1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload
-
Upload
muhibbuddin-danan-jaya -
Category
Documents
-
view
99 -
download
4
description
Transcript of 1. Buletin Tritonis Edisi I April 2011 Upload
Pembina & Penanggung Jawab : Kepala Balai Besar Taman Nasional
Teluk Cenderawasih
Pengarah/Editor : Yohanes Cahyo D. H., S.Hut
Pimpinan Redaksi : Ir. Christina Matakupan, M.Si
Staff Redaksi : Sumaryono, S.Hut., Muhibbudin Danan Jaya, A.Md.. & Rini Purwanti, S.Si
Layout : Sumaryono, S.Hut & Lidia Tesa Vitasari Seputro, S.Si
Desain Cover : Eko Setyawan, S.Si & Muhibbuddin Danan Jaya, A.Md
Sumber Foto : Dokumentasi TNTC
Buletin Tritonis (Tanggap, Realistis, Informatif
& Inspiratif),
Merupakan media informasi dan komunikasi kon-
servasi untuk menyebarluaskan informasi konser-vasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
secara umum, pengelolaan-pengelolaan sumber-
daya alam hayati dan ekosistemnya serta pengem-
bangan kawasan konservasi Taman Nasional Teluk
Cenderawasih.
Alamat Redaksi
Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih Jln. Essau Sesa-Sowi Gunung Manokwari-Papua Barat Telp : (0986)212303 Fax : (0986)214719 E-mail : [email protected]
Bulet in Tr i ton is , edis i I Apr i l 2011
Surat dari Redaksi Menapaki hari dengan penuh semangat di tahun 2011, Tri-
tonis mencoba memberikan sentuhan baru dalam setiap lipu-
tan dan artikelnya. Kegiatan demi kegiatan di awal tahun ke-
linci emas ini akan dikupas habis pada edisi kali ini.
Dalam edisi awal tahun 2011 ini, kami menyampaikan liputan
mengenai kemeriahan berbagai kegiatan yang dilaksanakan
untuk memperingati hari bakti rimbawan ke-28 lingkup
Provinsi Papua Barat. Kegiatan pelatihan SPAG’s yang diikuti
oleh beberapa pegawai BBTNTC turut meramaikan awal tahun
kelinci emas ini. Selain itu, liputan mengenai kegiatan rako-
renbanghutda juga akan menghiasi beberapa halaman dalam
Buletin edisi kali ini.
Masalah perubahan iklim, REDD yang hangat dibicarakan
merupakan beberapa artikel yang dimuat dalam edisi kali ini.
Beberapa cerita dari lapangan yaitu: monitoring di Wasior dan
semiloka sinergitas pariwisata alam di Nabire, dikupas di sini.
Kolom biodiversity kali ini memberikan informasi mengenai
Kuskus (Phalangeridae).
Semoga kehadiran Buletin Tritonis edisi pertama di awal ta-
hun 2011 ini mampu menambah pengetahuan dan informasi
bagi pembaca. segala kritik dan saran yang membangun demi
kemajuan Buletin Tritonis sangat kami harapkan.
Liputan
Pelatihan Monitoring Tempat Pemija-
han Ikan (SPAG’s).
Rakorenbanghutda Provinsi Papua
Barat Tahun 2011, Membangun Kehu-
tanan Papua Barat yang Sinergis dan
Pro Masyarakat.
Hari Bakti Rimbawan ke-28 di Provinsi
03
Artikel
Mengenal REDD dan REDD+.
Kerjasama RI-Norwegia dalam Mitigasi
Perubahan Iklim Global.
Ekosistem Padang Lamun: Produktivitas
dan Potensinya di Kawasan Konservasi
Laut (pesisir).
Mekanisme Perdagangan Produk Sum-
berdaya Laut di Kawasan Konservasi
TNTC.
Everyday is Earth Day.
10
Biodiversity
Kuskus (Palangeridae) di Kawasan Taman
Nasional Teluk Cenderawasih
35
Berita Gambar
20 Dari Lapangan
Perjalanan Tim Monitoring Pengamanan
Partisipatif/ Swakarsa Masyarakat di
BPTN Wilayah II Wasior
Semiloka Sinergitas Pemanfaatan
Wisata Alam Kawasan TNTC di Kabu-
paten Nabire.
Merbau (Intsia sp.) dan Upaya Konser-
vasinya di Papua Barat.
24
Opini
Pentingnya Media Internet Dalam Mem-
promosikan Pesan Konservasi
32
Daftar Isi
Serba-serbi
Beragam Keunggulan Berjalan Kaki/
Gerak Jalan
38
SUSUNAN REDAKSI
Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih
elatihan monitoring tempat
pemijahan ikan atau dikenal
dengan SPAG’s (Spawning
Aggregation Sites) dilaksanakan
pada tanggal 12-19 Februari 2011
yang bertempat di kantor Balai
Besar TNTC. Pelatihan ini
diselenggarakan atas kerjasama
Balai Besar TNTC dengan WWF-
Indonesia sebagai mitra kerja
dalam pengelolaan kawasan
konservasi TNTC. Pelatihan ini
bertujuan untuk melatih para
peserta pelatiahan monitoring
SPAG’s tentang penngenalan jenis-
jenis ikan ekonomis penting,
dinamika populasi ikan, serta
estimasi panjang dan jumlah ikan.
Pelatihan SPAG’s ini diikuti
sebanyak 22 peserta, yang berasal
dari Balai Besar TNTC, WWF-
Indonesia, dan UNIPA.
Pelatihan ini dibuka secara
resmi oleh Bapak Kepala Balai
TNTC, yang dalam sambutannya
beliau mengajak para peserta
antusias dalam mengikuti seluruh
kegiatan pelatihan monitoring
tempat pemijahan ikan ini agar
dapat menyerap ilmu yang
diberikan serta dapat
menerapkannya pada kegiatan
monitoring tempat pemijahan ikan
nantinya di kawasan TNTC.
Kegiatan pada hari pertama,
berupa penyampaian materi oleh
Kimpul Sudarsono dari WWF-
Indonesia, tentang populasi ikan
laut yang bernilai ekonomis
penting semakin menurun tingkat
populasinya karena pemanfaatan
yang dilakukan secara besar-
basaran untuk memenuhi
kebutuhan pasar internasional,
diantaranya adalah ikan kerapu,
kakap merah, ikan tuna, sehingga
sangat perlu untuk menjaga daerah
-daerah yang diduga sebagai
tempat pemijahan ikan-ikan
tersebut. Sesi berikutnya adalah
tentang teknis monitoring tempat
pemijahan ikan, yang dibawakan
oleh Anton Wijonarno dari WWF-
Indonesia, menyampaikan secara
umum tentang teknis monitoring
serta bermacam-macam jenis ikan
ekonomis penting serta memiliki
kerentanan yang tinggi yang perlu
untuk dimonitoring tempat
pemijahannya, seperti ikan kerapu
macan, ikan kerapu sunu.
kemudian dilanjutkan dengan
pengestimasian panjang total ikan
yang dilihat di layar, para peserta
sangat antusias mengikutinya. dari
80 gambar yang ditampilkan,
setelah dikoreksi ternyata hasilnya
masih dibawah 75%, berarti para
peserta masih belum bisa
melaksanakan monitoring tempat
pemijahan ikan yang
sesungguhnya.
Selanjutnya pada hari kedua,
kegiatan masih dilakukan di kantor
BBTNTC, yaitu penyampaian materi
dinamika populasi ikan dan ciri-ciri
ikan yang sedang melakukan
pemijahan, yaitu; berkelompok,
berkelahi, berubah warna, saling
menggigit, perutnya membesar,
berpasangan, serta memijah. dan
waktu untuk melakukan pemijahan
adalah saat bulan purnama dimana
arus bawah air laut sedang deras,
hal ini akan memudahkan telur
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 03
LIPUTAN :
Pelatihan Monitoring Tempat Pemijahan Ikan (SPAG’s)
ikan yang sudah dibuahi akan
mudah tersebar. kemudian sesi
selanjutnya adalah sharing teknis
dengan Putu Suastama yang
merupakan tim SPAG’s dari BTN
Wakatobi, yang diundang sebagai
instruktur dalam pelatihan
SPAG’s ini. selanjutnya
dilakukan pengestimasian
panjang ikan di layar, serta
di lapangan.
Pada hari ketiga, materi
pelatihan SPAG’s masih
seputar dinamika populasi
ikan serta pencatatan data
lapangan yang diperlukan
dalam monitoring SPAG’s,
serta ciri-ciri berbagai jenis
ikan yang akan dimonitoring.
kemudian dilanjutkan dengan
kegiatan pengestimasian panjang
ikan kembali yang dilakukan di
lapangan (on land).
Hari keempat dan kelima,
kegiatan pelatihan SPAG’s
dilakukan di pantai pasir putih,
yaitu pengestimasian panjang ikan
secara langsung didalam air laut,
yang dilakukan dengan snorkeling
dan diving (bagi yang sudah
terlatih). Kegiatan di pantai pasir
putih ini sekaligus sebagai ajang
untuk melatih para peserta yang
belum berpengalaman diving,
sehingga di kesempatan ini tidak
disia-siakan oleh para peserta.
Kemudian pada hari keenam,
kegiatan dilakukan di kantor
BBTNTC untuk memberikan
evaluasi tentang kegiatan serta
pembentukan tim monitoring
SPAG’s BBTNTC, sebelumnya
diberikan pelatihan mengenai
pengolahan data lapangan. Setelah
dievaluasi, maka terpilih 7 orang
peserta yang nantinya tergabung
Tim monitoring SPAG’s BBTNTC,
yaitu Calvin Wiay, Mulyadi,
M.Tasdiq, Djainal Arifin, Yahya Rum
Popang, Umar, Titus Wemiyaupea.
Selanjutnya ketujuh peserta ini
akan melakukan kegiatan
monitoring awal tempat pemijahan
ikan di kawasan TNTC yang
dilakukan pada hari ke-7, dan ke-8.
Dari kegiatan pelatihan
monitoring tempat pemijahan ikan
ini dapat diambil beberapa hal,
yaitu dalam pengelolaan kawasan
konservasi perlu mengetahui titik-
titik atau daerah di dalam
kawasan yang diduga
sebagai tempat pemijahan
ikan yang bernilai ekonomis
penting agar mereka dapat
melangsungkan proses
regenerasi agar populasi
tetap terjaga serta
diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi
peningkatan kesejahteraan
masyarakat kawasan.
(Topo Budi Dhanarko,S.Pi)
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 04
Liputan ……
“Hutan Lestari untuk
Kesejahteraan Masyarakat yang
Berkeadilan” yang merupakan visi
D e p a r t e m e n K e h u t a n a n ,
sepertinya akan menjadi pekerjaan
rumah para Rimbawan seluruh
Indonesia. Bagaimana tidak, untuk
mewujudkan itu semua diperlukan
suatu upaya bersama. Rapat
Koordinasi Rencana Pembangunan
K e h u t a n a n D a e r a h
(Rakorenbanghutda) Provinsi
Papua Barat Tahun 2011 ini
dilaksanakan pada hari Kamis
tanggal 3 Maret 2011 bertempat di
Billy Jaya Hotel Manokwari, Papua
Barat. Kegiatan ini dihadiri oleh
kepala balai seluruh UPT
Kementerian Kehutanan Provinsi
Papua Barat dan juga Kepala Dinas
Provinsi dan Kabupaten atau
perwakilannya. Kegiatan ini
membahas rencana kerja UPT
Kementerian dan Dinas Kehutanan
se-Papua Barat untuk tahun
anggaran 2012.
Setiap instansi menyusun
usulan rencana kerja yang akan
diajukan untuk tahun anggaran
2012. Balai Besar Taman Nasional
Teluk Cenderawasih (TNTC) selaku
Koordinator Wilayah menjadi
perwakilan seluruh Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Kementerian
Kehutanan Provinsi Papua Barat
yang menyampaikan usulan
rencana kerja tahun 2012. Dalam
pemaparannya, Kepala Balai Besar
TNTC, Ir Djati Witjaksono Hadi,
M.Si juga menyampaikan enam
kebijakan prioritas Kementerian
Kehutanan tahun 2010-2014 yaitu
Pemantapan Kawasan Hutan,
Rehabilitasi Hutan dan Peningkatan
Daya Dukung DAS, Pengamanan
Hutan dan Pengendalian
Kebakaran Hutan, Konservasi
K e a n e k a r a g a m a n H a y a t i ,
Revitalisasi Pemanfaatan Hutan
dan Industri Kehutanan dan
Pemberdayaan Masyarakat di
Sekitar Hutan. Keenam kebijakan
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 05
…… Liputan
RAKORENBANGHUTDA PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2011, Membangun Kehutanan Papua Barat yang Sinergis dan Pro Masyarakat
oleh : Widia Nur Ulfah, S.Pi *)
prioritas ini menjadi acuan dasar
dalam penyusunan rencana kerja
masing-masing UPT dan
diharapkan sejalan dengan
program pemerintah daerah.
Papua Barat memiliki luas
kawasan hutan ± 9.427.600,16 Ha,
diantaranya adalah Hutan Lindung
(HL) seluas 1.648.277,57 Ha,
Kawasan Suaka Alam (KSA) seluas
1.751.648,35 Ha, Hutan Produksi
(HP) seluas 1.866.284,39 Ha, Hutan
Produksi Terbatas (HPT) seluas
1.847.243,96 Ha dan Hutan
Produksi Konversi (HPK) seluas
2.314.144,79 Ha. Seluruh kawasan
hutan ini tentunya perlu
penanganan serius mengingat
kawasan hutan Papua merupakan
salah satu paru-paru dunia yang
perlu dijaga kelestariannya.
Menurut Undang-Undang Nomor
41 Tahun 1999, hutan merupakan
suatu kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumber
daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuan
alam lingkungannya, yang satu
dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan. Hutan tidak dapat
dipisahkan dari masyarakat di
sekitar hutan. Bagaimanapun,
masyarakat sangat mempengaruhi
perkembangan hutan. Seperti yang
dibahas dalam kegiatan ini,
p r o g r a m p e m b e r d a y a a n
masyarakat merupakan hal penting
yang harus menjadi “goal” setiap
rencana kerja masing-masing
instansi kehutanan di Papua Barat.
Pemberdayaan Masyarakat
Sekitar Hutan
“Potensi kehutanan besar,
tapi masyarakat sekitar hutan
miskin” merupakan poin pertama
dari isu aktual yang terjadi di
Provinsi Papua Barat. Bagaimana
cara masyarakat diberdayakan dan
agar mereka mendapatkan
manfaat dari hutan yang menjadi
miliknya adalah tanggung jawab
bersama. Hutan Tanaman Rakyat
(HTR) dan Hutan Desa merupakan
salah satu program yang
dicanangkan. Kepala Balai
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(BPDAS) Remu Ransiki, Ir. Toyo
Sunaryo, menjelaskan bahwa HTR
lebih pada bisnis, atau usaha
kehutanan sedangkan hutan desa
lebih diarahkan pada kegiatan
pemberdayaan masyarakat. Hutan
Desa masuk ke dalam kontrak kerja
menteri kehutanan tahun
anggaram 2010-2011.
Rencananya, tahun 2012
akan dialokasikan lahan seluas
400.000 Ha untuk digunakan
sebagai hutan kemasyarakatan.
Konsepnya berupa model
pemberdayaan masyarakat. Selain
itu, inventarisasi tetap dilakukan
untuk memenuhi target per tahun
sebanyak 100.000 Ha berupa hak
ijin pengelolaan masyarakat pada
hutan desa. Fokus pembangunan
hutan desa. Harus ada koordiansi
instansi terkait, seperti BPKH (Balai
Pemantapan Kawasan Hutan)
tentang tata batas dan peta, dinas,
BPDAS, dll. Dalam pelaksanaannya,
kegiatan HTR ataupun Hutan desa
memerlukan perhatian dari seluruh
instansi terkait, koordinasi sangat
diperlukan agar tidak adanya
t u m p a n g t i n d i h d a l a m
pelaksanaannya. Hal ini terkait
dengan program percepatan
pembangunan yang saat ini tengah
dilaksanakan. Rancangan program
percepatan sudah siap, diharapkan
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 06
Liputan ……
kedepan percepatan ini dapat
dilaksanakan secara terkoordinir,
intinya adalah masyarakat miskin
menjadi prioritas utama. Program
pemberdayaan masyarakat sekitar
hutan perlu ditingkatkan dan
tentunya perlu masukan dari
instansi terkait dalam program ini
terutama dalam kegiatan
pemberdayaan masyarakat adat.
