal-hal sebagai berikut (masing-masing dengan satu kolom dalam matriks) :

Lokasi dan Jumlah Warga Sasaran, yang diperkirakan kena masalah ybs termasuk kelompoknya, misalnya 25 pedagang di desa X, 300 petani, 10 nelayan (bukan jumlah KK) kalau nama desa tidak disebut, dimaksud semua desa yang ada di Wilayah Studi (dilengkapi peta);

Rencana Tindak, yaitu program atau singkatan dari penanganan yang diusulkan, misalnya Pembangunan

Rumah, Sosialisasi Masalah Aids/HIV, dll, berikut uraian tindakan, membagi kegiatan menurut langkah yang nyata (misalnya mengukur lahan disaksikan oleh warga dan BPN) atau menurut pelaku (misalnya menyediakan beasiswa oleh Diknas);

Waktu Kegiatan, yaitu bulan dan tahun awal dan akhir dari setiap Rencana Tindak;

Perkiraan Biaya dan Sumber Dana, termasuk cara perkiraan (misalnya 2 rumah x Rp. 25 juta = Rp. 50 juta); sumber daya menurut instansi atau donatur, dengan pembagian yang jelas kalau ada kerjasama;

Indikator

Keberhasilan,

menggambarkan

tolok

ukur

keluaran atau keadaan yang diharapkan sebagai akibat dari Uraian Tindakan masing-masing (misalnya Jumlah rumah yang dibangun);

Instansi Penanggung Jawab untuk setiap kegiatan; Pengawas/Pemantau, selama dan pasca-kegiatan.

Lampiran 3 laporan ini memberi Contoh Tindakan apabila Hasil ANDAS mengindikasikan Kerentanan pada suatu masyarakat adat.

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Bab 2 - 22

b. Bentuk Rencana Tindakan : Masyarakat yang Non-Rentan Apabila hasil Studi ANDAS menunjukkan bahwa masyarakat belum tentu rentan secara umum terhadap Penanganan jalan, maka Rencana Tindakan terdiri dari (1) Prosedur Tetap (SOP) dan (2) tindakan lain yang perlu untuk mengatasi dampak sosial negatif serta untuk (3) mengembangkan komunitas adat bila dianggap perlu menurut Pemerintah Daerah atau LSM setempat. Rencana tersebut bisa saja mencakup hal-hal yang tidak terkait dengan Penanganan jalan, baik tindakan fisik maupun tindakan studi dan kelembagaan. Sebagai bentuk presentasi Rencana, digunakan format matriks yang sama dengan yang diuraikan di atas untuk masyarakat yang Rentan. Contohnya diberikan pada bagian 4 laporan ini. Secara ringkas, Rencana Kerja Pemberdayaan Masyarakat Adat harus terdiri dari: Tabel 2.2. Bentuk Rencana Kerja Pemberdayaan Masyarakat Adat Tindakan untuk Masyarakat Adat yang Rentan (Indigenous Vulnerable Peoples): (1) Standard Operating Procedures Tindakan untuk Masyarakat Adat yang Tidak Rentan (Indigenous Peoples): (1) Standard Operating Procedures

(2) Tindakan untuk mengatasi dampak (2) Tindakan untuk mengatasi dampak sosial negatif (bila ada): fisik/studi sosial negatif (bila ada): fisik/studi (3) Tindakan untuk mengembangkan (3) Tindakan untuk mengembangkan Komunitas Adat (wajib) Komunitas Adat (fakultatif)

2.4.4. Bentuk LegalisasiGuna menjamin bahwa bagian IPDP yang dibiatai secara lokal betulbetul akan dilaksanakan oleh para institusi terkait, maka suatu produk hukum perlu ditetapkan. Produk Peraturan Daerah merupakan produk hukum tertinggi di Kabupaten Ende, namun demikian khusus untuk IPDP ini akan diterbitkan Surat Keputusan (SK) Bupati yang

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Bab 2 - 23

isinya bahwa IPDP tersebut betul-betul akan dilaksanakan oleh instansi terkait sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Garis besar dari SK tersebut berisi antara lain : Menimbang : berisi pertimbangan-pertimbangan mengapa SK tersebut perlu diterbitkan / disusun, isinya bersifat kontekstual Mengingat : berisi produk-produk hukum (diatasnya) yang menjadi konsideran SK tersebut ini. Suatu penelitian hukum perlu dilakukan guna menjamin bahwa SK yang diterbitkan tidak bertentangan dengan produk-produk hukum diatasnya. Memperhatikan : berisi referensi-referensi penting sebelum SK tersebut diterbitkan. Memutuskan : Berisi penetapan dari Bupati bahwa IPDP (1) betulbetul akan dilaksanakan oleh institusi yang terkait (2) penetapan sumber dananya (3) dan mekanisme monitoringnya. Lampiran : yaitu dokumen IPDP yang sudah disetujui oleh semua stakeholder.

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

okt 06

Bab 2 - 24

Ba b 3 Keadaan Lapangan

3.1. Usulan Pekerjaan3.1.1. Lokasi Proyek EIB-115

Rencana Peningkatan Jalan Ruas Nuanilu-Hangalande dan Ruas Nduari Warundari dengan Panjang Jalan yaitu 18 Km dan melewati 7 (tujuh) desa, yaitu Desa Wologai Timur, Desa Nduari, Desa Nggumbalaka, Desa Wuru, Desa Ndenggarongge, Desa Tana Langi, dan Desa Tani Woda dan 3 (tiga) Kecamatan yaitu Kecamatan Detusoko, Kelimutu, dan Kota Baru Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur. Proyek peningkatan Jalan terbagi menjadi 2 (dua) Ruas yaitu ruas Nuanilu Hangalande mempunyai panjang 12,7 km, melewati 4 (empat) desa yaitu desa Wologai Timur Kecamatan Detusoko (Sta 00+000/ Titik Awal), desa Nduaria Kecamatan Kelimutu, desa Ndengga Rongge Kecamatan Kelimutu, desa Tana Langi kecamatan Kota Baru dan desa Tani Woda Kecamatan Kota baru (Sta 18+000/Titik Akhir) dan untuk Ruas Nduari-Warundari mempunyai panjang 5,3 Km, melawati 3 (tiga) desa yaitu desa Nduari Kecamatan Kelimutu, Desa Nggumbelaka Kecamatan Detusoko, dan desa Kuru

