Post on 21-Oct-2015
Skenario D blok 19 2013
Anamnesis
Sarah, 7 years-old girl, brought by her mother to the hospital with complaints of decreased
hearing and discharge from her right ear. This complaints happened everytime Sarah suffered
from cough and runny nose. Her mother said that Sarah was only 4 years-old when her right
ear excreted fluid for the first time.
Physical Examination:
General examination: N=84x/mnt, RR=20x/mnt, Temp=36,8 C
Ear, Nose, Throat Examination:
Otoscopy:
Left ear: Auricula : within normal limit
EAC : within normal limit
Tympanic membrane : normal
Right ear: Auricula : within normal limit
EAC : liquid (+)
Tympanic membrane : central perforation
Rhinoscopy:
Anterior : hyperemic mucosa, secretion (+)
Oropharynx:
Normal pharynx, tonsils: T1-T1, hyperemic, detritus (+)
Audiometric Examination
Left ear
Frequency : 250 500 1000 2000 4000 Hz
Bone conduction : 5 10 5 10 10 dB
Air conduction : 45 50 45 45 50 dB
Right ear
Frequency : 250 500 1000 2000 4000 Hz
Bone conduction : 5 5 10 5 5 dB
Air conduction : 5 10 10 5 5 dB
Klarifikasi Istilah
1. Discharge adalah pengeluaran secret yang abnormal
2. Runny nose disebut juga Rhinorrea yaitu secret bebas berupa lender cair dari hidung
3. EAC adalah External Acusticus Canal yaitu saluran telingah luar
4. Central Perforation adalah lubang pada pars tensa, sedangkan diseluruh tepi masih
ada sisa membrane timpani
5. Detritus adalah bahan sisa yang dihasilkan atau disintegrasi bahan atau jaringan
6. Audiometric examination adalah pemeriksaan untuk mengukur pendengaran dengan
alat audiometer
7. Bone conduction adalah konduksi bunyi ke telinga dalam melalui tulang-tulang
tengkorak
8. Air conduction adalah konduksi bunyi ke telinga dalam melalui measticus externus
dan telinga tengah
Identifikasi Masalah
1. Sarah 7 tahun mengalami penurunan pendengaran dan discharge dari telinga kanan
yang abnormal.
2. Keluhan terjadi setiap kali Sarah batuk dan pilek
3. Saat usia 4 tahun, pertama kalinya telinga kanan Sarah mengeluarkan secret
4. Pemeriksaan fisik
5. Pemeriksaan Audiometric
Analisis Masalah
Masalah 1
Sarah 7 tahun mengalami penurunan pendengaran dan pengeluaran secret dari telinga
kanan yang abnormal.
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi dari:
a. Telinga (lebih difokuskan)
Jawab:
Anatomi Telinga
Telinga merupakan indra pendengaran, terbagi atas beberapabagian seperti: telinga luar,
tengah, dan dalam.
1. Telinga Luar merupakan bagian paling luar dari telinga. Terdiri dari :
b. Daun telinga / Pinna/ Aurikula merupakan daun kartilago fungsinya : menangkap
gelombang bunyi dan menjalarkannya ke kanal auditori eksternal (lintasan sempit
yang panjangnya sekitar 2,5 cm yang merentang dari aurikula sampai membran
timpani)
c. Membran timpani (gendang telinga) merupakan perbatasan telinga bagian luar
dengan tengah. Berbentuk kerucut, dilapisi kulit pada permukaan eksternal, dilapisi
mukosa pada permukaan internal. memiliki ketegangan, ukuran, dan ketebalan
yang sesuai untuk menghantarkan gelombang bunyi secara mekanis.Bagian-
bagiannya :
Bagian atas atau Pars Flaksid (membrane shrapnell), terdiri dari 2 lapisan :
- luar : lanjutan epitel telinga
- dalam : epitel kubus bersilia,Terdapat bagian yang disebut dengan atik.
Ditempat ini terdapat auditus ad antrum berupa lubang yang
menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.
Bagian bawah atau Pars tensa (membran propria), terdiri dari 3 lapisan :
- tengah : terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin Bayangan
penonjolan bagian bawah malleus pada membrane timpani disebut
dengan umbo. Dari umbo, bermula suatu reflex cahaya (cone of light)
ke arah bawah, yaitu pukul 7 pada membran timpani kiri dan pukul 5
pada membran timpani kanan.
Pada membran timpani terdapat 2 serat, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang
mengakibatkan adanya refleks cahaya kerucut. Bila refleks cahaya datar, maka
dicurigai ada kelainan pada tuba eustachius. Membran timpani dibagi atas 4 kuadran
untuk menentukan tempat adanya perforasi : atas depan, atas belakang, bawah depan,
bawah belakang => tempat dilakukannya miringotomi
2. Telinga Tengah terletak di rongga berisi udara dalam bagian petrosus (canalis
facialis) tulang temporal Terdiri dari :
1. Tuba Eustachius menghubungkan telinga tengah dengan faring. normalnya tuba
ini menutup dan akan terbuka saat menelan, mengunyah, dan menguap.
berfungsi sebagai penyeimbang tekanan udara pada kedua sisi membran
timpani, pertahanan untuk melindungi telinga tengah dari bakteri yang berasal
dari hidung atau tenggorok. Bila tuba membuka suara akan teredam.
2. Osikel auditori (tulang pendengaran) terdiri dari 3 tulang, yaitu :Maleus
(martil) ,Inkus (anvill), Stapes (sanggurdi) => MIS berfungsi sebagai penghantar
getaran dari membran timpani ke fenesta vestibule
3. Otot bantu mekanisme kompensasi tubuh untuk melawan suara dengan nada
tinggi (peredam bunyi).
m. stapedius => berkontraksi => stapes jadi kaku => suara dipantulkan
m. tensor timpani => menegangkan gendang telinga => suara teredam
2. Telinga dalam berisi cairan dan terletak dalam tulang temporal Terdiri dari
3. Labirin Terdiri dari:
b. Labirin tulang yaitu ruang berliku berisi perilimfe (cairan yang serupa
dengan cairan serebrospinal). Terdiri dari 3 bagian:
Vestibular yaitu bagian sentral labirin tulang yang menghubungkan
koklea dengan saluran semisirkular.
Saluran semisirkularis
- S. Semisirkular anterior (superior) dan posterior mengarah pada
bidang vertical di setiap sudut kanannya
- S. semisirkular lateral terletak horizontal
Koklea membentuk 2,5 putaran di sekitar inti tulang, mengandung
reseptor pendengaran cabang N VIII vestibulokoklear, pembuluh
darah. Frekuensi tertinggi berada dibagian depan. Sekat membagi
koklea menjadi 3 bagian :
- Duktus koklear (skala medial) yaitu bagian labirin membranosa
yang terhubung ke sakulus, berisi cairan endolimfe
- dua bagian labirin tulang yang terletak di atas dan di bawah skala
media yaitu skala vestibule dan skala timpani mengandung cairan
perilimfe dan terus memanjang melalui lubang pada apeks koklea
yang disebut helikotrema
membrane reissner (membrane vestibuler) pisahkan skala
media dari skala vestibule yang berhubungan dengan fenestra
vestibule
membrane basilar pisahkan skala media dengan skala timpani,
berhubungan dengan fenestra koklear
- skala organ korti terletak pada membrane basilar, terdiri dari
reseptor yang disebut sel rambut dan sel penunjang. Sel rambut
tidak memiliki akson dan langsung bersinaps dengan ujung saraf
koklear
c. Labirin membranosa adalah serangkaian tuba berongga dan kantong yang
terletak di dalam labirin tulang berisi cairan endolimfe (cairan yang serupa
dengan cairan intraseluler). Merupakan awal 2 kantong (utrikulus dan sakulus)
yang dihubungkan dengan duktus endolimfe. Setiap duktus mengandung
reseptor untuk ekuilibrium statis (bagaimana kepala berorientasi terhadap
ruang bergantung gaya grafitasi) dan ekuilibrium dinamis (apakah kepala
bergerak atau diam,berapa kecepatan serta arah gerakan). Utrikulus terhubung
dengan duktus semilunaris Sakulus terhubung dengan duktus koklear di dalam
koklea. Ada dua Nervus yaitu Nervus vestibular dan Nervus koklear
Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh auricula dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke cochlea. Getaran
tersebut menggetarkan membrane tympani diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya
ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membrana tympani
dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke
stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilympha pada skala
vestibulum bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang
mendorong endolympha sehingga akan menimbulkan gerak relative antara
membrane basilaris dan membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsang
mekanik yang menyebabkan terjadinya deflekasi stereosilia sel-sel rambut
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan
sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga
melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf aferen di bagian bawah membrane basiler, lalu dilanjutkan ke sel
bipolar pada ganglion cochlearis yang kemudian akan diteruskan ke nuklus
vestibulokoklear di medulla oblongata, lalu menyilang menuju nucleus olivarius
superior di medulla berjalan ke atas melalui lemnikus lateralis menuju nucleus di
kolikulus inferior pada mesencephalon diteruskan ke atas menuju nucleus
genikulata media di thalamus hingga diteruskan sampai ke korteks pendengaran
(area 39-40) di gyrus superior lobus temporalis.
