3. Meningitis 1

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningitis merupakan penyakit yang menyerang system saraf. Meningitis adalah radang membran pelindung system saraf pusat. Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat dengan otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran,bahkan kematian. Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme,seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana proses pengkajian pada pasien dengan gangguan meningitis? 2. Apakakah diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan meningitis? 3. Bagaimana perencanaan pada pasien dengan gangguan meningitis? 4. Bagaimana evaluasi pada pasien dengan gangguan meningitis ? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui proses pengkajian pada pasien dengan gangguan meningitis 1

description

askep

Transcript of 3. Meningitis 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningitis merupakan penyakit yang menyerang system saraf. Meningitis adalah radang membran pelindung system saraf pusat. Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat dengan otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran,bahkan kematian. Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme,seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak.

1.2Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pengkajian pada pasien dengan gangguan meningitis?

2. Apakakah diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan meningitis?

3. Bagaimana perencanaan pada pasien dengan gangguan meningitis?

4. Bagaimana evaluasi pada pasien dengan gangguan meningitis ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui proses pengkajian pada pasien dengan gangguan meningitis

2. Mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan meningitis

3. Mengimplementasikan perencanaan pada pasien dengan gangguan meningitis

4. Mengetahui evaluasi pada pasien dengan gangguan meningitis

1.4Manfaat

Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan meningitis yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan dan evaluasi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MENINGITIS

2.1.1 Definisi

Meningitis adalah radang pada meningen. Meningen adalah membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis(Smeltzer, 2002).

Meningitis adalah Radang pada meningen/ membran ( selaput ) yang melindungi otak dan medula spinalis.(Muttaqin A., 2011)

Gambaran Anatomi lapisan selaput Otak pada Sistim Saraf Pusat (SSP)

Sistem saraf pusat (SSP) meliputi otak atau ensephalon dan sumsum tulang belakang Atau medulla spinalis. Keduanya merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka perlu perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan selaput meningen. Bila membran ini terkena infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis.

Lapisan selaput meningen terdiri dari :

1. Durameter yang terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan tengkorak sebagai endostium, dan lapisan lain sebagai duramater yang mudah dilepaskan dari tulang kepala. Di antara tulang kepala dengan duramater terdapat rongga epidural.

2. Arachnoidea mater disebut demikian karena bentuknya seperti sarang labah-labah. Di dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor cerebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi sela sela membran araknoid. Fungsi selaput arachnoidea adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik.

3. Piameter. Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan dengan lipatan-lipatan permukaan otak.

2.1.2 Etiologi

1. Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)

Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan. Jenis organisme yang sering menyebabkan meningitis bacterial adalah streptokokus pneumonia dan neisseria meningitis.

Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang sering terjadi pada daerah penduduk yang padat, spt: asrama, penjara. Klien yang mempunyai kondisi spt: otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis . Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, seperti: AIDS dan defisiensi imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.

Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.

2. Meningitis Virus (Meningitis aseptic)

Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler. Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus seperti: campak, mumps, herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.

3. Meningitis Jamur

Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental

Faktor resiko terjadinya meningitis :

1. Infeksi sistemik

Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll.

Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan oleh bakteri terdiri atas faktor pencetus sebagai berikut diantaranya adalah :

a) Otitis media

b) Pneumonia

c) Sinusitis

d) Sickle cell anemia

e) Fraktur cranial, trauma otak

f) Operasi spinal

g) Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh seperti AIDS.

2. Trauma kepala

Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorhea

3. Kelainan anatomis

Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah, operasi cranium

a) Terjadinya peningkatan TIK pada meningitis, mekanismenya adalah sebagai berikut :

1) Agen penyebab reaksi local pada meninges inflamasi meninges pe permiabilitas kapiler kebocoran cairan dari intravaskuler ke interstisial pe volume cairan interstisial edema Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak adekuat pe TIK

2) Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi sudah menyebar ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan pada korteks serebri pada bagian premotor.

b) Hidrosefalus pada meningitis terjadi karena mekanisme sebagai berikut :Inflamasi local scar tissue di daerah arahnoid ( vili ) gangguan absorbsi CSF akumulasi CSF di dalam otak hodrosefalus

c) Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalami Meningo-ensefalitis.

