Post on 25-Dec-2020
Seminar Nasional FEKON 2015
Seminar Nasional FEKON 2015
Seminar Nasional FEKON 2015
Seminar Nasional FEKON 2015
BUKU PROGRAM
SEMINAR NASIONAL
TEMA :
CURRENT ISSUES OF THEORETICAL AND PRACTICAL ON ECONOMICS,
BUSINESS / MANAGEMENT AND ACCOUNTING
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TERBUKA
10 September 2015
Seminar Nasional FEKON 2015
DAFTAR ISI
Hal
Daftar Isi
Kata Pengantar
Ririn Triani …………………………………………………………… 4
Mayang Arum Paramita …………………………………………………………… 13
Febrian Adhi Pratama Ishak …………………………………………………………… 35
Dedy Suryadi …………………………………………………………… 55
Dewi Pudji Rahayu …………………………………………………………… 70
Noorina Hartati …………………………………………………………… 102
Setho Prananggalih …………………………………………………………… 118
Siswandaru K …………………………………………………………… 142
Siti Puji Astuti …………………………………………………………… 153
Sri Kasembadan W. P. …………………………………………………………… 163
Tulus Suryanto …………………………………………………………… 188
Raden Yessy Cinthia Dewi …………………………………………………………… 198
Yetty Murni Dan Nelyumna …………………………………………………………… 227
Yohana, Msi …………………………………………………………… 236
Asa Bhakti …………………………………………………………… 250
Brenda Hadiana Adiwijaya …………………………………………………………… 263
Carmel Meiden …………………………………………………………… 278
Gayatri …………………………………………………………… 287
Muhammad Khafid …………………………………………………………… 316
Muhamad Irpan Nurhab …………………………………………………………… 327
Purtanto …………………………………………………………… 338
Yoshia Christian …………………………………………………………… 348
Eko Prasetyo …………………………………………………………… 370
Seminar Nasional FEKON 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan kasih dan
karunia-Nya maka pada tahun 2015 ini Fakultas Ekonomi bisa kembali
menyelenggarakan Seminar Nasional. Seminar Nasional merupakan agenda dari
Fakultas Ekonomi (FEKON-UT) yang diselenggarakan secara periodik setiap tahun.
Pada tahun ini, Seminar Nasional mengangkat tema tentang “Current Issues of
Theoretical and Practical on Economics, Bussiness/Management and Accounting”.
Seminar Nasional Fakultas Ekonomi ini mengkaji berbagai pemikiran dan pandangan
dari berbagai sektor serta permasalahan yang terkait dengan berbagai perspektif
subtema yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu kelompok
Manajemen dan Bisnis, Akuntansi, dan Ekonomi Pembangunan.
Tema sekaligus tujuan dari Seminar Nasional ini terinspirasi dari adanya isu
pelemahan ekonomi global yang diproyeksikan masih akan menjadi tantangan bagi
perekonomian Indonesia. Tantangan tesebut hadir dari sisi domestik dan sisi
perusahaan yang berlangsung secara berkelanjutan. Melalui cara-cara konvensional,
banyak dunia usaha yang mengalami frustasi karena perubahan berlangsung begitu
cepat tanpa dapat diprediksi sebelumnya, persaingan yang semakin sempit, tidak saja
dari industri yang sama, namun seringkali muncul pesaing baru dari industri yang
berbeda. Konsekuensi logis dari itu semua, marjin pun semakin menipis sehingga
mengurangi fleksibilitas dan kemampuan dunia usaha untuk terus bertumbuh. Akhirnya
muncullah berbagai teori dan pemikiran, baik dalam ilmu ekonomi, manajemen, atau
akuntansi. Melalui seminar ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menjadi
forum diseminasi yang dapat dijadikan masukan bagi peningkatan pembangunan sosial,
ekonomi dan politik di Indonesia.
Kami selaku panitia berharap agar partisipasi pada Semnas Fekon-UT 2015
dapat memberikan pengalaman dan dapat bertukar pikiran dengan sesama peserta,
sehingga dapat digunakan atau menjadi acuan untuk pemunculan ide-ide kreatif yang
akan berguna bagi perekonomian Indonesia. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang tidak bisa
disebutkan satu per satu yang telah memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan
seminar nasional ini.
Pondok Cabe, 10 September 2015
Ketua Seminar
Arief Rahman Susila, SE., M.Si
NIP 19820213 200501 1 002
Seminar Nasional FEKON 2015
287
KONFLIK ANGGARAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH
Gayatri
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Denpasar
gayatriestibra@gmail.com
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengungkap konflik anggaran pemilihan umum kepala daerah. Pengumpulan
data dilakukan melalui observasi partisipan dan dialog dengan partisipan. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan teori konflik Dahrendorf. Teori konflik Dahrendorf menilai keteraturan yang terdapat
dalam masyarakat disebabkan oleh adanya tekanan kekuasaan dari golongan yang berkuasa kepada
golongan yang tidak berkuasa. Kekuasaan adalah sumber langka. Konflik kekuasaan timbul untuk
mempertahankan legitimasi kekuasaan.
Penelitian ini menemukan bahwa konflik tidak bisa dipisahkan dari pelaksanaan pemilihan umum kepala
daerah. Konflik pemilihan umum kepala daerah berada diseputar kekuasaan eksekutif, legislatif dan
Komisi Pemilihan Umum. Salah satu sumber kekuasaan adalah anggaran. Organisasi yang mengalami
konflik dapat menggunakan anggaran untuk mempertahankan kekuasaan. Konflik anggaran pemilihan
umum kepala daerah terjadi pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap pertanggungjawaban
anggaran. Konflik perencanaan anggaran diakhiri dengan kekuasaan tim anggaran untuk memotong
honor penyelenggara. Konflik pelaksanaan anggaran ditunjukkan dengan kekuasaan petahana dan
kekuasaan komisioner yang berlebihan. Dan konflik pertanggungjawaban anggaran diakhiri dengan
kekuasaan Badan Pemeriksa Keuangan untuk mengembalikan kelebihan penggunaan anggaran.
Implikasi dalam penelitian ini adalah perubahan regulasi untuk menghindari konflik. Perubahan regulasi
dilakukan atas sumber anggaran pemilihan umum kepala daerah dari APBD ke APBN dan perubahan
kewenangan komisioner untuk mengganti pejabat struktural Komisi Pemilihan Umum.
Kata kunci: kekuasaan, anggaran, dan konflik.
ABSTRACT The purpose of the research is to reveal the conflict of regional election budgeting. The data were
collected through observations and dialogues with participants. Data analysis was conducted using
Dahrendorf‘s conflict theory. Dahrendorf‘s conflict theory perceives regularities in society as a result of
authority from super-ordinates to sub-ordinates. Authority is a rare resource. The conflicts of authority
emerge to maintain the legitimacy of authority.
The research finds that conflicts cannot be separated from the regional elections. Conflicts linger in the
executive, legislative, and regional election commission. Conflict occurs because the authority of the
governor is restricted for five years. One of the main resources of authority is a budget. Organizations
experiencing conflicts can use budget to maintain authority. The conflict occurs from the budget
planning, budget implementation, and budget accountability. The conflict ended by the authority of super-
ordinates to organize the sub-ordinates.
The implications of this study are the changes in the regulation of budgetary resources of regional
elections from local (APBD) to state expenditure budget (APBN) as well as the changes in the regulation
of commissioners‘ authority to replace the structural officials of the General Elections Commission.
Keywords: authority, budget, and conflicts.
Seminar Nasional FEKON 2015
287
PENDAHULUAN
Kehadiran demokrasi dalam tatanan kekuasaan yang bermartabat tidak bisa
dilepaskan dari sejarah panjang pengelolaan kekuasaan yang terpusat dan sewenang-
wenang. Pengelolaam kekuasaan bisa bersumber dari keturunan, dominasi kekuatan
militer maupun oligarki politik lainnya. Suatu kebenaran menjadi milik penguasa,
sehingga perbedaan pendapat dianggap sebagai suatu tindakan kriminal atau subversi
yang harus ditindak oleh negara (Finer, 1962). Ketidakadilan politik di masa lalu
semakin lama semakin dirasakan dan menimbulkan berbagai gejolak di kalangan
masyarakat yang merasa tidak puas dengan pemerintahan orde baru (Sanderson, 2003).
Ketidakadilan tersebut menyebabkan terjadinya reformasi tahun 1998 (Rasyid, 1997).
Reformasi menghasilkan Amandemen IV Undang-Undang Dasar 1945, tentang
pemilihan umum (pemilu) yang dilakukan secara langsung. Demikian pula diadakan
pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) provinsi dan kabupaten/kota. Pemilukada
didukung oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Republik Indonesia, 2004).