Kemiskinan ditanggulangi
dengan kegiatan yang Pro Job, Pro
Growth, Pro Poor. Sehingga perlu
koordinasi instansi terkait untuk
kegiatan itu yang berupa
pemberdayaan masyarakat. Hal ini
yang terkait langsung diantaranya
adalah Dinas Kehutanan dan
Litbang Kehutanan. Program
pengentasan kemiskinan ini
diarahkan untuk tahun anggaran
2011-2016.
Global Warming (Carbon trade)
Seperti disampaikan Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (BAPPEDA), salah satu isu
aktual pembangunan kehutanan di
provinsi Papua Barat yaitu
mengenai Global Warming (Carbon
trade), diharapkan program REDD
(Reducing Emissions from
Deforestation and Forest
Degradation) atau pengurangan
emisi dari deforestasi dan
degradasi hutan, sebagai mitigasi
perubahan iklim dapat berjalan
baik. Tentunya hal ini perlu
dukungan dari seluruh instansi dan
kerjasama masyarakat. Sehingga
perlu adanya sosialisasi mengenai
REDD kepada masyarakat agar
masyarakat paham tentang hak
dan kewajiban mereka dalam
pelaksanaan program REDD. Dalam
enam kebijakan prioritas
Kementerian Kehutanan tahun
2010-2014 sudah disebutkan
dengan jelas tentang hal ini.
Namun, salah satu upaya yang
terkait dengan peningkataan
pengetahuan kepada masyarakat
dinilai belum sepenuhnya berhasil,
perlu dilakukan telaah ke daerah
atau provinsi lain. Menurut Kepala
Dinas Kehutanan Provinsi Papua
Barat, saat ini program Carbon
Trade masih dalam taraf
percobaan, jika berhasil akan
ditindaklanjuti terus. Hingga saat
ini telah dibentuk Satgas
Pembangunan Rendah Karbon,
atau dikenal dengan TASK FORCE,
y a n g m e r u p a k a n ba d a n
independen yang mengurus REDD,
menyeleksi siapa saja yang benar-
benar memiliki misi perdagangan
karbon tanpa merugikan
masyarakat.
Pada intinya, dalam
Rakorenbanghutda Provinsi Papua
Barat tahun 2011 ini dilakukan
pembahasan rencana kerja
Kehutanan untuk tahun 2012 dan
penekanan perlunya sinkronisasi
kegiatan pusat dan daerah dalam
hal pemantapan kawasan, hutan
desa dan rehabilitasi hutan.
Setidaknya perlu adanya kerjasama
dan koordinasi yang baik antar
instansi dalam pembangunan
kehutanan di Papua Barat. Kalau
Bukan Kitorang Siapa Lagi, Kalau
Bukan Sekarang Kapan Lagi.
S e l a n j u t n y a h a s i l
RAKORENBANGHUTDA Provinsi
Papua Barat tahun 2011 ini akan
dibawa ke Rapat koordinasi
R e n c a n a P e n g e m b a n g a n
Kehutanan Regional IV tahun 2011
di Makassar pada tanggal 17-18
Maret 2011.
*) Calon PEH pada Balai Besar TNTC
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 07
…… Liputan
“ Dengan Jiwa Korsa Rimbawan
Kita Tingkatkan Partisipasi
Masyarakat untuk Mewujudkan
Hutan Lestari dan Masyarakat
Sejahtera “ itulah tema yang
diangkat dalam memperingati Hari
Bakti Rimbawan (HBR) ke-28 tahun
2011 di Provinsi Papua Barat. HBR
ke 28 dimeriahkan dengan
berbagai rangkaian kegiatan yang
melibatkan keluarga besar
Rimbawan se-Provinsi Papua Barat,
antara lain Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Provinsi Papua Barat,
Dinas Kehutanan Kabupaten
Manokwari, BBKSDA Papua Barat,
Balai Besar Taman Nasional Teluk
Cenderawasih, BPK Manokwari,
Balai Latihan Kehutanan
Manokwari, SKMA, BP2HP Wilayah
XVIII, BPKH Wilayah XVII, BPDAS
Remu Ransiki, Fahutan-UNIPA, dan
Mitra Rimbawan
Rangkaian kegiatan tersebut
dimulai pada tanggal 9 Maret 2011
melalui upacara pembukaan
kegiatan dalam rangka HBR ke-28
di halaman BLK Manokwari yang
dipimpin langsung oleh Kepala
Balai Besar Taman Nasional Teluk
Cenderawasih Ir. Djati Witjaksono
Hadi, M.Si., selaku Koordinator
Wilayah UPT Kemenhut di Provinsi
Papua Barat.
Beberapa kegiatan
perlombaan/pertandingan yang
diselenggarakan untuk
memeriahkan HBR ke-28 tahun
2011 antara lain :
1. Catur
2. Futsal
3. Bola volley
4. Bulu Tangkis
5. Tarik Tambang
6. Tenis Meja
7. Gaple/Domino
8. Menggambar/Mewarnai untuk
anak-anak
9. Senam/Gerak Maju Papua Barat
10. Olimpiade (pengenalan bibit,
pembacaan GPS, ukur tinggi
pohon, mengukur kayu logg,
pengetahuan umum kehutanan,
ketangkasan memasukkan paku
dalam botol, menahan napas
dalam air dan simulasi tanggap
bencana)
Selain perlombaan dan
pertandingan, kegiatan lain adalah
melaksanakan bakti sosial seperti
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 08
Liputan ……
Hari Bhakti Rimbawan ke-28 di Provinsi Papua Barat
penyerahan bantuan ke Yayasan
Yatim Piatu, melakukan donor
darah yang difasilitasi oleh PMI
(Palang Merah Indonesia). Serta
penanaman pohon yang ditanam di
lingkungan Perumahan Bumi
Marina Asri Amban Manokwari
yang juga dihadiri oleh bapak
Inspektorat Wilayah IV Ir. Binsar
Sitanggang, M.M.
Puncak peringatan Hari Bhakti
rimbawan ke-28 tahun 2011
Provinsi Papua Barat di tandai
dengan Upacara Peringatan Hari
Bhakti Rimbawan ke-28 yang
diselenggarakan tepat pada hari
Rabu, tanggal 16 Maret 2011
bertempat di halaman Kantor
Dinas Kehutanan Kabupaten
Manokwari, dan sebagai Pembina
Upacara adalah Gubernur Papua
Barat yang diwakili oleh Assisten III
Menteri Kehutanan dalam
sambutannya yang dibacakan oleh
Pembina upacara mengingatkan
kembali bahwa sumberdaya hutan
kita, tidak saja menjadi aset
bangsa, tetapi juga menjadi aset
dunia. Karena umat di seluruh
dunia sekarang ini meyakini bahwa
hutan tidak hanya memiliki fungsi
sosial-ekonomi, dan sosial-budaya,
tetapi juga mempunyai fungsi
ekologis, yang peranannya sangat
vital bagi kelestarian lingkungan
hidup. Oleh sebab itu dapat
dimengerti jika peranan
Kementerian Kehutanan menjadi
sangat penting dalam menjaga
kelestarian fungsi hutan agar tetap
optimal.
Di akhir sambutannya, sekali
lagi ditekankan bahwa
profesionalisme dan kearifan
rimbawan perlu dipupuk dan
ditingkatkan terus kualitasnya. Ini
tidak saja dalam penguasaan
bidang teknis, tetapi juga perlu
adanya sikap unggul, dan integritas
moral, seperti kemauan untuk
selalu meraih prestasi kerja yang
terbaik, dengan berpegang pada
norma dan etika kerja yang sudah
ditentukan.
Setelah upacara selesai
dilanjutkan dengan lomba senam/
gerak maju papua barat yang
diikuti oleh Ibu-ibu dharma wanita
seluruh UPT Kemenhut lingkup
Papua Barat .
Dengan hari bhakti rimbawan
ke -28 tahun 2011, kita sebagai
keluarga besar rimbawan, mari
bersama-sama menjaga dan
melestarikan hutan kita dari
kehancuran demi masa depan
bangsa dan tanah yang kita cintai
demi masa depan anak cucu kita.
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 09
…… Liputan
erubahan iklim ialah suatu
fenomena yang tidak bisa
dihindari lagi. Oleh karena itu
semakin manjadi ancaman nyata
bagi manusia dan alam. Perubahan
iklim global yang disebabkan oleh
meningkatnya emisi gas rumah
kaca secara signifikan, menjadi
topik pembicaraan utama para
ilmuwan, negarawan, polikus
bahkan diplomat. Perubahan
ekologi seperti iklim ekstrim
(kemarau panjang, banjir, angin
kencang), naiknya suhu bumi akan
semakin kuat intensitas dan
frekuensinya pada masa
mendatang. Demikian juga tinggi
air laut akan semakin meningkat
apabila tidak ada upaya bersama
untuk menurunkan emisi gas
rumah kaca.
Kondisi sumber daya hutan
yang cepat berubah, penutupan
hutan yang luasannya semakin
menurun (deforestasi/degradasi)
semakin membuat terpuruk
kualitas iklim kita. Komitmen
Presiden SBY yang disampaikan
pada pertemuan G20 di Pitsburgh
2009 “Indonesia akan mengurangi
emisi sebesar 26% dari emisi
Business as Ussual tanpa bantuan
Internasional (Unilateral) pada
tahun 2020, dan bisa mencapai
41% dengan dukungan
internasional. Sektor Kehutanan
diminta menurunkan emisinya
sebesar 14% dari target diatas
(52% dari target 26%).
Di Indonesia, salah satu
upaya untuk merespon isu global
mengenai pengurangan emisi dari
deforestasi dan degradasi hutan
(Reducing Emissions from
Deforestation dan Forest
Degradatian/REDD), maka
terbentuklah IFCA (Indonesian
Forest Climate Alliance).
Mempertimbangkan kesiapan
Indonesia saat ini, perkembangan
proses negosiasi, harapan pada
COP 13 dan pasca COP 13,
Kementerian kehutanan sejak awal
tahun 2007 telah mulai
mengimplementasikan pemikiran
tentang upaya pengurangan emisi
dari deforestasi dan degradasi
hutan (REDD) di Indonesia.
Jadi, Apa itu REDD?
REDD (Reducing Emissions
from Deforestation dan Forest
Degradatian) ialah mekanisme
internasional yang dimaksudkan
untuk memberikan insentif bagi
negara berkembang yang berhasil
mengurangi emisi dari deforestasi
dan degradasi hutan. Merupakan
salah satu opsi mitigasi perubahan
iklim di sektor Kehutanan yang
dilaksanakan secara sukarela dan
menghormati kedaulatan negara.
Dengan adanya mekanisme
internasional ini, maka diharapkan
diperoleh berbagai keuntungan; 1)
keuntungan klimatis (memangkas
20% emisi global), 2) keuntungan
biodiversitas (mencegah
kehilangan habitat terkaya dari
biodiversitas), 3) keuntungan sosial
(timbal balik dan keuntungan bagi
masyarakat lokal).
REDD+?
REDD+ merupakan evolusi
dari kebijakan REDD. Peningkatan
stock karbon di hutan merupakan
tambahan dari mekanisme REDD+.
Dalam REDD+ yang menonjol
bukan hanya iklim, tapi juga
konservasi. Manfaat tambahan
REDD+ bagi kawasan konservasi
ialah;
1. mengurangi kemiskinan dan
berkeadilan, (sehingga dapat
mengurangi tekanan terhadap
kawasan konservasi):
Insentif terhadap inisiatif
positif masyarakat
Pemanfaatan hasil hutan
secara lestari
Pembagian manfaat
Pemberdayaan masyarakat
sekitar
2. Perbaikan tata kelola
memperkut manajemen
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 10
ARTIKEL :
MENGENAL REDD dan REDD+
Oleh: Erwin Kusumah Nanjaya, S. Hut.*
kolaborasi kawasan konservasi
Keterlibatan masyarakat
Memberdayakan masyarakat
sekitar/masyarakat adat.
Memperkuat pengelolaan zona
penyangga
Mengembangkan mekanisme
pembagian manfaat yang adil.
3. Konservasi keanekaragaman
hayati dan jasa lingkungan
lainnya
Alternatif pembiayaan
kawasan konservasi
Aktivitas restorasi yang tepat
(memperkaya keragaman
hayati)
Meningkatkan efektifitas
pengelolan kawasan konservasi
Memperkuat konservasi
habitat dan species
Mengembangkan jasa
lingkungan lainnya.
Selain manfaat-manfaat
seperti tersebut diatas,
implementasi REDD+ di kawasan
konservasi bukan tanpa tantangan.
Tantangan-tantangan tersebut,
antara lain:
1. Aspek konservasi belum menjadi
prioritas dalamREDD+ di
Indonesia
2. Pemahaman mengenai REDD (+)
yang belum merata
3. koordinasi dan sinergi yang
belum kuat di tingkat nasional
dan sub nasional
4. Penyiapan kelembagaan dan
aturan main (pembagian
manfaat, hak atas karbon, dsb)
5. peningkatan kapasitas
pemerintah, masyarakat dan
sektor swasta
6. Penyiapan aspek teknis dalam
perhitungan karbon,
pemantauan, pelaporan dan
verifikasi (MRV)
Namun demikian, REDD+
juga menyimpan beberapa peluang
bagi kawasan konservasi, antara
lain:
1. Kerjasama internasional,
bilateral dan multilateral
(Australia, Jerman, Norway,
Inggris, dll) di kawasan
konservasi
2. memaksimalkan Demontration
Activities di kawasan konservasi
yang difasilitasi oleh mitra (TNC,
FFI, WWF dan pihak lainnya)
untuk menbangan kapasitas dan
pengalaman pengelolaan
kawasan konservasi dalam
implementasi REDD+
3. Memperkuat proses
pengembangan dan regulasi
REDD yang ada dan memastikan
aspek konservasi menjadi salah
satu prioritas.
Dengan sekilas pengenalan
REDD dan REDD+ diatas, siapkah
kita menghadapinya?
*Calon Penyuluh Kehutanan pada Balai
Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih
Sumber Bacaan
Budiman, A. 2010. Mitigasi Perubahan Iklim Melalui Restorasi Gambut di Kalimantan Tengah. “REDD Training Presentation”
Departemen Kehutanan. 2008. Instrumen Kehutanan Global. jakarta
Wibisono, I. 2010. REDD+, Tidak Hanya Karbon. WWF-Indonesia. “REDD Training Presentation”
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 11
…… Artikel
etelah Pemerintah
Indonesia menandatangani
Letter of Intent (LoI) kepada
Pemerintah Norwegia, 26 Mei 2010
untuk mengurangi emisi gas
karbondioksida, khususnya yang
berasal dari sektor kehutanan,
Indonesia adalah negara pertama
yang telah mencapai perjanjian
bilateral dengan pemerintah
Norwegia yang menyediakan dana
sebesar US$ 1 miliar (Rp 9
triliun) untuk membiayai usaha-
usaha dalam menanggulangi laju
deforestasi yang melanda lebih dari
1 juta hektare per tahun. Secara
eksplisit, LoI itu menyebutkan
skema pengurangan emisi dari
deforestasi dan kerusakan hutan
atau yang dikenal dengan REDD
(reducing emission from
deforestation and forest
degradation).