3. Hidung
Jawab:
Anatomi hidung
Gambar 2.7 : Anatomi hidung
Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih
dari biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap
lingkungan yang tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung
dalam. Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas,
struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang
yang tak dapat digerakkan, dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat
digerakkan dan yang paling bawah adalah lobolus hidung yang mudah digerakkan.
Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks. Agak keatas dan belakang dari
apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung
dan menyatu dengan dahi. Yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks,
yaitu diposterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago
septum. Titik pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung.
Disini bagian bibir atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas kebawah
yang disebut filtrum. Sebelah menyebelah kolumela adalah nares anterior atau
nostril(Lubang hidung)kanan dan kiri, sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi
dan sebelah inferior oleh dasar hidung.
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang
membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang
memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi
berbentuk terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian
tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi
bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior
(koana)yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares
anterior, disebut dengan vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak
kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.6
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral,
inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini
dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior,
konkha media dan konkha inferior. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah
konkha inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi
konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema
biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada
os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema
merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara konka inferior dengan dasar
hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konkha media dan inferior
disebut meatus media dan sebelah atas konkha media disebut meatus superior.6
Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah
yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat muara dari
sinus maksilla, sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian
anterior konka media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah
yang berbentuk bulat sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau
fisura yang berbentuk bulan sabit menghubungkan meatus medius dengan
infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial
infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai
prosesus unsinatus.6
Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas
sinus maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan sinus
paranasal terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan dasarnya
menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus zigomatikus os
maksilla.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale da os palatinus sedangkan atap
cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale.
Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang
berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat
saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus
cranialis I olfaktorius.6
Perdarahan hidung
Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu:6
1. Arteri Etmoidalis anterior
2. Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika
3. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari arteri
karotis eksterna.
Gambar 2.8 : Sistem Vaskularisasi Hidung
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri
maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri
sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina
dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung posterior konka media. Bagian depan
hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri
sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor,
yang disebut pleksus kieesselbach (little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya
superfisialis dan mudah cedera oleh truma, sehingga sering menjadi sumber
epistaksis.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan
dengan arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena
oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernesus.
Persyarafan hidung
Gambar 2.9 :PersarafanHidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
nervus etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang
berasal dari nervus oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari
cabang oftalmikus dan cabang maksilaris nervus trigeminus. Cabang pertama nervus
trigeminus yaitu nervus oftalmikus memberikan cabang nervus nasosiliaris yang
kemudian bercabang lagi menjadi nervus etmoidalis anterior dan etmoidalis posterior
dan nervus infratroklearis. Nervus etmoidalis anterior berjalan melewati lamina
kribrosa bagian anterior dan memasuki hidung bersama arteri etmoidalis anterior
melalui foramen etmoidalis anterior, dan disini terbagi lagi menjadi cabang nasalis
internus medial dan lateral. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat
persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion
sfenopalatina, selain memberi persarafan sensoris, juga memberikan persarafan
vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut serabut
sensorid dari nervus maksila.Serabut parasimpatis dari nervus petrosus profundus.
Ganglion sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior
konkha media.
Nervus Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah
bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidupada mukosa
olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.
Fisiologi hidung
Hidung berfungsi sebagai indra penghidu , menyiapkan udara inhalasi agar dapat
digunakan paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung memiliki epitel
olfaktorius berlapis semu yang berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga macam sel-
sel syaraf yaitu sel penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi,
memanaskan dan melembabkan udara inspirasi akan melindungi saluran napas
dibawahnya dari kerusakan. Partikel yang besarnya 5-6 mikrometer atau lebih, 85 % -
90% disaring didalam hidung dengan bantuan TMS. Fungsi hidung terbagi atas
beberapa fungsi utama yaitu (1)Sebagai jalan nafas, (2) Alat pengatur kondisi udara,
(3) Penyaring udara, (4) Sebagai indra penghidu, (5) Untuk resonansi suara, (6) Turut
membantuproses bicara,(7) Reflek nasal.
4. Tenggorokan
Jawab:
Tenggorokan (faring) terletak di belakang mulut, di bawah rongga hidung
dan diatas kerongkongan dan tabung udara (trakea).
Tenggorokan terbagi lagi menjadi:
- nasofaring (bagian atas)
- orofaring (bagian tengah)
- hipofaring (bagian bawah.
Tenggorokan merupakan saluran berotot tempat jalannya makanan ke
kerongkongan dan tempat jalannya udara ke paru-paru. Tenggorokan dilapisi oleh
selaput lendir yang terdiri dari sel-sel penghasil lendir dan silia. Kotoran yang
masuk ditangkap oleh lendir dan disapu oleh silia ke arah kerongkongan lalu
ditelan.
Tonsil (amandel) terletak di mulut bagian belakang, sedangkan adenoid
terletak di rongga hidung bagian belakang. Tonsil dan adenoid terdiri dari jaringan
getah bening dan membantu melawan infeksi. Ukuran terbesar ditemukan pada
masa kanak-kanak dan secara perlahan akan menciut. Pada puncak trakea terdapat
kotak suara (laring), yang mengandung pita suara dan berfungsi menghasilkan
suara. Jika mengendur, maka pita suara membentuk lubang berbentuk huruf V
sehingga udara bisa lewat dengan bebas. Jika mengkerut, pita suara akan bergetar,
menghasilkan suara yang bisa dirubah oleh lidah, hidung dan mulut sehingga
terjadilah percakapan.
Epiglotis merupakan suatu lembaran yang terutama terdiri dari kartilago dan
terletak di atas serta di depan laring. Selama menelan, epiglotis menutup untuk
mencegah masuknya makanan dan cairan ke dalam trakea.
Fisiologi Tenggorokan
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan untuk
artikulasi.
Proses menelan
Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut ke
faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap ketiga,
jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya
adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan
palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang
hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah
aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan
kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media
dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringis
inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya
berat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung.
Proses Berbicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan
faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding belakang
faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula
m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama
m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini
menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak
yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang
terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan
m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring
superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu bersamaan.
Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi,
tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat
bersamaan dengan gerakan palatum.
5. Jelaskan macam-macam penurunan pendengaran!
Jawab:
1. Tuli Konduktif (Tuli Hantar)
Yaitu bila keadaan kelainan terdapat di telinga luar dan tengah. Pada tuli
konduktif terdapat gangguan hantaran suara disebabkan oleh kelainan/penyakit di
telinga luar atau tengah, dan pada umumnya tuli hantaran dapat disembuhkan.
Etiologi tuli konduktif : sumbatan liang telinga, sumbatan pipa eustacheus,
perforasi gendang telinga, diskontinuitas rantai tulang dengar, fiksasi rantai
tulang-tulang pendengaran.
2. Tuli Saraf (Sensorineural deafness)
Pada tuli saraf kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus vili atau di
pusat pendengaran. Etiologi karena kerusakan saraf pendengaran pada : kelainan
di telinga dalam, tumor di otak dekat saraf pendengaran, ibu yang sedang hamil
sakit sehingga mengganggu pertumbuhan janin, pada usia lanjut, akibat bising
terus menerus, penyakit tuli mendadak, keracunan obat.
3. Tuli campur (mixed deafness)
Disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli saraf. Tuli campur dapat
merupakan suatu penyakit, misal : radang telinga tengah dengan komplikasi ke
telinga dalam / merupakan dua penyakit yang berlainan misal, tumor nervus VIII
dengan radang telinga tengah (tuli konduktif)
Berdasarkan derajat ketuliannya
Tuli (sama sekali tidak dapat. mendengar).
