Post on 31-Jan-2016
MACAM-MACAM GAS ANESTESI, GAS MEDIS, OBAT INDUKSI, DAN OBAT
PREMEDIKASI
Viona Aprilia Sucipto*, Purwito Nugroho**
ABSTRACTPremedication is givint certain medications before anesthesia action to help
the induction of anesthesia, as well as the maintenance of a good recovery. Premedication aims to reduce nervousness, anxiety, and unwanted reflex. Premedication is given based on the psychological and physical of the patients after the pre-surgery visit.
Anasthesia is an act of reduction or removal of sensation for a while so that surgery or other painful procedure can be done. Medicines used for anesthesia procedures can be divided by 3 which is inhaled, injected, or through the mouth.
Keyword : Premedication, Anasthesia.1-2
ABSTRAKPremedikasi adalah pemberian obat-obat tertentu sebelum tidakan anastesi
untuk membantu induksi anastesi, pemeliharaan serta pemulihan yang baik. Premedikasi bertujuan untuk mengurangi kegelisahan, kecemasan serta refleks yang tidak diinginkan. Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan fisiologis pasien yang ditetapkan setelah dilakukan kunjungan pra-bedah.
Anastesi atau pembiusan adalah tindakan pengurangan atau penghilangan sensasi untuk sementara, sehingga operasi atau prosedur lain yang menyakitkan dapat dilakukan. Obat-obatan yang digunakan untuk prosedur anastesi ini bisa dibagi 3 yaitu hirup (gas anastesi), suntik ataupun lewat mulut.
Kata kunci : Premedikasi, Anastesi.1-2
*Co assistant TRISAKTI periode Juli 2015 – 8 Agustus 2015
**Dokter Spesialis Anestesiologi BLU RSUD Kota Semarang
PENDAHULUAN
Obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup. Farmakologi
adalah ilmu yang sangat luas cakupannya, karena itu bidang kesehatan manusia hanya
membatasi ilmu farmakologi klinik yang hanya mempelajari efek obat terhadap
manusia. Anestesi inhalasi merupakan teknik yang paling sering digunakan pada
general anestesi.3
Obat-obatan anestesi inhalasi adalah obat-obat anestesi yang berupa gas atau
cairan mudah menguap, yang diberikan melalui pernapasan pasien. Campuran gas
atau uap obat anesthesia dan oksigen masuk mengikuti aliran udara inspirasi, mengisi
seluruh rongga paru, selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler paru sesuai
dengan sifat masing-masing gas.4
Obat anestesi inhalasi biasanya dipakai untuk pemeliharaan pada anestesi
umum, akan tetapi juga dapat dipakai sebagai induksi. Obat anestesi inhalasi yang
paling terkenal poten pada penggunaan untuk operasi bedah dewasa adalah isofluran,
sevofluran, dan desfluran. Untuk anak-anak halotan dan sevofluran adalah yang
paling banyak digunakan. Untuk memilih obat yang digunakan tergantung dari
kesehatan pasien dan efek yang diinginkan untuk keperluan prosedur operasinya.4
Obat premedikasi diberikan 1-2 jam sebelum induksi anestesi dilakukan agar
dapat melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi. Selain itu, dengan
adanya kemajuan teknik anestesi, tujuan utama pemberian premedikasi tidak lgi
hanya untuk memperlancar jalannya induksi dan mengurangi jumlah obat anestesi
yang digunakan tetapi terutama untuk menenangkan pasien sebagai persiapan dalam
anestesi. Pemilihan dan pemberian obat premedikasi disesuaikan dengan hasil
kunjungan pre anestesi dan pemeriksaan pasien dari anamnesis serta pemeriksaan
fisik yang dilakukan.
MACAM-MACAM OBAT ANESTESI
Secara umum, obat-obatan anestesi terdiri dari obat pre-medikasi, obat
induksi anestesi, obat anestesi inhalasi, obat anestesi intravena, obat anestesi
lokal/regional, obat pelumpuh otot, analgesia opioid dan analgesia non-opioid.