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 3 - 1

Kecamatan Kelimutu. Secara geografis rencana peningkatan jalan terletak pada dataran tinggi yaitu jalan perbukitan atau pegunungan. Kondisi Jalan Ruas Nuanilu Hangalande berupa tanah dan bebatuan dengan lebar jalan/badan jalan 3 m sampai 6 m, dan untuk ruas Nduari Warundari kondisi jalan tersebut berupa jalan aspal yang sudah rusak dengan lebar/badan jalannya 3 m. Pada Rencana Teknik Peningkatan Jalan Ruas Nuanilu Hangalande dan Ruas Nduari Warundari tidak ada pembebasan lahan. Jalan tersebut dibuka pada tahun 1996 dengan lebar jalan 3 meter sampai 6 meter. Fungsi jalan tersebut bagi komunitas adat terpencil adalah sebagai moda transportasi untuk menjual hasil komoditinya dan selama ini untuk menjual hasil komoditi mereka harus berjalan kaki dengan jarak 3 to 5 km. Moda transportasi yang ada hanya kendaraan roda dua (motor).

3.1.2.

Kondisi Geografis

Secara geografis Kabupaten Ende merupakan gugusan perbukitan dengan ketinggian wilayah studi berkisar 800-1200 mdl. Kondisi tersebut dalam pembangunan harus didukung oleh sistem transportasi yang terpadu antara darat, laut dan udara. Keberadaan ruas jalan NuaniluHangalande dan ruas NduariWarundari berada pada dataran tinggi. Kemiringan tanah berkisar antara 0 % sampai dengan 30 % (sebelah timur jurang dan sebelah utara punggung bukit). Prasarana jalan sepanjang 18 Km (ruas Nuanilu-Hangalande dan Nduari- Warundari) dapat dikatakan hanya mengandalkan jalan desa yang saat ini akan ditingkatkan melalui EIRTP-2, sedangkan jalan tersebut menghubungkan antara jalan kabupaten dengan jalan negara.

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 3 - 2

3.1.3.

Iklim

Musim hujan rata-rata selama 5 bulan (NovemberMaret), sedangkan kemarau Juni-September, dengan suhu rata-rata 25-30 derajat Celcius.

3.2. Kondisi Sosio-EkonomiDengan menggunakan teknis stratified random sampling, dimana jumlah responden yang diambil adalah 200 KK, maka diperoleh gambaran kondisi masyarakat adat sebagai berikut untuk EIB-115:

3.2.1 KependudukanJumlah penduduk yang bermukim di sepanjang jalan ruas NuaniluHangalande, Desa Wologai Timur 85 KK/430 Jiwa, Desa Ndengga Rongge 126 KK/731 jiwa, Desa Tana Langi 235 KK/809 jiwa dan Desa Tani Woda 187 KK/611 jiwa. Untuk Ruas Nduari-Warundari Desa Nggumbelaka 101 KK/ 363 jiwa, desa Kuru 190 KK/738 jiwa. Untuk mengetahui lebih rinci sebaran Komunitas Adat Terpencil di masing-masing desa dapat dilihat sbb: Tabel 3.1. Jumlah Penduduk Masyarakat Adat di EIB-115 No Desa Kecamatan Jumlah KK Jumlah Jiwa

Ruas Nuanilu Hangulande 1. 2. 3 4 Wologai Timur Ndengga Rongge Tana Langi Tani Woda Detusoko Kelimutu Kota baru Kota baru 85 126 235 187 430 731 809 611

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 3 - 3

No 1. 2. 3.

Desa Nduari Nggumbelaka Kuru

Kecamatan Kelimutu Detusoko Kelimutu Jumlah

Jumlah KK 101 190 924

Jumlah Jiwa 363 738 3.682

Ruas Nduari Warundari

Sumber : Data Kecamatan tahun 2004

3.2.2 PendidikanGambaran tingkat pendidikan Komunitas Adat Terpencil yang bermukim sepanjang ruas Nuanilu-Hangulande dan ruas NduariWarundari dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 3.2. Status Pendidikan Masyarakat Adat di EIB-115 No. Desa Pendidikan Tertinggi*BS SD SLTP SLTA TS(7-45th)

Jumlah Jiwa

Ruas Nuanilu Hangulande 1. 2. 3. 4. Wologai Timur Ndengga Rongge Tana Langi Tani Woda 57 96 75 288 244 190 33 89 30 17 76 50 35 196 150 429 701 495

Ruas Nduari Warundari 1. 2. 3. Nduari Nggumbelaka Kuru Jumlah 53 129 410 33 352 1107 6 40 198 27 15 185 12 137 529 131 673

* BS: Belum Sekolah; SD:sekolah dasar; SLTP: lanjutan pertama ; SLTA: lanjutan atas TS (7-45th): Berumur antara 7 dan 45, tidak pernah bersekolah Sumber : Data Kecamatan tahun 2004Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 3 - 4

3.2.3 Mata PencaharianPenduduk yang bermukim sepanjang Ruas Nuanilu-Hangulande dan Nduari-Warundari mayoritas bekerja sebagai petani, dengan komoditi yang dihasilkan yaitu jagung, kacang tanah, padi, ladang, ubi kayu, ubi jalar, cabe, bawang putih, bawang merah, tomat, kentang, buncis, kopi, jeruk, alpukat, dan mangga.