Kekurangan pendengaran yang dapat dibedakan atas: ringan, sedang, berat.
Kekurangan Pendengaran Ringan
Klinis penderita sukar diajak bercakap-cakap pada jarak kurang lebih tiga
meter, pada pemeriksa audiometric nada murni, pada frekuensi percakapan turun 15
dB sampai 30 dB.
Kekurangan pendengaran sedang
Klinis percakapan pada jarak satu meter sudah mendapat kesukaran untuk
mengerti arti kata. Pada pemeriksaan audiometri nada murni pada frekuensi percakapan
turun sampai 30 dB sampai 60 dB.
Kekurangan Pendengaran Berat
Pada pemeriksaan audiornetri nada murni, penurunannya mencapai 60 dB atau lebih.
Berdasarkan waktu terjadinya tuli, dapat dibedakan atas:
1. Kongenital (tuli sejak lahir)
Herediter (penyakit turunan) : aplasia (agenesis), abiotrofi dan penyimpangan
kromosom.6
Prenatal (infra uterin) masa kehamilan : keracunan, infeksi virus dan penyakit
menahun pada ibu.
Perinatal : trauma/persalinan (waktu lahir), anoksia, prematur dan narkose yang
dalam.
2. Tuli yang didapat (acquired hearing loss) 2
Kekurangan pendengaran tipe hantaran (konduksi) dan kekurangan pendengaran
tipe sensorineural
6. Jelaskan etiologi dari penurunan pendengaran dan pengeluaran secret dari telinga
kanan yang abnormal!
Jawab
Penyebab umum :
Terpapar suara bising (di tempat kerja, bandara, konser musik, ledakan,dll)
Penggunaan Earphone atau headphone dengan volume tinggi
Cedera dan perubahan tekanan udara
Obat-obatan (beberapa antibiotik dan obat kanker)
Penyakit kronis
Tumor jinak yang menyebabkan sumbatan pda telinga tengah
Bertambahnya usia
Penyebab pada anak-anak
Infeksi telinga seperti otitis media
Encephalitis
Meningitis
Campak
Penurunan fungsi pendengaran dapat disebabkan oleh :
Suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah
yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi suara konduktif)
Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran
di otak (penurunan fungsi pendengaran sensorineural).
Penurunan fungsi sensorineural dibedakan atas:
- Sensorik : jika kelainan terletak pada telinga dalam
Dapat disebabkan :
Keturunan
Trauma akustik (suara keras)
Infeksi virus dalam telinga
Obat-obatan tertentu
Penyakit meniere
- Neural : Jika kelainan terletak pada saraf atau jalur saraf pendengaran
Tumor otak
Infeksi
Berbagai penyakit otak dan saraf (Stroke)
Pada anak-anak, kerusakan saraf dapat terjadi akibat :
- Gondongan
- Campak Jerman
- Meningitis
- Infeksi telinga dalam
Keluarnya sekret abnormal dari telinga
Jenis-jenis sekret yang keluar dari liang telinga :
- Cairan encer dan bening : berasal dari luka yang terdapat pada kulit liang
telinga
- Lengket dan kental : infeksi telinga tengah
- Bercampur darah : infeksi akut yang berat / tumor
- Berbau busuk : kolesteatom
- Seperti air jernih : cairan liquor cerebrospinal
Keluarnya cairan dari telinga bisa dikarenakan infeksi, adapun jalur masuknya
mikroorganisme penginfeksi tersebut dapat dibedakan menjadi:
- Infeksi telinga oleh bakteri yang berasal dari meatus auditorius eksterna, misal
karena berenang.
- Infeksi yang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi
saluran napas atas.
Cairan/sekret diproduksi sebagai kompensasi tejadinya infeksi pada telinga. Pada
kasus ini infeksi terjadi pada telingah tengah, sehingga kelenjar pada cavum timpani
mensekresi sekret. Apabila tekanan sekret di cavum timpani tidak berkurang, maka
terjadi tekanan pada kapiler-kapiler sehingga akan terjadi iskemia dan nekrosis
mukosa/submukosa pada membran timpani. Setelah itu membran timpani ruptur
sehingga sekret keluar dari telinga tengah ke telinga luar.
7. Jelaskan mekanisme penurunan pendengaran dan pengeluaran secret dari telinga
kanan yang abnormal!
Jawab:
infeksi di pada saluran nafas atas merangsang sel goblet untuk mengeluarkan
mukus sebagai mekanisme pertahanan tubuh (dalam hal ini menyebabkan pilek atau
runny nose dan membangkitkan refleks batuk) mukus maupun patogen seperti
virus atau bakteri yang menginfeksi dapat cenderung masuk ke tuba eustachius ( tuba
yang menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah ) karena tuba eustachius pada
anak-anak lebih pendek dan horizontal) mucus masuk ke tuba eustachius
(normalnya pada tuba eustachius terdapat mekanisme pertahanan berupa cilia yang
bergerak ke arah faring sehingga setiap kali ada benda asing yang masuk pada tuba
auditiva akan di keluarkan ke faring. tetapi, apabila terdapat penurunan kekebalan
tubuh maka mekanismenya akan terganggu) menyebabkan penyempitan lumen
tuba eustachius karena jaringan sekitar tuba mengalami oedem menyebabkan
tekanan negative pada telinga tengah mucus akan masuk ke cavum tympani dan
menghalangi pertukaran udara di tuba eustachius mucus ataupun patogen tersebut
akan memicu reaksi peradangan (dilatasi pembuluh darah kemudian invasi WBC dll
WBC membunuh bakteri dengan cara mengorbankan diri terbentuk pus di
cavum tympani) sedangkan tekanan juga akan terus meningkat di dalam cavum
tympani tekanan yang tinggi menyebabkan pecahnya (perforasi) membrane
tympani pus akan keluar menuju meatus akustikus eksternus hingga menuju
aurikula
perforasi membrane tympani fungsi membrane tympani menurun (getaran
membrane tympani dan gerakan tulang pendengaran tidak maksimal getaran yang
sampai organ corti berkurang dari biasanya penurunan fungsi pendengaran
Adanya mukus ataupun pus pada telinga tengah juga dapat mengganggu mobilitas
dari tulang-tulang pendengaran yang berfungsi untuk mengamplifikasi getaran suara
sehingga dapat menggetarkan cairan perilimfa yang akhirnya dapat menggetarkan
organa korti. Karena konduksi getaran yang berkurang menyebabkan adanya
penurunan pendengaran yang dirasakan Andi.
8. Mengapa keluhan terjadi hanya di satu telinga yaitu telinga kanan saja?
Jawab:
Hal ini sulit dijelaskan, infeksi bisa terjadi di telinga mana saja tergantung pesebaran
bakteri atau virusnya dan kekuatan ketahanan tubuh kita
9. Jelaskan hubungan penurunan pendengaran dengan pengeluaran secret yang
abnormal!
Jawab:
Pengeluaran substansi dari telinga kiri disebabkan karena terjadi perforasi membrane
timpani akibat penumpukan mukus dan peningkatan tekanan pada telinga tengah.
Perforasi pada membrane timpani dapat mengganggu fungsi membrane timpani untuk
menggetarkan tulang pendengaran secara maksimal. Adanya mukus ataupun pus pada
telinga tengah juga dapat mengganggu mobilitas dari tulang-tulang pendengaran yang
berfungsi untuk mengamplifikasi getaran suara sehingga dapat menggetarkan cairan
perilimfa yang akhirnya dapat menggetarkan organa korti. Karena konduksi getaran
yang berkurang menyebabkan adanya penurunan pendengaran yang dirasakan Andi.