Pasca penandatanganan LoI
RI-Norwegia, seluruh kebijakan
Kementerian Kehutanan dikaitkan
untuk mendukung operasionalisasi
kesepakatan tersebut. Mulai dari
aktivitas pengusahaan hutan,
rehabilitasi dan perhutanan sosial,
penataan kawasan hutan,
penelitian dan pengembangan
hingga pengawasannya melalui
pendekatan MRV. Sebenarnya LoI
ini bersifat lintas sektoral, namun
keberhasilannya menjadi
pertaruhan kinerja Kementerian
Kehutanan.
Sebagai negara industri yang
termasuk dalam Annex 1 pada
Protokol Kyoto, Norwegia memiliki
kewajiban mengikat untuk
menurunkan emisi karbon di dalam
negerinya, terutama karena tingkat
penggunaan energi fosil,
industrialisasi, dan transportasi
yang sangat tinggi. Pada
pertemuan para pihak
(COP=Conference of Parties) yang
diadakan setiap tahun, muncul
gagasan bagi negara-negara
industri untuk mengganti
kewajiban penurunan karbon di
dalam negerinya sendiri dengan
memberikan hibah kepada negara-
negara berkembang yang memiliki
sumberdaya hutan.
Pada COP-13 atau Konferensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
Perubahan Iklim (UNFCC) yang
diselenggarakan bulan Desember
2007 di Bali, skema REDD mulai
mengerucut, sehingga pemberian
hibah kepada negara berkembang
untuk mengurangi laju deforestasi
dan kerusakan hutan dianggap
mampu mengganti (offset)
kewajiban mengurangi emisi
karbon di negara maju.
Perundingan dan negosiasi yang
sebenarnya berlangsung tentu
lebih rumit dan lebih panas dari
yang digambarkan di atas.
Negara maju menjadi
“pembeli karbon” yang berhasil
ditambat oleh negara berkembang
melalui pengurangan laju
deforestasi dan kerusakan
hutan. Negara berkembang
menjadi “penjual karbon” karena
hutan dan eksosistem yang
dimilikinya telah berjasa untuk
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 12
KERJASAMA RI-NORWEGIA DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM GLOBAL Oleh: Erwin Kusumah Nanjaya, S. Hut *)
Artikel ……
menambat gas rumah kaca.
Pengurangan emisi atau
deforestasi yang dihindari
diperhitungkan sebagai kredit.
Jumlah kredit karbon yang
diperoleh dalam waktu tertentu
dapat dijual di pasar karbon.
Sebagai alternatif, kredit yang
diperoleh dapat diserahkan ke
lembaga pendanaan yang dibentuk
untuk menyediakan kompensasi
finansial bagi negara negara
peserta yang melakukan konservasi
hutannya. Skema REDD
memperbolehkan konservasi hutan
untuk berkompetisi secara
ekonomis dengan berbagai
kegiatan ekonomi lainnya yang
memicu deforestasi
Bisnis sektor Kehutanan yang
mengambil manfaat dari ekonomi
hutan yang semula didominasi
kayu, kini perlahan mulai bergeser
ke ‘carbon oriented’. Indonesia
dengan luas hutannya, berpotensi
untuk memasuki era perdagangan
karbon. Berdasarkan data ADB-GEF
-UNDP, menunjukkan bahwa
Indonesia memiliki kapasitas untuk
mengurangi karbon lebih dari 686
juta ton yang berasal dari aktivitas
pengelolaan hutan. Jika harga rata-
rata per ton karbon sebesar US$ 5 ,
maka Indonesia berpotensi
menjual sertifikat surplus karbon
senilai US$ 3,430 milyar atau
sekitar Rp. 34 triliun. Menurut
akademisi di Kalimantan Barat,
harga rata-rata karbon di pasaran
internasional pada tahun 2012
akan mencapai US$ 40. Apalagi
sekarang ini di California telah
berdiri semacam ‘bursa efek
karbon’.
Kementerian Kehutanan
baru akan melaksanakan proyek-
proyek percontohan yang
ditetapkan di lima provinsi, di
antaranya di Papua, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Timur, dan
Riau. Dengan terbentuknya Satgas
Persiapan Lembaga REDD+,
diharapkan sudah akan terbentuk
lembaga semacam Trust Fund bagi
penurunan emisi. "Dengan
demikian, sebelum akhir tahun
2010, diharapkan akan cair dana
tahap pertama dari Norwegia
sebesar 200 juta dollar masuk ke
lembaga Trust Fund, yang dipimpin
oleh Kuntoro Mangkusubrota.
Pelaksanaan LOI RI-Norway
tersebut di atas dibagi dalam 3
fase, yaitu: persiapan,
transformasi dan pembayaran
kontribusi.
*) Calon Penyuluh Kehutanan pada
Balai Besar Taman Nasional Teluk
Cenderawasih
Sumber Bacaan
Arifin, B. Skema REDD dan Masa Depan Ekonomi Hutan. Metro TV.Com
Green Peace. Apa itu REDD?
Media Persaki. Edisi november 2010. Vol 15
Tambunan, E. Menhut harapkan pertemuan Cancun sepakati REDD Plus. Bisnis Indonesia.Edisi. Kamis, 28/10/2010
Steni, B. Quo Vadis REDD di Indonesia?. Perkumpulan HuMa, 2009
Hans Henricus
Hibah Dana Norwegia
Provinsi pilot project REDD+ dipilih
sebelum Desember
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 13
…… Artikel
ilayah pesisir adalah wilayah
pertemuan antara daratan dan laut
ke arah darat wilayah pesisir
meliputi bagian daratan, baik
kering maupun terendam air, yang
masih dipengaruhi oleh sifat-sifat
laut seperti pasang surut, angin
laut, dan perembesan air laut.
Sedangkan ke arah laut wilayah
pesisir mencakup bagian laut yang
masih dipengaruhi oleh proses
alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar,
maupun yang disebabkan karena
kegiatan manusia di darat seperti
penggundulan hutan dan
pencemaran. Kondisi suatu wilayah
pesisir erat kaitannya dengan
sistem sungai yang bermuara di
wilayah itu. Secara alami wilayah
pesisir merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari suatu sistem
wilayah sungai dan juga tidak lepas
dari permasalahan sosial-ekonomi
masyarakat pesisir. Dilihat dari
tingkat produktivitasnya, perairan
pesisir mempunyai nilai
produktivitas primer lebih dari
10.000 grC/m2/th. Nilai
produktivitas ini jauh lebih tinggi
daripada produktivitas primer di
perairan laut dangkal pada
umumnya,yaitu sekitar 100 grC/
m2/th atau produktivitas di
perairan laut dalam yang hanya
sekitar 50 grC/m2/th. Karena
tingginya produktivitas primer
perairan pesisir, maka ekosistem
perairan pesisir menjadi habitat
bagi ikan-ikan dan organisme laut
lainnya. Salah satu ekosistem yang
terdapat di perairan pesisir adalah
ekosistem padang lamun.
Ekosistem Padang Lamun
Padang lamun atau sea grass
adalah merupakan salah satu
ekosistem di perairan pesisir yang
merupakan tumbuhan berbiji
tunggal (monokotil) dari kelas
angiospermae. Yang menjadikan
unik dari tumbuhan laut lainnya
adalah adanya perakaran yang
ekstensif dan sistem rhizome.
Karena memiliki tipe perakaran ini,
menyebabkan daun-daun
tumbuhan lamun menjadi lebat
dan ini besar manfaatnya dalam
menunjang keproduktifan
ekosistem padang lamun tersebut.
1. Produktivitas
Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa produktivitas
primer komunitas padang lamun
mencapai lebih dari 1kgC/m2/th.
Produksi tersebut umumnya
bersumber dari dasar dan atas.
Produktivitas primer yang berasal
dari dasar adalah akar dan
rhizome, memberikan sumbangan
yang cukup tinggi yaitu sekitar 2%-
36% dari total produksi tanaman
atau sekitar 10%-40% pada padang
lamun yang sudah jadi (mature) .
Demikian juga untuk total
biomasnya,komponen dasar bisa
memberikan sumbangan sekitar 30
-75%. Hal ini menunjukkan bahwa
sumbangan komponen bagian
dasar tumbuhan lamun cukup
berpotensi untuk pemanfaatan
ekosistem padang lamun. Struktur
komponen jaringan lamun, seperti
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 14
Ekosistem Padang Lamun : Produktivitas dan Potensinya di Kawasan Konservasi Laut (Pesisir) Oleh: Topo Budi Danarko, S.Pi *)
Artikel ……
lignin, cellulose, dan hemi-cellulose
adalah lebih tahan terhadap
dekomposisi mikroba dibandingkan
dengan karbohidrat sederhana,
seperti kebanyakan algae, sehingga
proses dekomposisi kebanyakan
lamun cukup lama.
Faktor pembatas penunjang produktivitas padang lamun
Faktor pembatas yang
menentukan kehidupan lamun,
secara fisiologis adalah faktor yang
membatasi proses fotosintesa,
yaitu penetrasi cahaya matahari,
unsur hara, dan difusi anorganik
karbon. Selain itu ada faktor-faktor
lain, seperti suhu air, salinitas, dan
pergerakan air.
A. Penetrasi cahaya matahari/kecerahan/ kedalaman air
Penetrasi cahaya matahari
atau kecerahan adalah sangat
penting bagi tumbuhan lamun.
Tumbuhan lamun ini biasanya
tumbuh di laut yang sangat
dangkal, karena membutuhkan
cahaya yang sangat banyak untuk
mempertahan kan populasinya.
Tetapi pada perairan yang jernih,
tumbuhan ini bisa tumbuh di
tempat yang dalam. Kekeruhan
yang diakibatkan suspense
sedimen dapat menghambat
penetrasi cahaya, dan secara
otomatis kondisi ini akan
mempengaruhi kehidupan lamun.
Di perairan yang sangat keruh
tumbuhan lamun terbatas tumbuh
pada kedalaman 1,5 m. Kekeruhan
ini disebabkan karena pengaruh
pengadukan substrat dasar
perairan, akibat hilir mudik perahu
dan kapal. Sedimen-sedimen halus,
baik yang berasal dari erosi daratan
pantai atau limpahan sungai
maupun pengikisan dasar laut.
Sedimen-sedimen halus yang
melayang-layang tersebut akhirnya
mengendap di perairan lamun
ketika air tenang dan menempel di
permukaan daun lamun. Kondisi ini
dapat mengganggu kehidupan
lamun.
B. Suhu air
Suhu air mempunyai pengaruh
tidak langsung terhadap
fotosintesis, karena beberapa
proses metabolisme, seperti
respirasi dan pengambilan unsur
hara sangat tergantung suhu air.
Tumbuhan mikrofita, seperti
lamun, yang tumbuh pada kondisi
cahaya mendekati level
kompensasi (kekurangan cahaya)
akan mencapai pertumbuhan
optimum pada suhu rendah, tetapi
pada suhu tinggi, membutuhkan
cahaya yang cukup banyak untuk
mengatasi pengaruh respirasi
dalam rangka menjaga
keseimbangan karbon, hal ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan
lamun lebih efektif pada cahaya
yang rendah pada musim panas
daripada musim dingin. Air yang
hangat mungkin juga membuat
tanaman akan mudah terkena
penyakit dan cepat kering, atau
stres lainnya.
C. Salinitas
Seperti cahaya dan suhu air,
salinitas juga merupakan faktor
yang cukup penting bagi kehidupan
tumbuhan lamun. Secara umum
salinitas optimum untuk
pertumbuhan lamun adalah
berkisar antara 25%o-35%o.
Kemampuan adaptasi terhadap
salinitas adalah bervariasi diantara
spesies lamun. Lamun yang berada
di daerah estuaria cenderung lebih
toleran terhadap salinitas
(euryhaline) dibandingkan dengan
spesies yang stenohaline (di laut ).
D. Pergerakan air
Pergerakan air menentukan
pertumbuhan tanaman air, baik
yang mengapung maupun yang
menancap di dasar perairan,
seperti lamun. Pengaruh
pergerakan air, khususnya
terhadap pertumbuhan lamun,
antara lain terkait pada suplai
unsur hara, gas terlarut,
menghalau sisa-sisa metabolisme
atau limbah. Di ekosistem padang
lamun, faktor-faktor lain seperti
kecepatan arus dan ketebalan
lapisan air juga sangat menentukan
produktivitas lamun. Apabila
pergerakan air dapat
mempengaruhi pertumbuhan
lamun, sebaliknya keberadaan
lamun juga bisa mempengaruhi
hibridinamika air laut dengan cara
memodifikasi arus laut dan
gelombang, sehingga secara tidak
langsung juga berpengaruh
terhadap ekosistem padang
lamun,yaitu: penyebaran
organisme dan suplai makanan
mereka ; fluks daripada unsur hara
dan gas ; disperse gamet, spora,
dan larva.
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 15
…… Artikel
E. Nutrien
Tumbuhan lamun juga dibatasi
oleh ketersediaan unsur hara.
Lamun mengambil unsur hara
terlarut melalui akar dan daun
dengan dominan rute tergantung
pada jenis unsur hara dan
konsentrasinya. Jika konsentrasi
pada kolom air tinggi, maka
pengambilan melalui daun
mungkin lebih dominan, namun
sebaliknya jika nilai ambang di
kolom air rendah, pengambilan
unsur hara akan lebih banyak
dilakukan melalui akar.
2. Potensi Ekosistem Padang Lamun
Produktivitas primer yang
berasal dari ekosistem padang
lamun, selain bersumber dari
tumbuhan lamun itu sendiri juga
berasal dari algae dan organisme
phytoplankton yang menempel di
daun lamun atau di sekitar perairan
tersebut. Sedangkan konsumennya
adalah polychaeta, moluska,
dekapoda. Keberadaan organisme
tersebut memungkinkan ekosistem
padang lamun berpotensi cukup
besar dalam menunjang secara
umum pengembangan di wilayah
pesisir. Potensi padang lamun
menurut Wood et all (1986) dan
Dawes (1981) adalah sebagai
berikut :
1. Padang lamun mempunyai daya
menangkap (trapped) sedimen,
menstabilkan substrat dasar,
dan menjernihkan air;
2. Padang lamun sebagai sistem
tumbuhan merupakan sumber
produktivitas primer, dimana
mempunyai nilai produksi yang
tinggi;
3. Padang lamun merupakan
sumber makanan langsung bagi
kebanyakan hewan;
4. Padang lamun merupakan
habitat yang baik bagi beberapa
jenis hewan air;
5. Padang lamun merupakan
substrat bagi organisme
(phytoplankton) yang
menempel;
6. Padang lamun mempunyai
kemampuan baik untuk
memindahkan unsur-unsur hara
terlarut di perairan yang ada di
permukaan sedimen;
7. Akar-akar dan rhizome padang
lamun mampu mengikat
sedimen sehingga mencegah
erosi.
Diantara potensi padang
lamun diatas, menurut McRoy dan
Helffrich (1980) bahwa ekosistem
padang lamun juga memiliki
manfaat untuk berbagai hal,yaitu:
1. Penyaring limbah dan penstabil
sedimen;
2. Karena daun tumbuhan lamun
mempunyai kandungan lignin
yang rendah dan cellulose yang
cukup tinggi,maka dapat
digunakan sebagai bahan dasar
kertas;
3. Rhizoma muda dari jenis
tertentu, seperti zostera, dapat
dimasak, dan buah dari
beberapa jenis lamun lainnya
dapat dimakan langsung;
4. Daun-daun kering lamun dapat
dimanfaatkan sebagai makanan
ternak.
Mengingat begitu besar
manfaat ekosistem padang lamun
dalam menunjang produktivitas
perairan laut, maka diperlukan
peran serta masyarakat secara
menyeluruh dalam menjaga
keberlangsungan dan keberadaan
ekosistem padang lamun agar
potensi tersebut dapat
termanfaatkan bagi
pengembangan wilayah pesisir
sehingga dapat memberikan
kontribusi bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat kawasan
konservasi.