Berdasarkan cara penggunaanya, obat anestesi dapat dibagi dalam sepuluh
Kelompok, yakni :
1. Anastetika Inhalasi : gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran. Obat –
obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran nafas.5 Keuntungannya adalah
resepsi yang cepat melalui paru – paru seperti juga ekskresinya melalui
gelembung paru (alveoli) yang biasanya dalam keadaan utuh. Obat ini terutama
digunakan untuk memelihara anastesi.
2. Anastetika Intravena : thiopental, diazepam dan midazolam, ketamin, dan
propofol. Obat – obat ini juga dapat diberikan dalam sediaan suppositoria secara
rectal, tetapi resorpsinya kurang teratur. Terutama digunakan untuk mendahului
(induksi) anastesi total, atau memeliharanya, juga sebagai anastesi pada
pembedahan singkat.
3. Anestetika intramuskular : sangat populer dalam praktek anestesi, karena teknis
mudah, relatif aman karena kadar plasma tidak mendadak tinggi. Keburukannya
ialah absorpsi kadang diluar perkiraan, menimbulkan nyeri dibenci anak-anak,
dan beberapa bersifat iritan.
4. Subkutan : sekarang sudah jarang digunakan
5. Spinal : dimasukkan kedalam ruang subarakhnoid (intratekal) seperti pada
bupivacaine.
6. Lidah dan mukosa pipi : absorpsi lewat lidah dan mukosa pipi dapat menghindari
efek sirkulasi portal, bersifat larut lemak, contohnya fentanil lolipop untuk anak
dan buprenorfin.
7. Rektal : sering diberikan pada anak yang sulit secara oral dan takut disuntik.
8. Transdermal : contoh krem EMLA (eutectic mixture of local anesthetic),
campuran lidokain-prokain masing-masing 2,5%. Krem ini dioleskan ke kulit
intakdan setelah 1-2 jam baru dilakukan tusuk jarum atau tindakan lain.
9. Epidural: dimasukkan kedalam ruang epidural yaitu antara duramater dan
ligamentum flavum. Cara ini banyak pada anestesia regional.
10. Oral : paling mudah, tidak nyeri, dapat diandalkan. Kadang harus diberikan obat
peri-anestesia, seperti obat anti hipertensi, obat penurun gula darah, dan
sebagainya. Sebagian besar diabsorpsi usus halus bagian atas. Beberapa obat
dihancurkan asam lambung. Pengosongan lambung yang terlambat menyebabkan
terkumpulnya obat di lambung. Sebelum obat masuk sistemik, harus melewati
sirkulasi portal. Maka dosis oral harus lebih besar dari intramuskular, contohnya
petidin, dopamin, isoprenalin, dan propanolol.3
ANESTESI INHALASI
Anestesi inhalasi adalah obat yang paling sering digunakan pada anestesia
umum. Penambahan sekurang-kurangnya 1% anestetik volatil pada oksigen inspirasi
dapat menyebabkan keadaan tidak sadar dan amnesia, yang merupakan hal yang
penting dari anestesia umum. Bila ditambahkan obat intravena seperti opioid atau
benzodiazepin, serta menggunakan teknik yang baik, akan menghasilkan keadaan
sedasi/hipnosis dan analgesi yang lebih dalam. Kemudahan dalam pemberian (dengan
inhalasi sebagai contoh) dan efek yang dapat dimonitor membuat anestesi inhalasi
disukai dalam praktek anestesia umum. Tidak seperti anestetik intravena, kita dapat
menilai konsentrasi anestesi inhalasi pada jaringan dengan melihat nilai konsentrasi
tidal akhir pada obat-obat ini. Sebagai tambahan, penggunaan gas volatil anestesi
lebih murah penggunaanya untuk anestesia umum. Hal yang harus sangat
diperhatikan dari anestesi inhalasi adalah sempitnya batas dosis terapi dan dosis yang
mematikan. Sebenarnya hal ini mudah diatasi, dengan memantau konsentrasi jaringan
dan dengan mentitrasi tanda-tanda klinis dari pasien.(8)
Obat anestesi inhalasi biasanya dipakai untuk pemeliharaan pada anestesi
umum, akan tetapi juga dapat dipakai sebagai induksi, terutama pada pasien anak-
anak. Gas anestesi inhalasi yang banyak dipakai adalah isofluran dan dua gas baru
lainnya yaitu sevofluran dan desfluran.sedangkan pada anak-anak, halotan dan
sevofluran paling sering dipakai. Walaupun dari obat-obat ini memiliki efek yang
sama (sebagai contoh : penurunan tekanan darah tergantung dosis), namun setiap gas
ini memiliki efek yang unik, yang menjadi pertimbangan bagi para klinisi untuk
memilih obat mana yang akan dipakai. Perbedaan ini harus disesuaikan dengan
kesehatan pasien dan efek yang direncanakan sesuai dengan prosedur bedah.