Masalah 2
Keluhan terjadi setiap kali Sarah batuk dan pilek
1. Mengapa keluhan terjadi saat batuk dan pilek?
Jawab:
Karena batuk dan pilek (ISPA) merupakan salah satu faktor resiko terjadinya otitis
media. Otitis media sering di awali dari infeksi nasofaring (adenoiditis, tonsilitis,
rinitis, sinusitis). Ketika batuk pilek, kuman dari nasofaring ataupun tonsil bisa
menyebar ke rongga telinga tengah melalui tuba eustachius yang merupakan jarak
terdekat dari tenggorok dan hidung. Kuman (bakteri maupun virus) menginfeksi
telinga tengah, sehingga terjadilah proses peradangan. Proses peradangan ini
menyebabkan terbentuknya sekret berupa pus. Pus tersebut dapat menumpuk diruang
telinga tengah dan akhirnya bisa terjadi ruptur membran timpani, sehingga pus akan
keluar ke rongga telinga dan sekret ini juga akan menggangu penghantaran
gelombang suara sehingga terjadi penurunan pendengaran. Infeksi telinga tengah oleh
kuman yang berasal dari nasofaring dipengaruh oleh anatomi tuba eustachius. Anak-
anak memiliki tuba eustachius yang pendek, lebar, dan horizontal. Panjang tuba
eustachius pada anak, lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal
dari tuba orang dewasa yang panjangnya 37,5mm. Hal inilah yang memudahkan
bakteri bermigrasi dari nasofaring ke telinga tengah
Masalah 3
Saat usia 4 tahun, pertama kalinya telinga kanan Sarah mengeluarkan secret
1. Jelaskan hubungan riwayat dahulu dengan keluhan yang dialaminya sekarang!
Jawab:
Keluarnya cairan dari telinga menandakan terjadinya otitis media akut andi saat
berumur 4 tahun, ketika sudah terjadi stadium perforasi maka sekret akan berkurang
dan akhirnya kering dan resolusi dapat terjadi. Namun karena infeksi berulang maka
resolusi tidak terjadi dan perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus
atau hilang timbul. Hal ini menyebabkan OMA berubah menjadi OMSK. Selain itu
terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi,
daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk juga membuat OMA
berubah menjadi OMSK
Masalah 4
Pemeriksaan Fisik
1. Jelaskan interpretasi dan mekanisme dari:
a. Keadaan umum
Jawab:
N=84x/mnt, RR=20x/mnt, Temp=36,8 C
Jenis
Pemeriksaan
Hasil
Pemeriksaan
Nilai Normal Interpretasi
Nadi 84x/mnt 60-100x/mnt Normal
Rasio Respirasi 20x/mnt 16-24x/mnt Normal
Temperatur 36,8oC 36,5-37,2oC Normal
b. Otoscopy
Jawab:
Telinga Kiri Telinga Kanan Interpretasi
Auricula Pada batas normal Pada batas normal Normal
EAC Pada batas normal Liquid (+) Pada saluran luar
telinga kanan,
terdapat cairan/sekret
Tympanic Membrane normal Central perforation Pada telinga kanan,
terdapat perforasi
pada pars tensa,
sedangkan diseluruh
tepi perforasi masih
ada sisa membran
timpani.
Mekanisme :
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya diberikan antibiotika atau virulensi kuman yang
tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpani. Hal ini menyebabkan keluarnya cairan
atau pus dari telinga tengah ke liang telinga luar. Pada kondisi ini, anaknya yang tadinya
gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tertidur nyenyak.
c. Rhinoscopy
Jawab:
Anterior : hyperemic mucosa, secretion (+) → Abnormal
Mekanisme:
Infeksi oleh bakteri → produksi sitokin proinflamasi →respon inflamasi pada
mukosa hidung → mukosa hiperemis (vasodilatasi pembuluh darah) dan sekresi
meningkat
d. Oropharynx
Jawab:
Normal pharynx, tonsils: T1-T1, hyperemic, detritus (+)
tonsilitis T1 - T1
T0 : bila sudah dioperasi
T1 : ukuran yang normal ada
T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
T3 : pembesaran mencapai garis tengah
T4 : pembesaran melewati garis tengah
hiperemik : adanya dilatasi pembuluh darah akibat reaksi inflamasi
detritus :
Tonsil dibungkus oleh suatu kapsul yang sebagian besar berada pada fosa tonsil
yang terfiksasi oleh jaringan ikat longgar. Tonsil terdiri dari banyak jaringan
limfoid yang disebut folikel. Setiap folikel memiliki kanal (saluran) yang
ujungnya bermuara pada permukaan tonsil. Muara tersebut tampak berupa lubang
yang disebut kripta. Saat folikel mengalami peradangan tonsil akan membengkak
dan membentuk eksudat yang akan mengalir dalam saluran kanal lalu keluar dan
mengisi kripta yang terlihat sebagai kotoran putih atau bercak kuning. Inilah yang
disebut detritus
2. Bagaimana pemeriksaan Otoscopy, Rhinoscopy, dan Oropharynx?
Jawab:
Otoskopi
Posisikan anak dengan tepat
Masukkan spekulum ke dalam meatus
Gerakkan spekulum disekitar telinga bagian luar untuk membiasakan anak
merasakan sesuatu yang masuk ke telinganya
Jika pemeriksa sedang memeriksa bagian yang sakit, sentuh bagian yang tidak
menimbulkan nyeri dari telinga yang sakit, hal ini bertujuan memberikan
kenyamanan pada anak agar anak kooperatif
Untuk perlindungan dan keamanan anak harus direstrein. Dua posisi umum
untuk restrein. Pertama, anak didudukkan pada pangkuan orangtua dengan
satu tangan “memeluk” orangtuanya dan tangan yang lain disampingnya.
Telinga yang akan diperiksa menghadap pemeriksa. Kedua, anak diposisikan
miring, telentang atau telungkup
Ketika otoskop memasuki saluran telinga, angkat kepala anak sedikit ke arah
bahu yang berlawanan untuk mendapatkan hasil lebih baik dalam melihat
gendang telinga
Inspeksi dinding saluran, warna membran timpani, refleks cahaya, dan
tonjolan tulang yang biasa pada telinga tengah
Ibu jari dan telunjuk tangan yang bebas memegang aurikula, dan tangan satu
lagi memegang gagang otoskop dengan ibu jari dan telunjuk, jari lainnya
menempel pada kepala anak untuk mencegha terjadinya gerakan kepala pada
anak
Rhinoskopi anterior
Pemeriksaan klinis dengan rinoskopi anterior dapat menilai ukuran konka dengan
memperhatikan septum nasal dan dinding lateral rongga hidung (memeriksa rongga
hidung bagian dalam dari depan). Bila perlu dapat diberikan obat vasokonstriktor
lokal agar diperoleh jangkauan pandang yang lebih luas.
Alat spekulum hidung tapi pada anak dan bayi bisa juga memakai otoskop
1. Spekulum dimasukkan ke dalam lubang hidung dengan hati-hati dan baru dibuka
ketika sudah di dalam
2. Vestibulum hidung, septum terutama yang anterior, konka inferior, konka media,
konka superior serta meatus sinus pranasal
Jika terjadi edema mukosa keadaan organ-organ tersebut tidak bisa dilihat beri
tampon kapas adrenalin pantokain selama beberapa menit edema akan
berkurang serta konka menciut rongga hidung lebih lebar dan lapang
3. Jika sudah selesai, spekulum dikeluarkan, jangan tutup spekulum di dalam rongga
hidung agar bulu hidung tidak terjepit
4. Lakukan hal yang sama untuk rongga hidung lainnya
Ada 5 tahapan pemeriksaan hidung pada rinoskopia anterior yang akan kita
lakukan, yaitu:
Pemeriksaan vestibulum nasi.
Pemeriksaan kavum nasi bagian bawah.
Fenomena palatum mole.
Pemeriksaan kavum nasi bagian atas.
Pemeriksaan septum nasi.
Sebelum menggunakan spekulum hidung pada pemeriksaan vestibulum nasi, kita
melakukan pemeriksaan pendahuluan lebih dahulu. Ada 3 hal yang penting kita
perhatikan pada pemeriksaan pendahuluan ini, yaitu
Posisi septum nasi.
Pinggir lubang hidung. Ada-tidaknya krusta dan adanya warna merah.
Bibir atas. Adanya maserasi terutama pada anak-anak.
Cara kita memeriksa posisi septum nasi adalah mendorong ujung hidung pasien
dengan menggunakan ibu jari.