Pemilukada merupakan tradisi baru dalam sistem berdemokrasi. Dikatakan baru karena
mulai bulan Juni 2005 Bangsa Indonesia mulai melakukan sistem rekrutmen pimpinan
eksekutif di daerah secara langsung (Rasyid, 1997). Pemilukada akan menghasilkan
kepala daerah yang lebih baik, lebih berkualitas dan memiliki akseptabilitas politik yang
tinggi serta derajat legitimasi yang kuat (Suparman, 2010).
Jabatan kepala daerah memiliki daya tarik yang hebat. Pelaksanaan pemilukada
akan membuka kesempatan bagi siapapun untuk menjadi calon kepala daerah. Adu
kekuatan untuk merebut kekuasaan terjadi. Adu kekuatan ini melibatkan pemain lokal
dan pemain nasional. Ibaratnya ―power is a net and a fish‖. Kekuasaan adalah jala
sekaligus ikannya. Maksudnya adalah barang siapa yang memiliki kekuasaan, dengan
Seminar Nasional FEKON 2015
mudah memperoleh segalanya termasuk kekayaan, kehormatan, kesenangan,
kenikmatan, dan fasilitas-fasilitas yang memungkinkan kemudahan (Kemendagri,
2010).
Perebutan kekuasaan melalui pemilukada menimbulkan kelas baru yaitu kelas
menengah. Kelas merupakan sekelompok orang yang menempati kedudukan yang sama
dalam proses produksi, distribusi maupun perdagangan. Marx membagi kelas menjadi
dua yaitu kelas borjuis dan kelas proletar (Robinson dan Kelley, 1979; Rummel, 1977).
Untuk memperbesar proses produksi, kelas borjuis menggunakan mesin-mesin baru
(Rummel, 1977). Akibatnya terjadi dekomposisi modal dan dekomposisi tenaga kerja
(Beteille, 1970). Dekomposisi modal menyebabkan terjadinya pemisahan antara pemilik
modal dan pengendalian alat produksi. Mulai terjadi korporasi dimana saham dapat
dimiliki oleh orang banyak. Tenaga kerja juga mengalami perubahan. Buruh tidak lagi
homogen. Buruh terbagi menjadi kelompok buruh terampil yaitu kelompok profesional
yang berada di jenjang atas dan kelompok buruh biasa tetap berada di bawah.
Kelompok profesional ini akan membentuk kelas baru yaitu kelas menengah (Poloma,
1994).
Dahrendorf (1959) menggantikan konsep kelas menurut Marx dengan kelompok
kepentingan yang nyata dan semu. Kelompok ini saling bertarung untuk
memperjuangkan kepentingannya. Kelompok kepentingan mempunyai struktur,
organisasi, program, tujuan serta anggota yang jelas. Pertarungan antara kelompok
kepentingan melahirkan kekuasaan dan wewenang dari kelompok yang memenangkan
pertarungan (Poloma, 1994). Menurut Dahrendorf (1959), masyarakat tidak selalu
dalam kondisi terintegrasi, harmonis dan saling memenuhi. Masyarakat juga
memperlihatkan adanya konflik dan perubahan. Perubahan masyarakat dipengaruhi oleh
Seminar Nasional FEKON 2015
gerakan-gerakan sosial individu dan kelompok yang menjadi bagian dari masyarakat
(Susan, 2010). Perubahan sosial terjadi baik pada nilai dan strukturnya. (Wallace dan
Wolf, 1995). Suasana konflik terjadi karena keterbatasan sumber daya. Pada saat
konflik individu cenderung mementingkan diri sendiri dibandingkan melakukan
konsensus untuk kepentingan kelompok. Sifat ini menyebabkan terjadinya diferensiasi
kekuasaan. Diferensiasi kekuasaan menimbulkan sekelompok orang menindas
kelompok lainnya (Lockwood, 1956).
Konflik terjadi karena menajamnya perbedaan dan kerasnya benturan
kepentingan yang saling berhadapan (Dahrendorf, 1959). Konflik hanya muncul melalui
relasi sosial dalam sistem. Relasi sosial ditentukan oleh kekuasaan (authority).
Hubungan kekuasaan ini ditandai dengan beberapa kelompok mempunyai peran untuk
memaksakan (super-ordinate) kepada kelompok lainnya (sub-ordinate). Setiap individu
atau kelompok yang tidak berhubungan dengan sistem, maka tidak akan terlibat dalam
konflik. Kekuasaan memungkinkan mereka untuk memerintah dan mendapatkan apa
yang mereka inginkan. Esensi kekuasaan yang dimaksud adalah adanya kekuasaan
kontrol dan sangsi. Kelompok yang berkuasa (super-ordinate) diharapkan dapat
mengontrol perilaku kelompok yang tidak berkuasa (sub-ordinate) melalui permintaan,
perintah, peringatan dan larangan. Kekuasaan (authority) menjadi hubungan yang
terlegitimasi, tanpa protes dengan perintah otoritatif dan dapat diberi sangsi. Saat
kekuasaan merupakan tekanan satu sama lain maka kekuasaan dalam hubungan
kelompok terkoordinasi akan memeliharanya menjadi legitimate (Turner, 1991).
Kekuasaan adalah sumber langka yang membuat kelompok-kelompok saling bersaing.
Kekuasaan adalah “lasting source of friction” (Wallace dan Wolf, 1995). Kesadaran
kelompok sub-ordinate dari ketertindasan menumbuhkan perjuangan untuk lepas dari
Seminar Nasional FEKON 2015
ketertindasan. Pada saat inilah terjadi pembentukan kelompok terorganisasi yang siap
melakukan gerakan perlawanan terhadap posisi dominan kelompok organisasi lainnya
(Dahrendorf, 1959)
Konflik dalam kenyataannya lebih mudah di amati di bidang politik (Rauf,
2001). Konflik politik berhubungan dengan pergantian kekuasaan. Pergantian
kekuasaan di daerah dilakukan melalui pemilukada (Gaffar, 1999). Pemilukada
diharapkan akan menghasilkan kepala daerah yang lebih baik, lebih berkualitas,
memiliki akseptabilitas politik tinggi dan derajat legitimasi yang kuat (Suparman,
2010). Tetapi pelaksanaan pemilukada di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari konflik.
Sumber konflik adalah kedekatan calon kepala daerah, karena calon merupakan tokoh-
tokoh yang ada di daerah tersebut (Harris, 2005). Disamping itu konflik terjadi karena
keterbatasan sumber daya yaitu kekuasaan dan anggaran. Kekuasaan kepala daerah
dibatasi selama lima tahun (Firmanzah, 2008).
Salah satu sumber konflik dalam pemilukada adalah anggaran. Anggaran
pemilukada sangat besar, kadangkala harus dicadangkan beberapa tahun sebelumnya.
Anggaran pemilukada juga merupakan perjuangan untuk merebut kekuasaan
(Wildavsky, 2004). Anggaran merupakan substansi dan sekaligus dampak dari proses
tawar menawar politik yang berguna untuk melegitimasikan dan mempertahankan
sistem kekuasaan dan kendali dalam organisasi (Covaleski dan Dirsmith, 1986).
Proses penyusunan kebijakan anggaran dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi
di lingkungan politik. Pihak yang berkepentingan atas anggaran adalah peserta pemilu
yang diwakili oleh partai politik, masyarakat dan birokrat (Brown dan Jackson, 1986).
Birokrat merupakan pemain kunci dalam proses penganggaran (Shafer et al., 2001).
Kebijakan anggaran merupakan keputusan tentang kekuasaan, siapa yang
Seminar Nasional FEKON 2015
memegangnya, siapa yang diuntungkan, dan siapa yang tidak diuntungkan (Covalesky
dan Dirsmith, 1986). Organisasi yang mengalami konflik di dalam bisa menggunakan
anggaran untuk membentuk dan mempertahankan hubungan kekuasaan (Wildavsky,
2004).
Penyusunan anggaran pemilukada didasarkan atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 57 Tahun 2009 (Republik Indonesia, 2009). Penyusunan anggaran
pemilukada dimulai dengan pengajuan Rencana Kebutuhan Biaya (RKB) oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU) provinsi/kabupaten/kota kepada pemerintah daerah (Pemda).
Pemda akan membentuk tim anggaran yang terdiri dari unsur Bappeda, Biro Keuangan,
Biro Hukum, Biro Tata Pemerintahan, Badan Kesbangpolinmasda. Tim anggaran
bersama-sama dengan KPU akan membahas RKB tersebut berkali-kali. Pembahasan
juga dilakukan dengan legislatif yaitu DPRD. Pada saat pembahasan inilah terjadi
konflik kepentingan antara KPU provinsi/kabupaten/kota, tim anggaran bentukan
Pemda, serta DPRD provinsi/kabupaten/kota. KPU berkepentingan agar semua
anggaran pemilukada disetujui, tim anggaran lebih fokus pada efisiensi dan efektivitas
anggaran, dan DPRD berkepentingan agar calon yang diwakili oleh partai politik
memenangkan pemilukada. Konflik menjadi bertambah berat jika calon petahana
sebagai penguasa ikut maju dalam pemilukada.