Komoditas yang merupakan makanan utama adalah jagung, sedangkan komoditas yang ditanam hanya untuk dijual adalah kopi dan jeruk. Tidak terdapat data mengenai jumlah dari masing-masing komoditas yang dihasilkan, maupun uang yang dihasilkan dari pertanian.

3.2.4 Identitas Responden SurveyBagan 3.1. Jenis Kelamin Responden (%)Jenis Kelam in RespondenP er empuan 9%

Lak i -l aki 91%

Jenis kelamin warga yang dijadikan responden 91% adalah lelaki dan 9% adalah perempuan. Awalnya Tim berusaha untuk menyeimbangkan jumlah ini. Tetapi kondisi lapangan belum memungkinkan. Angka ini setidaknya memberi gambaran belum terjadinya kesetaraan gender. Dari sisi usia responden, yang terbanyak adalah pada usia 30 sampai dengan 40 tahun (57%), ini menunjukkan usia produktif di lokasi ini lebih dominan, sebagaimana terlihat pada bagan berikut :Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 3 - 5

Bagan 3.2. Usia Responden (tahun)Usia Responden29% 14%

57%

< 30 thn

30 - 40 thn

41 - 50 thn

Usia produktif yang menjadi Kepala Keluarga ini kebanyakan memiliki anggota keluarga 3-5 orang (51%) dan di atas 5 orang (49%). Ini menunjukkan tidak ada satu pun responden yang belum memiliki anak atau anggota keluarga lainnya. Data selengkapnya terlihat pada bagan berikut : Bagan 3.3. Jumlah Anggota Keluarga Responden (orang)

Jum K lah eluarga 0% 49% 51%

>3Jiwa 3-5Jiwa 50 Thn

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 3 - 7

3.2.5 Tingkat Ekonomi RespondenPekerjaan utama responden kebanyakan (86%) adalah petani, hal ini menunjukkan pola hidup subsisten yang masih mendominasi. Walau demikian, ternyata selebihnya telah bekerja di sektor formal, sebagaimana terlihat pada bagan ini :

Bagan 3.7. Pekerjaan Responden (%)Pekerjaan Responden 6% 3% 3% 3%

85% Pegaw ai Negeri PNS BPD Petani Kepala Dusun

Informasi menarik yang patut dicermati, bahwa tingkat pendapatan dan pengeluaran responden ternyata sebagian besar yang dibawah Rp. 1 juta per bulan. Bahkan sebagian besar (94%) memiliki pengeluaran di bawah Rp. 1 juta. Pengeluaran tersebut memang sebanding dengan pendapatan. Ternyata 77% responden memiliki pendapatan di bawah Rp. 1 juta. Setidaknya ini menunjukkan adanya tingkat kesulitan ekonomi, khususnya karena angka ini mewakili pendapatan dan pengeluaran keluarga. Apalagi dari sisi lokasi memang terlihat hargaharga kebutuhan pokok sangat tinggi, hal ini terjadi mengingat sulitnya akses barang. Kesulitan ini ditambah lagi tidak adanya sumber pendapatan lainnya. Uraian ini dapat dipertegas melalui bagan yang disajikan secara berurutan berikut ini :

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 3 - 8

Bagan 3.8. Tingkat Pengeluaran Responden (Rp./bln)Pengeluaran Responden6% 0%

94% > Rp.1.000.000,Rp.1.000.000, - Rp. 1.500.000,< Rp.1.500.000,-

Bagan 3.9. Tingkat Pendapatan Responden (Rp./bln)Pendapatan Responden 0% 23%

77%

> Rp.1.000.000,-

Rp.1.000.000, - Rp. 1.500.000,-

< Rp.1.500.000,-

Kondisi ekonomi ini masih termasuk diuntungkan dengan pola hidup yang subsisten, sebagian besar (94%) mendapatkan sumber makanan dari kebun. Selebihnya 6% mendapatkannya dengan cara membeli. Hal ini ada kesesuaian dengan jenis mata pencaharian masyarakat secara umum.

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 3 - 9

Bagan 3.10. Pola Mendapat Sumber Makanan

Pola Mendapatkan Sumber Makanan Responden 6% 0%

94% Dari Kebun Membeli Lainnya

Sementara itu, sebanyak 77% responden menggunakan pola makan sehari tiga kali, selebihnya 23% responden menggunakan pola makan sehari dua kali, sebagaimana terlihat pada bagan berikut ini :

Bagan 3.11. Pola Makan sehari-hariPola Makan Sehari-hari Responden 23% 0%

77% 3 kali sehari 2 kali sehari Lainnya

3.2.6 Kondisi Lahan RespondenStatus kepemilikan lahan responden secara keseluruhan adalah Tanah Adat yang tercatat secara resmi di Pemerintah Desa, dan diakui status hukumnya oleh Pemerintah Kabupaten. Tidak ada tanah yang diakui sebagai hak milik atau hak girik, maupun tanah wakaf.

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 3 - 10

Lahan yang ada oleh responden secara keseluruhan dipergunakan untuk kebun atau ladang. Uraian ini sebagaimana terlihat pada bagan berikut ini : Bagan 3.12. Status Tanah Responden (%)Status Tanah0% 0% 0%

100% Hak Milik Tanah Wakaf Girik/ Letter-C Lainnya, Tanah Adat

Bagan 3.13. Jenis Pemanfaatan Lahan Responden (%)Jenis Pemanfaatan 0% 0%

100% Kebun/ladang Peternakan Lainnya

Permasalahan utama yang dialami oleh responden adalah terletak pada masalah perumahan. Kebanyakan responden (66%) menempati rumah dalam kondisi semi-permanen, bahkan 23% responden memiliki rumah dalam kondisi darurat. Hanya 11% responden yang memiliki rumah permanen.

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 3 - 11

Bagan 3.14. Kondisi Bangunan Rumah (%)

K ondisi B angunanR esponden23% 11%

66%P anen S i P anen D erm em erm arurat

3.2.7 Persepsi Terhadap Rencana ProyekAda 3 (tiga) hal penting yang dipertanyakan kepada responden, yaitu tingkat pengetahuan, sosialisasi dan musyawarah. Ini berkaitan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik. Ternyata keseluruhan responden telah mengetahui adanya rencana proyek ini dan itu sudah lama sejak tahun 1995.