INDUKSI ANESTESI
Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan. Cara-
cara induksi dapat dikerjakan dengan cara:
1) Induksi intravena
a) Tiopental (pentotal, tiopental) dikemas dalam bentuk tepung atau bubuk
berwarna kuning, berbau belerang, biasanya dalam ampul 500mg atau
1000mg. Sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai
kepekatan 2,5% (1ml=25mg). tiopental hanya boleh digunakan untuk
intravena dengan dosis 3-7 mg/kg dan disuntikkan perlahan-lahan dihabiskan
dalam 30-60 detik. Larutan ini sangat alkalis dengan pH 10-11, sehingga
suntikan keluar vena akan menimbulkan nyeri hebat apalagi masuk ke arteri
akan menyebabkan vasokonstriksi dan nekrosis jaringan sekitar. Kalau hal ini
terjadi dianjurkan memberikan suntikan infiltrasi lidokain.9
b) Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi berisi 10% minyak
kedelai, 2,25% gliserol dan lesitin telur. Propofol menghambat transmisi
neuron yang dihantarkan oleh GABA. Propofol (diprivan, recofol) dikemas
dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dengan
kepekatan 1% (1 ml = 10 mg dan mudah. Propofol adalah obat anestesi umum
yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu 30-60 detik .(10,11).
Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik
sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus untuk
induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia intravena total 4-12
mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intesif 0,2 mg/kg. Pengenceran
propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Pada manula dosis harus
dikurangi, pada anak < 3 tahun dan pada wanita hamil tidak dianjurkan.
Sebaiknya menyuntikkan obat anestetik ini pada vena besar karena dapat
menimbulkan nyeri pada pemberian intravena2. Pada pasien yang berumur
diatas 55 tahun dosis untuk induksi maupun maintanance anestesi itu lebih
kecil dari dosis yang diberikan untuk pasien dewasa dibawah umur 55 tahun.
Cara pemberian bisa secara suntikan bolus intravena atau secara kontinu
melalui infus, namun kecepatan pemberian harus lebih lambat daripada cara
pemberian pada orang dewasa di bawah umur 55 tahun. Pada pasien dengan
ASA III-IV dosisnya lebih rendah dan kecepatan tetesan juga lebih lambat .
(10,11)
Pada ibu hamil propofol dapat menembus placenta dan dengan cepat
masuk ke dalam janin dan menyebabkan depresi janin. Pada sistem
kardiovaskuler menyebabkan turunnya tekanan darah dan sedikit perubahan
pada nadi. Obat ini tidak mempunyai efek vagolitik, sehingga pernah
dilaporkan terjadinya bradikardi sampai asistole pada pemakaian propofol.
Karena itu dianjurkan untuk memberikan anti kolinergik sebelum pemakaian
propofol, khususnya pada keadaan di mana tonus vagal lebih dominan atau
bila propofil dipakai bersama dengan obat-obat penyebab bradikardi.
Kontraindikasi : Penderita yang alergi pada propofol. Preparat : Tersedia
dalam ampul yang berisi 20 cc, tiap cc mengandung 10 mg propofol.(12)
c) Ketamin adalah suatu rapid acting non barbiturate general anesthesia. Indikasi
pemakain ketamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan nafas yang
sulit, prosedur diagnosis, tindakan ortopedi, pasien resiko tinggi, tindakan
operasi sibuk dan asma. Ketamin (ketalar) kurang digemari untuk induksi
anestesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi,
nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan
kabur dan mimpi buruk.