Konflik anggaran pemilukada terjadi di Kabupaten Jembrana Bali Tahun 2010.
Konflik ini terjadi karena Pemda belum menyetujui anggaran pemilukada yang diajukan
oleh KPU Kabupaten Jembrana Bali. Pada saat itu Bupati Jembrana sedang mengajukan
judicial review ke Mahkamah Konstitusi untuk bisa menggunakan e-voting saat
pemungutan suara. Alasan lainnya adalah anak Bupati Jembrana akan maju sebagai
calon kepala daerah. Belum adanya anggaran pemilukada menyebabkan KPU
Seminar Nasional FEKON 2015
Kabupaten Jembrana Bali mengundurkan jadwal tahapan penyelenggaraan pemilukada.
Akibatnya Kementerian Dalam Negeri melalui surat edaran menyatakan bahwa KPU
Kabupaten Jembrana Bali tidak sesuai dengan ketentuan pasal 86 ayat 1 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo pasal 70 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2005 tentang pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Pemungutan suara diselenggarakan paling lambat satu bulan sebelum masa jabatan
kepala daerah berakhir (KPU Jembrana, 2010).
Konflik anggaran pemilukada juga terjadi di Kabupaten Takalar Sulawesi
Selatan. Konflik terjadi antar KPU Kabupaten Takalar dengan Pemda karena tidak
tersedianya anggaran pemilukada. Disamping itu anak Bupati Takalar akan maju dalam
pemilukada. Konflik anggaran pemilukada ini menyebabkan tahapan penyelenggaraan
pemilukada harus diundur oleh KPU Kabupaten Takalar dari bulan Juni 2012 menjadi
bulan Oktober 2012.
Konflik anggaran pemilukada juga terjadi di internal organisasi KPU Provinsi
Bali dimulai tahun 2012. Konflik terjadi karena kekuasaan komisioner yang berlebihan
untuk mengganti sekretaris dan kepala bagian keuangan pada saat tahapan pemilukada
sedang berlangsung. Kedua pejabat tersebut memegang peranan yang sangat penting
dalam pengelolaan anggaran pemilukada. Sekretaris KPU Provinsi Bali menjabat
sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Pergantian kedua pejabat ini tidak sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu
(Republik Indonesia, 2011). Akibatnya konflik internal tersebut maka organisasi KPU
Provinsi Bali menjadi terganggu.
Selain itu juga terjadi konflik ekternal pada Pemilukada Provinsi Bali. Konflik
terjadi karena kedua calon petahana maju sebagai calon kepala daerah. Pada pemilukada
Seminar Nasional FEKON 2015
2008 kedua calon petahana ini berpasangan dan didukung oleh partai terbesar di Bali
yaitu PDI Perjuangan. Pada pemilukada 2013 kedua calon petahana didukung oleh
partai yang berbeda. Kepala daerah didukung oleh koalisi delapan partai politik
sedangkan wakil kepala daerah didukung oleh PDI Perjuangan. Konflik terjadi saat
pencetakan surat suara sampai dengan rekapitulasi penghitungan suara diantara kedua
calon petahana dengan penyelenggara pemilukada. Saat kekuasaan merupakan tekanan
satu sama lain, maka kekuasaan dalam kelompok-kelompok terkoordinasi akan
memeliharanya menjadi legitimate (Turner, 1991). Berdasarkan uraian tersebut maka
yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana konflik anggaran
pemilihan umum kepala daerah Provinsi Bali. Tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk mengungkap konflik anggaran pemilihan umum kepala
daerah Provinsi Bali.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk memahami fenomena
sosial menurut apa yang dipikirkan, diyakini, dan dimengerti oleh peneliti (Hughes,
1990). Penelitian ini dirancang untuk mengungkap fenomena aktual mengenai
kekuasaan (authority) dari proses anggaran pemilukada. Penelitian ini menggunakan
pendekatan teori kritis (Chua, 1986; Burrel dan Morgan, 1979), karena teori kritis
mendiskusikan tentang ketersilauan atau selubung yang membutakan manusia terhadap
kenyataan sebenarnya yang perlu disobek (Carr dan Brower, 2000). Komitmen yang
tinggi diberikan oleh teori kritis terhadap tata kehidupan sosial yang lebih adil
(Muhadjir, 2000). Dengan tujuan untuk menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan
mendorong kebebasan demi tercapainya keadilan dan persamaan.
Seminar Nasional FEKON 2015
Informan dalam penelitian ini adalah anggota dari kelompok yang diteliti yang
akan mengantarkan peneliti ke jantung persoalan yang ingin diketahui dan diselidiki
(Salim, 2006). Tehnik penentuan key informan menggunakan metode purposive, artinya
pemilihan informan didasarkan pada pertimbangan bahwa yang bersangkutan memiliki
cukup informasi, memiliki pengetahuan dan pengalaman yang dibutuhkan berkaitan
dengan anggaran pemilukada (Sugiyono, 2003). Informan yang dipilih dalam penelitian
ini adalah ketua, komisioner, dan sekretaris KPU Provinsi Bali, Gubernur Provinsi Bali
dan Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Bali.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah penyelenggaraan pemilukada Provinsi
Bali. Tempat penelitian dilaksanakan di Komisi Pemilihan Umum Provinsi Bali. Tahun
anggaran yang diteliti dalam penelitian ini adalah “tahun anggaran 2012 dan 2013”.
Tahun anggaran 2012 dipilih karena tahap pelaksanaan pemilukada sudah dimulai sejak
1 November 2012 (KPU Bali, 2012). Provinsi Bali dipilih karena terdapat kedekatan
emosional yang sudah ada sejak dahulu dengan salah satu partai terbesar di Indonesia
yaitu PDI Perjuangan. Disamping itu Bali juga merupakan basis fanatik PDI
Perjuangan. Keunikan lain yang ditunjukkan dalam pemilukada adalah kedua calon
petahana maju dalam pemilukada. Kedua calon petahana didukung oleh partai politik
yang berbeda.
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi partisipan untuk mendapatkan
data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan dimana peneliti (observer) benar-
benar berada dalam keseharian pelaku yang diteliti atau informan (Bungin, 2007).
Dialog dengan partisipan (Gadamer, 1976) juga dilakukan melalui pertanyaan terbuka
(open ended) tentang fakta-fakta dari suatu peristiwa yang terjadi. Juga dilakukan studi
dokumentasi dengan cara menyelidiki data yang didapat dari dokumen, catatan, file, dan
Seminar Nasional FEKON 2015
hal-hal lain yang sudah didokumentasikan seperti laporan kegiatan pemilukada, berita
pemilukada di media massa, undang-undang dan peraturan yang berhubungan dengan
pemilukada.
Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teori konflik Dahrendorf (1959).
Penelitian ini mencoba merespon realitas sosial yang sedang berlangsung dalam proses
penganggaran pemilukada yaitu: kekuasaan, perlawanan dan dominasi (Cresswell,
2007) dari kelompok yang berkuasa (super-ordinate) dan kelompok yang dikuasai (sub-
ordinate) (Dahrendorf, 1959).
HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN
Perencanaan anggaran pemilukada dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum
Provinsi Bali. Perencanaan anggaran pemilukada sudah dimulai sejak tahun 2009,
karena anggaran daerah tidak mampu membiayai pemilukada sekaligus sehingga harus
dicadangkan dalam APBD selama 3 tahun. KPU Provinsi Bali harus membuat
perencanaan anggaran berdasarkan pemilukada sebelumnya tahun 2008 dan
memperhatikan kenaikan harga serta kenaikan jumlah pemilih. Perencanaan anggaran
pemilukada menggunakan regulasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun
2009 tetang Hibah Daerah. Pemerintah daerah harus membentuk tim anggaran.
Anggaran pemilukada juga dibahas di legislatif yaitu DPRD yang dalam hal ini diwakili
oleh komisi anggaran. KPU Provinsi Bali, tim anggaran dan DPRD bersama-sama
membahas perencanaan anggaran pemilukada.
