Post on 28-Apr-2015
BAGIAN ILMU BEDAH LONG CASE BEDAH PLASTIK
FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2012
UNIVERSITAS HASANUDDIN
CLEFT LIP AND PALATE (CLP)
OLEH :
Kartika Achmad C 111 06 005
Fatmawati Umasugi 110 203 103
Dian Pratiwi Akbar C 111 07 225
Afdalia C 111 07
SUPERVISOR
dr. A.J. Rieuwpassa, Sp.B, SpBP
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU BEDAH
SUBDIVISI BEDAH PLASTIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
1
2012
CLEFT LIP AND PALATE
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Andi Junita Jamaluddin
Umur : 4 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
RM : 571312
MRS : 3 Oktober 2012
Perawatan : Lontara III Kulit Kamar 1
II. ANAMNESIS
Keluhan utama: Celah pada bibir dan langit-langit
Anamnesis terpimpin:
Dialami sejak lahir. Demam (-), Riwayat demam (-). Batuk (-), mual (-), muntah (-).
BAB kesan normal, BAK kesan lancer.
Riwayat trauma (-)
Riwayat kehamilan ibu: riwayat ANC sebanyak dua kali di tempat praktek dokter
kandungan, diberi vitamin. Riwayat minum obat-obatan atau jamu-jamuan selama
kehamilan (-), riwayat menderita penyakit atau kelainan selama kehamilan (-)
Riwayat persalinan: bayi lahir normal, cukup bulan di tolong oleh bidan dengan BBL:
2500 gr.
Riwayat keluarga dengan sakit yang sama (-)
III. P EMERIKSAAN FISIS
Status general:
Sakit sedang/Gizi cukup/Sadar
BB : 4900 gr PB : 55 cm
2
Status Vitalis :
Heart Rate : 116 x/menit, regular
Pernapasan : 26 x/menit
Suhu : 36,8°C (axillar)
A) Kepala
Mata : Konjungtiva anemis tidak ada
Sklera : Ikterus tidak ada
Bibir : status lokalis
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
B) Thoraks
Dinding Paru
I : Simetris kanan dan kiri, tipe pernapasan thoraco-abdominal.
P : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, krepitasi tidak ada, vocal
fremitus kiri = kanan
P : Sonor kanan kiri
A : Bunyi pernafasan: vesikuler, bunyi tambahan Rh tidak ada, Wh tidak ada.
Dinding Jantung:
I : Ictus cordis tidak tampak.
P : Ictus cordis tidak teraba.
P : Pekak, batas jantung dalam batas normal
A : Bunyi jantung I/II, murni regular, murmur tidak ada.
C) Abdomen
I : Datar, ikut gerak napas
A : Peristaltik ada, kesan normal
P : Massa tumor tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak
teraba.
P : Tympani
D) Ekstremitas
3
Ekstremitas superior :Tidak ada kelainan.
Ekstremitas inferior :Tidak ada kelainan.
Status Lokalis :
Regio buccal
Inspeksi : Tampak malformasi pada labionasals, palatum durum dan gnato
superior berupa celah
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (1 Oktober 2012) :
WBC : 13,4 x 103 Ur/Cr : 23/ 0,4
RBC : 4,72 x 106 SGOT/SGPT : 44 / 30
HGB : 12,9 CT / BT : 8’00”/3’00”
PLT : 415 x 103 PT/INR/APTT : 11, 2/ 0,9/ 26,6
GDS : 100 Na/K/Cl : 139/6,2/110
4
Foto Thorax PA (1 Oktober 2012)
Kesan : tidak tampak kelainan pada foto radiologik ini.
V. RESUME
Seorang anak perempuan, umur 4 bulan MRS dengan keluhan utama celah
pada bibir dan langit-langit. Dialami sejak lahir. Riwayat kehamilan ibu: riwayat
ANC di tempat praktek dokter kandungan, sebanyak 2x. Riwayat minum obat-
obatan atau jamu-jamuan selama kehamilan (-), riwayat menderita penyakit atau
kelainan selama kehamilan (-). Riwayat persalinan: bayi lahir normal, cukup bulan,
dibantu oleh bidan dengan BBL 2500gr. Riw. keluarga dengan sakit yang sama (-).
Dari pemeriksaan fisis didapatkan tanda vital dalam batas normal, tampak malformasi
pada labionasals, palatum durum dan gnato superior berupa celah. Dari pemeriksaan
penunjang didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium dan foto thorax dalam batas
normal.