Sumber Pustaka
Supriharyono.2007.Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis.Pustaka Pelajar.Yogyakarta.428
Supriharyono.2000.Pelestarian Sumberdaya Ekosistem Wilayah Pesisir dan Lautan di Daerah Tropis.PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 16
Artikel ……
*)Calon PEH pada BBTNTC
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 17
Everyday is Earth Day
Hari Bumi yang diperingati setiap tanggal 22
April merupakan gerakan yang peduli dengan kondisi
bumi yang semakin lama semakin banyak mengalami
kerusakan. Sebelum manusia mengenal teknologi
modern seperti saat ini, manusia sangat bergantung
kepada alam. Namun, setelah manusia mengenal
teknologi dari yang sederhana sampai saat ini, manusia
mulai mengeksploitasi alam secara berlebihan.
Perlahan namun pasti, aktivitas mereka akan
menyebabkan turunnya daya dukung bumi dan
“beban” bumi menjadi semakin berat..
Bumi yang kita huni bersama ini merupakan
tempat yang sangat mendukung berbagai aktivitas
manusia dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan
hidupnya. Bumi sebagai ciptaan Tuhan menyediakan
tanah yang mengandung berbagai macam sumber
daya tambang dan air (lautan dan sungai) yang
menjadi tempat hidup berbagai macam makhluk
hidup, yang seluruhnya untuk kepentingan manusia.
Cepatnya pertumbuhan penduduk setiap tahunnya,
mendorong manusia untuk menciptakan berbagai cara
dan metode demi pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Jumlah manusia pada bulan Oktober 2011
diperkirakan mencapai 7 milyar orang. Dengan jumlah
itu, dapat kita bayangkan betapa banyak kebutuhan
yang harus dipenuhi dan berapa banyak energi yang
dipakai atau sisa (limbah) dari hasil kegiatan manusia
tersebut.
Kegiatan atau aktivitas kita sebagai manusia
yang seringkali tidak kita sadari (atau pura2 tidak kita
sadari) antara lain : menebang kayu untuk berbagai
keperluan (perumahan, pembuatan kertas, furniture,
dll), membuang sampah sembarangan, menggunakan
tas plastik yang sulit terurai oleh mikroorganisme dan
memakai energi listrik yang berlebihan merupakan
aktivitas-aktivitas yang menambah "beban” bumi kita.
Masih banyak aktivitas lain yang menyebabkan kondisi
bumi semakin rusak.
Aktivitas yang beberapa tahun terakhir
dilakukan oleh manusia untuk mengurangi beban bumi
dan menghemat energi, antara lain: memadamkan
listrik (lampu) pada jam tertentu (earth hour), car free
day, gerakan kembali ke alam (back to nature/ green
lifesytle). Kita sebagai masyarakat awam, hal-hal yang
bisa kita lakukan untuk meringankan “beban” bumi
antara lain: memilah dan mengolah sampah (recycle),
menggunakan tas/plastik yang sudah kita miliki untuk
wadah atau tempat sesuatu (reuse) dan mematikan
lampu/alat elektronik saat tidak diperlukan (reduce)
serta tidak boros dalam menggunakan air.
Banyak pusat perbelanjaan yang menggunakan
plastik pembungkus yang dapat didaur ulang. Mereka
pun menjual kantong belanja yang terbuat dari kain
untuk mendukung gerakan mengurangi penggunaan
kantong plastik. Hal ini menunjukkan betapa banyak
pihak yang sebenarnya peduli untuk mengubah
…… Artikel
Rini Purwanti,S.Si*)
Tidaklah egois jika kita menunjukkan
ungkapan cinta kita setiap hari
kepadanya…..
kebiasaan untuk meringankan “beban” yang harus
ditanggung bumi ini.
Walaupun mungkin berat, namun apabila dari
diri pribadi kita dan mulai sekarang kita lakukan hal-hal
tersebut paling tidak akan mengurangi beban atau
kerusakan bumi dan mudah-mudahan anak cucu kita
masih bisa menikmati apa yang bumi sediakan untuk
kita. Sebuah perubahan besar pasti diawali oleh
perubahan-perubahan kecil di belakangnya. Marilah
kita memulai perubahan demi bumi kita ini dengan
melakukan hal-hal yang sederhana, memulainya dari
diri sendiri dan melakukannya dari sekarang.
Semoga tulisan ini dapat menjadi renungan dan
memacu semangat bagi penulis dan para pembaca
untuk selalu menjaga bumi kita tercinta. Meskipun hari
bumi diperingati setiap tanggal 22 April , namun
tidaklah egois jika kita menunjukkan ungkapan cinta
kita setiap hari padanya karena memang setiap hari
kita melakukan berbagai macam aktivitas di atas bumi
yang kita cintai ini.
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 18
Artikel ……
*)Calon PEH pada BBTNTC
Latar Belakang Wilayah pesisir dan kelautan
Indonesia dengan panjang pantai sekitar 81.000 km dan luas mencapai 3,1 juta km2 merupakan potensi sumberdaya yang kaya dan beragam, telah dimanfaatkan sebagai salah satu media bagi sumber bahan makanan utama, khususnya protein hewani (Dahuri, 2001).
Semakin meningkatnya kegiatan pembangunan dan berkembangnya jumlah penduduk merupakan kondisi yang harus diantisipasi agar sumberdaya alam laut tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan. Terutama dalam era otonomi khusus dengan diundangkannya UU Nomor 21 tahun 2001, Provinsi Papua termasuk Papua Barat memiliki kewenangan yang besar untuk mengelola sumberdaya laut sejauh 12 mil dari batas pantai bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kesempatan mengelola sumberdaya laut ini jika salah dimanfaatkan tidak saja merusak keberlangsungan fungsi ekosistem kawasan, namun juga berdampak pada memperburuk kesejahteraan masyarakat.
Masyarakat yang berdomisili di dalam kawasan TNTC dapat dikategorikan sebagai masyarakat peramu, dimana sebagian besar aktivitas kehidupannya cenderung masih memanfaatkan sumberdaya alam di sekitarnya baik di darat maupun di laut. Sebagai masyarakat pesisir tentunya kegiatan yang berhubungan dengan laut lebih dominan daripada di darat, kendatipun demikian aktivitas lain seperti
meramu sagu, berkebun dan beternak masih rutin dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Lokasi pemukiman masyarakat di dalam kawasan TNTC sebagian besar merupakan wilayah zona penyangga (buffer zone) dengan pemanfaatan terbatas pada teknik dan lokasi pemungutan hasil laut. Tingginya nilai ekonomi sumberdaya alam laut maupun darat berkorelasi langsung dengan tingginya interaksi masyarakat dengan kawasan konservasi. Hal ini melatarbelakangi berbagai conflict of interest yang terjadi di sekitar kawasan konservasi.
Pemanfaatan sumberdaya alam laut tidak saja dilakukan oleh masyarakat setempat namun juga oleh pelaku-pelaku usaha yang datang ke wilayah TNTC. Kerawanan kawasan akibat kegiatan eksploitasi dan perdagangan tanpa mengindahkan prinsip kelestarian di dalam kawasan Taman Nasional ini, perlu mendapat perhatian dan penanganan khusus selain untuk melindungi fungsi kawasan sebagai areal konservasi, juga untuk memperkecil resiko konflik akibat kompetisi pemanfaatan sumberdaya alam antara penduduk setempat dengan pendatang. Dalam konteks tersebut, dirasa perlu mengkaji kebijakan sistem perdagangan hasil laut di dalam kawasan TNTC dengan melihat bagaimana mekanisme pemanfaatan dan sistem perdagangan sumberdaya alam laut.
Perizinan
Proses perizinan untuk melakukan kegiatan pemanfaatan hasil alam, bagi para pelaku usaha sebagian besar masih dilakukan melalui pendekatan personal kepada masyarakat terutama kepala desa,
aparat desa, kepala suku atau tokoh masyarakat pemilik hak ulayat. Perizinan yang diberikan mencakup daerah atau wilayah yang akan dieksploitasi dengan batas waktu, tempat, jenis dan kuantitas komoditi yang akan dikumpulkan. Proses perizinan tersebut hanya sebatas tingkat desa dan diketahui oleh para aparat desa dan sebagian masyarakat.
Di samping perizinan tingkat desa, para pelaku usaha juga meminta ijin kepada dinas perikanan kabupaten setempat dengan dikeluarkannya Surat Ijin Usaha Perikanan dan Balai TNTC selaku institusi pengelola kawasan konservasi mengeluarkan Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) dan secara teknis diawasi oleh petugas di lapangan.
Rantai Tata Niaga
Para pelaku usaha/pengusaha yang dimaksud adalah seseorang atau sekelompok orang yang tinggal sementara dengan tujuan melakukan kegiatan pengumpulan hasil alam, pada wilayah, waktu, jenis dan jumlah komoditi tertentu dimana keberadaan mereka diketahui oleh aparat dan warga desa, serta memberi kontribusi dari usahanya tersebut kepada desa. Sementara jenis komoditi yang diusahakan lebih cenderung pada komoditi dengan nilai ekonomi yang tinggi baik di pasar domestik, nasional maupun pasar ekspor. Mereka ini biasanya merupakan kepanjangan tangan dari para pengusaha ekspor yang berskala besar terutama di daerah basis pelabuhan ekspor.
Ada juga orang luar yang telah berdomisili dan menjadi warga desa yang mengusahakan usaha dagang di wilayah tersebut dan disebut pedagang. Mereka
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 19
…… Artikel MEKANISME PERDAGANGAN PRODUK SUMBERDAYA LAUT DI
KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL TELUK
CENDERAWASIH Oleh : Iga Nurapriyanto dan Baharinawati W. Hastanti *)
Menu hidangan saat Acara lepas sambut tahun baru 2011 (kiri) dan perpisahan bpk Edward Sembiring dan bpk Maryono yang mutasi ke Balai Besar KSDA Sumut dan Balai KSDA Kalsel di Rumah Dinas Kepala Balai Besar TNTC
Pelatihan monitoring tempat pemijahan ikan SPAG’s, kerjasama Balai Besar Taman Nasional Teluk
Cenderawasih dengan WWF-Indonesia
Peresmian SpeedBoat “GORANO” Kendaraan operasional Patroli pengamanan kawasan
Taman Nasional Teluk Cenderawasih
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 20
BERITA GAMBAR :
Penandatangan Nota MoU Kerjasama antara UPT Balai Besar TNTC dengan Mitra WWF Teluk Cenderawasih
Project
Pelatihan Selam Tingkat Dasar yang Merupakan Pelatihan Swadana Kerjasama antara Balai Besar
TNTC, UNIPA dan WWF
Pembekalan Tim Sosialisasi Zonasi kawasan TN Teluk Cenderawasih yang difasilitasi oleh
WWF Teluk Cenderawasih Project
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 21
…… Berita gambar
kerap kali melakukan kegiatan perdagangan dengan menjual barang-barang kebutuhan masyarakat di dalam desa tersebut maupun antar desa atau antar pulau. Kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh pedagang tidak sebatas pada proses penjualan barang kebutuhan masyarakat setempat tetapi juga sebagai pengumpul hasil-hasil alam baik berupa hasil darat maupun hasil laut.
Sedikitnya terdapat 2 karakter hubungan ikatan kerja antara para pelaku usaha, yaitu:
a.Hubungan informal tanpa ikatan kerja. Para nelayan berstatus sebagai pelaku usaha bebas yang tidak memiliki ikatan dalam melakukan kegiatan pemungutan dan pemasaran kepada pedagang pengumpul atau lembaga tataniaga pada tingkat berikutnya.
b. Hubungan formal dengan ikatan kerja baik antara nelayan dengan pedagang pengumpul maupun pengusaha induk.
Pada kenyatannya jenis hubungan informal tanpa ikatan kerja yang paling banyak diterapkan, dengan alasan efisiensi dan efektivitas serta meminimalkan benturan-benturan sosial yang terjadi, namun memiliki keterbatasan pada kontinuitas dan produktivitas produksi. Penggunaan masyarakat lokal setempat (berkisar antara 1-3 orang) sebagai karyawan pada satu sisi memiliki prinsip memberdayakan masyarakat namun di sisi lain merupakan potensi terjadinya konflik sosial intern, mengingat perbedaan karakteristik sosial, budaya dan ekonomi masyarakat setempat. Hal ini disebabkan oleh dualisme pemahaman yang terjadi, antara lain: 1).
pedagang pengumpul membutuhkan orang yang dapat membantunya melakukan produksi dengan jumlah yang terbatas sedangkan sebagian besar masyarakat setempat masih banyak yang menganggur; 2). tidak semua masyarakat menyetujui kegiatan pemungutan yang dilakukan pada wilayahnya tanpa mendapatkan kontribusi yang nyata dari pedagang pengumpul mengingat mereka juga memiliki hak yang sama sebagai pemilik hak ulayat; 3). Kurangnya transparansi harga pasar riil yang dijual pedagang pengumpul ke pasar, sehingga ada sebagian anggapan dari masyarakat bahwa harga yang diterapkan pada lokasi pemungutan sangat jauh di bawah harga riil yang berlaku di pasar industri dengan margin keuntungan yang sangat besar dinikmati pedagang; 4). Adanya perbedaan persepsi masyarakat lokal terhadap status kawasan konservasi dengan pemanfaatan yang berbasis kelestarian, sedangkan pemungutan beberapa jenis komoditi justru menggunakan alat dan bahan yang berbahaya terhadap lingkungan laut, seperti kompresor bukan standar penyelaman, gancu, asam sianida maupun bom.
Dari hasil pengamatan di lapangan, sedikitnya terdapat 3 (tiga) model eksploitasi hasil laut yang dilakukan oleh para pedagang/pengusaha di kawasan TNTC, yaitu :
1.Nelayan menyetor dan menjual kepada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul hanya bentindak secara pasif di pulau.
Rantai Tataniaga Model 1.
Pada perdagangan Model 1, jenis-jenis komoditi laut yang sering dimanfaatkan secara langsung oleh konsumen adalah ikan segar dan ikan asin namun dalam skala produksi kecil dan terbatas. Mekanisme pengambilan dilakukan oleh nelayan atau masyarakat setempat yang menjualnya kepada pedagang pengumpul dalam keadaan segar (fresh). Sedangkan Proses penggaraman serta pengeringan dilakukan oleh para pedagang pengumpul dengan alasan menjaga kualitas produk.
2.Pengusaha/pedagang pengumpul dan nelayan/masyarakat lokal melakukan kegiatan pengambilan hasil laut secara bersama dan eksportir datang ke lokasi yang telah disepakati. Pada kondisi ini kapasitas produksi yang ditargetkan cenderung lebih besar dengan sasaran pasar ekspor.
Rantai Tataniaga Model 2.
Jenis-jenis komoditi laut yang diusahakan pada model 2 terutama jenis komoditi hasil laut yang membutuhkan kondisi segar/hidup seperti jenis-jenis ikan karang, ikan hias dan lobster. Kondisi segar/hidup ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mempertahankan harga komoditi di pasar ekspor. Pada model ini, nelayan pencari ikan umumnya berasal dari kampung di kawasan TNTC yang diupah dengan dibekali bahan dan perlengkapan penyelaman.
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 22
artikel ……
Nelayan/
Masyara-
kat Lokal
PasPengusaha
Induk
Pedagang
Pengum-
pul
Nelayan /
Masyarakat
Lokal
Pengusaha / Pedagang Pengumpul
Eksportir Pasar
Hasil tangkap selanjutnya disimpan dalam keramba hingga diambil eksportir.
3.Eksportir bertindak sebagai pelaksana langsung di lapangan dengan kapasitas produksi berskala besar dan penggunaan armada, peralatan tangkap dengan teknologi yang relatif modern.
Rantai Tataniaga Model 3.
Kegiatan pemungutan yang dilakukan pada model 3, lebih cenderung dilakukan oleh para pelaku usaha illegal baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Beberapa jenis hasil laut yang diambil cenderung pada jenis-jenis ikan karang seperti Napoleon wrasse, lobster, sirip ikan hiu dan teripang dengan nilai jual yang tinggi untuk langsung dijual ke pasar ekspor.
Sayangnya dalam pengambilan jenis-jenis ikan karang ini cenderung mengancam kelestarian terumbu karang dan biota laut lainnya dengan penggunaan berbagai bahan dan peralatan yang berbahaya, diantaranya pukat harimau, kompresor selam, bom ikan, Pottasium cyanida, dan gancu.