Dosis :
- Induksi IV : 0,5 - 2 mg/kgBB
- IM : 4 - 6 mg/kgBB
- Analgesi : 0,2 - 0,8 mg/kgBB iv
2 – 4 mg/kgBB im
- Preemptif analgesi: 0,15 – 0,25 mg/kgBB iv
- Maintenance : 15 – 45 µg/kgBB/menit dengan 50 – 70%
30 – 90 µg/kgBB/menit tanpa N2O
Onset :
- IV : 10 – 60 detik
- IM : 3 – 20 menit
Preparat :Biasanya dikemas dalam flacon berisi 10 cc larutan ada yang tiap cc
mengandung 50 mg dan ada yang 100 mg.(12) Ketamin adalah derivate pencyclidin.
Kontra indikasi : hipertensi yang tak terkontrol, hipertiroid, eklampsi / pre ekampsi,
gagal jantung, unstable angina, infark miokard, aneurisma intracranial, toraks dan
abdomen, tekanan intracranial tinggi dan perdarahan serebral, tekanan intra okuler
tinggi, trauma mata terbuka.9
d ) Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis tinggi.
Opioid tidak menggangu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk
induksi pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesia opioid digunakan
fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,3-1
mg/kg/menit(9).
2) Induksi inhalasi
Obat anestetik inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk membantu
pembedahan adalah N2O. Kemudian menyusul eter, kloroform, etil-klorida, etilen,
divinil-eter, siklo-propan, trikloro-etilen, iso-vinil-eter, halotan, metoksi-fluran,
enfluran, isofluran, desfluran, dan savofluran. Beberapa contoh gas anestesi yang
digunakan dalam proses anestesi sehari-hari :
1. Halothan/fluothan
Tidak berwarna, mudah menguap Tidak mudah terbakar/meledak Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya
Efek:
Tidak merangsang traktus respiratorius Depresi nafas Þ stadium analgetik Menghambat salivasi Nadi cepat, ekskresi airmata Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus Depresi otot jantung Þ aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin) Depresi otot polos pembuluh darah Þ vasodilatasi Þ hipotensi Vasodilatasi pembuluh darah otak Sensitisasi jantung terhadap katekolamin Meningkatkan aktivitas vagal vagal refleks Pemberian berulang (1-3 bulan) kerusakan hepar (immune-mediated
hepatitis) Menghambat kontraksi otot rahim Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance
Keuntungan
cepat tidur Tidak merangsang saluran napas Salivasi tidak banyak Bronkhodilator obat pilihan untuk asma bronkhiale Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi) Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak
Kerugian
overdosis Perlu obat tambahan selama anestesi Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi aritmia jantung Sifat analgetik ringan Cukup mahal Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan
3. Eter
- tidak berwarna, sangat mudah menguap dan terbakar, bau sangat merangsang- iritasi saluran nafas dan sekresi kelenjar bronkus- margin safety sangat luas- murah- analgesi sangat kuat- sedatif dan relaksasi baik- memenuhi trias anestesi- teknik sederhana
4. Enfluran
isomer isofluran tidak mudah terbakar, namun berbau. Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas gelombang otak seperti
kejang (pada EEG). Efek depresi nafas dan depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan dan
enfluran lebih iritatif dibanding halotan.
5. Isofluran
cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah terbakar dalam suhu kamar
menempati urutan ke-2, dimana stabilitasnya tinggi dan tahan terhadap penyimpanan sampai dengan 5 tahun atau paparan sinar matahari.
Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai isofluran
6. Sevofluran
tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek bronkodilator sehingga banyak dipilih untuk induksi melalui sungkup wajah pada anak dan orang dewasa.
tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis.