VI. DIAGNOSIS
Labiognatopalatoschisis Bilateral Komplit
VII. TERAPI
Rencana Labioplasti
5
CLEFT LIP AND PALATE
A. PENDAHULUAN
Cleft lip atau yang dikenal sebagai cheiloschisis, labioschisis atau bibir
sumbing merupakan suatu keadaan dimana terdapat celah pada bibir. Adapun
labiognatopalatoschisis adalah suatu kelainan atau kecacatan/cacat bawaan berupa
celah pada bibir, gusi, dan langit-langit. Celah ini dapat bersifat komplit, tidak
komplit, unilateral maupun bilateral yang terjadi karena adanya gangguan pada
kehamilan semester pertama yang menyebabkan terganggunya proses tumbuh
kembang janin sehingga terjadi ketidaksempurnaan penyambungan bibir atas, gusi
dan langit-langit. Faktor yang diduga dapat menyebabkan terjadinya kelainan ini
adalah kekurangan nutrisi, stress pada kehamilan, trauma, dan faktor genetik.
Labiognatopalatochisis atau cleft lips and palate (CLP) adalah suatu
kecacatan kongenital pada kraniofasial yang paling sering ditemui. Pasien CLP sering
mengalami gangguan fungsi berupa kesulitan menghisap ASI, bernafas, infeksi
telinga tengah, bahkan masalah psikososial dan lain sebagainya. Penanganan CLP
memerlukan keterlibatan berbagai disiplin ilmu yang dimulai dari hari pertama
dilahirkan hingga umur 20-21 tahun. Untuk penanganan yang optimal selain
diperlukan suatu pengetahuan juga diperlukan keterampilan teknis dalam mendalami
suatu anatomi abnormal dengan tidak menghilangkan nilai estetika didalamnya. Hal
ini juga didukung dalam hal perawatan dalam hal pengawasan dan evaluasi.
B. EPIDEMIOLOGI
Insiden celah palatum muncul pada 1 dari 1000 kelahiran hidup. Insiden ini
meningkat pada kelompok Asia (1:500) dan menurun pada populasi Negro (1:2000).
Insiden tertinggi yang dilaporkan terjadi pada celah palatum muncul pada suku-suku
Indian di Montana (1:276) . Umumnya, kondisi ini lebih banyak ditemukan pada laki-
laki dibanding perempuan.
6
Di Indonesia, jumlah tertinggi penderita kelainan ini terbanyak di
Nusa Tenggara Timur yaitu 6 sampai 9 orang per 1000 penduduk. Jumlah ini sangat
tinggi bila dibandingkan kasus di Internasional yang hanya 1 sampai 2 orang per 1000
penduduk.
Walaupun celah palatum adalah kelainan kongenital yang sangat beragam dan
berubah-ubah, muncul beberapa subgrup berbeda, yang dinamakan celah bibir
dengan/tanpa celah palatum (CL/P), celah palatum (CP) sendiri dan celah palatum
submukosa (submucous cleft palate/SMCP). 1,2
Distribusi tipikal dari tipe-tipe celah adalah:
1. Celah bibir saja 15-20%
2. Celah bibir dan palatum 45%
3. Celah palatum tersendiri 30-40%
Pada pasangan dengan labioschisis, memiliki risiko melahirkan anak dengan
kelainan yang sama sebesar 4%. Selain itu, jika anak yang dilahirkan mempunyai
labioschisis, maka risiko labioschisis pada anak selanjutnya adalah sebanyak 4%. Jika
2 anak sebelumnya lahir dengan labioschisis, risiko labioschisis pada anak
selanjutnya adalah sebanyak 9%.
C. EMBRIOLOGI
Pada morfogenesis wajah, sel neular crest bermigrasi ke region facial, yang
membentuk tulang, jaringan ikat dan jaringan gigi selain enamel. Endotel vaskuler
dan otot berasal dari mesodermal.
Bentuk wajah dewasa sebagian besar merupakan hasil dari perkembangan
lima prominences wajah. Penggabungan dari kedua prominences mandibula
menghasilkan rahang bawah, pipi bawah, bibir bawah, dan daerah dagu. Bagian-
bagian ini adalah bagian yang pertama menjadi bentuk definitive wajah. Penonjolan
maksilla sebagian besar membentuk bibir atas (tidak termasuk philtrum) dan daerah
pipi atas. Penonjolan frontonasal membentuk dorsum nasal dan dahi.
7
CLP terjadi akibat dari kesalahan dalam perkembangan normal. Untuk dapat
memahami pembentukan dan morfologi dari kecacatan ini, terlebih dahulu harus
dipahami embriologi normal dari bibir dan langit-langit. Terdapat tiga bagian penting
dalam pembentukan bibir atas yaitu; processus frontonasal yang terletak di sentral
dan dua prominensia maxillaris yang terletak di lateral.
Bibir atas berkembang pada minggu 4 - 6 gestasi, bermula dengan
pembentukan processus frontonasal. Processus frontonasal akan berkembang
sehingga membentuk bagian tengah bibir atas, alveolus anterior dan palatum primer.
