· Created Date: 5/1/2012 8:37:28 PM
Transcript of · Created Date: 5/1/2012 8:37:28 PM
!*r-r*!,*4{iii-4&j'9:r@;' i..:-'irll}t"
PARESIS SARAF-FASIAL KARENA OTITI$MIEDIA SUPURATIF
KRONIK DENGAN KOLESTEATOMA
Dr.Abla Ghanie,Sp.THT-Kt (K)
T,-* -l--ilf !'gjlj;;! ); - ili: :;-i'':"*'}lil**lTc! I lo rtov 09 i_:_.r_-i__ -***"-*"'1
l;i ie.zi Eii-i l3 p; ipirj dbJLg, i
l-lffiy-if,
2 nd' ENT HEAD & NECK SURGERY CONFTRENCrd ANNUAL OTOLOGT MEETTNG (prTCI 3)
13-15 NOVEMBER 2OOB DI JAKARTA
iffiffi;i\S{*:ft{{<:+er?,r: \
d#{ffiffi)fi1\ -thti#er ,t
\ trr,, \-/''--l -r^rrS
ffiffirsi;
Paresis Sarat Fasral karena Otitis Media Supuratif Kronik
dengan Kolesteatoma
Abla Ghanie lrwan
Abstrak
Paresis saraf fasial dapat tirnbul akibat komplikasi dari infeksi telinga tengah
dengan kolesteatom. Pengangkatan sumber penyakit dan dekompresi segera saraf fasial
menentukan kesembuhan yang lebih bak. Dilaporkan suatu kasus paresis saraf fasial
akibat otitis media supuratif kronis maligna, yang telah dilakukan mastoidektomi radikal
dan timpanoplasti tipe lll. Terdapat kolestealoma dan jaringan granulasi yang luas dan
tidak terdapat defek saraf fasial. Pengangkatan kolesteatoma dan jaringan granulasi
berhasil memulihkan fungsi saraf fasial kembali normal.
Kata kunci :saraf fasial, paresis, kolesteatoma, terapioperatif
Abstract
Facial nerue paralysis may occur as a complication of chronic suppurative otitis
media with cholesteatoma. An appropriate eradication of the source of the infection as well
as a facial nerue decotnpresslon are impoftanf faclorc in obtaining the maximum
therapeutic result. A case of facial paralysis caused by malignant CSOM treated by radical
mastoidectomy and type V tympanoplasly is reporfed. There was exfensiye cholesteatoma
and granulafbn fissue, no defect of facial nerue. The facial nerue function returned to
normal conditian.
Kelwords: Facial newe, paralysis, cholesteatoma, surgical treatnent
Pendahuluan
Saraf fasial merupakan saraf kranial terpanjang yang berjalan di dalam tulang dan
sebagian besar kelainan saraf fasial terletak di dalam fulang temporal. Kelumpuhan saraf
fasial menyebabkan kelumpuhan otot-otot wajah. Pasien tidak atau kurang dapat
menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien tampak tidak simetris.l
Paresis saraf fasial merupakan suatu gejala, sehingga harus dicari penyebabnya.
Penyebab paresis saraf fasial antara lain trauma, virus dan infeksi. Saraf fasial sangat
I
Qtt.resk Saftlf Q'dsiaf fgrcna'l(o[e steatom
sensitif dan mudah diserang oleh infeksi, salah satunya adalah infeksi kronis pada telinga
tengah (OMSK) terutama dengan kolesteatom. Takahashi seperti dikutip oleh Yetiser 2,
melaporkan dari 1639 kasus paresis saraf fasial 3,1 % akibat otitis ntedia kronis.
Penelitian yang dilakukan oleh lvlakeham dkkt melaporkan bahwa penyebab iersering
paresis saraf fasial adalah oMA dan OMSK.dengan kolesteatom.
Koles{eatcm dcp,,r,i menyebabkln C,*s'riul;si tul;lrig, E'*Il$i;uan ;:i*ii'den'gai"an,
"'paresis saraf fasial dan fistula labirin juga kornplikasi inkakranial.+ Paresis terjadi akibat
proses infeksi yang menyebabkan osteitis, erosi tulang, penekanan dari luar oleh edema,
dan inflamasi fl 3d ffi1sf.s'6'z
Dalam penanganan kasus paresis fasialis diperlukan pemeriksaan yj[q
menyeluruh, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Berbagai macam cara pemeriksaan fungsi saraf fasial telah dikernukakan oieh banyak ahli
untuk menentukan jenis juga topografi kelainan, hal ini ditujukan untuk menentukan
pilihan terapi baik konservatif maupun opgratif, macam-macam pendekatan operatif, serta
prognosis penyakit.s,e Pada kasus paresis iasial akibat otitis rned!a sunuratif kron!s denqan
kolesteatom, harus segera dilakukan pengangkatan dari surnber penyakit dan dekompresi
darisaraf fasial.s,z
Kekerapan
Takahashi seperti dikutip oleh Yetiser 2, melaporkan dari 1639 kasus paresis saraf
fasial 3,1 % akil;l otitis media kronis. Quaranta dkks melaporkan lebih dari 1400
kolestea,.om yang dioperas; selama 30 tahun, hanya 17 (1.zo/a) pasien dengan paresis
{aslaris. Yetiser dkk2 rnenemukarr dari 24 penderita paresis saiai iasiai sebanyak 16 iS7%)
rJrang dengan kolesteatom dimana'16 penderita mengalami penyembuhan sempurna dan
B penyembuhan tidak sempurna setelah dilakukan operasi mastoidektomi dan tindakan
dekompresi. Savic dan DjericT melaporkan sebanyak 51 (80%) dar"i 64 penderita paresis
fasialis adalah dengan kolesteatom.