Bagan 3.15. Tingkat Pengetahuan Warga Terhadap Rencana Jalan

Apakah Bpk/ Ibu Mengetahui Rencana Jalan0% 0%

100%

Ya

Tidak

Tidak Jaw ab

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 3 - 12

Bagan 3.16. Pelaksanaan Sosialisasi Rencana Jalan

Apakah Pem erintah Sudah M elakukan Sosialisasi0% 0%

100%

Sudah

Belum

Tidak Jawab

Bagan 3.17. Musyawarah Rencana JalanA pakah Pem erintah Sudah Melakukan Musyawarah0% 0%

100%Sudah Belum Tidak Jawab

Pertanyaan kunci yang kemudian diberikan kepada responden apakah ada kerugian yang dialami warga akibat rencana

pembangunan jalan. Keseluruhan responden menyatakan tidak ada. Bagan 3.18. Kerugian Warga Akibat Rencana JalanApakah Ada Kerugian dari Pembangunan Jalan

0%

0%

100%

Ada

Tidak Ada

Tidak Jawab

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 3 - 13

Kesimpulannya tidak terdapat persepsi maupun kesan negatif terhadap proyek pada para responden.

3.3. Aspek Budaya3.3.1. Ciri-Ciri Khas Masyarakat Tradisional di EIB-115Desa-desa yang berada sepanjang ruas Nuanilu-Hangulande dan ruas Nduari-Warundari merupakan wilayah permukiman Komunitas Adat Terpencil yang memiliki adat istiadat yang sangat kuat, dimana setiap kebijakan pembangunan diambil dari rapat musyawarah antara pemangku adat atau yang lebih dikenal dengan sebutan kepala suku atau desa dengan masyarakat. hasil keputusan rapat musyawarah selalu mengedepankan pelestarian nilai-nilai adat dan kepentingan masyarakat yang lebih akomodatif. Komunitas adat terpencil yang ada dilokasi proyek hidup berdasarkan asal-usul secara turun temurun diatas satu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam yang diatur oleh hukum adat, dan pengelolaannya diatur oleh kepala suku. Komunitas inilah disebut dengan anak negeri yang memiliki dan berhak atas tanah yang ada di wilayah tersebut. Hak memiliki tanah atau penguasa ulayat/persekutuan biasa disebut Mosalaki, diatur oleh kepala suku dan tidak diperbolehkan untuk diperjual belikan dan jika

diperjualbelikan harus persetujuan tokoh-tokoh adat, kepala suku. Dalam membahas permasalahan adat menggunakan Rumah Adat biasa disebut Saong Goa atau Kuwu. Saong goa atau Kuwu biasanya digunakan untuk membahas dan memecahkan permasalahan adat selain itu juga digunakan untuk menyimpan hasil panen, dan dalam pembagian hasil panen yang berhak memutuskan adalah kepalaStudi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 3 - 14

suku bersama-sama dengan tokoh adat setelah diputuskan barulah diadakan upacara Poo atau upacara inti, yaitu upacara pembagian hasil panen dan penolakan hama. Hukum adat atau denda adat biasanya dilakukan jika ada komunitas adat yang melanggar adat, misalkan dalam mengingkari janji tidak tepat waktu dan denda adat atau hukum adat yang berlaku ada 3 persyaratan atau sanksi yang harus di bawa yaitu pertama membawa Wawi Ngii, yaitu membawa babi besar sebanyak 4 pikul, Kedua Are Bote yaitu membawa beras 30 kg atau 1 gentung, ketiga Moke Kumba yaitu Membawa Arak 1 bambu atau 20 botol, dan sanksi ini wajib dibawa pada saat Upacara Poo. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penguasaan atas wilayah adat atau tanah ulayat tertentu bersifat eksklusif sebagai hak penguasa dan /atau kepemilikan bersama komunitas, sehingga mengikat semua warga untuk menjaga dan mengelolanya untuk keadilan dan kesejahteraan bersama serta mengamankannya dari eksploritas pihak luar. Sementara dalam pengambilan keputusan tentang permasalahan adat masih di pegang oleh Kepala suku dan warga hanya dapat mengikuti apa yang telah diputuskan oleh kepala suku.

3.3.2.

Sebaran Komunitas Adat TerpencilUraian sebaran Kelompok Adat Terpencil untuk kabupaten Ende kecamatan Kota Baru sebagaimana dicantumkan pada tabel berikut ini:

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 3 - 15

PETA SEBARAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL (KAT) KECAMATAN KOTA BARU KABUPATEN ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMURJarak No Desa Lokasi Nama Suku Ke Desa 6 Ke Kec Ke Kab 23 29 38 117 123 67 Klasifikasi KAT Pedalaman V v v Pegunu ngan V v v Laki-laki 297 1231 303 Jumlah Penduduk Perempuan 385 1354 308 KK 180 317 187 Total 682 2585 611

1.

Niopanda

a. Niopanda b. Wolonaka

a. Lekowondo b. Lekowondo Ana Mbete

2.

Tani Woda

Ratenggoji

3.

Tiwosera

Tiwusora

Ata Kune

-

21

148

v

v

182

199

94

381

4.

Tanalangi

Paubewa

Ana Mbete

-

41

55

-

V

399

410

236

809

5.

Detuara

Detuara

Ata Kune

-

31

74

V

V

155

170

346

325

6.