Prominensia maxillaris juga akan berkembang sehingga membentuk bagian lateral
dari bibir. Prominensia maxillaris kiri dan kanan akan bertumbuh dari bagian
posterolateral ke arah anteromedial dan menyatu dengan processus frontonasal.
Kegagalan fusi dapat terjadi di kedua sisi ini dan karena itu cacat bibir sumbing dapat
unilateral atau bilateral.
Istilah bibir sumbing adalah menyesatkan karena cacat mungkin melibatkan
lebih dari sekedar bibir. Kegagalan lengkap fusi proses maxillary lateral dengan
elevasi nasal medial menyebabkan belahan bibir atas, alveolus, ala nasi, lantai
hidung, dan palatum mole primer. Langit-langit mulut yang keras dibentuk dari
langit-langit primer dan langit-langit sekunder. Pembentukan langit-langit primer
berkembang dari premaxilla. Langit-langit mulut sekunder berkembang menjadi sisa
dari langit-langit keras serta langit-langit lunak dan uvula.
Perkembangan langit-langit sekunder terjadi dari minggu 6-12 dari kehamilan.
Proses dimulai dengan pembentukan tulang langit-langit proses palatine lateral yang
berkembang dari proses maxillary. Awalnya, proses tulang langit-langit berorientasi
secara vertikal di kedua sisi lidah yang berkembang. Akhirnya, kedua proses tulang
langit-langit lateral bertemu di garis tengah dan menyatu. Langit-langit mulut yang
keras menyatu dari anterior ke posterior, dimulai pada alveolar ridge dan berlanjut
hingga ke ujung uvula. Oleh karena itu bentuk paling ringan dari sumbing langit-
langit adalah uvula bifida. Fusi selesai dan langit-langit yang utuh diidentifikasi pada
kehamilan minggu ke 12.
8
Gambar 1. Tahap pertumbuhan wajah manusia
Celah pada palatum merupakan kelemahan fusi parsial atau total dari palatal
shelves. Ini dapat terjadi dengan berbagai cara :
- Defek pertumbuhan dari lempeng palatum
- Kegagalan lempeng palatum untuk mencapai posisi horizontal
- Kelemahan sambungan antar lempeng
- Rupture setelah fusi lempeng
9
Gambar 2. A: sketsa gambaran sagital dari kepala embrio pada akhir minggu ke-6
menunjukkan proses palatine media, atau palatum primer.B,D,E dan H: gambaran
langit-langit mulut sejak usia ke-6 hingga 12 minggu yang menunjukkan
perkembangan palatum. Garis terputus pada (D) dan (F) menunjukkan bagian yang
menyatu pada proses palatina. Tanda panah menunjukkan proses pertumbuhan
medial dan posterior dari palatina lateral. C,E dan G: gambar potongan frontal kepala
menunjukkan proses penyatuan kedua palatina lateral dan septum nasal, dan sebagian
besar nasal dan cavitas oral
10
Terdapat 3 pusat pertumbuhan fasial :
- Sentra prosensefalik
Bertanggungjawab atas pertumbuhan dan perkembangan lobus frontal otak,
tulang frontal, dorsum nasal dan bagian tengah bibir atas, premaksila dan septum
nasal.
- Rombensefalik
Membentuk bagian posterior kepala, lateral muka dan sepertiga muka bagian
bawah (regio latero-posterior). Ada bagian-bagian yang mengalami tumpang
tindih (overlap) akibat impuls-impuls pertumbuhan yang terjadi, disebut
diaencephalic borders.
- Diasefalik
Diasefalik borders pertama yaitu sela tursika, orbita dan ala nasi, selanjutnya ke
arah filtrum. Filtrum merupakan petanda satu-satunya dari diasefalik border yang
bertahan seumur hidup. Diasefalik border kedua adalah regio spino-kaudal dan
leher.
D. ANATOMI
Bibir terdiri dari 3 bagian yaitu kutaneus, vermilion, dan mukosa.Bibir bagian
atas disusun 3 unit kosmetik yaitu 2 lateral dan 1 medial. Cupid bow adalah proteksi
ke bawah dari unit philtrum yang member bentuk bibir yang khas. Proyeksi linear
tipis yang member batas bibir atas dan bawah secara melingkar pada batas kutaneus
dan vermilion disebut white roll.
Menurut The American Joints Comittee on Cancer, bibir merupakan bagian
dari cavum oris, mulai dari perbatasan vermilion-kulit dan meliputi seluruh vermilion
saja. Tetapi para ahli bedah menyebutkan bahwa bibir atas meliputi seluruh area di
bawah hidung, kedua lipatan nasolabialis, kemudian intra oral sampai sulcus
ginggivolabialis, dan bibir bawah meliputi vermilion, lipatan labiomentalis sampai
sulcus ginggivolabialis intraoral.