Data yang didapat dari subbagian Otologi FKUNSRI/RSMH dari tahun 2006-2008
telah dilakukan 6 operasi paresis saraf fasial dan semuanya disehabkan oleh CIMSK
dengan kolesteatom.
T
: :;l
'il!i.!rf .ir .!,:.,i.1*,nA,*,@r*"****td*flffi&
Anatomi
Saraf fasial (N Vll), merupakan saraf kranial terpanjang yang berjalan di dalam
tulang, sehingga sebagian besar kelainan saraf fasial terletak di dalam tulang temporal.
Saraf fasial terdiri dari 3 komponen saraf yaitu, komponen sensoris, komponen rn*torik,
dan komponen parasimpatis.t'z
Komponen sensoris memper$arafi anterior lidah untuk mengecap, melalui korda
timpani. lnti traktus solitarius terletak di medula oblongata, mempersarafi 2/3 lidah bagian
depan. Serabut dari inti-inti ini berjalan mengelilingi inti saraf abdusen (n. Vl), kemudian
meninggalkan pons bersama-sama n. Vlll (saraf koklea) dan n. intermedius (Whrisberg),
masuk ke daiam tulang temporal melalui ponis akustiku:i internus. Setelah masuk ke
ciaiam tuiang temporaisarei'fasial berjalari iiaiairr suatu saiuian iuieilS yans disebur kanal
FalloPi.t'o,to
Komponen motorik mempersarafi otot-otot wajah, kecuali m. levator palpebi'a
superior. Selain otot wajah saraf fasial juga rnernpersarafi m. stapedius dan ventei
posterior m. digastikus. lnti motorik terletak dibagian kaudal pons rli oelakang inti saiivari
superior rlan trapezoid body. lnti ini terdiri dari dua bagian, bagian superior dan inferior.
Bagian superior dipersarafi secara bilateral oleh korteks serebri, serabut saraf menuju ke
m. frontal dan m. orbikularis okuli. Bagian inferior wajah dipersarafi secara unilateral.l'8'11
Komponen paraslnnpatis memberikan perserafan pade Eangli*n lakrirnai, muiiota
hidung, kelenjar Submaksila dan kelenjar Lingual. lnti salivari superior, terletak di dorsal
dari bagian kaudal inti motorik n Vll,r's
Perjalanan saraf fasial dibagi menjadi 6 segmen : I 12
1. lntrakranial : Komponen cabang ftontal dari nukleus fasialis, diinervasi oleh traktus
kortikonr.lklear dari sisi kanan dan kiri, sebelum saraf iasial meninggalkan ftatang
otak, serabut motoriknya berbelok rneiingkari nucleus abciucen dan membentuk
"genu intemal", Setelah meninggalkan batang otak, saraf fasial memasuki porus
akustikus internus berjalan bersama dengan saraf vestibulocochlearis.
l" fvleatal {nanjang 23-24mm): Bersama-sarna saraf ke ':Jelapan, saraf fasiai berialan
melalui kanalis auditorius internus ke fundus, melewati bagian anterosuperior -
melalui foramen meatal, meninggalkan meatus. Bagian ini merupakan bagian
Qaresis Sod Q;asiaf fgt rena Ko[estedtom
tersempit didalam fanatis falopii (kanalis fasialis) dan merupakan bagian yang
sering terperangkap bila terjadi inflarnasi.
Labirin (panjang 3-5 mm) : Setelah berjalan pada jarak yang pendek dibagian
,lfiterior, saraf fasiai mempersarafl sar*f petrosus i*i.besar dengan serabui-
$erabuti:1ra ke glanciuia lakrimal dam glandula mukosa nasal. Saraf fasiai berputar
tajam kebawah dan terletak posterior dari ganglion genikulatum, membentuk genu
pertama.
Timpani (panjang 8-11 mm) : terletak di antara bagian distal ganglion genikulatum
dan berjalan ke arah posterior telinga tengah, kemudian naik ke arah tingkap-
i::njcng *::ne;ila cvaiis) dan stapss, iai: 'il.;lun da:i ;leinuaian tei'leiaii sejajar'
dengan kanal semisirkularis horizontal. Segmen timpani ditutupi oleh selubung
tulang yang tipis. ,
s. Mastoid (panjang 10-14 mm) : Di rgngga mastoid saraf fasial dibagi menjadi pars
horizontal atau pars timpani yang terletak dikavum timpani dan pars vertikal atau
pars mastoid yang terletak di rongga mastoid. Perubahan posisi dari segmen
timpani menjadi segmen mastoid disebut sebagai segmen piramidal atau genu
eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling posterior dari saraf fasial, sehingga
mudah terkena trauma pada saat operasi, selanjutnya segmen ini berjalan ke arah
kaudal menuju foramen stilomastoid. Tepat sebelum keluar dari foramen ini, saraf
fasial mempersarJri korda timpani. Pada pars matoid ini keluar 3 cabang, satu
cabang motorik ke m. stapedius satu cabang sensorik ke lidah sebagai korda
timpani dan satu cabang sensorik dari cabang auricular saraf vagus yang
mempersarafi posterior liang teiinga
0' Ekstrakranial : Setelah keluar dari foramen stilomastoid, saraf fasial masuk
kedalam glandula parotis dan membagi diri untuk mensarafi otot-otot wajah.