Hangalande

hangalande

Ata Henda, Tu, Kune

-

14

140

v

v

358

401

165

759

Sumber : Dinas Sosial Kabupaten Ende

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

Bab 3- 16

Gambar 3.1. Kondisi Lokasi Proyek

Titik Awal Rencana Proyek

Perkampungan Adat

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

Bab 3 - 17

3.4. Kerentanan Masyarakat AdatMetodologi pada Bab 2 Bagian 2.3 dimaksud untuk mengetahui sejauh mana masyarakat Komunitas Adat Terpencil di sekitar proyek merupakan masyarakat yang Rentan terhadap kemungkinan dampak negatif suatu proyek. Bagian ini kembali menganalisa masyarakat dengan ciri-ciri tersebut di atas berkaitan dengan usulan proyek EIB115. Dari ciri-ciri masyarakat adat, dari data responden dan analisa hasil pertanyaan, konsultan mendapat kesimpulan berikut ini tentang kerentanan Komunitas Adat Terpencil di sekitar EIB-115: Tabel 3.3. Penilaian Kerentanan Komunitas di EIB-115 Pertanyaan 1. Apakah masyarakat seluruhnya bersikap positif terhadap peningkatan jalan? 2. Apakah sumber daya alam di sekitar jalan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi (hutan atau mineral)? 3. Apakah tanah di sekitar jalan sudah biasa diperjual-belikan? Kalau jawaban 3. adalah Tidak, apakah penjualan tanah kepada orang luar dilarang menurut adatistiadat? 4. Apakah masyarakat itu menghindari hubungan dengan masyarakat umum di kecamatan, dengan alasan budaya? Hasil Respon/Pengamatan Keseluruhan responden menyatakan tidak ada kerugian akibat rencana pembangunan jalan. Tidak ada hutan produksi maupun potensi tambang di sekitar jalan. WWF berpendapat bahwa tidak ada potensi illegal logging di daerah situ. Tanah disekitar jalan tidak biasa dijual-belikan. Tanah ulayat bersifat eksklusif sebagai hak penguasa di bawah kepala suku, warga dilarang keras menjual tanah kepada orang luar. Rentan? Keterikatan yang kuat atas tanah leluhur dan pada sumber daya alam Tidak

Tidak

Tidak

Identifikasi sebagai kelompok yang berbeda budaya Masyarakat adat di desa-desa studi tidak menghindari hubungan dengan masyarakat di Kecamatan Kota Baru, budaya hampir identik.

Tidak

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

Bab 3 - 18

Pertanyaan 5. Apakah masyarakat adat itu sudah menganut salah satu agama yang diakui negara, yang diukur dengan terdapat rumah ibadah di setiap desa? 6. Apakah sikap masyarakat adat itu terhadap hubungan seksual lebih lunak daripada sikap masyarakat umum? 7. Apakah bahasa komunitas adat ini juga digunakan oleh masyarakat umum di kecamatan? 8. Apakah ada sekolah dasar negeri di setiap desa yang dilalui jalan 9. Apakah sudah ada hubungan sosial masyarakat itu dengan masyarakat umum di kecamatan? 10. Apakah keikutsertaan masyarakat adat itu dalam kegiatan politik berbeda dari keikutsertaan masyarakat kecamatan, diukur dari partisipasi dalam pemilihan umum terakhir ini? 11. Apakah tanaman utama masyarakat itu berbeda dengan tanaman masyarakat umum di kecamatan? 12. Apakah makanan utama masyarakat itu berbeda dengan makanan masyarakat umum di kecamatan?

Hasil Respon/Pengamatan Masyarakat adat semuanya menganut agama Kristen Protestan, dan terdapat gereja di setiap desa.

Rentan?

Tidak

Sikap masyarakat adat bersikap keras terhadap pelanggaran seksual, sama seperti di masyarakat di kecamatan, yang sangat konservatif. Semua masyarakat di Kecamatan Kota Baru menggunakan Bahasa Ende, salah satu dari 73 bahasa di NTT. Lihat Peta 3.1. berikutnya. Setiap desa mempunyai sekolah dasar negeri yang mengajar dalam Bahasa Indonesia. Masyarakat adat di desa-desa studi bercampur baur dengan masyarakat di Kecamatan Kota Baru khususnya di aspek ekonomi (pasar). Masyarakat adat berpartisipasi dalam pemilihan umum terakhir, sama seperti masyarakat di kecamatan, tidak bersifat eksklusif.

Tidak

Memiliki bahasa asli yang berbeda dari bahasa nasional Tidak

Tidak

Adanya lembaga adat sosial dan politik Tidak

Tidak

Produksi terutama untuk kebutuhan sendiri Tanaman utama masyarakat adat adalah jagung, sama dengan tanaman utama masyarakat umum di kecamatan. Makanan utama masyarakat adat adalah jagung, sama dengan makanan utama masyarakat umum di kecamatan. Tidak

Tidak

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

Bab 3 - 19

Dari ciri-ciri masyarakat tersebut di atas, dari data responden dan analisa sendiri, konsultan mendapat kesimpulan bahwa masyarakat adat di proyek EIB-115 Tidak Rentan terhadap potensi dampak negatif yang diakibatkan dari penanganan jalan. Hal ini tidak berarti bahwa tidak ada dampak negatif tertentu yang perlu ditangani, sebagaimana diuraikan pada Bab 4 berikut ini.

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

Bab 3 - 20

Peta 3.1. Peta Bahasa di NTT dari Ethnologue.com

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT

Bab 3 - 21

Ba b 4 Rencana Kerja

4.1. Analisa Dampak

Dari hasil survai dapat disimpulkan bahwa komunitas adat di lokasi ini hidup berdasarkan asal-usul secara turun-temurun di atas satu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan

kehidupan masyarakat. Dari kondisi lapangan didapat beberapa prinsip-prinsip kearifan tradisional yang dihormati dan

dipraktekkan oleh komunitas-komunitas masyarakat adat, yang mengamankan masyarakat dari berbagai dampak negatif yang dapat terjadi, yaitu antara lain: 1) Ketergantungan manusia dengan alam yang mensyaratkan keselarasan hubungan dimana manusia merupakan bagian dari alam itu sendiri yang harus dijaga keseimbangannya; 2) Penguasaan atas wilayah adat tertentu bersifat eksklusif sebagai hak penguasaan dan/atau kepemilikan bersama komunitas atau kolektif (communal property resources) yang dikenal sebagai wilayah adat sehingga mengikat semua warga untuk menjaga dan mengelolanya untuk keadilan dan kesejahteraan bersama serta mengamankannya dari eksploitasi pihak luar. Banyak contoh kasus menunjukkan bahwa keutuhan sistem