2.1.3 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala meningitis secara umum:

a. Sakit Kepala dan Demam

b. Perubahan pada tingkat kesadaran

c. Iritasi Meningen

d. Kejang dan penimngkatan TIK

e. Infeksi Fulminating

Tanda dan gejala meningitis secara khusus:

1. Anak dan Remaja

a) Demam

b) Mengigil

c) Sakit kepala

d) Muntah

e) Perubahan pada sensorium

f) Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal)

g) Peka rangsang

h) Agitasi

i)Dapat terjadi: Fotophobia (apabila cahaya diarahkan pada mata pasien (adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI) ,Delirium, Halusinasi, perilaku agresi, mengantuk, stupor, koma.

2. Bayi

Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan - 2 tahun.

a) Demam

b) Muntah

c) Peka rangsang yang nyata

d) Sering kejang (sering kali disertai denagan menangis nada tinggi)

e) Fontanel menonjol.

3. Neonatus:

a) Tanda-tanda spesifik: Secara khusus sulit untuk didiagnosa serta manifestasi tidak jelas dan spesifik tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa hari, seperti

b) Menolak untuk makan.

c) Kemampuan menghisap menurun.

d) Muntah atau diare.

e) Tonus buruk.

f) Kurang gerakan.

g) Menangis buruk.

h) Leher biasanya lemas.

i)Tanda-tanda non-spesifik:Hipothermia atau demam.

k) Peka rangsang.

l) Mengantuk.

m) Kejang.

n) Ketidakteraturan pernafasan atau apnea.

o) Sianosis.

p) Penurunan berat badan.

2.1.4 Pathofisiologi

Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu: duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel.

Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.

Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.

Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point dentry masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang pecah, penyebab lainnya adalah adanya rinorrhea, otorrhea pada fraktur bais cranii yang memungkinkan kontaknya CSF dengan lingkungan luar.

(Bakteri masuk tubuhmelepaskan substansi vasoaktifperubahan permeabilitas sawar darahreaksi inflamasi pada otakedemaexudasi pada otakcairan serebrospinalis Penekanan area Cortikal Kejang Resiko Injuritekanan intra kranial mual, muntahhipertermikompresi pada nervus vagusnyeri kepalaaliran darah ke otak hipoksiapeningkatan set-point termostat hipotalamusrangsangan di pusat muntahregangan pada sinus venosus dan daerah dura hambatan suplay darah ke otakreaksi motorik otomatisResiko defisit volume cairan)PATHWAY

(Menyebar melalui hematogen, limfogen, perkontimuitatum)

(Perubagan perfusi jaringan otak)

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa Lumbal Pungsi. Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein.cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan intra kranial.

1. Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur posistif terhadap beberapa jenis bakteri.

2. Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa dan protein normal, kultur biasanya negative.

Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial ke XI (N.aksesorius ), yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas (kaku kuduk).

Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah.

Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.

Glukosa serum: meningkat (meningitis)

LDH serum: meningkat (meningitis bakteri)

Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri)Elektrolit

darah: Abnormal

ESR/LED: meningkat pada meningitis

MRI/CT-scan: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor

Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine: dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi

Ronsen dada/kepala/ sinus: mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial

Arteriografi karotis : Letak abses

2.1.6 Komplikasi

Komplikasi yang timbul biasanya berhubungan dengan proses inflamasi pada meningen dan pembuluh darah cerebral (kejang, parese nervus cranial,lesi cerebral fokal, hydrasefalus) serta disebabkan oleh infeksi meningococcus pada organ tubuh lainnya (infeksi okular, arthritis, purpura, pericarditis, endocarditis, myocarditis, orchitis, epididymitis, albuminuria atau hematuria, perdarahan adrenal). DIC (Disseminated Intravascular Coagulasi )dapat terjadi sebagai komplikasi dari meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi karena infeksi pada saluran nafas bagian atas, telinga tengah dan paru-paru, Sequelle (Sequela adalah kondisi berikutnya) sebagai konsekuensi dari penyakit, biasanya disebabkan karena komplikasi dari nervous system.