Pemilukada tidak bisa dipisahkan dari konflik. Salah satu sumber konflik adalah
anggaran. Konflik perencanaan anggaran terjadi atas kenaikan anggaran pemilukada
dari tahun 2008 sebesar Rp 43 miliar menjadi Rp 132 miliar di tahun 2013. Konflik
perencanaan terjadi atas honor penyelenggara karena menyedot hampir 44% dari total
Seminar Nasional FEKON 2015
anggaran. KPU Provinsi Bali (sub-ordinate) tetap mempertahankan agar honor
penyelenggara di tingkat desa (PPS) dan di Tempat Pemungutan Suara (KPPS) agar
tidak diturunkan. Tujuannya untuk mempermudah mencari penyelenggara yang
memenuhi syarat. Konflik diakhiri oleh kekuasaan tim anggaran (super-ordinate)
dengan menurunkan honor komisioner tingkat provinsi dan menaikkan honor
komisioner tingkat kabupaten/kota. Sedangkan honor di tingkat PPS dan KPPS tidak
berubah.
Konflik honor juga timbul di internal KPU antara sekretariat provinsi dengan
sekretariat KPU kabupaten/kota. Kesembilan sekretaris KPU kabupaten/kota
menyatakan bahwa perencanaan honor kurang proporsional. Karena beban pekerjaan
terberat ada di kabupaten/kota. Kabupaten/kota harus melakukan koordinasi sampai ke
tingkat TPS. Wajar jika honor kabupaten/kota dinaikkan. Konflik honor diakhiri dengan
kekuasaan sekretaris provinsi (super-ordinate) untuk menurunkan honor sekretariat
provinsi dan menaikkan honor sekretariat kabupaten/kota (sub-ordinate).
Konflik perencanaan juga terjadi atas pembentukan Tempat Pemungutan Suara
(TPS). Sembilan KPU kabupaten/kota tidak mau merubah usulan TPS, karena mau
menggunakan semua petuga yang sudah bekerja untuk pemilu sejak tahun 2004. Sesuai
dengan regulasi, jumlah pemilih di setiap TPS sebanyak 600 pemilih. Usulan yang
diajukan sembilan KPU kabupaten/kota masih memungkinkan untuk penggabungan
pemilih kecuali untuk daerah yang mengalami konflik atau secara geografis sangat jauh.
Konflik diakhiri oleh kekuasaan KPU Provinsi (super-ordinate) dengan menurunkan
TPS yang ada di sembilan KPU kabupaten/kota (sub-ordinate) demi efisiensi anggaran.
Konflik internal pelaksanaan anggaran pemilukada dimulai pada saat
pembentukan tim survei untuk mencari Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Tim survei
Seminar Nasional FEKON 2015
hanya melibatkan komisioner divisi keuangan dan logistik. Komisioner ini bertugas
sebagai ketua kelompok kerja logistik dan sudah memiliki sertifikat ahli pengadaan
barang/jasa pemerintah. Sedangkan empat komisioner lainnya bukan ahli dalam bidang
keuangan dan tidak memiliki sertifikat keahlian. Tim survei HPS bertugas melakukan
survei harga logistik pemilukada. Survei HPS sangat penting dilakukan. Kesalahan
dalam penyusunan HPS akan berakibat fatal pada anggaran pemilukada. Tugas
penyusunan HPS ada pada pejabat pembuat komitmen yaitu sekretaris KPU Provinsi
Bali (super-ordinate). Konflik terjadi karena semua komisioner (sub-ordinate) ingin
dilibatkan dalam tim survei. Konflik diakhiri dengan kekuasaan sekretaris KPU
Provinsi Bali (super-ordinate) melalui surat keputusan dan hanya melibatkan
komisioner divisi keuangan dan ligistik serta PNS di lingkungan KPU Provinsi Bali
(sub-ordinate).
Konflik tim survei HPS berimbas atas pengadaan buku panduan pemilukada.
Menurut pagu anggaran pengadaan buku panduan pemilukada harus dilakukan melalui
pelelangan sederhana. Komisioner divisi sosialisasi (super-ordinate) meminta
pengadaan buku panduan dilakukan secepatnya karena tahapan pemutakhiran data
pemilih akan segera dilakukan. Jika lelang sederhana dilakukan maka diperlukan waktu
28 hari kerja sampai diperoleh pemenang lelang. Alternatif lain atas pengadaan buku
panduan adalah melalui pengadaan langsung. Untuk itu sekretaris KPU Provinsi Bali
(sub-ordinate) sekaligus sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) meminta perintah
pleno komisioner KPU provinsi. Komisioner divisi keuangan dan logistik menolak
pleno, karena kewenangan pengadaan barang/jasa pemerintah menurut regulasi terletak
di sekretaris KPU Provinsi Bali. Komisioner divisi sosialisasi menjadi emosional dan
menyatakan sekretaris KPU Provinsi Bali tidak bisa memfasilitasi kebijakan
Seminar Nasional FEKON 2015
komisioner. Komisioner divisi sosialisasi juga menolak penyedia barang yang ditunjuk
sekretaris karena dianggap tidak bisa bekerja secara maksimal. Akhirnya konflik
pengadaan buku panduan pemilukada diakhiri dengan kekuasaan sekretaris KPU
Provinsi Bali (sub-ordinate) untuk melakukan pengadaan langsung dengan resiko
ditanggung oleh sekretaris.
Kemudian secara diam-diam empat orang komisioner melakukan rapat tertutup
tanpa melibatkan komisioner divisi keuangan dan logistik dan sekretaris KPU Provinsi.
Rapat tersebut menghasilkan keputusan dan dituangkan dalam surat Nomor:
388/KPU.Prov-016/XII/2012 tertanggal 4 Desember 2012 tentang penyegaran pejabat
sekretaris eselon IIa serta kepala bagian keuangan eselon III. Ketua KPU Provinsi Bali
melanjutkan surat tersebut kepada Gubernur Provinsi Bali. Surat pergantian ini
menyebabkan terjadinya ketegangan hubungan antara sekretaris dengan empat orang
komisioner. Surat pergantian tersebut tidak memberikan alasan kenapa harus dilakukan
pergantian secara mendadak. Sesuai regulasi pasal 58 ayat (3) Undang-Undang No. 15
Tahun 2011, komisioner hanya mempunyai kewenangan untuk mengusulkan pergantian
sekretaris KPU provinsi dan terlebih dahulu berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
Kewenangan untuk mengatur PNS dibawahnya bukan merupakan kewenangan
komisiner. Pergantian kepala bagian keuangan tidak sesuai dengan regulasi.
Kewenangan pergantian kepala bagian keuangan terletak di sekretaris KPU selaku
atasan langsung PNS. Komisioner divisi keuangan dan logistik sengaja tidak dilibatkan
karena sudah pasti tidak menyetujui pergantian.
Konflik internal meningkat karena empat orang komisioner sudah mempunyai
calon internal sebagai pengganti sekretaris KPU Provinsi Bali. Calon internal tersebut
menjadi orang kepercayaan dari empat komisioner. Adanya calon internal ini
Seminar Nasional FEKON 2015
menyebabkan sekretariat KPU Provinsi Bali terpecah menjadi dua yaitu berpihak
kepada calon internal atau berpihak kepada sekretaris KPU Provinsi Bali selaku atasan
langsung. Mulai terjadi ketidaknyamanan dalam bekerja karena rasa saling mencurigai
antar pegawai dan saling melapor, kerjasama tim menjadi terganggu.
Konflik bertambah berat karena mulai diketahui oleh media massa. Media massa
(super-ordinate) mulai menulis dalam headline. Konflik semakin memanas dengan
“perang pernyataan” di media massa oleh sekretaris dan lima orang komisioner.
Polemik dimulai tanggal 22 Desember 2012 berjudul “KPUD Bali Ngotot Ganti
Sekretaris”; “Pelengseran Sekretaris KPU Bali, Komisi I minta ditunda”; “BKD Tunggu
Disposisi Gubernur, Kisruh Pelengseran Sekretaris KPU Bali”; “Usulan Pergantian
Sekretaris KPU Bali Digantung”; “Satu Komisioner Ngaku Tak Dilibatkan”; “Internal
KPU Bali Pecah”; ”Jelang Pilgub Bali, KPU Provinsi Bali Bergolak. Komisioner Minta
Dua Pejabat Dicopot”; “Panwaslu Sayangkan Konflik Komisioner dan Sekretaris KPU
Provinsi Bali”.
Konflik internal berlanjut ke Gubernur Provinsi Bali. Komisioner divisi
keuangan dan logistik (sub-ordinate) serta sekretaris KPU Provinsi Bali (sub-ordinate)
menghadap Gubernur Provinsi Bali (super-ordinate) tanggal 23 Desember 2012.
Komisioner ini menyerahkan surat pernyataan kepada Gubernur Provinsi Bali. Dalam
dialog tersebut komisioner divisi keuangan dan logistik menyatakan:
”…sekretaris KPU Provinsi Bali mempunyai peranan yang sangat penting untuk
mendukung suksesnya Pemilukada Provinsi Bali. Anggaran hibah Rp 132 miliar
harus dipertanggungjawabkan dengan benar dan akurat. Pergantian sekretaris
KPU Provinsi Bali merupakan kebijakan strategis, sehingga harus dilakukan
melalui rapat pleno. Pergantian sekretaris karena alasan pensiun tidaklah tepat
saat ini. Sekretaris KPU Provinsi Bali sudah menyatakan kesanggupannya diatas
meterai untuk menjadi pegawai KPU RI sejak tahun 2011 hanya masih dalam
proses…”.