Dari ketiga model di atas persentase kecenderungan menunjukkan model pertama lebih banyak mendominasi perdagangan hasil laut di sekitar
TNTC yakni sebesar 79 % dibanding model kedua dan ketiga yakni masing-masing sekitar 8 % dan 13 %.
Kondisi ini menunjukkan bahwa mayoritas pemanfaatan sumberdaya laut di kawasan Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih masih didominasi oleh pola pemanfaatan tradisional dengan menggunakan model 1. Namun adanya pola pemanfaatan pada model 3 perlu diwaspadai dan diminimalkan karena tidak menerapkan prinsip kelestarian kawasan dan pemberdayaan masyarakat khususnya di dalam kawasan.
Pemasaran
Bagi masyarakat setempat yang sekaligus sebagai pelaku usaha bidang perikanan, pemasaran hasil laut selama ini dilakukan oleh para pedagang pengumpul antar desa atau antar pulau dengan harga kesepakatan yang ditentukan berdasarkan mekanisme pasar. Jenis komoditi dimaksud adalah seperti teripang, ikan segar dan ikan olahan (ikan asin). Adanya pedagang pengumpul ini cenderung lebih memudahkan penyediaan pasar hasil laut mengingat keterbatasan sarana transportasi guna menjangkau antar desa maupun antara desa dan kota distrik. Selanjutnya pedagang pengumpul tersebut memasarkannya ke kota distrik maupun kota kabupaten.
Persepsi Masyarakat.
Keberadaan para pengusaha/pedagang/pelaku usaha bidang perikanan dari hasil pengamatan dalam berinteraksi dengan masyarakat setempat dalam melakukan aktivitasnya cukup kondusif terutama bagi para pelaku usaha yang telah
berdomisili sebelumnya. Hal ini terlihat dari harmonisasi hubungan kemasyarakatan maupun di saat proses produksi. Kehadiran pelaku usaha mendorong terjadi interaksi ekonomi di desa, terutama saat terjadi surplus produksi, seperti ikan segar, ikan asing dan teripang.
Bagi para pelaku usaha yang datang dari luar P. Rumberpon dan melakukan proses pengumpulan hasil laut dengan melibatkan sebagian masyarakat setempat lebih cenderung menciptakan konflik horisontal terutama bagi masyarakat yang kurang atau tidak mendapatkan manfaat dari kehadiran pelaku usaha tersebut, seperti penggunaan tenaga kerja lokal.
Manfaat lainnya adalah transfer tehnologi dan pengetahuan cara pengolahan hasil laut, meski tidak dapat dipungkiri pada saat bersamaan terjadi pula transfer pengetahuan yang destruktif dalam pemungutan hasil laut di sekitar lingkungan TNTC, seperti penggunaan alat dan bahan yang dilarang (bahan peledak, bahan peledak, gancu) dalam penangkapan ikan. Pengusaha juga berpartisipasi dalam membantu desa baik dalam penyediaan fasilitas desa maupun fasilitas keagamaan (gereja), selama berlangsungnya kegiatan pemungutan hasil laut.
*) Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Manokwari
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 23
…… artikel
Eksportir Pasar
Komposisi Model Pemanfaatan Sumber-daya Laut
Model 1 Model 2 Model 3
79 %
8 %
13 %
agi menyingsing menguak kota
Manokwari. Hari itu kami akan
memulai perjalanan menuju kota
Wasior untuk kegiatan Monitoring
Pengamanan Partisipatif/Swakarsa
Masyarakat (PAM Swakarsa). PAM
Swakarsa itu sendiri adalah salah
satu upaya yang dilakukan oleh
Balai Besar Taman Nasional Teluk
Cenderawasih (BBTNTC) dalam
pelibatan dan pemberdayaan aktif
masyarakat dalam mengamankan
dan menjaga kawasan konservasi
yaitu di Teluk Cenderawasih.
Memang program ini belum cukup
lama digulirkan; namun upaya
monitoring, evaluasi serta
perbaikan selalu dilakukan guna
meningkatkan efektifitas dan
efisiensi kegiatan sekaligus
tercapainya target pemberdayaan
masyarakat secara mandiri.
Kegiatan Monitoring PAM
Swakarsa ini beranggotakan 7
orang yaitu:
Kegiatan Monitoring PAM
Swakarsa ini diketuai langsung oleh
Pak Cahyo. Setelah mempersiapkan
barang bawaan yang harus dibawa
kami pun mulai bersiap pergi ke
pelabuhan untuk menumpang
Kapal KM. Ngapulu yang berangkat
pada hari itu. Siang itu kami
berangkat ke pelabuhan dengan
tenang. Kamipun datang ke
pelabuhan, konsolidasi sebentar
dan akhirnya menaiki kapal. Jam
15.00 WIT kapal berangkat menuju
Wasior. Selama perjalanan laut
terus bergejolak tidak tenang,
namun setelah melewati waktu
akhirnya sekitar jam 23.00 kami
tiba di Kota Wasior.
Di Wasior kami hanya stay
sebentar sampai dengan siang hari
untuk menunggu jemputan ke
wilayah seksi yang akan kami
monitoring. Sungguh layaknya para
pengungsi yang kembali ke
kampung halamannya, kami seakan
tak kuasa melihat kondisi kota
Wasior pasca bencana banjir
bandang. Luluh lantak tak bersisa,
terlihat jelas lumpur kering masih
menutupi jalanan kota, air
menggenang di kanan-kiri jalanan
bahkan camp tempat kami
menginap milik BPTN Wilayah II
Wasior ternyata sudah bergeser 4-
5 meter dari tempatnya semula.
Cukup trenyuh melihat kondisi
seperti itu. Namun setelah pagi
menyingsing suasana itu seakan
buyar sama sekali karena melihat
aktivitas warga yang sudah
menggeliat. Lalu lalang kendaraan,
bergulirnya jual beli dan sudah
berdirinya rumah-rumah
(walaupun hanya papan dan kayu
sebagai dindingnya) menunjukkan
bahwa kota ini sudah siap
dibangun kembali.
Siang harinya, sekitar pukul
13.30 akhirnya long boat
“Rasmundi” yang akan kami pakai
kegiatan monitoringpun datang.
Dinahkodai oleh Pak Frans Kusi
Sineri, S.E. (Kepala Seksi
Pengelolaan TN. Wilayah IV Roon),
kami pun segera mengambil
barang dan mengangkutnya ke
perahu tersebut. Ikut dalam
rombongan kami Kepala SPTN Wil
III Aisandami yaitu Pak Dominggus
K. Inggesi, S.Sos.. And the journey
begun…bye Wasior. Perjalanan
pertama kami adalah menuju
kampung Sobei. Di kampung ini
terdapat sebuah dermaga kecil
tempat kapal nelayan berlabuh.
Setelah long boat kami merapat,
tim monitoring langsung bergerak
menuju rumah Kepala Kampung
Sobei. Ketika kami sudah berada di
sana, ternyata kepala kampung
sedang berada di Wasior. Namun
kami diberitahu oleh tetangga
sekitar bahwa beliau akan pulang
kembali dalam waktu yang tidak
lama. Akhirnya kami menunggu,
setelah menunggu ± 1 jam akhirnya
orang yang kami tunggu pun
datang. Alhasil kami dipersilakan
masuk ke dalam rumah dan
melakukan sedikit wawancara
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 24
DARI LAPANGAN :
PERJALANAN TIM MONITORING PENGAMANAN PARTISIPATIF/
SWAKARSA MASYARAKAT DI BPTN WILAYAH II WASIOR Oleh: Imam Setyo Hartanto, S.Hut.*
sebagai bahan monitoring
pelaksanaan PAM Swakarsa.
Keluar dari kampung Sobei
ternyata sudah cukup sore.
Perjalanan kami lanjutkan menuju
kampung Sariyai. Di bawah sinar
bulan separuh, kami pun menuju
kampung baru hasil pemekaran ini.
Di kampung ini belum tersedia
dermaga sehingga long boat harus
bersandar di bibir pantai. Sama
seperti yang kami lakukan di
kampung Sobei, disini kami
berusaha menemui Kepala
Kampung Sariyai. Lagi-lagi orang
yang kami ingin temui
sedang pergi. Kami pun
disambut oleh Sekretaris
Kampung dan tanpa
membuang waktu, kami
memperkenalkan diri dan
langsung melakukan
wawancara dengan beliau.
Di temani beberapa anggota
kelompok nelayan, kamipun
berbincang-bincang dengan
santai dan penuh rasa
kekeluargaan. Disela-sela
wawancara terungkap bahwa
sebagaian dari para nelayan belum
menjalankan kewajibannya untuk
mencatat dan melaporkan
penggunaan BBM dan hasil
tangkapannya. Alhasil, para
petugas wilayah dalam hal ini
diwakili langsung oleh Kepala SPTN
(Pak Frans dan Pak Inggesi)
menjelaskan kembali tugas dan
kewajiban masyarakat penerima
bantuan BBM.
Malam harinya kami
meneruskan perjalanan ke
kampung Yende tempat kantor
SPTN IV Roon berada sekaligus
beristirahat sebelum esoknya
melakukan monitoring di kampung
yang lain. Diantara deburan ombak
di laut dan cahaya bulan separuh
perjalanan tersebut seakan
menghentikan waktu. Hampir
tengah malam akhirnya kami
sampai di Yende. Di dermaga kami
sudah dinantikan oleh para
penduduk kampung Yende. Entah
memang sambutan atau mereka
hanya menunggu titipan bahan
makanan kebutuhan pokok yang
dibeli dari Wasior, namun seakan
kampung tersebut tak pernah
tidur. Dan akhirnya kami pun
menuju kantor SPTN IV Roon untuk
beristirahat sekaligus
membersihkan badan setelah
perjalanan seharian. Setelah mandi
dan makan malam sebentar, kami
pun beramah tamah dengan
penduduk kampung Yende.
Diselingi cerita-cerita lucu dan
obrolan ringan lainnya malam pun
berubah hari dan beberapa
anggota akhirnya terlelap dalam
buaian nyayian tidur.
Keesokan harinya kami
memulai aktivitas pagi seperti
biasa; bangun, cuci muka, minum
teh atau kopi susu, menyapa
masyarakat yang akan berangkat
kebaktian di gereja, mandi dan siap
untuk memulai aktivitas hari itu.
Makan pagi sudah tersedia di
dapur dan kami pun makan
bersama. Selesai makan kami
merencanakan untuk kegiatan
monitoring di dua kampung yaitu
Yende itu sendiri dan Syabes. Hari
itu bertepatan dengan datangnya
berita duka dari kampung Syabes
bahwa salah satu penduduknya
telah dipanggil oleh Tuhan Yang
Maha Esa sehingga kami
memutuskan untuk langsung
berangkat ke kampung Syabes
untuk melayat sekaligus menemui
kepala kampung untuk interview.
Kampung Syabes terletak
bersebelahan dengan kampung
Yende hanya dipisahkan oleh
tanjung.
Didampingi oleh Kader
Konservasi Kampung Yende
kami pun berangkat dengan
‘Rasmundi’ menuju kampung
Syabes. Dalam waktu yang
tidak cukup lama kami pun
akhirnya sampai di kampung
Syabes. Karena waktu yang
cukup singkat maka kami di
bagi 2 kelompok. tim
monitoring menemui Kepala
Kampung Syabes untuk wawancara
sedangkan Pak Frans dan Kader
Konservasi melayat ke keluarga
yang berduka. Hari beranjak siang
dan kami telah menunaikan
kewajiban kami di Kampung Syabes
sehingga kami berpamitan ke
kepala kampung dan mengucapkan
terima kasih atas bantuan yang
telah diberikan. Tim kembali ke
kampung Yende, dan direncanakan
setelah makan siang akan
wawancara dengan perangkat
kampung Yende guna
menuntaskan monitoring di BPTN
Wilayah II Wasior ini.
Seusai makan siang dan
istirahat sebentar kami pun
meneruskan kegiatan Monitoring
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 25
…… dari lapangan
PAM dengan menemui perangkat
kampung setempat. Wawancara
kami lakukan tidak dengan kaku
layaknya investigasi namun kamu
lakukan dengan obrolan ringan
sambil diselingi candaan. Setelah
selesai, kami pun berpamitan dan
kembali menuju kantor SPTN
sekaligus melakukan rekap
sementara hasil interview. Dari
hasil wawancara yang telah
dilakukan di 4 kampung BPTN
Wilayah II Wasior ternyata hampir
keseluruhan menunjukkan
trend/jawaban yang
hampir serupa. Tim
monitoring mendapatkan
kesimpulan bahwa:
1. Masyarakat sangat
antusias saat
mendapatkan bantuan
BBM untuk kegiatan
Pengaman Partisipatif/
Swakarsa Masyarakat.
2. Penghasilan masyarakat
semakin meningkat
selama mendapatkan bantuan
BBM.
3. Kesadaran masyarakat dalam
menjaga dan memelihara
kawasan termasuk ekosistem di
dalamnya semakin baik.
4. Masih ada beberapa anggota
masyarakat penerima bantuan
yang tidak memenuhi
kewajibannya melakukan
pencatatan dan pelaporan
penggunaan BBM dan hasil
tangkapan serta kejadian di
kawasan laut.
5. Masih sering ditemukan nelayan
dari daerah lain yang mengambil
ikan di wilayah perairan
masyarakat.
Tugas telah ditunaikan dan
saatnya bersantai sejenak bersama
masyarakat kampung Yende.
Malam itu masyarakat sedang
bersiap-siap melakukan kerja bakti
di seputaran gereja untuk
menyambut Natal. Di sela-sela
kesibukan masyarakat yang begitu
antusias, saya mengabadikan apa
yang sedang mereka lakukan dalam
jepretan foto. Begitupun dengan
Pak Frans dan kader konservasi
lainnya, mereka bahu-membahu
membenahi bangunan gereja;
termasuk Gereja Tua Isna Jedi di
Yende. Larutnya malam tak
menyurutkan masyarakat
menemani kami di malam terakhir
sebelum kepulangan Tim
monitoring kembali ke Manokwari.
Fajar menyeruak
membangunkan bumi, nyanyian
burung gereja membuka mata yang
masih lelap. Satu persatu anggota
tim bangun dan mempersiapkan
diri menyambut pagi nan cerah.
Kam pun mempersiapkan barang
bawaan dan peralatan lain yang
harus dibawa kembali ke
Manokwari. Setelah mandi dan
membereskan kantor, kami
langsung membawa barang dan
peralatan ke long boat. Tidak ada
barang tambahan lain selain bekal
makanan dan minuman sebab kami
benar-benar melakukan kegiatan
untuk kerja dan bukan bersenang-
senang dengan membawa
segudang oleh-oleh. Beranjak
siang, akhirnya kami berpamitan
dengan masyarakat dan menuju
long boat. Ada hal menarik waktu
kami akan meninggalkan kampung
Yende. Ada sebuah hadiah yang
dibawa oleh Pak Frans (yaitu: bola).
Beberapa anak kecil kampung
Yende diikutkan naik ke long boat.
Long boat bergerak keluar
kampung, berputar satu kali dan
kembali mendekati kampung
Yende kemudian anak-anak
tadi terjun dari long boat,
berenang dan akhirnya Pak
Frans menendang bola
kearah mereka. Lalu anak-
anak tadi berenang
memperebutkan bola hadiah
tadi. Ya itulah salah satu
upacara yang dilakukan
dengan tujuan agar yang
pergi mendapatkan
keselamatan sampai tujuan
dan bisa kembali ke
kampung Yende pada kesempatan
yang lain. Salah satu kearifan lokal
yang harus kita jaga dan lestarikan.
Akhirnya setelah melewati
lautan yang tehampar luas, sekitar
jam 21.00 WIT kami akhirnya tiba
di Manokwari. Dijamu sebentar di
rumah Pak Frans akhirnya kami
kembali ke rumah masing-masing
dengan selamat. Itulah sedikit
cerita perjalanan Tim monitoring
PAM Swakarsa selama berada di
BPTN Wilayah II Wasior.