2.1.7 Penatalaksanaan

Farmakologis

a. Obat anti inflamasi :

1) Meningitis tuberkulosa :

a) Isoniazid 10 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gram selama 1 tahun.

b) Rifamfisin 10 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.

c) Streptomisin sulfat 20 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 2 kali sehari, selama 3 bulan.

2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :

a) Sefalosporin generasi ke 3

b) ampisilina 150 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 6 kali sehari.

c) Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.

3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :

a) Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.

b) Sefalosforin generasi ke 3.

b. Pengobatan simtomatis :

1) Diazepam IV : 0.2 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 0.6/mg/kg/dosis, kemudian klien dilanjutkan dengan.

2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.

3) Turunkan panas :

a) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.

b) Kompres

c. Pengobatan suportif :

1) Cairan intravena.

2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 50%.

Perawatan

a. Pada waktu kejang

1) Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.

2) Hisap lender

3) Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.

4) Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).

b. Bila penderita tidak sadar lama.

1) Beri makanan melalui sonda.

2) Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi penderitasesering mungkin.

3) Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb antibiotika.

c. Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi.

Pada inkontinensia alvi lakukan lavement.

d. Pemantauan ketat.

1) Tekanan darah

2) Respirasi

3) Nadi

4) Produksi air kemih

5) Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.

B A B III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN MENINGITIS

3.1 Pengkajian Meningitis

1. Anamnesa

a) Identitas:

Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.

b) Keluhan utama:

Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.

c) Riwayat penyakit sekarang:

Mula-mula anak rewel ,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari , sakit kepala.

d) Riwayat penyakit dahulu:

Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.

e) Riwayat Kesehatan Keluarga:

Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E. Coli , dan lain-lain.

f) Imunisasi:

Kapan terakhir diberi imunisasi DTP karena ensafalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.

2. Pemeriksaan fisik

B1 (Breathing): Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan

B2 (Blood): Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.

B3 (Brain): Kesadaran menurun. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat prosses peradangan otak.

B4 (Bladder): Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal.

B5 (Bowel): Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat pula terjadi diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi hipermetabolisme

B6 (Bone): Kelemahan

3.2 Diagnosa

1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak

2. Peningkatan TIK b.d peningkatan volume intracranial, penekanan jaringan otak dan edema serebri

3. Resiko Cedera b.d Adanya kejang berulang

4. Nyeri kepala b.d iritasi selaput dan jaringan otak

5. Resiko defisit Volume Cairan b/d muntah akibat peningkatan TIK

3.4 Intervensi

1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak

Tujuan : Perfusi jaringan otak meningkat

Kriteria Hasil : tingkat kesadaran meningkat, disorientasi negatif, kosentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik, TTV normal

Intervensi

Rasional

1. Monitor tanda-tanda TIK .

2. Monitor TTV

3. Anjurkan pasien tirah baring

4. Kalaborasi pemberian steroid osmotik

Untuk mendeteksi tanda-tanda syok

Untuk mengetahui adanya perubahan TIK dan penting untuk intervensi selanjutnya

Untuk mencegah peningkatan TIK

Untuk menurunkan TIK

2. Resiko peningkatan TIK b.d peningkatan volume intracranial, penekanan jaringan otak dan edema serebri

Tujuan : tidak terjadi peningkatan TIK pada klien

Kriteria hasil : Klien tidak gelisah, GCS : 4,5,6,. TTV normal, tidak ada nyeri kepala dan mual serta muntah