Seminar Nasional FEKON 2015
Sekretaris KPU Provinsi Bali merupakan pejabat struktural eselon IIa dengan
batas usia pensiun 60 tahun sedangkan pada saat itu usia sekretaris baru 55 tahun. KPU
Provinsi Bali sejak didirikan tahun 2003 sudah mengalami tiga kali pergantian
sekretaris. Pergantian sekretaris ini dilakukan karena terjadi konflik internal. Pergantian
sekretaris KPU tidak pernah memecahkan konflik secara permanen. Pada saat tahapan
pemilukada sudah dimulai maka tidaklah tepat untuk mengganti sekretaris KPU
Provinsi Bali. Sekretaris baru tidak mempunyai waktu lagi untuk belajar karena
aktivitas penyelenggaraan pemilukada berbeda dengan aktivitas rutin SKPD pada
umumnya.
Dalam dialog tersebut, Sekretaris KPU Provinsi Bali menyatakan:
”…konflik internal KPU Provinsi Bali disebabkan oleh faktor emosional sesaat.
Gubernur Provinsi Bali selaku pembina PNS di lingkungan Pemda berwenang
melakukan mutasi PNS. Sekretaris KPU Provinsi Bali akan menerima segala
keputusan Gubernur Provinsi Bali. Sekretaris KPU Provinsi Bali bersedia
dipindahkan secepatnya di instansi manapun dalam lingkungan Pemda Provinsi
Bali”.
Gubernur Provinsi Bali dalam dialog tersebut menyatakan:
“…kinerja sekretaris KPU Provinsi Bali sampai saat ini sangat baik, siapa tidak
kenal bapak sekretaris? Mari kita tunggu hasil kajian BKD”.
Empat orang komisioner (super-ordinate) dan calon internal sekretaris
membawa surat pergantian nomor 388/KPU.Prov-016/XII/2012 beserta dokumen
kepegawaian tentang mutasi PNS di lingkungan sekretariat KPU
provinsi/kabupaten/kota Ke KPU RI Jakarta. Kelima orang tersebut berusaha
mempengaruhi KPU RI agar usulan pergantian sekretaris segera ditindaklanjuti.
Sekretaris Jenderal KPU RI (super-ordinate) akhirnya menurunkan tim klarifikasi
melalui surat Nomor 279/SJ/III/2013 tertanggal 1 Maret 2013. Tim klarifikasi
Seminar Nasional FEKON 2015
bertanggung jawab kepada Sekretaris Jenderal KPU RI. Akhirnya Sekretaris Jenderal
KPU RI mengeluarkan dua surat keputusan; pertama, Keputusan Sekretaris Jenderal
Komisi Pemilihan Umum Nomor 279/Kpts/setjen/Tahun 2013 menetapkan terhitung
mulai tanggal 1 Maret 2013 sekretaris KPU Provinsi Bali ditetapkan sebagai PNS
Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum; kedua, Keputusan Sekretaris Jenderal
Komisi Pemilihan Umum Nomor 280/Kpts/Setjen/Tahun 2013 menetapkan sekretaris
KPU Provinsi Bali diperpanjang batas usia pensiun sampai dengan 31 Oktober 2013
dalam jabatan sekretaris KPU Bali.
Konflik anggaran pemilukada menjadi semakin kacau dengan kewenangan
penuh komisioner divisi sosialisasi (super-ordinate) untuk mengatur anggaran
sosialisasi. Komisioner ini mulai menunjuk langsung penyedia barang/jasa pemerintah
dengan mengabaikan kewenangan sekretaris KPU Provinsi (sub-ordinate). Negosiasi
teknis dan negosiasi harga tidak bisa dilakukan oleh pejabat pengadaan. Penunjukan
langsung penyedia jasa tidak sesuai dengan prosedur pengadaan barang/jasa pemerintah
yaitu Perpres 70 tahun 2012. Pagu anggaran juga dibuka oleh komisioner ini kepada
penyedia barang/jasa pemerintah. Setelah pekerjaan dilaksanakan, komisioner ini
memerintahkan sekretaris KPU Provinsi untuk melakukan pembayaran secepatnya.
Sekretaris KPU Provinsi Bali belum bisa melakukan pembayaran sebelum semua syarat
administrasi terpenuhi. Keterlambatan pembayaran ini menyebabkan sekretaris KPU
Provinsi menerima tekanan yaitu akan memberitakan di media massa ketidakmampuan
membayar tepat pada waktunya. Akhirnya konflik diakhiri oleh Sekretaris KPU
Provinsi dengan mempercepat pemenuhan syarat administrasi.
Puncak konflik internal terjadi atas desain surat suara. Kelompok Kerja logistik
(sub-ordinate) dalam rapat koordinasi internal sudah menjelaskan bahwa desain surat
Seminar Nasional FEKON 2015
suara mengalami tiga kali perubahan yang dilakukan oleh tim kampanye (super-
ordinate) pasangan calon. Tim kampanye yang berhak menyetujui desain surat suara
adalah ketua atau sekretaris tim kampanye. Desain surat suara diatur dalam Peraturan
Komisi Pemilihan Umum. Semenjak tahun 2005, tidak ada Peraturan KPU yang berisi
gambar surat suara pemilukada yang dikeluarkan oleh KPU RI. Persetujuan desain surat
suara diatas meterai Rp 6.000 sudah diterima dari kedua tim kampanye tanggal 11 April
2013. Paket “PAS” ditandatangani oleh ketua tim kampanye, sedangkan paket “PASTI-
KERTA ditandatangani oleh sekretaris tim kampanye. Berdasarkan persetujuan
tersebut, proses produksi mulai dilaksanakan sejak tanggal 15 April 2013. Karena
terbatasnya waktu, pemenang lelang hanya mempunyai waktu satu minggu untuk
melakukan proses produksi dan satu minggu untuk distribusi surat suara langsung ke
KPU kabupaten/kota. Kemudian KPU kabupaten/kota akan melakukan proses sortir,
pelipatan dan memasukkannya ke dalam kotak suara. Permasalahan mulai timbul sejak
tanggal 20 April 2013 dimana paket “PASTI-KERTA” menganggap desain surat suara
menyalahi peraturan KPU karena berisi logo partai di antara foto paket “PAS”.
Panwaslu Provinsi Bali (super-ordinate) yang hadir di perusahaan percetakan
menganggap keberadaan logo partai paket “PAS” bertentangan dengan Peraturan KPU
Nomor 66 tahun 2009 pasal 6 ayat 2 yaitu “surat suara sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 untuk memuat atau berisi nomor, foto dan nama pasangan calon”. Panwaslu
Provinsi Bali menyatakan kata “dan” menjelaskan bahwa surat suara hanya berisi tiga
hal yaitu nomor, foto, dan nama. Panwaslu Provinsi Bali pada saat itu memerintahkan
perusahaan percetakan (sub-ordinate) untuk menghentikan proses produksi. Tim
logistik tetap pada ketentuan dan kesepakatan yang telah dilakukan tanggal 11 April
2013 oleh kedua tim kampanye. Tim logistik berpatokan pada persetujuan diatas
Seminar Nasional FEKON 2015
meterai yang sudah dilakukan oleh kedua calon tersebut serta terbatasnya waktu
penyediaan logistik sampai ke TPS. Proses produksi surat suara tetap dilanjutkan karena
Panwaslu Provinsi Bali tidak mempunyai kewenangan untuk menghentikan proses
produksi.
Panwaslu Provinsi Bali (super-ordinate) memanggil komisioner divisi keuangan
dan logistik (sub-ordinate) untuk memberikan klarifikasi. Komisioner divisi keuangan
dan logistik menjelaskan bahwa desain surat suara mengalami tiga kali perubahan.
Perubahan desain surat suara sudah menjadi catatan dari tim kampanye paket “PAS”
sejak tanggal 30 Maret 2013. Desain surat suara sudah disepakati sebagai satu kesatuan
utuh oleh kedua tim kampanye pasangan calon. Komisioner ini menunjukkan barang
bukti yang dimiliki atas perubahan desain surat suara. Atas klarifikasi tersebut,
Panwaslu Provinsi Bali merekomendasikan: pertama, meminta kepada KPU Bali untuk
melakukan perbaikan terhadap surat suara dan/atau melakukan langkah-langkah
strategis yang diyakini dapat menjamin tidak terjadinya gugatan terhadap keberadaan
surat suara pasca pengumuman hasil pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah
Provinsi Bali; kedua, meminta kepada pleno KPU Bali untuk memberikan pembinaan
kepada ketua pokja logistik untuk lebih berhati-hati dalam berkoordinasi dan
mengambil keputusan.