Rinoskopi posterior
Untuk pemeriksaan ini dipakai kaca tenggorok no.2-4. Kaca ini dipanaskan dulu
dengan lampu spritus atau dengan merendamkannya di air panas supaya kaca tidak
menjadi kabur oleh nafas pasien. Sebelum dipakai harus diuji dulu pada punggung
tangan pemeriksa apakah tidak terlalu panas. Lidah pasien ditekan dengan spatula
lidah, pasien bernafas melalui mulut kemudian kaca tenggorok dimasukkan ke
belakang uvula dengan arah kaca ke atas. Setelah itu pasien diminta bernafas melalui
hidung. Perlu diperhatikan kaca tidak boleh menyentuh dinding posterior faring
supaya pasien tidak terangsang untuk muntah. Sinar lampu kepala diarahkan ke kaca
tenggorok dan diperhatikan :
- septum nasi bagian belakang
- nares posterior (koana)
- sekret di dinding belakang faring (post nasal drip)
- dengan memutar kaca tenggorok lebih ke lateral maka tampak konka superior,
konka media dan konka inferior.
- Pada pemeriksaan rinoskopi posterior dapat dilihat nasopharing, perhatikan muara
tuba, torus tubarius dan fossa rossen muller.
Pemeriksaan Mulut
Dua per tiga bagian depan lidah ditekan dengan spatula lidah kemudian diperhatikan :
1. Dinding belakang faring : warnanya, licin atau bergranula, sekret ada atau tidak dan
gerakan arkus faring.
2. Tonsil : besar, warna, muara kripti, apakah ada detritus, adakah
Ukuran tonsil
- To Tonsil sudah diangkat
- T1 Tonsil masih di dalam fossa tonsilaris
- T2 Tonsil sudah melewati pilar posterior belum melewati garis para median
- T3 Tonsil melewati garis paramedian belum lewat garis median (pertengahan
uvula)
- T4 Tonsil melewati garis median, biasanya pada tumor
3. Mulut :bibir, bukal, palatum, gusi dan gigi geligi
4. Lidah : gerakannya dan apakah ada massa tumor, atau adakah berselaput
5. Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista dan lain-lain.
6. Palpasi kelenjar liur mayor (parotis dan mandibula)
Masalah 5
Pemeriksaan audiometri
1. Jelaskan interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan audiometri!
Jawab:
Right earFrequency : 250 500 1000 2000 4000Bone conduction : 5 10 5 10 10 Air conduction : 45 50 45 45 50
Left ear Frequency : 250 500 1000 2000 4000
Bone conduction : 5 5 10 5 5
Air conduction : 5 10 10 5 5
Ambang Dengar (AD)
Bone conduction (Right ear)
BC normal
Air conduction (Right ear)
AC > 25 dB, Tuli sedang: 41 dB sampai 55 dB
Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran
Kehilangan
(dalam Desibel)
Klasifikasi
0-15 Pendengaran normal
>15-25 Kehilangan pendengaran kecil
>25-40 Kehilangan pendengaran ringan
>40-55 Kehilangan pendengaran sedang
>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>70-90 Kehilangan pendengaran berat
>90 Kehilangan pendengaran berat sekali
250 500 1000 2000 4000-10
0
10
20
30
40
50
60
Tuli konduktif: BC normal, AC lebih dari 25,, terdapat gap
20-30 dB: Mild atau very early conductive hearing loss
30-45 dB: Moderate conductive hearing loss
45-60 dB: Maximum conductive hearing loss oleh interupsi osikel atau ankylosis of stapes
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada stimulus
nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar
bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala
decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator
(bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL.
Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
Masalah 6
1. Bagaimana penegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang kasus ini?
Jawab:
1. Anamnesis
Dalam mendiagnosis OME diperlukan kejelian dari pemeriksa. Ini disebabkan
keluhan yang tidak khas terutama pada anak-anak. Biasanya orang tua mengeluh
adanya gangguan pendengaran pada anaknya, guru melaporkan bahwa anak
mempunyai problem pendengaran, kemunduran dalam pelajaran di sekolah, bahkan
dalam gangguan wicara dan bahasa. Sering kali OME ditemukan secara tidak sengaja
pada saat skrining pemeriksaan telinga dan pendengaran di sekolah-sekolah. Pada
anak-anak dengan OME dari anamnesis keluhan yang paling sering adalah penurunan
pendengaran dan kadang merasa telinga merasa penuh sampai dengan merasa nyeri
telinga. Dan pada anak-anak penderita OME biasanya mereka juga sering didapati
dengan riwayat batuk pilek dan nyeri tenggorokan berulang. Pada anak-anak yang
lebih besar biasanya mereka mengeluhkan kesulitan mendengarkan pelajaran di
sekolah atau harus membesarkan volume saat menonton televisi di rumah. Orang tua
juga sering mendengarkan keluhan telinga anaknya terasa tidak nyaman atau sering
melihat anaknya menarik-narik daun telinganya.
2. Pemeriksaan fisik
Untuk mendiagnosis OME pada pemeriksaan fisik perlu dilakukan pemeriksaan
otoskopi, timpanogram, audiogram dan kadang tindakan miringotomi untuk
memastikan adanya cairan dalam telinga tengah.
a. Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi dilakukan untuk kondisi, warna, dan translusensi membrana
tempani. Macam-macam perubahan atau kelainan yang terjadi pada membran timpani
dapat dilihat sebagaimana berikut :
Membrana timpani yang suram dan berwarna kekuningan yang menggati gambaran
tembus cahaya selain itu letak segitiga reflek cahaya pada kuadran antero inferior
memendek, mungkin saja didapatkan pula peningkatan pembuluh darah kapier pada
membran timpani tersebut. Pada kasus dengan cairan mukoid atau mukupurulen
membrana timpani berwarna lebih muda ( krem ).
Membrana timpani retraksi yaitu bila manubrium malei terlihat lebih pendek dan
lebih horizontal, membran kelihatan cekung dan reflex cahaya memendek. Warna
mungkin akan berubah agak kekuningan.
Atelektasis, membrana timpani biasanya tipis, atropi dan mungkin menempel pada
inkus, stapes dan promontium, khusunya pada kasus-kasus yang sudah lanjut,
biasanya kasus yang seperti ini karena disfungsi tuba Eustachius dan otitis media efusi
yang sudah berjalan lama.
Pada pemeriksaan otoskopi menunjukkan kecurigaan OME apabila ditemukan tanda-
tanda antara lain :
Tidak didapatkan tanda-tanda radang akut.
Terdapat perubahan warna membrana timpani akibat refleksi dari adanya
cairan didalam kavum timpani.
Membran timpani tampak lebih menonjol.
Membran timpani retraksi atau atelektasis.
Didapatkan air fluid levels atau buble, atau
Mobilitas membran berkurang atau fikasi.
3. Radiologi
Pemeriksaan radiologi foto mastoid dahulu efektif digunakan untuk skrining OME,
tetapi sekarang jarang dikerjakan. Anamnesis riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
banyak membantu diagnosis penyakit ini.
CT Scan sangat sensitive dan tidak diperlukan untuk diagnosis. Meskipun CT scan
penting untuk menyingkirkan adanya komplikasi dari otitis media missal mastoiditis,
trombosis sinus sigmoid ataupun adanya kolesteatoma. CT scan penting khususnya
pada pasien dengan OME unilateral yang harus dipastikan adanya massa di nasofaring
telah disingkirkan.
2. Apa DD dan WD kasus ini?
DD:
1. Otitis Media Akut
2. Otitis Media Kronik non Supuratif
3. Otitis Media Kronik Tipe Maligna
Penurunan pendengaran
Keluar cairan dari telinga
Dipicu oleh ISPA
Secret yang keluar dari telinga hilang timbul
OMA stadium perforasi
+ + + -
OMSK tipe benigna
+ + + +
OMSK tipe ganas
+ + + +
Barotrauma + - +/- -
Perforasi membrane timpani akibat obat ototoksik
+ - - -
Pemeriksaan Fisik , rhinoscopy, otoscopy, dan oropharynx
Perforasi sentral
Liquid (+) pada EAC
Mucosa hyperemis pada rhinoscopy
Tonsil hyperemic, detritus (+)
OMA stadium perforasi
+/- + +/- +/-
OMSK tipe Benigna
+ + +/- +/-
OMSK tipe - + +/- +/-
maligna
Barotrauma - - +/- +/-
Perforasi membrane timpani akibat obat ototoksik
+/- - - -
Keterangan:
- Perforasi sentral +/- maksudnya bisa perforasi sentral , bisa bukan ( marginal / atik )
- Pada OMA gejala tidak hilang timbul dan sebelumnya pasien belum pernah menderita kelainan ini.