Intervensi

Rasional

1. Kaji faktor penyebab peningkatan TIK

2. Monitor TTV

3. Evaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman, dan reaksi terhadap cahaya

4. Monitor temperatur dan pengaruh suhu lingkungan

5. Pertahankan kepala/leher pada posisi netral, usakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala

6. Kalaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi

Untuk deteksi dini memprioritas intervensi

Untuk mengetahui adanya perubahan TIK dan penting untuk intervensi selanjutnya

Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan syaraf jika batang otak terkoyak

Panas merupakan refleks dari hipotalamus. Penigkatan kebutuhan metabolisme dan oksigen akan menunjang peningkatan TIK

Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekannan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak sehingga dapat menigkatkan TIK

Menurunkan hipoksemia dapat menigkatkan vasodilatasi serebri, volume darah dan menurunkan TIK

3. Resiko Cedera b.d Adanya kejang berulang

Tujuan:

Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran

Kriteria Hasil :klien tidak mengalami cedera akibat kejang berulang

Rencana Tindakan

INTERVENSI

RASIONALISASI

Independent

monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya

Gambaran sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien.

Melindungi pasien bila kejang terjadi

Pertahankan bedrest total selama fae akut

Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi

Kolaborasi

Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital, dll.

Untuk mencegah atau mengurangi kejang.

Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi.

4. Nyeri kepala b.d iritasi selaput dan jaringan otak

Tujuan :

Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol

Kriteria evaluasi : Pasien dapat tidur dengan tenang, memverbalisasikan penurunan rasa sakit.

Rencana Tindakan

INTERVENSI

RASIONALISASI

Independent

Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang

Menurukan reaksi terhadap rangsangan ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan pasien untuk beristirahat

Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada mata

Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak

Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati

Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan rasa sakit / disconfort

Kolaborasi

Berikan obat analgesik

Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan : Narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk dikaji.

5. Resiko defisit Volume Cairan b/d muntah akibat peningkatan TIK

Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairandalam tubuh

Kriteria : Pasien tidak haus, mau minum, bibir tidak kering.

Rencana Tindakan

INTERVENSI

RASIONALISASI

Kaji tanda perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit misalnya membran mukosa, turgor, dan mata cekung

Observasi ketat intake dan output

Berikan cairaninfus sesuai instruksi

Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium

Menunjukan kehilangan berlebihan atau dehidrasi

Menentukan data dasar dari pada cairan tubuh.

Mempertahanvolume sirkulasicairandalam tubuh

Mengkaji hidrasi dan keefektifan / kebutuhan intervensi

3.4 Evaluasi

1. Mencapai masa penyembuhan yang lebih optimal

2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.

3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.

4. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.

5. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.

6. Meningkatkan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi.

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Meningitis adalah radang membran pelindung system saraf pusat. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur serta adanya factor-faktor kemungkinan penyebab lain.

Manifestasi klinis dari menigitis yaitu pusing, demam, kejang, dan gejala lainya yang mengarah pada diagnosa tersebut, semaksimal mungkin waktu diagnostik agar dapat di lakukan pengobatan dan perawatann yang sesuai untuk mempercepat proses penyembuhan.

Memperhatikan faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya meningitis guna mencegah terjadinya serangan.

DAFTAR PUSTAKADoengoes, M., Moorhouse, M. F., & Geissles, A. (2012). Rencana asuhan keperawatan (Vol. 3). Jakarta: EGC.Muttaqin A. (2011). Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan sistem Persyarafan (1 ed.). Jakarta: Salemba Medika.Smeltzer, S. (2002). Keperawatan Medikal Bedah (8 ed., Vol. 3). Jakarta: EGC.Dewanto, G., dkk. (2009 ). Diagnosa dan Tatalaksana Penyakit Saraf (ed.I).Jakarta: EGChttp://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35584-Kep%20Neurobehaviour-Askep%20Meningitis%20Esenfalitis.html

10