i$',{tr
@
Gambar 1. Felaranan saraf lasia"
Saraf fasial mempunyai neuron motorik tunggarl yarg ierietak daiam sisteni sarai
pusat (SSP). Akson sel motorik dibungkus oleh sel sc,lwvr.jnn yang rrembentuk tubulus
neuralis. Nodus Ranvier yang merupakan batas antar sel schwann dapat ieilihat iiap satL;
millimeter. Saraf fasial merupakan saraf tepi yang dihungkus oleh 3 lapis jaringan yang
mempunyai sifat berbeda. Dari luar ke dalam terdapat epineurium, perineurium dan
endoneurium.la
Patogenesis
Paresis saraf fasial akibat otitis media kronis dapat terjadi akibat be[rerepa sehab:
osteitis, erosi tulang, penekanan oleh eclema, inflamasi langsung akibat infeksi, atau
neurotoksik dari sekret kolesteatoma . 2,15,16 Penyebaran infeksi ke saraf fasial dapat
meialui beberapa jalur antara lain penyebaran secara langsung dari telinga tengah atau
mastoid. Terbukanya kanal Fallopi merupakan risiko untuk timbulnya paresis fasial
otogenik akibat otitis medla supuratif kronis khususnya bila terlihat adanya kolesteotoma.
Pada saraf fasial akan terjadi proses peradangan dan edema yang menghasilkan cedera
saraf. Proses tersebut akan menimbulkan penekanan pacla saraf, yang menyebabkan
invaginasi dari nodus Ranvier dan demielinis6si.5,6,15 Kondisi tersebut menyebabkan
serabut saraf tidak mampu meneruskan impuls. Besamya tekanan menentukan berat clan
cepatnya kejadian kelumpuhan saraf. Bila proses penekanan tersebut <iihilangkan maka
akan terjadi suatu penyembuhan spontan.
&
Ft't,
if.iil;
1.
Qc"re.tts ,t/;ii lF a-t"ic,{ |iEterw ,}u\ofrsteai:otft
sr,rnderland mengklaslfiiialikun.ed.ru saral irsriasarkan nistol*lr;nya:s,14
cedera tingkat I atau blok konduksi (neuropraksia), terjadi bila konduksi impuls
terhambat, membendung sebagian ariran transpor prasma. Bira penekanan
dihilangkan, maka fungsinya akan segera kembari normar atau daram 3 minggu.
Cedera tingkat ll (aksonotmesis), terjadi bila aliran transpor aksoplasma total terhentiselama beberapa hari, sehingga terjadi diskontin uitas akson.
Cedera tingkat lll (neurotmesis) terjadi bila tekanan inhaneurai berlanjut dan terjadikerusakan lapisan endoneurium. pada kerusakan ini akan terjadi perbaikan tidaklengkap, karena akson nernasuki lapisap endoneurium yang salah sehinqcaneflrehtkar srkine€is I
z.
Fada cedera sara{ tingkat lV dan V tidak axan dilumpai penyenrbuhan sp0nlan, iidn,ur,
harus dengan tindakan operatif. Pada OMSK serabut saraf biasanya tidak terpotong, teiapi
mengalarni penekanan.s'14
2.
3.
II
1"1I
Slte of Rqcoverv 6rcul}
Gambar 2. Derajat kerusakan dan pemulihanl!
E
R
A
J
A
T
40
Selain penekanan dan'edema, kolesteatoma juga melibatkan proses biokimia dan
factor seluler. Akumulasi keratin pada kolesteatoma juga bertindak sebagai benda asing
yang rflerengsang aktilitas makrofag, Sejumlah endotoksin cian enzim dilepaskan oieh
bakteri yang terdapat di sekitar kolesteatoma. Akhirnya sel mesenkim subepitel
berproliferasi dan juga mengeluarkan kolagenase dan enzim lain yang dapat
merghancurkan tulang.lz
Berdasarkan penelitian Savic dan Djericz menemukan sebanyak 75% penderita
paresis saraf fasial kanalis fasialisnya tidak intak dan sebanyak 77.2% terjadi pada
segmen timpani, Peneliti menyimpulkan hal ini disebabkan terpaparnya kanal fasial atau
dinding kanal yang tipis. Selesnick dkko juga melaporkan area saraf fasial yang paling
serinE mengalami kerusakan adalah segmen timpani, tempat yang paling sering terkena
adalah tingkap lonjong. Selanjutnya adalah genu kedua,6
Gejala klinis
Kelumpuhan saraf fasial unilateral relatif lebih sering ditennukan dibandingkan
kelumpuhan bilateral. Pada rnastoiditis, otitis media dan kolesteatoma kelumpuhan saraf
fasial memperlihatkan jenis kelumpuhan lower mofor neuron (LMtrt;.ts
Paresis saraf fasial menyebabkan kelumpuhan otot-otot wajah. Penderita tidak
dapat atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga penderita tidak dapat
mdngerutkan dahi, menutup fisuia palpebra dan mengangkat sudut mulut. Kelumpuhan
otototot wajah akan menimbulkan kelainan ekspresi wajah dan kesulitan makan. Paela
kelainan unilateral, saat penderita menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi tampak
wajah penderita tidak sims[1b.1'1a,le
Adanya riwayat keluar cairan dari telinga (otore) sebelumnya, gangguan
pendengaran, vertigo dan tinitus merupakan gejala yang sering terjadi dan bersamaan
paresis saraf fasial.