7. N2O
Merupakan gas medis yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, lebih
berat dari udara, serta tidak mudah terbakar dan meledak. Gas ini dapat disimpan
dalam bentuk cair dalam tekanan tertentu, serta relatif lebih murah disbanding agen
anestetik inhalasi lain. N2O adalah anestesi lemah dan harus diberikan dengan
konsentrasi besar (lebih dari 65%) agar efektif. Paling sedikit 20% atau 30% oksigen
harus diberikan sebagai campuran, karena konsentrasi N2O lebih besar dari 70-80%
dapat menyebabkan hipoksia. N2O tidak dapat menghasilkan anestesia yang adekuat
kecuali dikombinasikan dengan zat anestesi yang lain, meskipun demikian,
karakteristik tertentu membuatnya menjadi zat anestesi yang menarik, yaitu koefisien
partisi darah / gas yang rendah, efek anagesi pada konsentrasi subanestetik, kecilnya
efek kardiovaskuler yang bermakna klinis, toksisitasnya minimal dan tidak
mengiritasi jalan napas sehingga ditoleransi baik untuk induksi dengan masker.
Efek anestesi N2O dan zat anestesi lain bersifat additif, sehingga pemberian
N2O dapat secara substansial mengurangi jumlah zat anestesi lain yang seharusnya
digunakan. Pemberian N2O akan menyebabkan peningkatan konsentrasi alveolar dari
zat anestesi lain dengan cepat, oleh karana sifat “efek gas kedua” dan “efek
konsentrasi” dari N2O. Efek konsentrasi terjadi saat gas diberikan dengan konsentrasi
tinggi. Semakin tinggi konsentrasi gas diinhalasi, maka semakin cepat peningkatan
tekanan arterial gas tersebut. Seorang pasien menerima 70-75% N2O akan menyerap
sampai 1.000 ml/menit N2O saat fase awal induksi. Pemindahan volume N2O dari
paru ke darah, menyebabkan aliran gas segar seperti disedot masuk dari mesin
anestesi ke dalam paru-paru, sehingga meningkatkan laju gas lain. Pasien menerima
hanya 10-25% N2O, pengambilan N2O oleh darah hanya 150 ml/menit, hal ini tidak
menghasilkan perubahan yang signifikan pada laju penyerapan agen/gas lain. Efek
gas kedua terjadi saat agen inhalasi kedua diberikan bersama dengan N2O. efek ini
berkaiatan dengan pengambilan N2O yang cepat, sekitar 1.000 ml/menit saat induksi
anestesi. Pengambilan cepat volume N2O yang besar, menmbulkan suatu keadaan
vakum di alveolus, sehingga memaksa lebih banyak gas segar (N2O bersama dengan
agen inhalasi lain) masuk ke dalam paru-paru.
MAC bangun N2O adalah 65% diatas konsentrasi tersebut pasien tidak sadar
atau lupa terhadap tindakan pembedahan. Analgesia yang dihasilakan oleh 50% N2O
kira-kira sama dengan 10 mg morfin.
Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari anestesia
umum inhalasi dan selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan
N2O : O2 = 70 : 30 (untuk pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan
tunjangan oksigen yang lebih banyak), atau 50 : 50 (untuk pasien yan beresiko
tinggi). Oleh karena N2O hanya bersifat analgesia lemah, maka dalam penggunaannya
selalu dikombinasikan dengan obat lain yang berkhasiat sesuai dengan target “trias
anestesia” yang ingin dicapai(9).
PENGGOLONGAN OBAT PRE-MEDIKASI7-8
Pemberian obat premedikasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan tiap pasien. Obat-obat yang sering digunakan pun terdiri dari berbagai golongan sesuai dengan indikasi. Oleh karena itu pemilihan premedikasi yang akan diberikan terkait erat dengan tujuan premedikasi itu, seperti : mencegah hipersalivasi, menenangkan pasien, dan menghilangkan nyeri.
Berikut ini adalah penggolongan obat-obat premedikasi yang sering digunakan di instalasi-instalasi bedah sentral :
1. Golongan Narkotika
- analgetika sangat kuat.
- Jenisnya : petidin, fentanyl, dan morfin.
- Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.
- Efek samping: mendepresi pusat nafas, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh
darah hipotensi
- diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik
rendah, misalnya: halotan, tiopental, propofol.