*) Calon PEH Balai Besar TN. Teluk Cenderawasih
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 26
dari lapangan ……
B erdasarkan penetapan
Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor: 8009/
Menhut-II/2002 tanggal 29 Agustus
2002 tentang Penetapan Taman
Nasional Teluk Cenderawasih
seluas 1.453.000 Ha. Secara
administratif, TNTC berada di 2
(dua) wilayah pemerintahan,
yakni : Kabupaten Nabire Provinsi
Papua dan Kabupaten Teluk
Wondama Provinsi Papua Barat.
Sekitar satu per tiga dari luasan
tersebut berada di wilayah
Kabupaten Nabire sedangkan dua
per tiga di wilayah Kabupaten
Teluk Wondama. Dan Berdasarkan
UU No 5 tahun 1990, Taman
Nasional adalah kawasan
pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan
sistem zonasi yang dimanfaatkan
untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, pariwisata,
dan rekreasi alam.
Zonasi kawasan TN Teluk
Cenderawasih kini sudah
ditetapkan setelah menempuh
proses yang cukup lama sejak
tahun 1988 untuk merancang dan
menyusun zonasi. Penetapan
zonasi kawasan TNTC berdasarkan
Surat Keputusan Dirjen PHKA
Nomor : Sk.121/IV-KK/2009 tanggal
15 Juli 2009 tentang Zonasi Taman
Nasional Teluk Cenderawasih,
maka zonasi TNTC terbagi 6 zona
antara lain Zona Inti, Zona
perlindungan Bahari/Rimba, Zona
Pariwisata, Zona Tradisional, Zona
Pemanfaatan Umum dan Zona
Khusus.
Salah satu zona adalah Zona
pariwisata yang merupakan bagian
dari taman nasional yang letak,
kondisi dan potensi alamnya yang
terutama dimanfaatkan untuk
kepentingan pariwisata alam dan
kondisi/jasa lingkungan lainnya.
Penetapan zona pariwisata dalam
kawasan TNTC karena TNTC
memiliki potensi Obyek dan Daya
Tarik Wisata Alam (ODTWA),
antara lain berupa
keanekaragaman hayati, keunikan
dan keaslian budaya tradisional,
keindahan bentang alam, gejala
alam, peninggalan sejarah/budaya.
Potensi keanekaragaman hayati
dan ekosistemnya serta situs-situs
budaya/ sejarah di dalam kawasan
TNTC merupakan potensi obyek
dan daya tarik wisata (ODTW) yang
dapat dikelola untuk kesejahteraan
masyarakat di kawasan TNTC
khususnya di wilayah Kabupaten
Nabire.
Dalam rangka
mengoptimalkan pengelolaan
pemanfaatan pariwisata alam di
kawasan Taman Nasional Teluk
Cenderawasih diperlukan adanya
kesamaan presepsi diantara Balai
Besar TNTC selaku pemangku
kawasan dengan para stakeholder
selaku mitra di kawasan. Terkait ini
maka perlu dilakukan kegiatan
semiloka Sinergitas Pemanfaatan
Wisata Alam di Kawasan TNTC
sehingga secara bersama-sama
dapat mengelola, memanfaatkan
dan mengembangkan potensi
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 27
…… dari lapangan
SEMILOKA SINERGITAS PEMANFAATAN WISATA ALAM
KAWASAN TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH
DI KABUPATEN NABIRE Oleh: Sumaryono, S.Hut.*)
pariwisata alam di kawasan TNTC
secara optimal dan berkelanjutan.
Maksud dilaksanakan
kegiatan semiloka tersebut adalah
membuka ruang informasi dan
diskusi antara pihak pemangku
wilayah dengan para pemangku
kepentingan yang berada di
wilayah Kabupaten Nabire.
Sedangkan Tujuan Semiloka
Sinergitas Pemanfaatan wisata
alam kawasan Taman Nasional
Teluk Cenderawasih dengan Pihak
terkait adalah; 1. Menyamakan
persepsi terhadap visi dan misi dari
para pemangku kepentingan dalam
Pemanfaatan Potensi Wisata Alam
di kawasan Taman Nasional Teluk
Cenderawasih; 2. Membangun
komitmen bersama dalam
pengelolaan dan pengembangan
Pariwisata Alam di kawasan
konservasi Taman Nasional Teluk
Cenderawasih; 3.
Mengkoordinasikan dan
mensinergiskan program atau
kegiatan dengan berbagai pihak
yang berkepentingan di dalam
kawasan Taman Nasional Teluk
Cenderawasih antara Pemda/
Dinas terkait seperti Dinas
Kebudayaan, Pemuda Olahraga dan
Pariwisata, Bappeda, Balai Besar
TN. Teluk Cenderawasih selaku
pengelola kawasan, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) serta
stakeholder lainnya baik di
Kabupaten Nabire.
Peserta semiloka antara lain
dengan melibatkan beberapa
instansi terkait seperti Bappeda
Kabupaten Nabire, Dinas
Kebudayaan, Pemuda Olahraga dan
Pariwisata Kabupaten Nabire,
Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Nabire, DPRD
Kabupaten Nabire, Dinas
Kehutanan Kabupaten Nabire,
Dinas Perhubungan Laut, POLAIR,
Balai Besar TNTC, Bidang
Pengelolaan KSDA Papua di Nabire,
Kepala Distrik yang masuk wilayah
TNTC, Dunia usaha serta LSM.
Sedangkan sebagai pembicara/
narasumber dalam pertemuan
semiloka tersebut adalah Kepala
Bappeda Nabire dan Dinas
Kebudayaan, Pemuda Olahraga dan
Pariwisata kabupaten Nabire serta
dari pihak Balai Besar TNTC. Untuk
Materi yang dipaparkan adalah
materi tentang kebijakan-kebijakan
masing-masing instansi terkait
dengan pengembangan dan
pemanfaatan wisata alam kawasan
TNTC khususnya di wilayah yang
masuk administrasi Kabupaten
Nabire.
Dengan memperhatikan
Sambutan Kepala Bappeda Nabire,
paparan materi dari masing-masing
instansi serta tentang pemanfaatan
wisata dalam kawasan TN. Teluk
Cenderawasih serta hasil diskusi,
masukan-masukan dari peserta
semiloka yang berlangsung, maka
dapat dirumuskan beberapa
rekomendasi/kesepakatan
bersama yang juga telah
ditandatangani bersama.
Rekomendasi tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Pengembangan Obyek dan Daya
Tarik Wisata (ODTW) dalam
kawasan TNTC khususnya pada
zona pemanfaatan pariwisata.
2. Peningkatan SDM Aparatur
pariwisata melalui bimbingan
teknis dan konsultasi teknis
serta pelatihan/magang ke
beberapa daerah yang sudah
berkembang dalam bidang
kepariwisataan.
3. Meningkatkan sosialiasi sadar
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 28
dari lapangan ……
wisata yang melibatkan
pemerintah, masyarakat dan
dunia usaha pariwisata.
4. Penyusunan RIPPDA (Rencana
Induk Pengembangan
Pariwisata Daerah) dan RIPOW
(Rencana Induk Pengembangan
Obyek Wisata) serta
Pengelolaan dan
Pengembangan Sarana/
Prasarana Fisik ODTW,
Aksesibilitas, Transportasi dan
Promosi.
5. Pengembangan strategi
promosi dan pemasaran
kepariwisataan melalui berbagai
media.
6. Menyusun Peraturan Daerah
tentang kepariwisataan dengan
melibatkan multi pihak (SKPD
terkait, LSM, Asosiasi Profesi,
Perguruan Tinggi, Tokoh Agama,
Tokoh Perempuan dan
Masyarakat Adat).
7. Membentuk forum kerjasama
lintas sektor untuk
pengembangan pariwisata alam
di kawasan TNTC.
8. Melaksanakan sosialiasi zonasi
kawasan TNTC, serta pelatihan
dan pemantauan hiu paus
(whale shark) di kawasan TNTC.
9. Dukungan anggaran yang
proporsional di tingkat
kabupaten Nabire untuk
membangun sektor
kepariwisataan menjadi lebih
baik.
Dengan ke-9 rekomendasi
tersebut diharapkan adanya tindak
lanjut terhadap hasil-hasil
kesepakatan bersama yang
dihasilkan di semiloka sinergitas
Pemanfaatan Wisata Alam
kawasan Taman Nasional Teluk
Cenderawasih antara Balai Besar
TNTC, Bappeda Kabupaten Nabire,
Dinas Kebudayaan, Pemuda
Olahraga dan Pariwisata
Kabupaten Nabire dan Stakeholder
lainnya. Selain itu Perlunya
koordinasi secara terus menerus
dan kerjasama dalam pengelolaan
TNTC khususnya dalam
pengembangan dan pemanfaatan
wisata alam kawasan TNTC.
*) PEH pada Balai Besar TNTC
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 29
…… dari lapangan
Penandatanganan Kesepakatan Bersama dalam Semiloka
Kayu Merbau (Instia sp.) yang mudah dikenal
dengan tekstur seratnya yang berwarna merah
kecoklatan dan banyak digunakan untuk panelling,
lantai parket, pintu dan jendela termasuk kategori kayu
keras dan dengan tekstur yang dimilikinya. Merbau
menjadi sebuah simbol eklusifitas dalam interior.
Merbau banyak tumbuh di wilayah Sumatera,
Kalimantan, Maluku dan Papua.
Sampai dengan saat ini pemanfaatan jenis
Merbau masih terus berjalan, sehingga ada
kekhawatiran dari beberapa pihak terhadap eksistensi
Merbau pada populasi alamnya di Papua pada masa
yang akan datang, dikhawatirkan populasi Merbau akan
semakin menurun. Aplikasi teknologi diperlukan guna
peningkatan percepatan budidaya Merbau dan oleh
karena itu kami mengharapkan pihak Akademisi dapat
memberi fasilitasi transfer teknologi pengelolaan dan
konservasi keragaman genetik serta dukungan para
pihak lain agar Merbau tidak dimasukkan dalam
Appendix III CITES. Semuanya itu agar Merbau tetap
terjaga keberadaannya pada populasi alamnya karena
kontribusinya sangat besar bagi kesejahteraan
masyarakat di Papua.
Merbau mempunyai nilai ekonomi yang tinggi
dan mampu memberikan kontribusi yang besar bagi
pembangunan, sehingga pengembangan dan
pemanfaatan potensi Merbau di Papua harus
dilaksanakan secara berkelanjutan dalam program yang
kongkrit. Dalam melaksanakan pengembangan dan
pemanfaatan Merbau, perlu kerja sama para pihak
dalam rangka menyusun rancang bangun, road map dan
aplikasi teknologi yang dapat mendukung terwujudnya
kebijakan yang lebih komprehensif dengan dukungan
dana yang memadai termasuk sharing dengan para
mitra.
Kementerian Kehutanan telah menetapkan Visi
Pembangunan Kehutanan Tahun 2010-2014, yaitu
“Hutan Lestari Untuk Kesejahteraan Masyarakat Yang
Berkeadilan”, dengan Kebijakan Prioritas (Jakpri)
sebagai berikut :
1. Pemantapan Kawasan Hutan.;
2. Rehabilitasi Hutan dan Peningkatan Daya Dukung
Daerah Aliran Sungai (DAS).;
3. Pengamanan Hutan dan Pengendalian Kebakaran
Hutan.;
4. Konservasi Keanekaragaman Hayati;
5. Revitalisasi Pemanfaatan Hutan dan Industri
Kehutanan.;
6. Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan.
Kebijakan prioritas tersebut kemudian
diterjemahkan lagi menjadi target-target yang lebih
spesifik, terarah dan terukur kedalam sasaran prioritas
pembangunan kehutanan. Dari keenam Kebijakan
Prioritas tersebut, hampir semuanya langsung terkait
dengan pengelolaan dan konservasi jenis Merbau, dan
yang penting adalah bagaimana meningkatkan
koordinasi dan sinkronisasi dengan para pemangku
Kebijakan Prioritas yaitu jajaran Eselon I di lingkup
Kementerian Kehutanan dalam pengelolaan dan
konservasi jenis Merbau.
Rapat Koordinasi Pengelolaan Konservasi Jenis
Merbau di Papua Barat yang dilaksanakan pada tanggal
19 April 2011 di Billy Jaya Hotel ini menghasilkan bahan
tindak lanjut dan rekomendasi terhadap penanganan
permasalahan dalam pengelolaan konservasi jenis
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 30
dari lapangan ……
Merbau (Intsia sp.) dan Upaya Konservasinya di Papua Barat
Widia Nur Ulfah,S.Pi*)
Inilah salah satu upaya mengatasi kehawatiran
akan menurunnya populasi Merbau .
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 31
Merbau di Papua Barat. Memperhatikan arahan
Gubernur Papua Barat dan paparan Kepala Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat;
paparan Dr. Drs. Erdy Santoso, MS. (Badan Litbang
Kehutanan); paparan Dr. Ir. Julius Dwi Nugroho, M.Sc.
(Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua);
paparan Ir. Batseba A. Suripatty, M.Sc. (Balai Penelitian
Kehutanan Manokwari); tanggapan serta diskusi yang
berkembang, maka pokok-pokok rumusan yang
disepakati melalui acara Rapat Koordinasi Pengelolaan
Konservasi Jenis Merbau di Papua Barat Tahun 2011
adalah sebagai berikut:
1. Dalam rangka pengelolaan konservasi jenis Merbau,
perlu peningkatan koordinasi dan sinkronisasi
dengan para pemangku kepentingan yaitu jajaran
Eselon I di lingkup Kementerian Kehutanan, Dinas
Propinsi dan Kabupaten/Kota yang menangani
urusan Kehutanan di Provinsi Papua Barat, pihak
Akademisi serta stakeholder.
2. Konservasi dan pemanfaatan jenis Merbau
diperlukan kerjasama stakeholder dalam menyusun
data base kondisi tegakan alam (potensi dan
penyebaran); rancang bangun; road map dan
aplikasi bioteknologi konservasi jenis Merbau mellui
percepatan budidaya dan pengaturan pemanfaatan
yang lestari.
3. Untuk menjaga kondisi potensi jenis Merbau di
alam, Pemerintah Provinsi Papua Barat harus lebih
proaktif untuk mendorong penyelamatan potensi
jenis Merbau sebagai aset yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi dengan dukungan kelembagaan
kehutanan yang kuat dan aplikasi bioteknologi yang
dapat mendukung terwujudnya kebijakan yang
lebih komprehensif dengan dukungan dana yang
memadai dalam pengembangan budidaya jenis
Merbau, serta penunjukan sumber benih jenis
Merbau.
4. Mengingat potensi alam dan penguasaan teknologi
budidaya, maka diperlukan dukungan stakeholder
agar jenis Merbau tidak dimasukkan dalam
Appendix III CITES karena kontribusi dan
keberadaan jenis Merbau yang besar bagi
kesejahteraan masyarakat di Papua Barat.
5. Selain penelitian jenis Merbau Intsia bijuga dan
Intsia palembanica, perlu dikembangkan juga
penelitian jenis Intsia acuminata, termasuk
penelitian hama dan penyakitnya.
6. Pemanfaatan mikoriza dalam penanaman jenis
Merbau disamping memberikan manfaat yang
sangat besar, perlu juga diperhatikan sterilisasi
media tanam di persemaian.
7. Mengusulkan kepada Kementerian Kehutanan agar
setiap Pemegang IUPHHK yang ada di Provinsi
Papua Barat diwajibkan untuk membangun tegakan
benih jenis Merbau.
8. Dalam rangka konservasi jenis Merbau, Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat
diharapkan dapat mendorong Dinas Kabupaten/
Kota yang menangani urusan Kehutanan di Provinsi
Papua Barat untuk pembangunan kebun benih dan
persemaian permanen jenis Merbau, disamping
jenis unggulan setempat.
9. Mengusulkan kepada Kementerian Kehutanan agar
jenis Merbau dimasukkan ke dalam sistem
silvikultur intensif.