Diagnosis
Diagosis dari paresis fasialis oleh karena otitis media kronis ditegakkan. t tvvts t\l vr ilo uttvvqt\t\qt I
berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fungsi saraf fasial dan beberapa..-*--*-
.:," *"* ""-.-**.r*e***i
4-_
vvv9rsys
penneriksaan penunjang. Pemeriksaan fungsi saraf fasial diperlukan untuk menentukan
,$rigffdj..;,.
, Qd.resis Sdrdf q'dsi4[ furena']dofesteatom
letak lesi, beratnya kelumpuhbn dan prognosis. Pemeriksaan meliputi fungsi motorik otot
wajah, ada tidaknya sinkinesis atau hemispasme, gustatometri, tes schimer dan tes
ra n g sei'i g $a raf {i ;iive e,x,iehrt,i1' fest l. z, t +
Terdapai bebero,*a macam sistem pelaponan r.rntuk penilaian fungsi saraf fasial.
dientaranya pelanoran dengan sistem House-Brackmann, Botmsp and Jongkeae, i\.,lsy
Adour and Swanson dan Yanagihara. sistem pelaporan ini sangat penting untuk
mengevaluasi kesuksesan atau kegagalan berbagai ,ienis terapi. American academy of
otolaryngology-head and Neck Surgery mefyebutkan sistem House Brackmann adalah
alat pemeriksaan gradasi saraf fasial yang pdting banyak digunakap. zo
Pada penilaian dengan sistem House-Brackmann, Derajat 1 fungsi motorik wajah
ncrrtai tli semua area. Detajat 2 disfungsi ringan, dapat ditemukan kelemahan pada otot
wajah, saat istirahat tonus otot normal dan simetris, gerakan kerutan dahi normal atau
terdapat gangguan ringan, mata dapat menutup sempurna dengan usaha minimal,
gerakan mulut asimetri minimal. Derajat 3 disfungsi sedang, dapat terlihat sinkinesis,
koiltralit'rii, atau spasnre helnifasial, saat istirahat ionus otot normal den simetris, gerakan
keru;tsn dnbi ter'"laiat gangg'ran ringan sedang, mata dapat menutup sempurna dengan
usal:a, ;erekarr rlil,.lic"rt lemah der:'tan usaha makslrnel, Derajat 4 Cisfui-igsi sedang herat,
terCapat kelemahan yang jelas pada. satu sisi wajah, saat istirahat tonus otot normal dan
:rmetris, tidak terdapat gerakan keruran dahi, mata tidak dapat menutup sempurna,
gerakan mulut asimetris dengan usaha maksimal. Derajat 5 disfungsi berat, saat istirahat
wajah asimetris, tidak terdapat gerakan kerutan dahi, mata tidak dapat menufup sempurna,
gerairen niuiut nniilirriei, D,lrlelut S paralisis tot;;..Ii
Penilaian dengan sistem Freyss, pada sistem ini dinirai 4 komponen, yaitu
pemeriksaan fungsi motorik, tonus, sinkinesis dan hemispasme. Pada pemeriksaan sistem
motorik, wajah dibagi menjadi 10 area, berdasarkan 10 otot yang bertanggung jawab
terhadap mimik dan ekspresi wajah. Untuk setiap gerakan dari kesepuluh otot tersebut
dibandingkan antara sisi kanan dan sisi kiri dan diberi nilai 0-3, dengan keteranEan nilai 3
bila gerakan normaldan simetris, nilai2 bila ada gerakan antara nilai 1dan2, nilai 1 bila
terdapat sedikit gerakan, nilai 0 bila tidak ada gerakan sama sekali. Pada keaclaan istirahat
tat;pol i:;'':ireksi, i,.iii:t i:::ilc ijlfit menentuk;l lit,r;:'::ri.;,Tlaan -:.,,,-ii,;_:i:jrl ekiJl:'li ,.,'11;tti:.