- Pethidin diinjeksikan pelan untuk:
mengurangi kecemasan dan ketegangan
menekan TD dan nafas
merangsang otot polos
- Morfin adalah obat pilihan jika rasa nyeri telah ada sebelum pembedahan
mengurangi kecemasan dan ketegangan
menekan TD dan nafas
merangsang otot polos
depresan SSP
pulih pasca bedah lebih lama
penyempitan bronkus
mual muntah (+)
2. Golongan Sedativa & Transquilizer
- Golongan ini berfungsi sebagai obat penenang dan membuat pasien menjadi
mengantuk.
- Contoh : luminal dan nembufal untuk golongan sedative; diazepam dan
DHBF (Dihidrobensferidol) untuk golongan transquilizer.
- Efek samping: depresi nafas, depresi sirkulasi.
- diberikan apabila pasien memiliki rasa sakit/nyeri sebelum dianestesi, pasien
tampak lebih gelisah
Barbiturat
- menimbulkan sedasi dan menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi
- depresan lemah nafas dan silkulasi
- mual muntah jarang
Midazolam
- Midazolam sering digunakan sebagai premedikasi pada pasien pediatrik
sebagai sedasi dan induksi anestesia.
- Pre-medikasi, induksi, rumatan, sedasi post operasi.
- Memiliki efek antikonvulsan sehingga dapat digunakan untuk mengatasi
kejang grand mal
- Dianjurkan sebelum pemberian ketamin karena pasca anestesi ketamin dosis
1-2mg/kgBB menimbulkan halusinasi.
Diazepam
- induksi, premedikasi, sedasi
- menghilangkan halusinasi karena ketamin
- mengendalikan kejang
- menguntungkan untuk usia tua
- jarang terjadi depresi nafas, batuk, disritmia
- premedikasi 1m 10 mg, oral 5-10 mg
3. Golongan Obat Anti Hipersalivasi
- bertujuan menurunkan sekresi kelenjar saliva, keringat, dan lendir di mulut
serta menurunkan efek parasimpatolitik / paravasopagolitik sehingga
menurunkan risiko timbulnya refleks vagal.
- Contoh: sulfas atropine dan skopolamin.
- Efek samping: proses pembuangan panas akan terganggu, terutama pada
anak-anak sehingga terjadi febris dan dehidrasi
- diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan efek hipersekresi,
mis: dietileter atau ketamin.
Tabel 1 memperlihatkan beberapa contoh obat premedikasi dan dosisnya :
Obat Dalam sediaan
Jumlah di sediaan
pengenceran Dalam spuit
Dosis (mg/kgBB)
1 cc spuit =
Pethidin ampul 100mg/2cc
2cc + aquadest 8cc
10 cc 0,5-1 10 mg
Fentanyl 0,05 mg/cc
0,05mg
Recofol (Propofol)
ampul 200mg/
20cc
10cc + lidocain 1 ampul
10 cc 2-2,5 10 mg
Ketamin vial 100mg/cc 1cc + aquadest 9cc
10 cc 1-2 10 mg
Succinilcholin vial 200mg/
10cc
Tanpa pengenceran
5 cc 1-2 20 mg
Atrakurium Besilat (Tramus/ Tracrium)
ampul 10mg/cc Tanpa pengenceran
5 cc Intubasi: 0,5-0,6, relaksasi: 0,08, maintenance: 0,1-0,2
10 mg
Efedrin HCl ampul 50mg/cc 1cc + aquadest 9cc
10 cc 0,2 5 mg
Sulfas Atropin ampul 0,25mg/cc
Tanpa pengenceran
3 cc 0,005 0,25 mg
Ondansentron HCl (Narfoz)
ampul 4mg/2cc Tanpa pengenceran
3 cc 8 mg (dewasa)
5 mg (anak)
2 mg
Aminofilin ampul 24mg/cc Tanpa 10 cc 5 24 mg
pengenceran
Dexamethason ampul 5 mg/cc Tanpa pengenceran
1 5 mg
Adrenalin ampul 1 mg/cc 0,25-0,3
Neostigmin (prostigmin)
ampul 0,5mg/cc Tanpa pengenceran
Masukkan 2 ampul prostigmin + 1 ampul SA
0,5 mg
Midazolam (Sedacum)
ampul 5mg/5cc Tanpa pengenceran
0,07-0,1 1 mg
Ketorolac ampul 60 mg/2cc
Tanpa pengenceran
30 mg
Difenhidramin HCl
ampul 5mg/cc Tanpa pengenceran
5 mg
Tabel 1 : obat premedikasi dan dosisnya
KESIMPULAN
Obat-obatan anestesi terdiri dari obat-obatan pre-medikasi, obat induksi anestesi, obat anestesi inhalasi, obat anestesi intravena, obat pelumpuh otot (muslce relaxant), obat anestesi lokal/regional, dan analgesia (opioid dan non-opioid).