Kesembilan poin diatas merupakan hasil
rumusan peserta Rakor yang terdiri dari Dr. Drs. Erdy
Santoso, MS. (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan), Dr. Ir. Julius Dwi Nugroho, M.Sc. (Fakultas
Kehutanan Universitas Negeri Papua), Ir. Sylvia
Makabori, M.Si (Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Provinsi Papua Barat), A.G. Martana, S.Hut., MH (Balai
Besar KSDA Papua Barat), Ir. Christina Matakupan, M.Si
(Balai Besar Taman Nasional Teluk Cendrawasih), Ir.
Batseba A. Suripatty, M.Sc (Balai Penelitian Kehutanan
Manokwari) dan Ir. Sukarya, M.Si (Balai Pemantauan
Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah XVIII
Manokwari). Semoga setelah Rakor ini, upaya
konservasi Merbau di Papua Barat bisa berjalan dengan
baik.
…… dari lapangan
*)Calon PEH pada BBTNTC
unia telah mengalami
perkembangan yang begitu luar
biasa; baik dari sisi peradaban,
budaya maupun teknologi dan
informasi. Hal yang cukup
fenomenal pada abad sekarang
adalah perkembangan dunia maya
(media internet). Berbagai
informasi dapat dengan mudah kita
akses tanpa terkendala waktu dan
tempat. Di belahan bumi manapun,
semua informasi menjadi begitu
terbuka. Bahkan informasi yang
bersifat sangat rahasia dan tidak
dapat diketahui oleh khalayak
umum pun terkadang masih bisa
bocor, seperti kejadian bocornya
kawat diplomatik negara adidaya
Amerika Serikat oleh WikiLeaks
yang cukup menggegerkan seluruh
dunia.
Memang ada sisi baik dan
buruk dari perkembangan
teknologi dunia maya sekarang.
Namun bagaimanapun juga nilai
kemanfaatannya sungguh jauh
lebih besar daripada ekses negatif
yang mungkin terjadi.
Mempublikasikan berita melalui
internet dapat tersebar luas
melebihi media lainnya. Dalam hal
akses dan penyebaran informasi,
melalui internet pun jauh lebih
cepat jika dibandingkan dengan
menggunakan fax, pamflet, leaflet
apalagi Buletin dan majalah. Kita
semua dapat mengakses dan
menyebarkan informasi dari dan ke
penjuru dunia dan juga dapat
membuat hubungan secara
interaktif dan langsung melalui
komputer.
Pengguna internet di dunia
dari kalangan remaja terdeteksi
sangat banyak. Usia 15-19 tahun
merupakan pengguna teraktif.
Menkominfo Tifatul Sembiring
mengatakan, berdasar data
statistik pengguna internet saat ini
mencapai 1,9 miliar orang, atau
28% dari penduduk dunia. Di
Indonesia, pengguna internet baik
sambungan tetap maupun mobile
mencapai 45 juta orang. Sebanyak
64% berusia 15-19 tahun.
Potensinya yang sangat besar
menyebabkan transaksi media
internet semakin menjadi-jadi
(ANTARA News, 2010).
Para rimbawan sekarang
harus pandai melihat dan
mengambil peluang ini. Mengapa?
Isu ekologi dan konservasi memang
bukan menjadi hal yang cukup
‘seksi’ untuk diperbincangkan.
Namun diakui atau tidak efek yang
ditimbulkan sangatlah besar. Isu
bidang ini kalah jauh dibandingkan
dengan isu politik, ekonomi
pembangunan, budaya atau
perkembangan sains lainnya.
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 32
OPINI :
PENTINGNYA MEDIA INTERNET DALAM MEMPROMOSIKAN PESAN KONSERVASI
Oleh : Imam Setyo Hartanto, S.Hut *)
Kalaupun terdengar biasanya
hanya saat ada bencana saja (tanah
longsor, banjir bandang, tsunami
dsb.), sungguh hal yang sangat
menyedihkan. Sudah menjadi tugas
para rimbawan sekalian untuk
mengangkat isu ini, memberi
penyadaran kepada masyarakat
akan urgensi serta pemanfaatan
sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya secara baik dan
berkesinambungan.
Jika kita lihat fakta di
lapangan, ternyata media internet
masih kurang dimanfaatkan oleh
para rimbawan konservasi sampai
dengan saat ini. Entah karena ‘kita’
yang masih belum awam dengan
media maya yang satu ini atau
karena tingkat inovasi dan
kreatifitas yang masih kurang.
Tengok saja di Kementerian
Kehutanan terutama di Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam, dari 50 Taman
Nasional (TN) dan 27 Balai
Konservasi Sumber Daya Hutan
(BKSDA) di Indonesia, seberapa
banyak yang sudah memiliki web
site? Hanya 26% TN dan BKSDA
yang memiliki website. Sungguh
miris bahwa institusi yang memang
diamanahkan langsung untuk
melakukan fungsi konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya (SDAH&E) ternyata
masih belum optimal dalam
memanfaatkan perkembangan
teknologi dan informasi selama ini.
Padahal media internet dapat
dimanfaatkan dalam
mempromosikan isu-isu konservasi
dan lingkungan lainnya. Tidak perlu
memakan waktu dan tenaga
bahkan biaya dalam melakukan
penyuluhan konservasi akan tetapi
dalam sekali ‘klik’ saja kita bisa
mengajak ribuan bahkan jutaan
orang untuk menyelamatkan alam.
Beberapa agenda konservasi yang
bisa kita angkat melalui dunia maya
antara lain:
Promosi Kawasan Konservasi
Berbagai kawasan
konservasi yang tersebar di
seluruh Indonesia memiliki
keunikan dan kekhasan masing-
masing. Selain fungsi perlindungan
dan pengawetan, kawasan
konservasi juga berfungsi dalam
hal pemanfaatan secara bijaksana.
Keindahan alam di beberapa
kawasan konservasi kita
hendaknya mampu kita tunjukkan
dan kita ‘jual’. Kawasan konservasi
juga mengandung nilai ekonomi
yang cukup tinggi bila mampu
dikelola dengan baik terutama di
bidang ecotourism. Kemahsyuran
nilai ecoturism Indonesia harus
bisa kita promosikan dengan lebih
baik lagi. Keindahan bawah air
Taman Nasional Bunaken, spot Hiu
Paus di Taman Nasional Teluk
Cenderawasih, binatang warisan
dunia Komodo di Taman Nasional
Komodo, keindahan landscape
pegunungan di Taman Nasional
Bromo-Tengger-Semeru adalah
beberapa contoh nilai ekologi yang
bisa kita jual dan dapat dinikmati
oleh masyarakat umum.
Penyuluhan, Pendidikan dan
Penyadaran Konservasi
Berbagai artikel dan
penyuluhan lingkungan dapat kita
tampilkan guna memberikan
pemahaman kepada seluruh
masyarakat tentang pentingnya
menjaga lingkungan sekaligus
melakukan upaya konservasi
SDAH&E. Melalui media internet
juga kita bisa memberikan
informasi dan pendidikan terkait
kekayaan dan keanegaragaman
hayati negeri ini, menjelaskan
berbagai satwa dan tumbuhan
endemik dan yang dilindungi oleh
Undang-Undang. Bahkan dengan
media maya inilah kita bisa
menunjukkan kepada masyarakat
berbagai gambar/video kehidupan
flora-fauna di Indonesia yang
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 33
…… Opini
bahkan orang awampun belum
pernah melihatnya seumur
hidupnya.
Pesan Konservasi
Global warming, climate
change dan energy crisis sudah
bukan lagi isu sektoral, hal
tersebut secara nyata telah ada
dan mempengaruhi kehidupan
sekitar kita. Oleh karenanya sangat
penting untuk mengangkatnya dan
sekaligus memberikan berbagai
pesan/tips guna mengurangi
dampak dari hal-hal tersebut.
Bagaimana menjaga sumber air,
penghematan energy dan tips
dalam mengurangi dampak
pemanasan global bisa kita
tampilkan di media internet.
Advokasi Bidang Konservasi
Media internet (maya)
pun sangat efektif dalam usaha
advokasi bidang lingkungan.
Masukan dan saran dari
masyarakat menjadi sangat
penting dalam pengelolaan
SDAH&E. Perjuangan para aktivis
lingkungan dalam menjaga hutan
dan ekosistem lainnya dapat kita
temui di media internet.
Begitupun jika kita ingin
menggalang dana guna
memperjuangkan keberadaan
suatu kawasan hutan atau
konservasi lainnya maka akan
efektif dan mudah dilakukan
melalui media internet. Kita bisa
belajar dari “Koin Cinta Untuk
Bilqis”, bagaimana rasa
kemanusian mengalahkan nilai
uang yang harus didapatkan demi
menyelamatkan sebuah nyawa.
Begitupun dengan nilai konservasi,
menyelamatkan satu Harimau
Sumatera akan sangat berarti jika
ingin anak-cucu kita kelak masih
bisa melihatnya di rimba raya.
Komunitas Konservasi
Dengan media maya ini
pulalah kita bisa menghimpun
barisan, bukan hanya para
rimbawan akan tetapi para
konservasionis. Bertukar pikiran,
sharing dan saling memberi saran
guna melakukan pengelolaan
SDAH&E secara lebih baik lagi.
Bukan hal yang sulit pada
dasarnya, internet sangat mudah
dipelajari karena semua source
(bahan) juga ada di sana. Pun tidak
perlu membuat website yang
‘wah’, kita bisa memulainya
dengan yang sederhana yang
penting pesan konservasi yang kita
inginkan bisa sampai ke
masyarakat. Mulai dari yang
sederhana saja, dari yang kecil…
Isu (pesan) konservasi bisa kita
angkat melalui email, facebook,
twitter, blog ataupun domain
website kita. Contoh seumpama
rata-rata kita memiliki facebook
dengan 300 orang pertemanan
maka jika ada 10 rimbawan/
konservasionis saja yang
mengupload pesan konservasi di
FBnya berarti sekali ‘klik’ saja akan
ada 3000 orang yang melihat dan
membaca pesan konservasi
tersebut. Oleh karena itu mari kita
“melek teknologi, melek
konservasi”.
* Calon Pengendali Ekosistem
Hutan (PEH) BBTNTC
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 34
Opini ……
apua merupakan salah satu provinsi yang terbesar dan terletak di kawasan paling timur Indonesia, papua memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat melimpah, baik yang ada di darat maupun di perairan, serta tersebar luas pada pulau-pulau di provinsi papua ini, baik pulau besar maupun pulau kecil. Selain itu, Papua juga dikategorikan sebagai belantara tropis utama dengan biodiversitas unik serta konsentrasi endemisitas flora dan fauna yang bervariasi, sehingga perlu diprioritaskan untuk kebutuhan k o n s e r v a s i ( C o n s e r v a t i o n International, 1999 dalam Astuti, 2005). Salah satu kelompok fauna dengan diversitas yang tinggi adalah mamalia. Di Papua terdapat ±164 jenis mamalia yang telah didokumentasikan, dimana 30 spesies diantaranya adalah spesies langka dan sedikitnya 16 spesies tercantum dalam Red data Book (RDB) International Union for Conservation of the Natural Resources (IUCN), dan salah satunya adalah Kuskus.
Dalam RDB IUCN kuskus berada dalam status terancam dan
rentan (Conservation International, 1999 dalam Astuti, 2005). Berbagai usaha pelestarian kuskus telah dilakukan oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait. Beberapa upaya pelestarian yang dilakukan adalah dengan diterbitkan kebijakan di dalam UU perlindungan dan penetapan kawasan konservasi baik di darat maupun di laut.
Kegiatan eksplorasi kuskus di papua telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya, petocz (1987), Flannery (1995), Desmerest (1818 dan 1822) disitasi Menzies (1991) yang dikutip Astuti, 2005. Berdasarkan hasil eksplorasi yang dilakukan, dilaporkan bahwa terdapat 7 jenis kuskus di Papua, yaitu Spilocuscus maculates, Spilocuscus rufoniger, Spilocuscus papuensis, Phalanger orientalis, Phalanger gymnotis, Phalanger vestitus dan Phalanger permixtio.
Habitat Kuskus
Kuskus merupakan mammalia arboreal yang habitatnya secara umum adalah di hutan, baik hutan primer maupun sekunder dan secara topografis kuskus dapat dijumpai terbatas pada dataran rendah sampai dataran tinggi (0 - 1200) meter dpl (Flannery, 1995 dalam Astuti, 2005).
Kuskus yang ditemukan di Pulau Numamurem kawasan TNTC berada di atas pohon yang cukup tinggi sekitar 15 - 25 meter di atas tanah, hal ini sesuai dengan pernyataan (Mackinon, 1998 dalam Astuti, 2005) dimana secara umum semua jenis kuskus mendiami dan hidup di atas puncak pohon dan jarang turun ke tanah.
Bagian tanaman yang dikonsumsi oleh kuskus adalah daun dari tanaman tersebut, nampak kuskus yang ditemukan di Pulau Numamurem sedang melakukan aktifitas makan daun Artocarpus communis. Selain daun juga memakan buah yang masak maupun muda, pucuk daun dan bunga. Selain bersifat herbivora kuskus kadang mengkonsumsi jenis insect, vertebrata kecil, telur burung, kadal dan lain-lain (Petocz, 1994 dalam Astuti, 2005). Kuskus umumnya menyukai makanan berupa serangga, binatang kecil, hingga telur burung. Bisa bertahan hidup di daerah hutan hujan tropis. Mereka jenis hewan yang suka menyendiri pada waktu memburu makanan. Biasanya mencari makan pada malam hari karena dianggap aman dari incaran musuh.
Jenis Kuskus yang ditemukan di Taman Nasional Teluk Cenderawasih
Hasil penelitian dan survey (2005 dan 2010) yang dilakukan di 3 pulau dalam kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (Pulau Yoop, Pulau Numamurem dan Pulau Anggromeos) ditemukan 2 jenis kuskus yaitu Spilocuscus rufoniger (kuskus merah totol hitam) dan Phalanger orientalis (Kuskus abu-abu). Kuskus sudah sejak lama diburu untuk dimanfaatkan daging, bulu, dan giginya oleh penduduk setempat. Kegiatan perburuan dan penangkapan di alam serta
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 35
BIODIVERSITY :
Kuskus (Phalangeridae) di kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih oleh: Sumaryono, S.Hut *)
Phalanger orientalis
Phalanger rufoniger
perdagangan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terancamnya keberadaan satwa tersebut di habitat aslinya. Beberapa jenis kuskus bahkan sudah tergolong dalam kategori terancam punah (endangered) dan menuju kepunahan (vulnerable). Saat ini sebagian besar dari famili Phalangeridae secara hukum dilindungi dan tercantum dalam Appendix II Konvensi CITES (daftar appendix CITES, 14 Oktober 2010).
Spilocuscus rufoniger
Satwa ini merupakan salah satu jenis satwa mammalia yang dilindungi (PP No. 7 Tahun 1999). Ciri-ciri kuskus dari jenis Spilocuscus rufoniger dapat dijelaskan sebagai berikut (Astuti, 2005):
Deskripsi :
Spilocuscus rufoniger jantan : bagian kepala memiliki warna yang didominasi coklat dan putih, warna sekitar mata dan telinga dengan pinna bagian dalam tertutup bulu dan pada bagian ventral kepala terdapat warna bulu putih kontras. Bagian dorsal umumnya bertotol yang menyebar dan berwarna hitam pada bagian warna coklat yang meluas hingga ke sisi tubuh dan bagian sisi luar kaki depan dan
belakang. Pada bagian ventral umumnya berwarna putih kontras dari kepala hingga ke bagian sekitar kloaka. Ekor kuskus jantan berwarna krem pada bagian permukaan ekor berbulu sedangkan pada bagian tidak berbulu berwarna orange. Untuk ukuran tubuh cenderung lebih besar dari pada kuskus betina (Astuti, 2005).