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 4 - 1

kepemilikan

komunal

atau

kolektif

ini

bisa

mencegah

munculnya eksploitasi berlebihan atas lingkungan lokal; 3) Sistem pengetahuan dan struktur pengaturan ('pemerintahan') adat memberikan kemampuan untuk memecahkan masalahmasalah yang mereka hadapi dalam pemanfaatan sumberdaya hutan; 4) Sistem alokasi dan penegakan hukum adat untuk mengamankan sumberdaya milik bersama dari penggunaan berlebihan, baik oleh masyarakat sendiri maupun oleh orang luar komunitas; 5) Mekanisme pemerataan distribusi hasil "panen" sumberdaya alam milik bersama yang bisa meredam kecemburuan sosial di tengah-tengah masyarakat.

4.1.1.

Dampak PositifSecara ekonomi makro, sektor pertanian memberikan sumbangan terbesar pada PDRB Kabupaten Ende yaitu 31,53%. Struktur perekonomian cenderung mengarah pada sektor tradisional. Ada temuan yang menarik terjadi pada tahun 2003, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ende sebesar 5,96% di atas rata-rata NTT (5,87%). Salah satu lahan pertanian produktif terluas di Kabupaten Ende berada di lokasi rencana proyek. Oleh karenanya, sangat diyakini oleh masyarakat adat dan stakeholder terkait, bahwa rencana pembangunan jalan ini akan memberi dampak secara langsung kearah kesejahteraan masyarakat. Selama ini hasil pertanian banyak tidak dapat terangkut ke kota karena keterbatasan moda transportasi. Satu-satunya kendaraan umum yang lewat adalah bus kayu (truck yang dimodikasi menjadi bus), itu pun tidak setiap hari ada. Akhirnya banyak hasil pertanian yang terbuang percuma. Pembangunan jalan akan membuka aksesibilitas masyarakat terhadap sarana dan prasarana publik. Bidang Kesehatan, sudah

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 4 - 2

sering terjadi karena keterbatasan prasarana jalan banyak korban jiwa yang tidak tertolong meninggal di perjalanan sebelum sampai ke Puskesmas. Di Bidang Pendidikan, berdasarkan hasil Lokakarya Lapangan yang telah dilakukan, minat sekolah sangatlah tinggi tetapi karena keterbatasan akses sehingga banyak anak usia sekolah yang tidak bersekolah. Pembangunan jalan diyakini warga akan mempererat talih batih (gemeinschaft) antar dusun. Kondisi lapangan menunjukkan walaupun satu desa tetapi letak dusun berpencar-pencar yang letaknya satu sama lain berjauhan. Pada akhirnya sangat sulit komunikasi antar warga satu dusun dengan dusun lainnya, hal ini membuat arus informasi yang berkaitan dengan kebijakan pembangunan yang dikeluarkan Pemerintah tidak cepat sampai. Potensi kerukunan antar dusun diakui masyarakat dapat terancam karena jarangnya bertemu antar dusun. Dengan adanya rencana pembangunan jalan ini diharapkan kebekuan hubungan ini dapat dicairkan. Pembangunan jalan diyakini akan memberi dampak pada harga barang kebutuhan masyarakat. Selama ini, harga barang kebutuhan pokok sangat tinggi dan kadang sulit dijangkau. Bahkan, terkadang barang-barang tersebut tidak ada di lokasi proyek, seperti gula, rokok, garam dan sebagainya. Selain itu yang paling terasa adalah jika warga membutuhkan semen untuk membangun atau memperbaiki rumah. Selain harganya yang tinggi juga keberadaannya sangat langka, sehingga tidak aneh jika sering terjadi barter semen dengan hewan peliharaan yang nilai jualnya sangat tinggi jauh melampui harga semen. Masyarakat meyakini mereka akan merdeka jika pembangunan jalan ini dapat terealisasi.

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 4 - 3

Kesimpulannya bahwa rencana pembangunan jalan ini dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosial komunitas adat yang tinggal terpencil dengan tetap memelihara ilmu pengetahuan dan kearifan lokal, serta mengatasi keterpencilan secara geografis yang membuat mereka mengalami hambatan terhadap pelayanan sosial dasar yang menjadi hak setiap warga negara.

4.1.2.

Dampak Negatif & Mitigasinya.Konflik Penggunaan Sumber Daya Air; pola penggunaan sumber daya air selama ini adalah menggunakan mata air yang turun dari gunung atau bukit. Aliran air yang turun tersebut diambil warga keseluruhan di badan jalan lokasi rencana proyek. Di tempat inilah warga melakukan aktivitas rutin yang berkaitan dengan air seperti mandi, cuci baju dan cuci piring, mengambil air untuk kebutuhan memasak, memandikan hewan peliharaan dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil Lokakarya Lapangan didiskusikan bersama, bahwa aktivitas ini jika tidak dipindah akan membahayakan konstruksi jalan. Masyarakat secara prinsip menyetujui untuk tidak melakukan aktivitas yang berkaitan dengan air di badan jalan yang baru. Tetapi, mereka meminta agar Pemerintah melakukan program pengadaan air bersih di setiap dusun. Selain itu, tidak hanya air bersihnya saja tetapi juga prasarana pendukung dalam bentuk bangunan MCK. Realisasi program ini merupakan bagian terpenting dari rencana penanganan dampak sosial yang negatif akibat pekerjaan jalan.