OMSK tipe Benigna “ Tipe Mukosa” OMSK tipe Maligna “ Tipe Tulang”
Perforasi Sentral Perforasi Atik/ Marginal
Otore tidak berbau Otore berbau / bau kolesteatom
Otore tidak disertai darah Otore disertai darah
Tidak ada kolesteatom Dijumpai kolesteatom
Tidak terdapat penurunan pendengaran yang hebat
Terdapat penurunan pendengaran ynag hebat
Proses peradangan terbatas pada mukosa
Proses peradangan tidak terbatas pada mukosa
Proses peradangan tidak mengenai tulang
Proses peradangan mengenai tulang
Jarang terjadi komplikasi yang berbahaya
Sering terjadi komplikasi yang berbahaya
OMSK tipe benigna terdiri atas 2 fase: 1. Fase aktif apabila OMSK tipe mukosa tersebut dalam keadaan mengeluarkan sekret2. Fase tenang apabila OMSK tipe mukosa tersebut dalam keadaan kering
WD:
Sarah 7 tahun mengalami tuli konduksi telinga kanan karena otitis media supuratif
kronik aktif tipe benigna
3. Apa etiologi kasus ini?
Jawab:
Etiologi tuli konduktif dapat berupa kelainan kongenital maupun kelainan yang
didapat. Tuli konduktif yang berasal dari kongenital dapat disebabkan oleh kelainan.
Atresia liang telinga, hipoplasia telinga tengah, kelainan posisi tulang-
tulang pendengaran dan otosklerosis. Tuli konduktif yang didapat disebabkan oleh
kelainan pada tiga kartilago kecil pada telinga yaitu maleus, incus dan stapes, dimana
ketigakartilago tersebut gagal menghantarkan gelombang suara ke koklea. Penyebab
lain adalah membran timpani yang tidak bergetar pada saat ada gelombang suara.
Membrantimpani yang tidak bergetar menyebabkan gelombang suara tidak dapat
dihantarkan kesaluran selanjutnya sehingga tidak ada respon suara. Penumpukkan dan
kelainan padacairan dalam telinga juga dapat menyebabkan CHL. Etiologi tuli
konduktif juga dapat dibedakan berdasarkan anatomi telinga yaitu pada telinga luar
dan telinga dalam. Berbagai kelainan dan penyakit yang mengenai telinga luar
maupun telinga dalam dapat menyebabkan tuli konduktif. Kelainan pada telinga luar
yang menyebabkan tuli konduktif adalah astresia liang telinga, sumbatan oleh
serumen, otitis eksterna sirkumsripta, osteoma liang telinga. Kelainan pada telinga
tengah yang menyebabkan tulikonduktif adalah sumbatan tuba eustachius dan
dislokasi tulang pendengaran (Merchant, et al , 2008).
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi
tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada
anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan
refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika
Serikat. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah
defisiensi immun sistemik. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan
cell-mediated ( seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest
sebagai sekresi telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi,
dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi
sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum,
diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi
belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis
media akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa
yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi
keadaan kronis
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur
yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram-
negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas
atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada
dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap
otitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-
toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema
tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum
diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk
mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak
mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada
OMSK :
a. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
b. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
c. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
d. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah
penutupan spontan dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi
kronis majemuk, antara lain :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada
telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini dapat
disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau
timpanosklerosis.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.
4. Jelaskan epidemiologi dan factor risiko kasus ini!
Jawab:
Epidemiologi OMSK :
Otitis media umumnya terjadi pada negara berkembang, dengan angka kejadian 1-46
%. Prevalensi tertinggi terdapat di eskimo (12-46%) sedangkan prevalensi terendah
terdapat di Amerika, inggris (<1%). Di Indonesia, menurut depkes (tahun 1993-1996)
terdapat 3,1 % dari polulasi di Indonesia usia 7-18 tahun yang mengalami otitis
media.
- Prevalensi di Indonesia sebesar 3%
- Lebih banyak pada anak-anak. Pada penilitian di nepal, kasus OMSk
paling banyak terjadi pada anak yang berusia <10 tahun.
- Lebih sering pada daerah beriklim tropis
- Laki-laki > perempuan
Faktor risiko OSMK :
a. Umur: Individu yang mengalami otitis media untuk pertama kalinya pada umur
dibawah 6 bulan berisiko untuk mengalami otitis media berulang.
b. Sistem pertahanan tubuh dan kelainan anatomis: Anak-anak dengan cleft palate,
submucous cleft, abnormalitas craniofasial, disfungsi tuba auditiva, barotraumas,
implantasi koklea, defisiensi imunologis (obat-obatan imunosupresif) berisiko
lebih tinggi untuk mengalami otitis media.
c. Faktor prenatal dan perinatal: BBLR (<1500gr), kelahiran preterm (<33 minggu),
antibodi pneumokokus maternal yang rendah, dan pemberian ASI yang kurang
dari 3-6 bulan memiliki risiko lebih besar menderita otitis media.
d. Lingkungan: Pada musim hujan sistem pertahanan tubuh menurun sehingga lebih
mudah terkena infeksi. Lingkungan dengan asap rokok juga meningkatkan risiko
terkena otitis media.
Faktor resiko conductive hearing loss :
a. Kelainan bawaan (Kongenital)
Atresia liang telinga, hipoplasia telinga tengah, kelainan posisi tulang-tulang
pendengaran dan otosklerosis.
b. Penyakit otosklerosis banyak ditemukan pada bangsa kulit putih
c. Gangguan pendengaran yang didapat, misl otitis media
5. Jelaskan pathogenesis kasus ini!
Jawab:
infeksi di pada saluran nafas atas merangsang sel goblet untuk mengeluarkan
mukus sebagai mekanisme pertahanan tubuh (dalam hal ini menyebabkan pilek atau
runny nose dan membangkitkan refleks batuk) mukus maupun patogen seperti
virus atau bakteri yang menginfeksi dapat cenderung masuk ke tuba eustachius ( tuba
yang menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah ) karena tuba eustachius pada
anak-anak lebih pendek dan horizontal) mucus masuk ke tuba eustachius
(normalnya pada tuba eustachius terdapat mekanisme pertahanan berupa cilia yang
bergerak ke arah faring sehingga setiap kali ada benda asing yang masuk pada tuba
auditiva akan di keluarkan ke faring. tetapi, apabila terdapat penurunan kekebalan
tubuh maka mekanismenya akan terganggu) menyebabkan penyempitan lumen
tuba eustachius karena jaringan sekitar tuba mengalami oedem menyebabkan
tekanan negative pada telinga tengah mucus akan masuk ke cavum tympani dan
menghalangi pertukaran udara di tuba eustachius mucus ataupun patogen tersebut
akan memicu reaksi peradangan (dilatasi pembuluh darah kemudian invasi WBC dll
WBC membunuh bakteri dengan cara mengorbankan diri terbentuk pus di
cavum tympani) sedangkan tekanan juga akan terus meningkat di dalam cavum
tympani tekanan yang tinggi menyebabkan pecahnya (perforasi) membrane
tympani pus akan keluar menuju meatus akustikus eksternus hingga menuju
aurikula
perforasi membrane tympani fungsi membrane tympani menurun (getaran
membrane tympani dan gerakan tulang pendengaran tidak maksimal getaran yang
sampai organ corti berkurang dari biasanya penurunan fungsi pendengaran
6. Bagaimana manifestasi klinis kasus ini?
Jawab:
Manifestasi Klinis Tuli Konduksi
a. rasa penuh pada telinga
b. pembengkakan pada telinga bagian tengah dan luar
c. rasa gatal
d. trauma
e. tinnitus
Manifestasi Klinis Otitis Media Supuratif Kronik
1. Telinga Berair (Otorrhoe)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe
jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai
reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.
Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai
adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga
tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret
yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip
telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret
yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberculosis .
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan
dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna
biasanya didapat tuli konduktif berat.
3. Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal
abses atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan
tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat
terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin
lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin
juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi
serebelum.
7. Bagaimana pencegahan kasus ini?
Jawab:
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA dan OMSK:
- Mencegah ISPA pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan
adekuat, menganjurkan pemberian ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan
terhadap lingkungan merokok, dan lain-lain (Kerschner, 2007)
- Apabila terkena OMA maka harus diterapi secara adekuat, agar tidak berlanjut
menjadi OMSK
- Menjaga Hygine dan imunitas tubuh tetap baik
8. Bagaimana Tata Laksana kasus ini?
Jawab:
Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor faktor
penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Bila didiagnosis kolesteatom, maka
mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk
mengontrol infeksi sebelum operasi. Prinsip pengobatan tergantung dari jenis
penyakit dan luasnya infeksi, di mana pengobatan dapat dibagi atas:
1. Konservatif
2. Operasi
OMSK BENIGNA AKTIF
Prinsip pengobatan OMSK adalah pembersihan liang telinga dan kavum timpani serta
pemberian antibiotika.