Pemeriksaan tonus wajah dinilai dengan membagi wajah menjadi 5 area. Menurut Freyss,
I
pemeriksaan tonus merupikan hal penting dan penilaian tidak harus dilakukan untuk
setiap otot, melainkan cukup untuk setiap tingkatan otot-otot wajah. Nilai untuk tonus
bemilai 0-3, nilai 3 untuk tonus normal, 0 bila tidak ada tonus, Apabila terdapat hipo atau
hipertonus maka nilai 3 dikurangi 1-2 tergantung derajatnya. Untuk mengetahui ada
tidaknya sinkinesis dilakukan perneriksaan, penderita diminta memejamkan mata sekual
kuatnya, kemudian pemeriksa memperhatikan ada tidaknya gerakan otot-otot di daerah
iudut bibir atas, diberi nilai 2 bin tidak ada sinkinesis. S!la tnrr!*pat slrik"inesir nilai
dikurangi 1 atau 2 tergantung pada derajatnya. Pemeriksaan kedua penderita ciiminta
tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi, kemudian pemeriksa memperhatikan ada atau
tidaknya gerakan otot-otot sudut mata bawah, diberi nilai ? bila tidak ada sinkinesis. Bila
terdapat sinkinesis nilai dikurangi 1 atau 2 tergantung pada derajatnya. Pemeriksaan
ketiga sinkinesis juga dapat terlihat saat serang berbicara (gerakan emosi). Pemeriksa
memperhatikan ada tidaknya gerakan otot sekitar mulut, diberi nilai '1 bila tidak ada
sinkinesis, bila terdapat sinkinesis diberi nilai 0. Bila ticjak terdepet i-teinispasiyre tjibeti nilai
1. Bila terdapat hemispasme diberi nilai minus 1 untuk setiap gerakannya.2t
Pemertksaan Penunjang
P em eriks a a n T op ognosti k
Untuk mengetahui letak lesi digunakan uji topognostik. Uji ini meliputi pemeriksaan
adanya rasa nyeri ditelinga, fungsi pengecapan, protluksi air mata, saliva dan adanya
reflex stapedial.t
Pcmeriksaan Elektrofi sioloqik
Perneriksaan elektroflsiologik diperlukan biia beratnya cedera tiaak jeias can liiga
u ntuk menentukan prognosis. Pemeriksaen elektrofi siolog ik iian'taia"ya :
1. Nerue excitability test (NET) dilakukan dengan bantuan alat stimulator saraf fasial,
yanE rnernpr.lnyai kekuatan 22,5 volt dan mengalirkan arus listrik secara konstan
dengan ambang 0-10 mA. Pemeriksaan ini melibatkan rangsang saraf fasial secara
perkutaneus yang dimulaidari sudut rahang atau foramen stylomastoid. Laumans dan-
Jcngkees s*pertidiliutip dariSjarifuddiar, pad:: t;hl:n 19fl;,,i,i,il.::lian peneliiian pada
-l,.-*a**e*i:
Qa,resis .9 a1f fasiaf futrena'l(ofesteatom
l4lpasienyangdiperiksadenganNETdantidapatkanper,edaannilaiambangsisi
n0rmal dengan sisi paresis lebih dari 3,5 mA merunjukkan Fgnosis yang buruk' 1
2. Maximal stimulation lesf (MST)
Pemeriksaan ini pertama kali diperkenalltan olei May e al. Pemeriksaan lnl sangat
baik untuk monge'laluasi clegenerasi sarlf fasia! '6gerl seteiah cnset' Pemeriksaen
,_ ini dapat dilakukan dengan menggunakdn alat strruhs saraf yang tersedia secara
komersil. Perneriksaan dilakukan pada 5 area wajat yaitu : Dahi dan alis mata, area
periorbita, pipi, bibir atas dan ala nasi, bibir bawrh area servikal dan pla$sma'
Respon pada sisi cedera dinilai sebagai sama (eqr.nl, berkurang minimal (minimally
decrease),berkurang bermakna (markedlydecrease),idak ada (absenf) dibandingkan
dengan sisi normal. Berkurang minimal {Minimally dcreasedJ ditetapkan bila respon
kontraksi otot pad: sisi cedera sebesar 50% dari 1isi normal, lvlarkedty decreased
ditetapk:n bila respon ilontraksi otot pada sisi cdera sebesar <25% dari sisi
nor.rtal,13-16
3. ElectoneuronograPhY(ENoG)
Electoneuronography atau disebut juga evoked electomyograp/ry (EEMG) digunakan
untuk menghitung secara kuantitatif persentase seabut saraf yang masih respon
terhadap rangsang elektrik. Tujuan pemeriksaan adahh untuk menilai seluruh serabut
saraf yang masih respon terhadap rangsang elektrik. Jika pada saat penilaian didapat
respon puncak amplitudo (yang didefinisikan bila lidak ada peningkatan respon
amplitudo dengan peningkatan arus listrik) maka arus listrik ditingkatkan 10 -20 Yo
dari yang dipakai dan digunakan sebagai level rangsang akhir' Arus awal yang
digunakan adalah 30-35mA. Setelah itu arus ditingkatkan tiap SmA untuk mencari
respon puncak amplitudo. Dalam melaporkan hai! pemei'iksaan ENoG' k'uantitas
serabut saraf yang masih bisa respon terhadap rangsanE elektrik disajikan dalam
persentase terhadap sisi normal.22
HectramyagraPhY (EMG)
Femertlqeaen EMS menguhuF ree5)$il $Fi"a$tan Sari ciet se*t utot dslcitr kB*{letfril
istirahat, .secara
normar tri ffr;t;tukkan
iespon ;lektrik,
ootlull- ttontl dan
. '...