Ketegangan berlanjut di internal organisasi KPU Provinsi Bali. Komisioner
divisi keuangan dan logistik menolak melakukan pencetakan kembali surat suara karena
sudah disepakai oleh kedua tim kampanye. Pencetakan kembali surat suara mempunyai
resiko yang sangat tinggi dan menyebabkan pemborosan anggaran negara. Ketua dan
tiga komisioner KPU Provinsi Bali (super-ordinate) melarang komisioner divisi
keuangan dan logistik (sub-ordinate) untuk mengikuti acara apapun yang
Seminar Nasional FEKON 2015
diselenggarakan oleh KPU Provinsi Bali. Empat orang komisioner (super-ordinate)
KPU Provinsi Bali melakukan rapat pleno tanggal 27 April 2013 tanpa mengundang
komisioner divisi keuangan dan logistik (sub-ordinate) serta sekretaris KPU Provinsi
Bali. Dalam berita acara No. 370/BA/IV/2013 tanggal 27 April 2013. Rapat pleno
tersebut memutuskan “membebastugaskan komisioner divisi keuangan dan logistik dari
tugas-tugasnya”. Tugas komisioner divisi keuangan dan logistik diserahkan kepada
divisi sosialisasi. Dominasi ketua dan tiga orang komisioner ini melanggar Peraturan
KPU tentang rapat pleno. Undangan untuk melakukan rapat pleno harus disebarkan tiga
hari sebelumnya. Undangan harus diberikan kepada lima orang komisioner dan
sekretaris KPU Provinsi Bali. Demikian pula pemberhentian sebagai komisioner KPU
Provinsi hanya bisa dilakukan oleh KPU RI. Perlawanan dilakukan oleh komisioner
divisi keuangan dan logistik atas putusan rapat pleno. Komisioner divisi keuangan dan
logistik melaporkan kronologis logistik pemilukada pada tanggal 30 April 2013 kepada
Ketua KPU RI selaku atasan langsung.
Konflik desain surat suara bertambah berat saat KPU Provinsi Bali mengundang
tim kampanye kedua pasangan calon dan Panwaslu Provinsi Bali tanggal 23 April 2013.
Rapat terbuka berlangsung panas, saling memukul meja rapat dan mengalami dead lock.
Seperti dikutip dari Chanelsatu.com (2013), Tim kampanye paket “PASTI-KERTA”
menyatakan:
“… desain surat suara melanggar peraturan KPU. Logo partai dalam desain surat
suara harus dihilangkan. Surat suara harus dicetak kembali. Tim kampanye
paket “PASTI-KERTA” meminta semua pihak mematuhi ketentuan hukum yang
berlaku. Hanya saja kesepakatan memasang logo PDI Perjuangan pada surat
suara paket “PAS” telah ditandatangani sekretaris tim kampanye paket “PASTI-
KERTA”. Mengenai hal itu tim pemenangan “PASTI-KERTA” berdalih, saat itu
tidak memperhatikan dengan seksama desain surat suara paket “PAS”. Setelah
ada keberatan dari sebagian masyarakat dan diperkuat pernyataan Panwaslu
Provinsi Bali bahwa hal itu tidak baik, tidak benar, sehingga pihaknya
Seminar Nasional FEKON 2015
menyampaikan hal itu kepada KPU Provinsi Bali dengan harapan agar
pemilukada berjalan jujur dan adil …“.
Seperti dikutip dari Chanelsatu.com (2013), wakil ketua tim kampanye paket “PAS”
menyatakan:
“… paket “PAS” menolak perubahan desain surat suara. Saat pendaftaran di
KPU Provinsi Bali hanya gambar awal dan terus mengalami perubahan. Ada
tanda tangan kesepakatan hasil akhir diatas meterai dan mempunyai kekuatan
hukum. Simbul partai dalam desain surat suara merupakan hal “prinsip” bagi
PDI Perjuangan, bahkan sudah “harga mati”. Tidak ada landasan yang melarang
penggunaan simbul partai, apalagi sudah ada penandatanganan kesepakatan
sebelumnya oleh kedua tim kampanye tentang desain surat suara. Pemilukada
Provinsi Bali yang aman dan tentram bagi PDI Perjuangan juga sudah harga
mati yang tidak bisa ditawar, namun jangan kemudian pihaknya diotak-atik soal
prinsip. Kami ingin memberi tahu soal itu. Kami akan melakukan perlawanan
jika hal itu dihilangkan. Jika mau fair, pihaknya telah memberi toleransi dan
tidak mempermasalahkan ketika warna merah dipakai pada latar belakang paket
“PASTI-KERTA” yang diusung Golkar-Demokrat. Secara etika hal itu tidak
pantas. Merah identik dengan PDI Perjuangan…”
Rapat berakhir dead lock dan ketua tim kampanye paket “PAS” mengundang media
massa untuk masuk kedalam ruang rapat KPU Provinsi Bali dan memberikan
pernyataan pers tentang desain surat suara. Ketua tim kampanye paket “PAS” juga
merupakan Ketua DPRD Provinsi Bali dan ketua DPD PDI Perjuangan.
Konflik desain surat suara berlanjut ke Jakarta KPU RI. Ketua KPU Provinsi
Bali berkoordinasi dengan ketua KPU RI (super-ordinate) melalui surat nomor
322/KPU Prov-016/IV/2013 tanggal 24 April 2013 perihal kronologis surat suara.
Koordinasi dilakukan karena hari pemungutan suara semakin dekat sedangkan surat
suara masih bermasalah. Akhirnya Ketua KPU RI dengan surat edaran No.
277/KPU/IV/2013 tanggal 26 April 2013 menyatakan “surat suara yang, memuat foto
pasangan calon yang didalamnya terdapat gambar partai politik pengusung pasangan
calon merupakan bagian dari foto pasangan calon, yang tidak melanggar ketentuan
pasal 6 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 66 tahun 2009”. KPU Provinsi Bali dapat
Seminar Nasional FEKON 2015
menggunakan surat suara yang telah dicetak dan melanjutkan distribusi surat suara ke
kabupaten/kota agar tidak mengganggu pelaksanaan hari pemungutan suara. Akhirnya
konflik logo surat suara berakhir secara eksternal.
Puncak konflik eksternal terjadi saat rekapitulasi penghitungan suara. Konflik
semakin memanas pada saat rekapitulasi dari tingkat kecamatan sampai tingkat
provinsi. Mulai terjadi selisih perolehan suara dari kedua calon pemilukada.
Rekapitulasi di tingkat provinsi dilakukan tanggal 26 Mei 2013. Paket “PAS” meminta
agar tim asistensi sebanyak 9 orang bisa hadir dalam ruangan rapat rapat dan membantu
saksi paket “PAS” melakukan rekapitulasi. Ketua KPU Provinsi Bali (super-ordinate)
menolak karena sesuai dengan tata tertib, yang boleh hadir sebagai saksi hanyalah dua
orang. Hujan interupsi dari saksi “PAS” dan “PASTI-KERTA” silih berganti dilakukan.
Pengamanan sangat ketat terjadi. Proses rekapitulasi berlangsung sangat tegang. Ketua
KPU Provinsi Bali diserang habis-habisan oleh saksi paket “PAS”. Rekapitulasi di
tingkat provinsi bisa diselesaikan dan saksi paket “PAS” tidak mau menandatangani
berita acara. Hasil rekapitulasi penghitungan suara dimenangkan oleh paket “PASTI-
KERTA” dengan perolehan 50,02% sedangkan paket “PAS” memperoleh 49,98%.
Proses rekapitulasi disiarkan secara langsung oleh TV nasional dan TV lokal sehingga
semua masyarakat mengetahui konflik pemilukada dengan jelas. Pelaksanaan
rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota sampai di tingkat provinsi dijaga sangat ketat.
Demi keamanan pemilukada berdampak pada membesarnya anggaran konsumsi
rekapitulasi penghitungan suara.
Konflik rekapitulasi dilanjutkan ke ranah hukum. Paket “PAS” mengajukan
gugatan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (super-ordinate) atas
pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Provinsi Bali (sub-ordinate) beserta jajarannya
Seminar Nasional FEKON 2015
yaitu: lima orang komisioner KPU Kabupaten Badung, lima orang komisioner KPU
Kabupaten Tabanan, empat orang komisioner KPU Kabupaten Buleleng, lima orang
komisioner KPU Kabupaten Karangasem, dan lima orang komisioner KPU Provinsi
Bali. Sidang putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (super-ordinate)
menyimpulkan bahwa, “telah terbukti terjadi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
KPU Kabupaten Buleleng (sub-ordinate), KPU Kabupaten Karangasem (sub-ordinate)
dan KPU Provinsi Bali (sub-ordinate) terkait perbuatan kurang memberikan akses dan
tidak memberikan perlakuan layak terhadap saksi dan tim asistensi data pengadu,".