1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme (Fairbank, 1981).
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):
1. Toilet telinga secara kering (dry mopping).
2. Toilet telinga secara basah (syringing).
3. Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet) (Shenoi P.M, 1987).
2. Pemberian antibiotik topikal
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang
dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin
dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan
gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas
karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa
dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif
(Fairbanks, 1984). Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin,
polimiksin dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan
sulfanilaid-steroid tetes mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier
dan telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif
dan gram negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan
kuman anaerob, khususnya B. fragilis (Fairbanks, 1984). Pemakaian jangka panjang
lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen
rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik. Antibiotika topikal yang dapat dipakai
pada otitis media kronik adalah Polimiksin B atau polimiksin E, Neomisin dan
Kloramfenikol. Polimiksin B atau polimiksin E bersifat bakterisid terhadap kuman
gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap
gram positif, Proteus dan.B.fragilis. Ia bersifat toksik terhadap ginjal dan susunan
saraf. Neomisin merupakan obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif serta
menyebabkan toksik terhadap ginjal dan telinga.
3. Pemberian antibiotik sistemik
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman
penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai
pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan
faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Dalam pengunaan
antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya terhadap masing- masing jenis
kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-masing kuman penyebab,
daya penetrasi antimikroba di masing jaringan tubuh, toksisitas obat terhadap kondisi
tubuhnya. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini,
misalnya golongan beta laktam.
9. Apa komplikasi kasus ini?
Jawab:
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan
patologik yang menyebabkan otore. pemberian antibiotika telah menurunkan insiden
komplikasi. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya
pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada
pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi
akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan
komplikasi.
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi
akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom.
Adam dkk mengemukakan klasifikasi sebagai berikut :
A. Komplikasi ditelinga tengah :
Perforasi persisten
Erosi tulang pendengaran
Paralisis nervus fasial
B. Komplikasi telinga dalam
Fistel labirin
Labirinitis supuratif
Tuli saraf ( sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural
Abses ekstradural
Trombosis sinus lateralis
Petrositis
Mastoiditis
Labrinitis
Parese nervus 7
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
Meningitis
Abses otak
Hindrosefalus otitis
Paparella dan Shumrick (1980) membagi dalam :
A. Komplikasi otologik
Mastoiditis koalesen
Petrositis
Paresis fasialis
Labirinitis
B. Komplikasi Intrakranial
Abses ekstradural
Trombosis sinus lateralis
Abses subdural
Meningitis
Abses otak
Hidrosefalus otitis
Shambough (1980) membagi atas komplikasi meningeal dan non meningeal :
A. Komplikasi meningeal
Abses ekstradural dan abses perisinus
Meningitis.
Trombofle bitis sinus lateral
Hidrosefalus otitis
Otore likuor serebrospinal
10. Bagaimana prognosis kasus ini?
Jawab
Ad vitam: dubia ad bonam
Ad fungsionam: dubia ad bonam
11. Apa KDU kasus ini?
Jawab:
KDU OMSK :
Tingkat Kemampuan 3A
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan
laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
KDU Tuli Konduktif :
Tingkat Kemampuan 2
Mampu membuat diagnostik klinik berdasar pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan yang diminta seperti : Laboratorium sederhana atau X-ray. Selanjutnya
merujuk pada spesialis yang relevan dan menindaklanjuti sesudahnya.
Learning Issue
Tuli
Yang dimaksud "tuli" adalah "kurang pendengaran" atau sering disebut deafness atau
hearing loss. Kata "tuli" menggambarkan adanya kekurangan pendengaran 70 db atau lebih
pada telinga. Secara garis besar tuli dibagi menjadi dua, tuli dibidang konduksi atau disebut
tuli konduksi dimana kelainan terletak antara meatus akustikus eksterna sampai dengana
tulang pendengaran stapes. Tuli di bidang konduksi ini biasanya dapat disembuhkan dengan
pengobatan atau dengan suatu tindakan misalnya pembedahan. Tuli yang lain yaitu tuli
persepsi (sensori neural hearingloss) dimana letak kelainan mulai dari organ korti di koklea
sampai dengan pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi ini biasanya sulit dalam
pengobatannya. Apabila tuli konduksi dan tuli persepsi timbul bersamaan, disebut tuli
campuran. Untuk mengetahui jenis ketulian diperlukan pemeriksaan pendengaran. Dapat dari
cara yang paling sederhana sampai dengan memakai alat elektro-akustik yang disebut
audiometer. Dengan menggunakan audiometer ini jenis ketulian dengan mudah dapat
ditentukan.
PEMERIKSAAN PENDENGARAN
Dengan melakukan pemeriksaan pendengaran kita dapat mengetahui :
• Apakah seseorang kurang pendengaran atau tidak.
• Sifat ketuliannya, tuli konduksi ataukah tuli persepsi.
• Derajat ketuliannya atau besar kekurang pendengarannya.
• Dengan diketahui sifat ketulian berarti diketahui pula letak kelainan, sehingga dapat
ditentukan apakah perlu tindakan operasi, pemberian obat-obatan saja atau hanya
dapat
ditolong oleh Alat Pembantu Mendengar (APM) atau hearing aid.
Macam-macam tes pendengaran yaitu :
• Tes yang paling sederhana ialah tes suara bisik dan percakapan ("konversasi").
• Tes dengan garpu suara.
• Di klinik yang maju dipergunakan alat elektro-akustik yaitu tes dengan audiometer
dan,
• Tes dengan Impedance meter.
1. Tes suara bisik
Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita dimana kata-kata itu
mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak penderita dengan
pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata-kata yang dibisikan dengan benar.
Pada orang normal dapat mendengar 80% dari kata-kata yang dibisikkan pada jarak 6 s/d
10 meter. Apabila kurang dari 5 - 6 meter berarti ada kekurangan pendengaran. Apabila
penderita tak dapat mendengarkan kata-kata dengan huruf lunak, berarti tuli konduksi.
Sebaliknya bila tak dapat mendengar kata-kata dengan huruf desis berarti tuli persepsi.
Apabila dengan suara bisik sudah tidak dapat mendengar dites dengan suara konversasi
atau percakapan biasa. Orang normal dapat mendengar suara konversasi pada jarak 200
meter.
2. Tes Garpu Suara
Dengan garpu suara frekuensi 64, 128, 256, 512, 1024, 2048 dan 4096 hz, dibunyikan
dengan cara tertentu lalu disuruh mendengarkan pada orang yang dites. Bila penderita
banyak tak mendengar pada frekuensi rendah berarti tuli konduksi. Bila banyak tak
mendengar pada frekuensi tinggi berarti tuli persepsi. Kemudian dengan garpu suara
frekuensi 256 atau 512 hz dilakukan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach sehingga lebih
jelas lagi apakah tuli penderita dibagian konduksi atau persepsi.
3. Tes dengan Audiometer
Hasil dari tes pendengaran dengan audiometer ini digambar dalam grafik yang disebut
audiogram. Apabila pemeriksaan dengan audiometer ini dilakukan, tes-tes suara bisik dan
garpu suara tak banyak diperlukan lagi, sebab hasil audiogram lebih lengkap. Dengan
audiometer dapat dibuat 2 macam audio-gram :
• Audiogram nada murni (pure tone audiogram)
• Audiogram bicara (speech audiogram)
Dengan audiometer dapat pula dilakukan tes-tes :
• tes SISI (Short Increment Sensitivity Index), tes Fowler dimana dapat diketahui
bahwa kelainan ada di koklear atau bukan.
• tes Tone Decay dimana dapat diketahui apakah kelainan dibelakang koklea (retro
cochlear) atau bukan. Kelainan retro coklear ini misalnya ada tumor yang menekan N
VIII. Keuntungan pemeriksaan dengan audiometer kecuali dapat ditentukan dengan
lebih tepat lokalisasi kelainan yang menyebabkan ketulian juga dapat diketahui
besarnya ketulian yang diukur dengan satu db (desibel).