10
,t
mengalami keterlambatan 10-20 hari dari onset cedera, tergantung dari iarak lol''asi
cedera saraf ke neuron motor' 22
5' Blink refleks
BlinkreflekdigunakanuntukmenEevaluasisaraftrigeminusdansaraffasial.Namun
peda i:mumnya bllnk refleks digunakan untuk mengevaluasi Beil's Palsy' F'efleks
kornea merupakan contoh yang baik untuk blink ieiieks Biia kornea distimulasi' maka
!j
terjadi kedipan pada kedua mata. Bagian aferen tefleks ini clitirnhulkan oleh
n.Trigeminus yang ipsilateral, sedangkan bagian e{eren rlitimbulkan oleh saraf fasial
bilateral.
pada fase kronis paresis fasialis, ElvlG rnerupakan pemeriksasn yang palirig baik
untuk memperkirakan onset penyembuhan dan mengevaluasi sisa dufisii neurologis' $aat
proses regenerasi berjalan, unit motor menjadi besar kerena banyak serabut ctr:t lneiei:ihi
normalyang dipersarafi oleh neuron yang mengalami regenera-ri
Perneriksaan Penunianq lain
Audiometri nada rnurni dan audiometri tr:tur penting untuk mengetahui jenis dan
derajat gangguan Pendengaran'1
Perneriksaan penunjang meliputi radiolngis mastoiel untirk melihai adai:-va
kolesteatorna dan tomografi komputer (TK) dapat mengevaluasi adanya destruksi iulang ,
kolesteatoma dan rangkaian tulang pendengaran. Tl"( saraf fasial seheium aperasi tii:ak
banyak memberikan informasi karena tidak dapat mendeteksi kerusakan kecil pada kanalis
fasialis dan karena kelokan-keiskan yang ada sepanjang saraf fasiai'2'14
Pegobatan
pada paresis saraf fasial akibat otitis media supuratif kronik peEobatan konservatif
dengan antibiotlk, anti inflamasi, kortikosteroid, dan neurotonik hanya diberikan untuE-'- --;
persiapan pembedahan mencegah semakin memburuknya paresis'
Pada otitis media supuratif kronik rjengan paresis fasialis, tindakan pembedahan
yeritu rnasrioidekt+nnl ung"lil meri:bersihkan sejur;lh r;nlga mastoifi del;'i daerah k:nal ;as;el
dari sumber infeksi dan kolesteoeoma, haruh segera dilakukan. Mastr:iqiektemi dikeriakan
untuk mengangkat kolesteatoma dan jaringan patologis'zr Daerah yang paiing sering
cParesis Saraf Fasiaf ftarcna Kofesteatom_
terkena adalah segmen timpani dan biasanya kanal falopi hancur. Biasanya sarafnya
sendiri intak dan kolesteatom hanya perlu diangkat dari sarafnya.2,6
Bila terdapat kerusakan saraf, rnaka saraf yang rusak harus di potong dan segera
difgkOnStn.rkSi r)enaan qnrl-ta-enr!-an4sJrtrnr,al,, >j-qt1 f,,in2r.v I r ". r.1,y,t,;1t .../ ".,t,r1, ,,.. ,n
FT A;* -r/ tz- z!- -/ '/IJ' ;:','u
,_ LenUnpfas;i gJla\';ASra, d|fiV|;X.,at iJlt..tpat:r"|littt\'illkoo..): jJ Vllr'Jtrr'rLit
elektroneurografi didapatkan reduksi sebesar 90%, yang berarti telah terjadi kerusakan
pada selubung myelin saraf.22
Prognosis
Beberapa faktor prognostik yang dinilai pada paresis saraf fasial adalah umur,
deralat paresis, penilaian elektrofisiologik, reflek stapedius, fungsi lakrimalis dan
pergerrkan spontan. Berdasark;n penelitian yang dilakukan oleh lkeda dkks melaporkan
bal',wa faktor yang paling prediktif d.lam prognosis paresis fasial adalah neive excrtability
,esf (NET).
Laporan kasus
Seorang laki-laki, umur 25 tahun datang ke poli THT RSMI-{ dengan keluhan mulut
mencong ke kanan. Penderita juga mengeluh keluar caii'an bau berwarna kuning dari
teliriga it)ri, pusii:; b*rp*tar, teilnga kiri berd*ilglng **r pendei]i]*rilri bei'kurnrrg l"elilhar
ini diderita sejak 3 bulan yang lalu. Riwayat keluar cairan dari kedua telinga sejak
penderita berusia 2 tahun. Penderita lalu dikonsulkan ke suhdivisi otologi THT.
Dari anamnesis didapatkan wajah mencong ke kanan, dan matanya tidak bisa
ditutup rapat sejak 3 bulan sebelumnya. Riwayat keluar cairan dari kedua telinga sejak
usia 2 tahun. Pendengaran telinga kiri sangat herliurang dibanding i*iinga kanari. frasa
pusing berputar ada, keluhan gangguan air mata tidak ada, sakit kepala disisi kiri.
