6. ZAMAN LOGAM

download 6. ZAMAN LOGAM

of 17

Transcript of 6. ZAMAN LOGAM

Pada zaman logam ini penduduk Indonesia telah mampu mengolah dan melebur logam. Kepandaian ini diperoleh setelah mereka menerima pengaruh dari kebudayaan Dongsong (Vietnam) yaitu kebudayaan Perunggu di Asia Tenggara yang menyebar ke Indonesia sekitar tahun 500 SM. Walaupun pada zaman ini alat-alat dari logam banyak diproduksi dan dipakai manusia, akan tetapi alatalat batu dan gerabah masih tetap ada dan dipergunakan.

Kapak Corong (Kapak Sepatu), adalah kapak yang bagian atasnya berbentuk corong yang berguna untuk memasukkan tangkai kayu. Kapak corong ini banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Selayar dan dekat danau Sentani, Papua.

Kapak corong yang indah, salah satu sisinya memanjang disebut Candrasa. Candrasa ditemukan di Yogyakarta dan Roti. Kapak Corong dan Candrasa yang indah dipergunakan sebagai tanda kebesaran dan alat upacara saja.

Nekara, yaitu genderang besar yang terbuat dari perunggu, berpinggang di bagian tengahnya dan tertutup di bagian atasnya. Nekara ditemukan di Sumatera, Jawa, Bali, Roti, Selayar dan kepulauan Kei. Nekara yang terbesar terdapat di Pura Penataran Sasih di desa Intaran daerah Pejeng, Bali.

Moko (Mako) adalah sejenis nekara yang kecil dan langsing. Moko ditemukan di Alor

Bejana Perunggu berbentuk bulat panjang, ditemukan di Sumatera dan Madura

Arca-arca dari zaman perunggu berupa arca manusia dan binatang dalam berbagai bentuk. Arca-arca tersebut ditemukan di Bangkinang (Riau) dan di Limbangan (Bogor)

Berbeda dengan benda perunggu, penemuan benda-benda besi jumlahnya terbatas. Seringkali bendabenda besi ditemukan sebagai bekal kubur, misalnya di Wonosari (Jawa Tengah) dan di Besuki (Jawa Timur). Benda-benda besi tersebut berupa : mata kampak, pisau, sabit, pedang, mata tombak, gelang-gelang besi dan sebagainya.

Gerabah pada zaman logam mencapai tingkat yang lebih maju dengan ragam hiasnya yang lebih kaya. Tempat penemuan gerabah misalnya di Gilimanuk (Bali), Leumiliang (Bogor), Anyer (Jawa Barat), Kalumpang (Sulawesi Selatan).

Pendukung utama kebudayaan perunggu di Indonesia adalah pendatang baru dari Asia Tenggara Daratan. Mereka adalah penduduk DEUTRO MELAYU (Melayu Muda) dengan membawa kebudayaan Dongsong (Vietnam) yaitu kebudayaan perunggu Asia Tenggara. Deutro Melayu merupakan nenek moyang dari suku bangsa Jawa, Bali, Bugis, Madura dan sebagainya.

Pada zaman logam manusia di Indonesia hidup di desa-desa di daerah pegunungan, dataran rendah dan tepi pantai. Mereka hidup dalam perkampunganperkampungan yang makin teratur dan terpimpin. Bukti-bukti sisa tempat kediaman mereka ditemukan di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Bali, Sumbawa, Sumba dan di beberapa pulau di Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

Melalui ragam hias pada nekara-nekara perunggu dapat disimpulkan bahwa rumah orang mampu merupakan rumah besar bertiang dengan atap melengkung. Kolong merupakan tempat ternak. Rumah semacam ini biasanya didiami oleh beberapa keluarga.

Mata pencaharian pada zaman logam adalah pertanian. Mereka bertani dengan cara berladang dan bersawah. Hal ini terbukti dengan ditemukannya mata sabit, alat penyiang rumput dan mata bajak. Pengaturan air untuk sawah (irigasi) sudah diadakan. Perburuan masih dilakukan secara perorangan atau secara beramai-ramai dengan menggunakan tombak, panah dan jerat.

Tata susunan masyarakat pada zaman logam semakin komplek. Pembuatan alat-alat dari logam mendorong adanya pembagian kerja berdasarkan keahlian. Maka muncullah golongan undagi atau tukang yang terampil dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu, misalnya pembuatan benda-benda logam, rumah kayu, pembuatan gerabah, perhiasan dan sebagainya.

Aornell menyimpulkan bahwa perahu bercadik atau perahu bersayap adalah perahu khusus dari Indonesia. Perahu bercadik tersebut dibuat dari batang pohon yang bagian dalamnya dikeruk sehingga berbentuk lesung. Perahu tersebut kemudian diberi cadik atau sayap di bagian kanan dan kirinya. Cadik ini digunakan sebagai alat keseimbangan agar perahu tidak mudah terbalik oleh hempasan ombak.

Dengan perahu bercadik inilah, para pelaut Indonesia mampu mengarungi lautan luas. Mereka berhasil mengarungi Samudra Hindia sampai ke India Selatan, Madagaskar, dan Afrika Timur. Mereka juga mencapai Australia Utara, Hawai di Samudra Pasifik dan menjelajah laut Cina Selatan hingga ke Daratan Cina.