4. Tes dengan "Impedance" meter
Tes ini paling obyektif dari tes-tes yang terdahulu. Tes ini hanya memerlukan sedikit
kooperasi dari penderita sehingga pada anak-anak di bawah 5 tahun pun dapat dikerjakan
dengan baik. Dengan mengubah-ubah tekanan pada meatus akustikus ekterna (hang telinga
bagian luar) dapat diketahui banyak tentang keadaan telinga bagian tengah (kavum
timpani). Dari pemeriksaan dengan Impedancemeter dapat diketahui :
• Apakah kendang telinga (membrana timpani) ada lobang atau tidak.
• Apakah ada cairan (infeksi) di dalam telinga bagian tengah?
• Apakah ada gangguan hubungan antara hidung dan telinga bagian tengah yang
melalui tuba Eustachii.
• Apakah ada perlekatan-perlekatan di telinga bagian tengah akibat suatu radang.
• Apakah rantai tulang-tulang telinga terputus karena kecelakaan (trauma kepala) atau
sebab infeksi.
• Apakah ada penyakit di tulang telirigastapes (otosklerosis).
• Berapa besar tekanan pada telinga bagian tengah.
DERAJAT KETULIAN
Untuk mengetahui derajat ketulian dapat memakai suara bisik sebagai dasar yaitu sebagai
berikut:
• Normal bila suara bisik antara 5 - 6 meter
• Tuli ringan bila suara bisik 4 meter
• Tuli sedang bila suara bisik antara 2 - 3 meter
• Tuli berat bila suara bisik antara 0 - 1 meter.
Apabila yang dipakai dasar audiogram nada murni, derajat ketulian ditentukan oleh angka
rata-rata intensitas pada frekuensifrekuensi 500, 1000 dan 2000 Hz yang juga disebut 48
Cermin Dunia Kedokteran No. 34. 1984 speech frequency. Konversasi biasa besarnya kurang
lebih 50 db. Derajat ketulian berdasar audiogram nada murni adalah sebagai berikut :
• Normal antara 0 s/d 20 db.
• Tull ringan antara 21 s/d 40 db.
• Tull sedang antara 41 s/d 60 db.
• Tull berat antara 61 s/d 80 db.
• Tull amat berat bila lebih dari 80 db.
PENYEBAB KETULIAN
Penyebab tuli konduksi
1. Pada meatus akustikus eksterna : cairan (sekret, air) dan benda asing, polip telinga).
2. Kerusakan membrana timpani : perforasi, ruptura, sikatriks.
3. Dalam kavum timpani : kekurangan udara pada oklusio tuba, cairan (darah atau
hematotimpanum karena trauma kepala, sekret pada otitis media baik yang akut
maupun yang kronis), tumor.
4. Pada osikula : gerakannya terganggu oleh sikatriks, mengalami destruksi karena
otitis media, oleh ankilosis stapes pada otosklerosis, adanya perlekatan-perlekatan dan
luksasi karena trauma maupun infeksi, atau bawaan karena tak terbentuk salah satu
osikula.
Otitis Media Supuratif Kronik
OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis
dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak ( perforasi ) dan ditemukan
sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau
berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan
sekitar dari sisa membran timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat
ditemukan seperti pada anterior, posterior, inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam
bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft
sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang ireversibel,2,4.
A. Etiologi
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi,
dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi
sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum,
diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi
belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis
media akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa
yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi
keadaan kronis
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur
yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram-
negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas
atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada
dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap
otitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-
toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada
telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba
eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan
tekanan negatif menjadi normal.
B. PATOFISIOLOGI
Infeksi pada daerah faring dan hidung → infeksi menyebar ke daerah telinga melalui
tuba eustachius→tuba eustachius menjadi edema serta hiperemis dan membran timpani
bagian sentral tidak mendapat vaskularisasi dengan baik → eksudat yang terbentuk
dari hasil reaksi inflamasi leukosit dengan bakteri (pus) yang tidak bisa keluar melalui
tuba eustachia karena tuba menyempit sehingga fungsi aerasi terganggu→ tekanan
negatif didalam → tarikan membaran timpani ke dalam → eksudat yang mengumpul
dan menetap mendorong membran timpani bagian sentral → membran timpani ruptur
pada bagian sentral sehingga eksudat keluar melalui membran timpani yang sudah
ruptur (perforasi sentral) ke kanal/saluran telinga → gangguan konduksi udara →
penurunan pendengaran
Secara fisiologis, rusaknya membran timpani bisa recovery dengan atrophy,
namun karena rupturnya membran timpani yang ditimbulkan akibat tekanan cairan
yang ada dalam telinga tengah, meninggalkan lesi yang irreguler dan luas, sehingga
sulit disatukan lagi. Perforasi sentral berlangsung selama 2 tahun, tanpa ada proses
recovery membran timpani yang berarti.
C. MANIFESTASI KLINIS
Penurunan pendengaran: Adanya eksudat dan perforasi membran timpani
menyebabkan terjadinya penurunan pendengaran akibat adanya perforasi yang
membuat daya getar membran timpani sedikit berkurang .
Telinga berair (otorrhoe): Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid (
seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus
dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid.
Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk
yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi
membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul.
Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau
kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang.
Otalgia ( nyeri telinga): Karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,
terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis
eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK
seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
Vertigo: Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel
labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul
biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada pEnderita
yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar
membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang
oleh perbedaan suhu.
Adanya gejala influenza: Yang merupakan salah satu faktor pencetus otitis
media
D. PENCEGAHAN DAN TATA LAKSANA
Pencegahan
Hindari sumber infeksi saluran napas atas (untuk mencegah invasi kuman melalui
tuba eustachius)
Jangan berenang (mengurangi kemungkinan masuknya bakteri melalui meatus
auditorius eksterna)
Terapi OMSK dengan penurunan pendengaran derajat sedang, didahului dengan
terapi pendahuluan sebelum akhirnya dirujuk.
OMSK benigna :
Tipe Aktif/ Subaktif
Pembersihan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)
Berikan atau obat tetes telinga, larutan H202 3% selama 3-5 hari. Jangan diberikan
terus-menerus dari 1 atau 2 minggu
Berikan antibiotik awal (oral/parenteral)
penisilin, ampisilin, eritromisin.
a. Ampisilin dosis 50-100 mg/kgBB/hari, dibagi 4 dosis
b. Eritromisin 40 mg/kgBB/hari
kultur sekret, ganti antibiotik sesuai hasil kultur
Obati sumber infeksi
Tipe Tenang
Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setela observasi selama 2
bulan, maka dilakukan miringoplasti atau tampanoplasti, idealnya dilakukan
operasi ( > 10 th / dewasa ) Rujuk ke dokter spesialis THT
E. KOMPLIKASI
A. Komplikasi ditelinga tengah :
Perforasi persisten
Erosi tulang pendengaran
Paralisis nervus fasial
B. Komplikasi telinga dalam
Fistel labirin
Labirinitis supuratif
Tuli saraf ( sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural
Abses ekstradural
Trombosis sinus lateralis
Petrositis
Mastoiditis
Labrinitis
Parese nervus 7
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
Meningitis
Abses otak
Hindrosefalus otitis
Paparella dan Shumrick (1980) membagi dalam :
A. Komplikasi otologik
Mastoiditis koalesen
Petrositis
Paresis fasialis
Labirinitis
B. Komplikasi Intrakranial
Abses ekstradural
Trombosis sinus lateralis
Abses subdural
Meningitis
Abses otak
Hidrosefalus otitis
Shambough (1980) membagi atas komplikasi meningeal dan non meningeal :
A. Komplikasi meningeal
Abses ekstradural dan abses perisinus
Meningitis.
Trombofle bitis sinus lateral
Hidrosefalus otitis
Otore likuor serebrospinal
Kerangka Konsep
Kesimpulan:
Sarah 7 tahun mengalami tuli konduksi telinga kanan karena otitis media supuratif kronik
aktif tipe benigna
Infeksi saluran nafas atas (batuk + pilek)
Gangguan penghantaran gelombang suara
Sal. Eustachius masih pendek, lebar, horizontal
Inflamasi celah tuba
Discharge
Tata laksana tidak adekuat, daya tahan tubuh
turun
OMSK
Perforasi membran timpani ( OMA)
Iskemia membrane timpani
Otitis Media
Tuli Konduksi