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu memberikan teguran tertulis berupa
peringatan keras kepada Ketua KPU Provinsi Bali, Ketua KPU Kabupaten Buleleng dan
Ketua KPU Kabupaten Karangasem. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
memberikan peringatan ringan kepada empat komisioner KPU Provinsi Bali, tiga
komisioner KPU Kabupaten buleleng, dan empat komisioner KPU Kabupaten
Karangasem. Juga merehabilitasi nama baik lima komisioner KPU Kabupaten Badung
dan empat komisioner KPU Kabupaten Tabanan. Memerintahkan kepada Komisi
Pemilihan Umum Republik Indonesia dan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini (DKPP, 2013). Gugatan hukum ini
menyebabkan bertambahnya pengeluaran anggaran pemilukada terutama untuk
menghadirkan semua komisioner KPU kabupaten/kota dan KPU Provinsi sebagai
teradu.
Gugatan sengketa hasil penghitungan suara juga diajukan ke Mahkamah
Konstitusi oleh paket “PAS” atas pelaksanaan rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota
dan provinsi. Mahkamah Konstitusi (super-ordinate) melalui amar putusannya menolak
gugatan paket “PAS” (sub-ordinate) untuk seluruhnya. Sehingga hasil Pemilukada
Seminar Nasional FEKON 2015
Provinsi Bali tetap dimenangkan oleh paket “PASTI-KERTA”. Gugatan hukum ke
Mahkamah Konstitusi menyebabkan bertambahnya anggaran perjalanan dinas untuk
menghadiri sidang di Jakarta terutama untuk biaya pengacara, biaya perjalanan dinas
untuk menghadirkan saksi-saksi dari tingkat desa, kecamatan, komisioner KPU
kabupaten/kota dan KPU Provinsi, biaya penggandaan berkas persidangan.
Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Bali menandai selesainya
seluruh tahapan penyelenggaraan pemilukada. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)
mulai melakukan pemeriksaan atas anggaran hibah pemilukada sejak tanggal 15
November sampai dengan 20 Desember 2013. Konflik terjadi atas anggaran biaya
perjalanan dinas dalam negeri. Telah terjadi perbedaan persepsi antara KPU Provinsi
Bali dengan tim pemeriksa BPK. Menurut KPU Provinsi Bali (sub-ordinate), biaya
perjalanan dinas dibayar berdasarkan lump sum kecuali untuk perjalanan dinas semester
II tahun 2013. Menurut tim pemeriksa BPK (super-ordinate), semua biaya perjalanan
dinas dibayar berdasarkan at cost. Tim pemeriksa BPK dalam dialog tersebut
menyatakan:
“…sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan, semua biaya perjalanan dinas
dari APBN maupun APBD dibayar berdasarkan at cost‖.
Sekretaris KPU Provinsi Bali dan seorang komisioner KPU Provinsi Bali menyatakan:
“…sesuai dengan pemahamam kami, kegiatan yang dibiayai dari APBN
semuanya sudah berdasarkan at cost. Sedangkan untuk pemilukada biaya
perjalanan dinas dibayar sesuai dengan lump sum, kecuali perjalanan dinas yang
dilakukan sejak semester II tahun 2013 dibayar berdasarkan at cost. Bendahara
kami baru dikumpulkan oleh Pemda pada bulan April 2013”.
Demikian pula konflik pembayaran honor penyelenggara pemilukada. Tim
pemeriksa BPK memeriksa apakah tidak terjadi duplikasi pembayaran honor
penyelenggara pemilukada yang bersumber dari APBD dengan uang kehormatan rutin
yang bersumber dari APBN. Dalam dialog tim pemeriksa BPK menyatakan:
Seminar Nasional FEKON 2015
“…Permendagri 57 Tahun 2009 menyebutkan, honor pemilukada bisa
dibayarkan sepanjang tidak ada duplikasi. Hasil pemeriksaan BPK di seluruh
Indonesia memberikan catatan atas pembayaran honor penyelenggara khususnya
di KPU provinsi dan kabupaten/kota”.
Sekretaris KPU Provinsi Bali menyatakan:
“…honor penyelenggara pemilukada sudah dibayar sejak tahun 2005 dan
berlaku di seluruh Indonesia. Pembayaran honor penyelenggara disesuaikan
dengan honor pemilu terakhir dan kemampuan keuangan daerah. Pembayaran
honor pemilukada juga didukung oleh Peraturan Gubernur Provinsi Bali. Jadi
tidak ada duplikasi dalam pembayaran honor penyelenggara pemilukada”.
Konflik anggaran honor juga terjadi atas honor kelompok kerja pemilukada.
Telah terjadi perbedaan persepsi untuk memaknai peraturan tentang keanggotaan dalam
kelompok kerja. Menurut BPK honor hanya diberikan sebagai anggota. Sedangkan
KPU Provinsi Bali membagi honor kelompok kerja sesuai dengan klasifikasi yang
diberikan KPU RI yaitu pengarah, ketua, sekretaris dan anggota. Jika klasifikasi KPU
RI dipakai maka telah terjadi efisiensi pembayaran honor kelompok kerja. Konflik
pertanggungjawaban anggaran hibah pemilukada diakhiri dengan terbitnya Laporan
Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan Provinsi Bali (super-ordinate)
dengan hasil temuan KPU Provinsi Bali (sub-ordinate) harus mengembalikan kelebihan
perjalanan dinas ke kas daerah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Konflik terjadi dalam penyelenggaraan pemilukada Provinsi Bali Tahun 2013.
Konflik kekuasaan internal partai terjadi antara kedua calon petahana karena didukung
oleh partai politik yang berbeda. Konflik internal terjadi karena keterbatasan sumber
daya yaitu kekuasaan kepala daerah. Kekuasaan kepala daerah dibatasi waktu selama
lima tahun. Konflik kekuasaan kedua calon petahana terjadi untuk mempertahankan
Seminar Nasional FEKON 2015
legitimasi kekuasaan. Konflik calon petahana berimbas kepada penyelenggara
pemilukada yaitu KPU Provinsi Bali. Untuk menyelenggarakan pemilukada, KPU
Provinsi Bali memerlukan anggaran yang sangat besar. Anggaran pemilukada
bersumber dari APBD. Disamping itu salah satu sumber kekuasaan adalah anggaran.
Anggaran berfungsi sebagai alat politik dan merupakan bentuk komitmen eksekutif
serta kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu.
Pertarungan politik dan negosiasi antar aktor dilakukan dengan mendayagunakan basis
kekuasaannya untuk menguatkan daya tawar sebagai pemenang pemilukada.
Konflik anggaran pemilukada dimulai sejak pembahasan anggaran pemilukada
antara tim anggaran bentukan pemerintah daerah dengan KPU Provinsi Bali. Tarik
menarik kepentingan terjadi atas perencanaan anggaran pemilukada karena terjadi
kenaikan yang sangat besar dibandingkan dengan pemilukada sebelumnya. Konflik
anggaran pemilukada diakhiri oleh kekuasaan tim anggaran (super-ordinate) kepada
KPU Provinsi Bali (sub-ordinate) dengan penandatanganan anggaran hibah
pemilukada.
Konflik internal pelaksanaan anggaran terjadi antara empat orang komisioner
(super-ordinate) melawan komisioner divisi keuangan dan logistik dan empat orang
komisioner melawan sekretaris KPU Provinsi Bali. Konflik internal ini menyebabkan
keluarnya usulan untuk mengganti sekretaris KPU Provinsi Bali dan kepala bagian
keuangan (sub-ordinate). Konflik internal ini juga menyebabkan pembebastugasan
komisioner divisi keuangan dan logistik (sub-ordinate)
Konflik eksternal terjadi diantara kedua calon petahana atas desain surat suara
yang sudah disepakati diatas meterai Rp 6.000 sebagai satu kesatuan utuh. Konflik
kekuasaan terjadi karena kekuasaan yang melekat dari kedua calon petahana. Konflik
Seminar Nasional FEKON 2015
ekternal ini menyebabkan penyelenggara menerima tekanan akan penghentian anggaran
pemilukada. Konflik eksternal diakhiri oleh kekuasaan KPU RI yang menyatakan
bahwa desain surat suara tidak melanggar Peraturan KPU dan dapat digunakan dalam
pemungutan suara.