Spilocuscus rufoniger betina : warna tubuh didominasi oleh warna coklat dan tidak memiliki totol, pada bagian kepala tepatnya di sekitar hidung tidak ditumbuhi bulu dan warna bagian kulit di bagian tersebut berwarna orange. Bagian dorsal dari kepala hingga ke bagian kloaka berwarna coklat kehitaman. Ventral jenis kuskus betina umumnya berwarna putih kontras, warna ini meluas hingga bagian sisi dalam kaki depan dan belakang. Pada bagian ekor hampir mirip dengan kuskus jantan.
Phalanger orientalis
Jenis kuskus ini tidak ditemukan langsung ketika dilakukan pengamatan, tetapi berdasarkan informasi masyarakat sering melihat jenis kuskus putih keabu-abuan (Phalanger oriantalis). Jenis ini juga merupakan jenis satwa
yang dilindungi (PP No. 7 Tahun 1999). Ciri-ciri kuskus jenis Spilocuscus rufoniger dapat dijelaskan sebagai berikut (Astuti, 2005):
Deskripsi:
Phalanger orientalis jantan : bagian kepala memiliki warna bulu yang didominasi warna putih pucat keabu-abuan dengan bagian muka kurang bulat, serta hidung menonjol kedepan. Bagian dorsal jenis kuskus ini umumnya berwarna putih keabuan. Strep tengah dorsal sangat jelas terlihat berwarna coklat kehitaman yang mulai menjulur dari kepala hingga bagian posterior. Warna dorsal tersebut meluas hingga ke sisi ventral termasuk sisi luar kaki depan dan kaki belakang. Pada bagian ventral berwarna putih pucat yang cukup luas. Dan pada ekor memiliki bulu berwarna putih keabu-abuan, warna ini lebih pekat pada bagian dorsal ekor dan ventral terlihat lebih terang. Warna bagian ekor yang tidak berbulu adalah merah muda.
Phalanger orientalis betina : pada bagian kepala didominasi dengan warna coklat dan bentuk muka yang kurang bulat serta hidung menonjol ke depan. Bagian dorsal warna bulu umumnya didominasi berwarna coklat gelap dan pada ujung bulu tersebut terlihat seperti keabu-abuan. Strep bagian tengah dorsal sangat jelas terlihat berwarna coklat gelap mulai menjulur dari kepala hingga posterior. Pada bagian ventral berwarna putih pucat yang cukup luas. Dan pada bagian ekornya berwarna coklat muda, ini sangat jelas terlihat pada bagian dorsal ekor dan bagian ventral terlihat lebih terang. Warna ekor yang tidak berbulu adalah merah muda sedangkan yang berbulu berwarna kecoklatan.
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 36
Biodiversity ……
Perjumpaan kuskus (Spilocuscus rufoniger) betina di Pulau Numamurem kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih, 2010)
Ancaman Satwa Kuskus
Penduduk yang mendiami wilayah pesisir teluk Cenderawasih hidup dari kemurahan alam dengan cara meramu, berburu, bertani, maupun memanfaatkan hasil laut. Berburu dan mengekstraksi satwa dari alam sudah merupakan kegiatan turun temurun dan terus dipraktekkan sampai saat ini, karena merupakan salah satu aspek hidup yang penting dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan lingkungan sosialnya. Di era modern ini, beberapa kelompok etnik Papua sangat bergantung pada perburuan sebagai bagian dari tradisi setempat, atau dengan kata lain, perburuan merupakan satu cara hidup masyarakat (Pattiselanno, 2007).
K a m p u n g - ka m p un g d i sepanjang pesisir maupun yang berada di Pulau dalam kawasan teluk Cenderawasih merupakan salah satu habitat alami kuskus (Phalangeridae) di kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (Pattiselanno, 2007). Perburuan kuskus di kawasan ini dari waktu ke waktu semakin marak dilakukan. Beberapa studi di kawasan tropis, Robinson dan Redford (1994); Robinson dan Bodmer (1999) menyimpulkan bahwa perburuan satwa di area hutan hujan tropis t i d a k l a g i s u s t a i n a b l e (berkelanjutan) dan sumberdaya satwa liar di area hutan ini sangat rawan terhadap eksploitasi berlebihan, sehingga spesies satwa buruan dikhawatirkan dapat menuju kepunahan. Fenomena ini pula yang dikhawatirkan menimpa populasi kuskus di sepanjang pesisir TNTC, yang secara hukum dilindungi dengan UU no. 5 tahun 1990 tentang ketentuan mengeluarkan dan membawa atau mengangkut tumbuhan atau satwa
yang dilindungi serta Peraturan Pemerintah RI no. 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.
Ancaman lain adalah Perdagangan dan penyelundupan satwa liar yang dilindungi di Indonesia masih terbilang tinggi. Survey terakhir ProFauna Indonesia di 70 pasar burung yang dilakukan pada 2009 menemukan ada 183 ekor jenis satwa dilindungi yang diperdagangkan. Dari 70 pasar burung/lokasi yang dikunjungi di 58 kota tersebut, tercatat ada 14 p a s a r b u r u n g y a n g memperdagangkan burung nuri dan kakatua, 21 pasar memperdagangkan primata, 11 pasar memperdagangkan mamalia dan 13 pasar memperdagangkan raptor (burung pemangsa). Selain itu tercatat ada 11 pasar lokasi yang memperdagangkan jenis burung berkicau yang dilindungi. (Pro Fauna, 2010)
Maraknya perdagagangan dan penyelundupan satwa liar tersebut berdampak semakin meningkatnya Perburuan terhadap satwa liar termasuk jenis kuskus, dan kadang perdagangan juga terang-terangan dilakukan di situs internet maupun di pasar-pasar tradisional. Belum adaanya tindakan tegas terhadap pelaku-pelaku, sehingga perbuatan ini akan terus berlangsung. Secara preventif barangkali sudah sering dilakukan kepada masyarakat yang mendiami atau berada berdekatan langsung dengan habitat aslinya. Diharapkan adanya kepedulian dari masyarakat terhadap perlindungan satwa liar dan habitatnya dengan melakukan pengaduan/laporan kepada pihak yang berwenang.
Pustaka
Astuti, Tri Widy. 2005. Eksplorasi jenis kuskus di pulau Yoop Distrik Windesi Kabupaten Teluk Wondama. Skripsi Mahasiswa FMIPA UNIPA. Manokwari. (tidak diterbitkan)
Balai Besar TNTC. 2010. Laporan Pe l ak sana an Ke gi ata n Inventarisasi dan Identifikasi Satwa Liar di Pulau Numamurem Kawasan TNTC. Balai Besar TNTC. Manokwari. (tidak diterbitkan)
Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. 2010. Appendices I, II and III valid from 14 October 2010.
Pattiselanno, F. 2007. Perburuan Kuskus (Phalangeridae) oleh Masyarakat Napan di Pulau Ratewi Nabire - Papua. Biodiversitas. FPPK UNIPA. Manokwari.
Profauna. 2010. Catatan Tahunan 2009 ProFauna Indonesia: P e r d a g a n g a n d a n Penyelundupan Satwa Liar Indonesia Masih Tinggi. http://www.profauna.org/content/id/pressrelease/2010.
*) PEH Pertama pada Balai Besar TNTC
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 37
…… Biodiversity
O lahraga jalan atau lebih dikenal sebagai gerak jalan, kini semakin banyak diminati. Tidak
hanya di kota-kota besar, orang tua maupun muda, pria maupun wanita, tiap pagi kalau cuaca cerah bisa kita lihat sering menyusuri jalan-jalan kota. Kegiatan olahraga dengan menu utama jalan kaki pun kini semakin marak di selenggarakan di beberapa kota. Baik dalam rangka memperingati hari-hari besar nasional ataupun hari-hari ulang tahun dari suatu lembaga atau organisasi.
Beberapa tahun silam gejolak olahraga gerak jalan itu begitu mendominasi pada saat memperingati hari-hari besar nasional, sebut saja Lomba Gerak Jalan Tradisional Mojokerto - Surabaya, Bogor - Jakarta, bahkan pernah juga Bandung - Jakarta. Tetapi seiring dengan kemajuan jaman dan semakin padatnya jumlaha kendaraan bermotor, kebiasaan gerak jalan ini mulai tergusur bahkan dapat kita katakan hampir punah ditelan kemajuan jaman. Padahal banyak orang yang tidak mengetahui bahwa dalam melakukan aktivitas olahraga dengan berjalan kaki banyak sekali manfaat yang dapat kita peroleh untuk kesegaran dan kesehatan tubuh dan secara tidak langsung pula kita dapat mensukseskan anjuran pemerintah "mengolahragakan masyarakat, dan memasyarakatkan olahraga" sangat tepat dilakukan melalui event gerak jalan karena mudah untuk dilakukan.
5 hal penting dalam berjalan kaki :
1. Mudah
Aktivitas gerak jalan sangatlah mudah untuk dilakukan oleh siapa saja, baik orang tua maupun muda, pria maupun wanita, bahkan semua orang dengan tingkatan koordinasi tubuh, dapat melakukannya.
2. Murah
Tidak dapat diragukan lagi bahwa aktivitas olahraga gerak jalan atau berjalan kaki adalah satu-satunya aktivitas olahraga yang tidak memerlukan biaya apapun. Perlengkapan ang dibutuhkan hanyalah sepasang sepatu, bahkan beberapa ahli kesehatan menganjurkan untuk berjalan kaki dilakukan dengan tidak mengenakan alas kaki, agar titik-titik refleksi di telapak kaki dapat tersentuh secara alamiah dengan permukaan jalan.
3. Meriah
Olahraga gerak jalan dapat dilakukan oleh banyak orang dalam suasana yang gembira, dan karena dilakukan sambil santai bahkan sambil bercanda, maka suasana yang terjalin selama melakukan aktivitas ini akan meriah.
Massal
Sering kita saksikan dalam memperingati hari-hari besar nasional ataupun hari-hari ulang tahun organisasi-organisasi ataupun lembaga-lembaga besar di negara ini sering melakukan kegiatan gerak jalan sehat dengan melibatkan sekian banyak orang
dan dilakukan secaa bersama-sama. Baik secara berkelompok kecil ataupun besar, bergabung antara wanita dan pria, anak-anak ataupun orang dewasa bahkan orang tua.
Manfaat
Tidak perlu kita ragukan lagi manfaat dari kebiasaan berjalan kaki ini, terlalu banyak manfaat yang akan kita dapatkan baik berupa meningkatnya derajat kesegaran dan kesehatan tubuh ataupun keuntungan-keuntungan lain seperti rekanan ataupun persahabatan dengan mengenal banyak orang pada saat kita berjalan kaki bersama-sama.
Keuntungan-keuntungan berjalan kaki
1. Setelah kita melatih gerak jalan ini secara bertahap, teratur, dan cukup lama, maka jumlah dan besarnya pembuluh-pembuluh darah kita akan bertambah, sehingga peredaran darah menjadi lebih efisien.
2. Olahraga gerak jalan ini akan menaikan elastisitas pembuluh-pembuluh darah jika tekanan darah kita naik.
3. Dengan melakukan aktivitas olahraga ini secara teratur, otot-otot dan sistem peredaran darah kita akan bekerja lebih efisien, yang berarti otot dan darah kita
Buletin Tritonis, Edisi I April 2011 38
SERBA-SERBI : Sebaiknya Anda Tahu ...
BERAGAM KEUNGGULAN BERJALAN KAKI / GERAK JALAN
Oleh: Sumaryono, S.Hut
Banyak hal yang telah kita lakukan dalam kebersamaan selama di Balai Besar TNTC, Saling membantu dalam tumbuh kembang pribadi masing-masing. Semua kenangan indah akan senantiasa terukir dalam ingatan, dan segala khilaf akan tersapu oleh ombak.
semoga di tempat kerja yang baru, mendapatkan apa yang diharapkan yang selama ini belum teraih dan dapat memberi makna bagi orang-orang sekitar.
Teriring doa kami semua, Staff BBTNTC, untuk kalian bapak berdua. Selamat jalan kepada bapak Edward Sembiring, S.Hut dari Balai Besar TNTC ke Balai Besar KSDA Sumatera Utara, dan kepada bapak Maryono dari Balai Besar TNTC ke Balai KSDA Banjarmasin Kalimantan Selatan, Semoga dapat mengabdikan diri dengan baik di tempat baru.
Buletin Tritonis, Edisi I Maret 2011 39
Ucapan …………………
Dalam hidup, segala sesuatunya selalu seimbang. ada yang pergi, ada pula yang datang. Dua pegawai yang telah meninggalkan kantor Balai Besar TNTC untuk melaksanakan tugas mereka di tempat kerja yang baru, dan 2 orang datang untuk bergabung di kantor ini.
selamat datang kami ucapkan kepada Bapak Drs. A. Hans Atarury, M.H dari Balai Besar KSDA Papua ke Balai Besar TNTC sebagai Kepala Bidang Pengelolaan TN Wilayah I Nabire dan bapak Suemakar Asyadi, Polisi Kehutanan Balai TN. Danau Sentarum ke Balai Besar TNTC.
smoga kehadiran Bapak mampu memberikan warna dan semangat baru dalam kantor BBTNTC dan mampu meningkatkan kinerja dan prestasi BBTNTC dalam bidang konservasi serta mampu meningkatkan kualitas pribadi semua pihak. selamat datang dan selamat bekerja sama dalam keluarga besar Balai Besar TNTC.
Selamat atas kelahiran Athifah Salwa Zahirah, putri pertama rekan kami, Sumaryono, S.Hut pada tanggal 22 Januari 2011. Semoga menjadi anak yang sholehah, berbakti kepada orang tua, berguna bagi agama, masyarakat dan Negara...
segenap pimpinan dan staff Balai Besar TNTC mengucapkan selamat atas pernikahan Saudara Topo Budi Dhanarko, S.Pi dengan Fransiska Yuni Riswati, SE pada tanggal 26 Februari 2011 di Jakarta, serta pernikahan Saudara Frans K. Sineri, SE dengan Sara Y. Karubaba, S.Pd., M.Phil. pada tanggal 23 April 2011 di Manokwari. Semoga menjadi pasangan yang sejati sampai maut memisahkan .
Pimpinan dan Seluruh Staff Redaksi Buletin Tritonis Balai Besar
Taman Nasional Teluk Cenderawasih Mengucapkan
akan lebih sempurna mengambil, mengedarkan, dan menggunakan oksigen.
4. Jantung kita akan mendapat keuntungan karena juga kan bekerja lebih efisien, yaitu memompa darah lebih banyak dengan denyutan yang lebih jarang, serta akan lebih tahan terhadap kemungkinan serangan jantung.
5. Bertambah kuatnya ketahanan tubuh kita terhadap stress. Ini akam membuat kita kan lebih menikmati hidup ini, karena stress pasti muncul dalam kehidupan manusia dan akan terasa lebih pedih bila jasmani kita tidak aktif dan produktif.
6. Gerak jalan dapat menurunkan kadar lemak dalam darah, misalnya kolesterol dan trigliserida, sehingga bahaya pengendapan lemak pada dinding pembuluh darah dapat dikurangi.
7. Aktivitas olahraga gerak jalan ini juga mengurangi terjadinya penggumpalan darah, sehingga kemungkinan tersumbatnya pembuluh-pembuluh darah yang menuju otot jantung akan berkurang.
8. Kadar gula darah juga akan turun, sehingga mengurangi kemungkinan perubahan gula darh menjadi trigliserida atau lemak.
9. Gerak jalan dapat mengurangi kegemukan / obesitas dan resiko tekanan darah tinggi.
Semoga bermanfaat untuk kita semua…
Sumber : www.beritalumajang.com
Selamat Jalan …..
Selamat Datang …..
Selamat Menempuh Hidup Baru …..
Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih Jl. Essau Sesa - Sowi Gunung, Manokwari - Papua Barat
Telp. (0986) 212303, Fax. (0986) 214719 Email : [email protected]
Sumber Dana : DIPA Balai Besar TNTC, Tahun Anggaran 2011
Www.telukcenderawasih-nationalpark.org