Dampak ekonomi, diasumsikan dengan selesainya pembukaan jalan baru, maka kegiatan ekonomi perdagangan (khususnya agro) akan meningkat, barang-barang pertanian dan barang-barang lainnya (konsumtif) keluar masuk dengan cepat, termasuk para pedagangnya). Potensi dampak negatifnya adalah bahwa sektor perdagangan akan dikuasai oleh para pendatang, penduduk lokal

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 4 - 4

terpinggirkan, karena mereka tidak biasa berdagang (hasil survei bab III), dan umumnya pendatang lebih ulet. Lama-lama penduduk lokal berpotensi menjadi miskin dan akan menabrak aturan adat yaitu menjual tanah mereka kepada para pendatang. Meski hal ini sah-sah saja, tetapi tentunya meleset dari tujuan proyek EIRTP-2, yaitu meningkatkan kehidupan ekonomi

mayarakat daerah tersebut. Usulan mitigasi antara lain dipandang perlu campur tangan Pemerintah Kabupaten Ende/ Propinsi NTT untuk mendorong penduduk lokal untuk menjadi player di dalam mereka berbisnis hasil pertaniannya. Misalnya dengan memberikan kemudahan kredit modal untuk usaha kecil kepada penduduk lokal, mendorong untuk membentuk paguyuban, pelatihan-pelatihan wirausaha, penyediaan prasarana pasar

dengan prioritas untuk ditempati penduduk lokal dsb, dan dalam jangka panjang adalah menyediakan sarana pendidikan yang memadai. Langkah-langkah semua itu tentu memberi manfaat kepada warga, sedangkan apakah semuanya merupakan bagian dari Rencana Kerja yang wajib ataupun merupakan suatu tambahan, perlu diputuskan. Keputusan macam ini adalah maksud dari Ujian Kerentanan pada Bab III. Maka pada IPDP untuk proyek EIB-115 langkah-langkah tersebut menjadi fakultatif (lihat Lampiran 3), sedangkan Rencana mencakup pemantauan potensi dampak sosio-ekonomi pada masa depan (Lampiran 5).

Hukum

Pertanahan; melakukan

dalam

beberapa serius

proyek

sebelumnya dengan

pemerintah

kesalahan

berkaitan

perubahan peraturan atas tanah adat menjadi tanah negara. Isu memasukkan hukum adat dalam perumusan strategi

pembangunan, hukum, kebijakan, dan manajemen tanah dan sumber alam di satu pihak serta berkembangnya investasi yang berorientasi bisnis di pihak lain telah memunculkan ancaman bagi berlanjutnya komunitas lokal yang semakin terpojok dengan

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 4 - 5

kebijakan yang salah arah. Ekspresi situasi konflik ini pada umumnya bermuara pada melemahnya komunitas lokal. Adanya Unifikasi (penyeragaman) konsep penguasaan tanah masyarakat adat menjadikan potensi tanah adat oleh pihak luar. Terlebih selama ini setiap komunitas adat memahami pola kepemilikan tanah adat secara berbeda. Ada komunitas adat yang menganut konsep hak ulayat (beschikkingsrecht) dimana hak atas tanah tidak dapat dikendalikan selamanya oleh masyarakat maupun seorang anggotanya; ada juga yang menganut tanah adat sebagai milik adat (Inlands bezitsrecht). Sebenarya upaya kodifikasi tersebut tidak sesuai dengan ciri-ciri hukum adat yang tidak mengenal hukum tertulis maupun sistem pengadilan dan jabatan polisi sebagai lembaga baku. Berdasarkan dialog dan analisa di EIB-115 ternyata komunitas adat ini menganut konsep hak ulayat, dan mempunyai kekuatiran bahwa dengan pembangunan jalan ini Pemerintah akan membuat kebijakan yang menghilangkan pola kepemilikan tanah adat. Sebagai langkah pencegahan, perlu sosialisasi pemahaman kepada masyarakat bahwa bila pemerintah akan menggunakan tanah adat untuk kepentingan negara/umum pasti akan dilakukan suatu dialog dengan para tetua adat ybs. Akan tetapi langkahlangkah sosialisasi tidak perlu menjadi bagian wajib dari Rencana EIB-115 (lihat Lampiran 3) karena tidak ada rencana membebaskan tanah, oleh karena proyek hanya meningkatkan perkerasan jalan pada alinyemen yang lama.

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 4 - 6

4.2. Prakarsa Setempat untuk Komunitas Adat

Lokakarya Lapangan dilakukan untuk menggali aspirasi dan masukan. Lokakarya ini diikuti oleh warga secara langsung serta diikuti oleh berbagai kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat seperti LSM Anti Korupsi, LSM Tananuwa, LSM Yusra, LSM Yaperlio dan Akademis Uniflor.

Dari hasil Lokakarya Lapangan muncul ke permukaan, bahwa jalan bagus sebaiknya ditunjang program pembangunan lainnya seperti perbaikan sarana dan prasarana dasar. Setidaknya yang diusulkan adalah perbaikan rumah, perbaikan dan pengadaan Puskesmas, pengadaan energi listrik dan bantuan permodalan. Menyikapi hal ini, disadari sepenuhnya bahwa ini bukanlah dampak langsung dari pembangunan jalan. Walau demikian usulan ini akan diteruskan kepada Pemerintah Kabupaten. Kesimpulan yang diperoleh dari Lokakarya Lapangan yang telah dilakukan, bahwa permasalahan permasalahan yang terjadi atau muncul pada saat pelaksanaan musyawarah dan teridentifikasi sebagai berikut :

a. Drainase lingkungan tidak ada b. Kesulitan air bersih yang dirasakan merata di seluruh Komunitas Adat Terpencil c. Banyaknya jalan setapak yang masih tanah, sehingga pada saat hujan menjadi becek d. Jalan lingkungan juga masih tanah e. Sarana dan prasarana kesehatan yang kurang memadai f. Sarana dan prasarana pendidikan yang agak memprihatinkan g. Sarana dan prasarana keagamaan kurang memadai h. Sarana dan prasaran perumahan yang sangat memprihatinkan i. Sarana dan prasarana transportasi sangat minim sekali