Konflik rekapitulasi penghitungan suara terjadi dari tingkat kecamatan sampai
tingkat provinsi. Konflik terjadi karena kedua calon petahana menginginkan
kemenangan dalam pemilukada. Konflik ini berakibat gugatan dari paket “PAS” kepada
KPU Provinsi Bali di Mahkamah Konstitusi dan DKPP. Mahkamah Konstitusi menolak
gugatan paket “PAS”. Hal ini menegaskan bahwa paket “PASTI-KERTA” telah
memenangkan pemilukada Provinsi Bali. DKPP memutuskan bahwa telah terjadi
pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilukada oleh KPU Provinsi Bali beserta
jajarannya dan memberikan teguran keras dan teguran ringan kepada KPU Provinsi
beserta jajarannya.
Konflik pertanggungjawaban anggaran terjadi atas perbedaan persepsi Peraturan
Menteri Dalam Negeri antara BPK dengan KPU Provinsi Bali. Konflik terjadi atas
honor penyelenggara dan perjalanan dinas. Konflik diakhiri oleh kekuasaan BPK
Provinsi Bali untuk mengembalikan kelebihan perjalanan dinas ke kas daerah.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penyelenggaraan pemilukada yang
terjadi di Provinsi Bali tidak hanya menimbulkan konflik kekuasaan yang ada dalam
struktur kekuasaan (authority) tetapi juga menimbulkan konflik wewenang (power)
yang dimiliki individu dalam struktur kekuasaan tersebut. Konflik dalam struktur
kekuasaan (authority) terjadi antara KPU Provinsi Bali dengan tim anggaran
(eksekutif); KPU Provinsi Bali dengan pasangan calon kepala daerah yang didukung
partai politik; KPU Provinsi Bali dengan Panwaslu Provinsi Bali; KPU Provinsi Bali
Seminar Nasional FEKON 2015
dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu; serta KPU Provinsi Bali dengan
Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Bali.
Konflik pemilukada juga berhubungan dengan konflik wewenang individu
(power) yang terjadi di dalam struktur kekuasaan itu sendiri yaitu antara empat orang
komisioner dengan komisioner divisi keuangan dan logistik; antara empat orang
komisioner dengan sekretaris KPU Provinsi Bali; dan antara kedua calon petahana.
Implikasi dalam penelitian ini adalah wewenang komisioner yang berlebihan
menjadi penyebab utama konflik internal. Untuk menghindari konflik kewenangan
maka regulasi yang mengatur tentang kewenangan komisioner dalam mengusulkan
pergantian sekretaris KPU harus diubah. Kewenangan ini diberikan kepada Sekretaris
Jenderal KPU selaku atasan langsung pegawai negeri sipil.
Implikasi lainnya adalah sumber anggaran pemilukada dari APBD. Sumber
anggaran ini menimbulkan konflik kekuasaan pada saat petahana menjadi calon kepala
daerah/wakil kepala daerah. Kekuasaan yang melekat dengan calon petahana
menyebabkan independensi dan kemandirian KPU Provinsi sebagai penyelenggara
menjadi terganggu. Untuk itu maka regulasi yang mengatur sumber pembiayaan
pemilukada dirubah dari APBD ke APBN. Dari sisi administrasi keuangan, dengan
berubahnya sumber pembiayaan pemilukada maka KPU RI harus membuat petunjuk
teknis pelaksanaan anggaran hibah pemilukada. Perubahan ini memberikan kewenangan
kepada KPU RI untuk mengontrol biaya kegiatan pemilukada yang selama ini tidak bisa
dilakukan.
Penelitian ini terbatas hanya pada penyelenggaraan pemilukada yang bersifat
lokal di Provinsi Bali. Karena keunikannya yaitu ikatan emosional yang kuat dengan
salah satu partai politik terbesar di Indonesia. Sehingga saran untuk penelitian
Seminar Nasional FEKON 2015
selanjutnya dikembangkan dengan penyelenggaraan pemilukada dengan ragam budaya
yang berbeda sehingga akan menghasilkan konflik yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Beteille, A. 1970. Social Inequality. Penguin Education. California.
Brown, Charles Victor dan Peter M. Jackson. 1986. Public Sector Economics, 3rd
ed,
Basil: Blackwell-British Ltd. p. 169.
Bungin, Burhan. 2007. Metodelogi Penelitian Sosial Format-Format Kualitatif dan
Kuantitatif. Airlangga University Press. Surabaya.
Burrel, Gibson dan Gareth Morgan. 1979. Sociological Paradigms and Organizational
Analysis: Elements of the Sociology of Corporate Life. Heinemann Educational
Books. England.
Carr, J. B. dan Brower, R.S. 2000. Principled Opportunism: Evidence from the
organizarional middle. Public Administration Quarterly, 24:1
Covaleski, M. dan M.W. Dirsmith, 1986. “The Budgeting Process of Power and
Politic”. Accounting Organisation and Society.
Creswell, John W. 2007. Qualitative Inquiry and Research Design, Choosing among
Five Approach. Sage Publications, California.
Dahrendorf, Ralf. 1959. Class and Class Conflict in Industrial Society. Stanford
University Press. Stanford, California.
DKPP. 2013. Putusan. Tidak dipublikasi.
Finer, Herman. 1962. The Major Governments of Modern Europe. Harper & Row
Publishers, New York.
Firmanzah. 2008. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideology
Politik di Era Demokrasi. Yayasan Obor. Jakarta.
Gadamer, Hans Geog. 1976. Truth and Method (trans). Continuum: xxv-xxvi
Gaffar, Affan. 1999. Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi. Pustaka Pelajar
Offset, Yogyakarta.
Harris, Syamsuddin. 2005. Mengelola Potensi Konflik Pilkada. Kompas tanggal 10 Mei
2005.
Hughes, John A. 1990. The Philosophy of Social Research. Second Edition. Longman,
London and New York.
Kemendagri. 2010. Dualisme dalam Pemilukada. Naskah Akademik. Jakarta. KPU. 2009. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 66 Tahun 2009 tentang
Penetapan Norma, Standar, Prosedur, dan Kebutuhan Pengadaan serta
Pendistribusian Perlengkapan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
----------. 2012. Surat Edaran No. 493/KPU/XII/2012. Tidak dipublikasi.
KPU Bali. 2012. Surat Nomor 388/KPU.Prov-016/XII/2012. Tidak dipublikasi.
----------. 2013. Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Provinsi Bali Tahun 2013. Tidak dipublikasi.
KPU Jembrana. 2010. Laporan Penyelenggaraan Pemilukada Kabupaten Jembrana.
Tidak dipublikasi.
Seminar Nasional FEKON 2015
Lockwood, David G. 1956. Some Remarks of The Social System. British Journal of
Sociology. Vol. 7. No. 2. June: 134-146.
Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rake Sarasin, Yogyakarta.
Poloma, Margaret M. 1994. Sosiologi Kontemporer. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Rasyid, M. Ryass. 1997. Sistem Pemilihan Umum di Indonesia: Masalah dan
Prospeknya. “Laporan Penelitian‖. Depdagri-LIPI, Jakarta.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah.
-------. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,
Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah.
-------. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah.
-------. 2009. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2009 tentang
Perubahan atas Permendagri Nomor 44 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah.
-------. 2011. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum.
Robinson, Robert V.dan Jonathan Kelley. 1979. Class as Conceive by Marx and
Dahrendorf: Effect on Income Inequality and Politics in The United States and
Great Britain. American Sociological Review, Vol. 44 (February): 38-58.
Rummel, R. J. 1977. Understanding Conflict and War: Conflict in Perspectives Vol. 3.
Salim, Agus. 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Tiara Wacana, edisi Kedua,
Yogyakarta.
Sanderson, Stephen K. 2003. Makro Sosiologi: Sebuah Pendekatan terhadap Realitas
Sosial. Edisi Kedua. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Shafer, William E., Roselyn E. Morris dan Alice A. Ketchand. 2001. Effects of Personal
Values on Auditors Ethical Decisions. Journal of Accounting, Auditing, and
Accountability, Vol. 14 (3): 254.
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Pusat Bahasa Depdiknas, Bandung.
Suparman, Marzuki. 2010. Politik Hukum Penyelesaian Pelanggaran HAM masa lalu:
Melanggengkan Impunity. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, No. 2 (17).
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Turner, J. C. 1991. Social influence. Brooks/Cole: Pasific Grove, CA.
Wallace dan Wolf. 1995. Reading in Contemporary Sociological Theory from
Modernity to Post-Modernity. Prentice Hall, New Jersey.
Weber, Max. 1947. The Theory of Social and Economic Organization. Free Press, New
York.
Wildavsky, A dan N. Caiden. 2004. The New Politics of The Budgetary Process. 5th
Edition, Addison Wesley, New York. http://www.chanelsatu.com diunduh 23 April 2013.