Pemeriksaan fisik secara umum dalam batas norlmal. Telinga kiri iiang telinga
sagEing dan terdapat sekret mukopurulen dengan bau khas kolesteatonta. 'lelinga
kanan
didapatkan perforasi subtotal tenang, hidung clan tenggorok tidak acja keiainan.
Pada pemeriksaan audiogram didapatkan telinga kiri tuli camptrr sangat berat {120
dB). Telinga kanan didapatkan tuli konduktif 40d8. Hasil pemeriksaan labotarium darah
I
leukosit 11800 /mme, hemoglobin 14,9 Edl dan yang lain dalam batas normal. Hasil
pemeriksaan foto polos mastoid didapdkan kesan OMSK tipe sklerotik dengan
kolesteatom pada telinga kiri dan OMSK tanpa kolesteatom pada telinga kanan. Dari
tontografi komputer mastoid didapatkan kesan mastoiditis tipe skierotik kanan, agenesis
telinga tengah klr! dan kolesteatom telinga kiri dengan destn;kst ti:iang. Tes gusiatonretri
da;s:-il l)i;!fi$ nat'u:;,i. **ida;*f';::n klasifikas; l"ir-:i,rrq*-.ii;*ckrn*:l;r {i;l;i-,;r:iiian pait::iirt r,;i:tiiji
fasial derajat lV. Mengingat keterbatasan alat yang ada di bagian Tl-lT-KL. RSMH, maka
pemeriksaan penunjang lainnya tidak dapat dilakukan.
Diagnosa kerja pada penderita ini adalar otitis media supuratif kronis rnaligna
telinga kiri dengan paresis saraf fasial perifer HB derajat lV dan otitis media supuratif
kronik benigna telinga kanan fase tenang. Pada pasien ini telah diberikan pengobatan
antibiotik oral, kortikosteroid, antibiotik tetes telinga, analgetik dan H2023 % sebagai cuci
tellnga.
Pasien lalu dilakukan radikal mastoidektomi. lnra operatif ditemukan pada kavum
timpani terdapat kolesteatom luas, jaringan ikat oan jaringan granulasi, Tulang
pendengaran hanya ditemukan serpihan prosesus brevis inkus. Tidak ditemukan defek
pada kanal fasial. Dinding posterior sudah runtuh, terdapat bridge lalu diamputasi.
Kolesteatorna dan jaringan granulasi sangat iuas pacja kavL:i"n rnas{olcj. D'ure tern.rpar
2x0.5 cm sedangkan sinus simoid tidak. Dilakukan pengangkatan kolesteatoma dan
jafi,"'*t"t ':ryilUl;:t: rr..]r;"1:;i'; .'i,ingkin. KO!r.::,',,:,,t.' ,.?i-hasi "''.'':'' j iltul lr:'1;;,';.1':..";
meatoplasti, timpanoplasti tipe lll dan penutupan dura dengan tulang. Luka operasi
ditutup lapis demi lapis.
Pasca operasi pasien diberikan antibiotik dan kor-tikosteroid intravena dan
analgetik. Satu hari pasca operasi paresis fasialis menjadi HB derajat l. Luka jahitan---
tenang.
Satu buian setela[t operasi penderita menunji.liikan peroaikan dan tidak'iere.lapat
lagiparesis saraf fasial. t,
i
l3
S,rrttit 5 orol'1,tsia [ futrena'{o[es r-ctr;-,0-*
:Faresis fasiairs meri.ipakan suatu i(elumpuhan dari otot-otot wajah. Penderita tidak
dapat atau kurang dapat menggerakkan otot-otot wajah, sehingga tampak wajah pasien
tidak simetris. Otitis media supuratif kronis sangat berpotensi menimbulkan komplikasi
diantaranya paresis ervus fasial. Pengobatan modern dengan pemberian antibiotik telah
menurunkan komplikasi yang ditimbulkannya. Upaya untuk mengatasi timbulnya
komplikasi ekstrakranial dari otitis media supuratif kronis, adalah dengan mencegah
bertambah beratnva infeksi pada otitis media supuratif kronis dengan pemberian antibiotik
dan ear toilet.t
Dilaporkan kasus seo;ang laki-laki umur 25 tahun dengan otitis media supuratif
k',:Ii:l *Uiign* l;riii;:il1; 1,:" :r:ilga,t pares'. , :r'li li:".,iel pf ;r:.i ;";l .':llajei l'"" ,-:,r,'; ::i:lis
media supuratif kronik benigna telinga kanan fase tenang.
Dari anamnesis didapatkan keluhan muka menceing dan adanya riwayat keluar
cairan yang cukup lama. Keluhan muka mencong menunjukkan wajah yang tidak simetris,
Flal tersebut sesuai dengan kepustakaan yang rnenyebutkan bahura kelumpuhan saraf
fasial ditandai dengan asimetri wajah. Adanya riwayat keluar cairan yang cukup lama
menunjukkan adanya OMSK yang merupakan penyebab kelumpuhan saraf fasial^1,2
Pada kasus di atas diberi pengobatan berupa antibiotika dan kortikosteroid
selanjutnya dilakukan mastoidektomi radikal. Hal tersebui sesuei dengan Kepustakaan
bahwa prinsip terapi OMSK maligna ialah operasi.z3
Pasca operasi, paresis saraf fasial menjadi HB derajat l. Perbaikan tersebut terjadi
karena operasi yang dikerjakan mampu menghilangkan infeksi dan kolesteatoma yang
menjadi sumber penekanan atau kompresi saraf. Bila kompresi tersebut dihilangkan maka
akan terjadi penyembuhafl sp0nt66.7,17
-t''t
:i{
,i
2
A
18.