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 4 - 7

Dalam Rencana Peningkatan Jalan Ruas Nuanilu Hangalande dan Ruas Nduari Warundari ada beberapa usulan atau aspirasi komunitas adat terpencil untuk peningkatan kehidupan KAT, ada 3 aspek utama yang di usulkan sebagai berikut : a. Sarana Perumahan Pembangunan perumahan untuk Komunitas Adat Terpencil sangat di harapkan/dibutuhkan di KAT. Jika dilihat dari segi kesehatan memang tidak layak, sehingga banyak Komunitas yang mengusulkan untuk pembangunan perumahan. b. Sarana Air Bersih Untuk memenuhi kebutuhan air bersih komunitas adat terpencil harus mengambilnya di suatu tempat yang jaraknya 1-2 km. padahal kebutuhan air bersih sangat di perlukan sekali di komunitas adat terpencil untuk itu mereka sangat mengharapkan sekali agar di buatkan pipa pipa untuk kebutuhan akan air bersih. Pemerintah Kabupaten Ende dengan dana APBD saat ini telah membangun system pipanisasi pada 2 (dua) Desa di ruas jalan Nuanilu - Hangalande, sedangkan untuk 2 (dua) Desa lainnya akan direalisasikan dengan Anggaran Tahun 2007 Masyarakat adat setempat tidak keberatan dengan disain pipanisasi air bersih yang telah dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Ende dan sekarang mereka sudah memanfaatkannya c. Sarana Transportasi Sarana transportasi yang ada hanya kendaraan beroda 2 (motor) sehingga komunitas adat terpencil jika ingin menjual hasil komoditi harus berjalan kaki yang jaraknya sekitar 3-5 Km. untuk itu komunitas adat terpencil sangat mendukung rencana

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 4 - 8

pembangunan jalan karena untuk mempermudah mereka seperti bekerja, ke pasar, dan menjual hasil komoditi mereka.

4.3. Rencana Kerja Pemberdayaan Masyarakat AdatIndigenous People Development Plan (IPDP) atau Rencana Kerja Pemberdayaan Masyarakat Adat disusun dengan terlebih dahulu dilakukan penyaringan masalah dan usulan masyarakat yang dilakukan melalui kegiatan lapangan. Berdasarkan masalah dan usulan tersebut kemudian Tim melakukan inventarisasi dan identifikasi program yang tersedia dengan mendatangi masingmasing instansi yang terkait dengan masalah dan usulan tersebut.

Setelah itu disusun bagian inisiatif yang dibiayai secara lokal dari draft rencana kerja pemberdayaan masyarakat adat tersebut disusun bersama-sama dengan pihak Pemerintah Kabupaten Ende. Inisiatif tersebut dibahas secara intensif baik melalui rapat kecil maupun secara personal dengan instansi terkait sebagai upaya memperoleh penyepakatan. Tahap berikutnya adalah dilakukan pembahasan melalui rapat pleno dihadiri oleh wakil masyarakat, wakil pemerintah pusat, wakil pemerintah kabupaten dan konsultan, pembahasan ini menjadi penting untuk memenuhi unsur legitimasi terhadap inisiatif yang dibiayai secara lokal.

Berdasarkan hasil penapisan di Bab 3.4, maka masyarakat di sekitar jalan ruas Nuanilu-Hangulande (paket EIB-115) Tidak Rentan terhadap kemungkinan dampak negatif pembangunan jalan. Dengan demikian sesuai dengan metodologi pada Tabel 2.2, Bagian 2.4.3 Draft IPDP atau Rencana Kerja Pemberdayaan Masyarakat Adat terdiri dari (1) standard operating procedure yang berlaku untuk semua proyek EIRTP-2 ditambah dengan (2) penanganan lainnya

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 4 - 9

berdasarkan analisa dampak yang diperkirakan terjadi serta (3) masukan-masukan lainnya hasil inisiatif lokal.

Rencana tindakan sesuai Standard Operating Procedure diuraikan pada tabel Lampiran 1. Rencana tindakan sesuai hasil analisa dampak dituangkan pada tabel Lampiran 2. Selanjutnya ada 8 (delapan) rencana kerja setempat yang disepakati pada saat Pleno sebagaimana terlihat pada tabel Lampiran 4 dan 5.

4.4. Draft SK BupatiGuna melegitimasi dan legalitas aspek IPDP yang rencananya dibiayai secara lokal diatas, maka disepakati akan diterbitkan suatu produk hukum yang bebentuk Surat Keputusan Bupati/ SK bupati. SK tersebut merupakan suatu janji yang transparan oleh Bupati untuk betul-betul berfungsi sebagai pengendali institusi pelaksana IPDP tersebut. Tentunya tiap periode tertentu harus dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan dari bagian IPDP tersebut. Di SK tersebut juga disebutkan akan dibentuk Tim Pemantau Independen yang bertugas dengan tujuan yang dimaksud. Draft SK tersebut dapat dilihat di Lampiran 6.

4.5. Kesimpulan Masyarakat EIB-115 Tidak Rentan Berdasarkan hasil survey dan analisa dampak sosial, dan memperhatikan rujukan-rujukan yang ada, maka disimpulkan bahwa penduduk lokal yang berlokasi di sekitar ruas jalan Nuanilu-Hangulande dan Nduaria-Warundari (paket EIB-115) tidak rentan terhadap kemungkinan dampak negatif yang dapat terjadi.

Studi Andas EIRTP-2 Kabupaten Ende, NTT okt 06

Bab 4 - 10

Desain Paket EIB-115 Tidak Berubah

Sehubungan dengan tidak adanya dampak negatif yang penting ataupun yang menyebabkan penduduk lokal menjadi rentan sebagai akibat dari pembangunan EIB-115, maka disimpulkan bahwa desain ruas jalan Nuanilu-Hangu