Metode pemberian obat anestesi terdiri dari oral, lidah dan mukosa pipi, intramuskular, subkutan, intravena, rektal, transdermal, inhalasi, epidural, dan spinal.
Anamnesis riwayat kemungkinan alergi obat sebelumnya penting untuk selalu dilakukan walaupun harus dinilai dengan kritis untuk menghindari tindakan berlebihan.
Pengobatan alergi obat terdiri dari antihistamin, steroid, bila terjadi reaksi anafilaksis beri adrenalin 1/1000 sc dan pengobatan sesuai seperti reaksi anafilaksis karena sebab lain, menghindari alergen penyebab, dan cara desensitisasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nissl, Jan. Intravenous Medication for Anesthesia. Available
at :http://health.yahoo.com/ency/healthwise/rt1586. Diakses 20 Februari 2012.
2. Budiono, Uripno. Anestesi Umum BAB VII. Semarang; Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran UNDIP/ RSUP Dr. kariadi; 2010 :
101-119.
3. Budiono, Uripno. Obat Anestesi Inhalasi. Semarang; Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran UNDIP/ RSUP Dr. kariadi; 2010 :
121-136.
4. Hurford, William E, et all. Clinical Anesthesia Procedures of the
Massachusetts General Hospital. 6th ed. Massachusetts General Hospital Dept.
Of Anesthesia and Critical Care.New York :Lippincott Williams & Wilkins
Publishers. Chapter 11 Intravenous and Inhalation Anasthetic;2002. 32-35.
5. Tevor AJ, Miller RD. Obat Anestesi Umum. Dalam : Krtzung BG, Editors,
Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. EGC; 1998. 409 - 412.
6. Latief SA dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI. Jakarta; 2002. 46-478.
7. Morgan, GD. Et al, Clinical Anesthesiology. 4thed. New York: McGraw-Hill
Lange Medical Books; 2006. 194-204.
8. Miller, Ronald D. Anesthesia. 5thed. New York: Churcill Livingstone; 2000.
228-376.
9. Rushman GB, Davies NJH, Cashman JN. Lee’s Synopsis of Anesthesia. 12th
ed. Butterworth oxford;1999; 152:173.
10. Darmansjah. I, Setiawati. A. Pelumpuh Otot. Farmakologi dan Terapi Edisi 4.
Jakarta; Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
1995; 36-101
11. Agustina, 2010, Farmakologi Obat Pelumpuh Otot, Dalam :
http://www.scribd.com/doc/36956346/muscle-relaxant dikutip tanggal 19
Agustus 2011
12. Lunn JN. Farmakologi Terapan Anestesi Umum. Catatan Kuliah Anestesi
Edisi 4. Jakarta; Penerbit Buku KedokteranEGC; 2004; 4: 86-93
13. Morgan GE. Neuromuscular Blocking Agents. Clinical Anesthesiology.
London; 2006; 206-226
14. Uripno B. Muscle Ralaxant. Anestesiologi. Semarang; Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran UNDIP/ RSUP Dr. kariadi; 2010 :
159-170
15. Boulton TB, Blogg EC. Anestesiologi edisi 10. Jakarta; penerbit buku
Kedokteran EGC; 1994; 15; 260-64
a. Barash, Paul G.; Cullen, Bruce F,; Stoelting, Robert K.Clinical
Anesthesia 5th edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006