L
Daftar Pustaka
1. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan saraf fasialis. Daiam: Buku ajar llmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leha. Edisikeenam, hal114-117
2. yetiser S, Tosun F, Kazkayasi M. Facial Nerve Paralysis Due to Chronic Otitis Media. Otology &
lieuntclogy ?l)02;2'?:580-8.
7.
Mahekam Tp, Croxson GR, Coulson S. lnfective Causes of Facial Nerve Paralysis Otology &
Neurotology 2006;28: 1 00-03.
\S*rg FlM, l-ir JC, Tai CF et al. Analysis ;f tulasttld findings *l 3:;tgeri to Tre:*i Lliiidl* [ar
Cholesteatoma. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2006;132:1307-10
euaranta N, Cassano M, Quaranta A. Facial Paralysis Assosiatecj Wiih Cholesteatoma: A Review of 13
Cases. Otology & I'leu rotology 2007 ;28:405'7 .
Selesnick SH, Macrae AGL. The lncidence of Facia{ Nerve Dehiscence at Surgery for Choiesteatoma.
Otology & Neurotology 2001 ;22:129-32.
lkeda M, Nakazato H, Onoda K, Hirai R, Kida A. Facial Nerve Paralysis Caused by Middle Ear
Cholesteatoma and Effects of Surgical lntervention. Acta Oto-Laryngologica 2006;126:95-100
Yoo JK. Facial Nerve Paralysis, Dept. 0f Otolaryngology, UTMB, Grand Rounds
lkeda M, Abiko Y, Kukimoto l,l et al. Clinical Factors that lnffuence the Prognosis of Facial Nrrrve
Paralysis and the Magnitudes of lnfluences, Laryngoscope 2005;1 1 5:855-60'
Silver AJ, Janecka l, Wazen J et al. Complicated Cholesteatomas: CT Findings in lnner Ear
Cornplications of Middle Ear Cholesteatomas. Raciiology 1987;164:47-5i '
probst R et al. Clinically Relevant Anatomy, Function and Evaluation of Facial Nerve. ln: Basic
Otorhinolaryngology. New York:Thieme'2006:p. 291 .
Ballenger JJ, Snow JB. Otortrinolaryngology: Head and Neck Surgery. 1$h Ed. USA: Williams & Wilkins
1946:1153-9
13. No Name. Human Face. Available al
a1a1trqr.qgjf1idnl$-q.rliltornyiilqlgl''em|i!i,ri,:,i.i ' Cited Ocober, 13th 2008'
14.
15.
Maisel RH, Levine SC. Gangguan Saraf Fasialis. Dalarn : Adams Gl . Boies LR, Higler FA. Buku Ajar
Penyakit THT. Ed 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC.1997:139-52
Joseph EM, $pe1ing Nlr,4. Facial Nerve Paralysis in Acute Otitis Media: Cause and Management
Revisited. Otolaryngology Head and Neck Surgery 1998;1 1 8:694-96
Zinis LRD, Gamba P, Balzanelli C. Acute Otitis tr4edia and Facial Nerve Paralysis. Otology &
Neurotology 2003;24:1 13:l 17 .
iMoody MW, Lambert PR. lncidence of Dehisc-i:nce of the Facial Nerve in 416 Cases of Cholesteatoma.
Ototlogy & Neurotology 2007;28:400'04'
Caparas, Linr et al. Facial I'lerve Problems. ln: Basic Oiolaryngology. University of Philliprnes. 1993:90-
u+.
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Ed 5. Jakarta, PT. Dian RakVat, 1989:159-62
10.
11.
12.
i:ilT:
I*li{i
I
Ii
I
17.
18.
'j
,$,,1
$tu
il
'l
i:
1S.
-.l*s*b-*.-
, =__d
m.
21.
22.
23.tf,
2.4.
cParesis Saraf f asfuf forena \pfesteatont
Yen TL, Driscoll CLW, Lalwani AK. Significance of House-Brackmann Facial Nerve Grading Global
Score in the Sefting of Differential Facial Nervg Function. Otology & Neurotology 2003:24:118-122.
AMandi W. Sistem-sistem Pemeriksaan Fun$si Saraf Fasialis. Dalam makalah PITO tahun 2007 di
Medan.
Ballenger JJ. Paralisis Nervus Fasial. Dalam : Ballenger JJ. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Ed 13.
Jakarta. Bina Rupa Aksara, 1994:55465,
Bailey BJ, Calhoun KH. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 2nd Ed, Philadelpia: Liplinent.Raven,
1998:2041-62.
Lichius OG, Sudhoff S, Hildmann H. Facial Nerve Surgery. ln: Middle Ear Surgery. Germany: Spinger,
2006:103-111.
1{