11
Gambar 3. Anatomi topografik bibir.
1) Phitral column, 2) Phitral groove, 3) Cupid’s bow, 4) White roll upper lip, 5)
Tuberculum, 6) Commissura, 7) Vermilion
Bibir atas yang normal mempunyai otot orbicularis oris utuh, 2 buah philtrum
ridge yang sejajar dan sama panjang dengan di tengahnya terbentuk philtrum dimple.
Disamping itu mempunyai cupid bow, di bagian permukaan mempunyai vermilion
yang simetris (milard). Vaskularisasi berasal dari a. labialis superior dan inferior,
cabang dari a. facialis. Arteri labialis terletak antara m.orbicularis oris dan submukosa
sampai zona transisi vermilion-mukosa.
Innervasi sensoris bibir atas berasal dari cabang N.cranialis V (N.Trigeminus)
dan N.Infraorbitalis. Bibir bawah mendapat innervasi sensoris dari N.Mentalis.
Pengetahuan innervasi sensoris ini penting untuk melakukan tindakan blok anastesi.
Innervasi motoric bibir berasal dari N.Cranialis VII (N.Facialis). Ramus buccalis N.
Facialis menginnervasi m. orbicularis oris dan M. Elevator Labii. Ramus
mandibularis N. Facialis menginnervasi m.orbicularis oris dan m.depressor labii.
Muskulus utama bibir adalah m. orbicularisoris yang melingkari bibir.
Muskulus ini tidak melekat pada tulang, berfungsi sebangai sfingter rima oris.
Dengan gerakan yang kompleks, muskulus ini berfungsi untuk puckering, menghisap,
bersiul, meniup dan menciptakan ekspresi wajah. Kompetensi oris dikendalikan oleh
12
m. orbicularisoris, dengan muskulus ekspresi wajah lainnya daerah otot ini dikenal
dengan istilah modiolus.
Gambar 4. Muskulus pada wajah, tampak anterior
1. Musculus elevator terdiri dari m. levator labii superior alaque nasi, m. levator
labii superior, m. zygomaticum major, m. zygomaticum minor, dan m. levator
anguli oris.
2. Musculus rektraktor bibir atas disusun oleh m. zygomaticum major, m.
zygomaticum minor, dan m. levator anguli oris.
3. Musculus depressor meliputi m. depressor anguli oris dan m. depressor labii
inferior. Musculus retractor bibir bawah terdiri dari m.depressor anguli oris dan
m.platysma, sedangkan m. mentalis berfungsi untuk protrusi bibir.
13
Gambar 5. Anatomi rongga mulut dan rongga hidung, tampak sagital
Langit-langit mulut membentuk batas dinamis antara rongga mulut dan
rongga hidung. Ini terdiri dari anterior palatum durum dan posterior palatum molle.
Palatum molle mulut adalah struktur dinamis yang berfungsi sebagai katup antara
oropharynx dan nasofaring. Platum yang intak dapat secara berkala, selektif, dan
benar-benar mengisolasi nasofaring dari oropharynx. Palatum molle yang utuh
penting untuk untuk bicara dan makan yang normal.
Palatum durum terdiri dari palatum bertulang dan mukosa yang melekat
secara utuh kepada periosteum. Palatum durum bertulang ini terdiri dari pasangan
prosesus palatina maksilla dan porsi horizontaldari tulang palatina. Bagian ujung
alveolar dari maksila menunjukkan bahgian anterior dan batas lateral palatum durum.
Aspek posterior dikenal sebagai ujung bebas karena tidak memiliki sebarang tulang.
Dari tepi batas ini palatum molle menempel pada palatum durum.
14
Palatum terdiri dari palatum durum dan palatum molle yang bersama-sama
membentuk atap mulut dan dasar hidung. Prosesus palatina dari maksila dan lamina
horizontal dari tulang palatine membentuk palatum durum. Suplai darah palatum
berasal dari arteri maksilaris interna, arteri palatina yang lebih besar memperdarahi
palatum durum, arteri palatina yang lebih kecil memperdarahi palatum molle.
Palatum molle juga dikenali sebagai velum. Persarafan berasal dari nervus
palatina inferior dan nervus nasopalatina. Palatum molle terjadi dari jaringan
fibromuskular yang terdiri dari otot-otot yang saling melekat pada bagian posterior
palatum durum. Bagian ini menutup nasofaring dengan menekan dan mengangkat,
dengan cara ini berhubungan dengan sisi passavants di posterior. Palatum molle
terdiri dari tensor velli palatini, levator velli palatini, muskulus uvula, palatoglosus,
dan muskulus palatofaringeus.
Mukosa dari palatum molle menempel pada anterior palatum durum dan ke
lateral dinding faringeal. Sisi posterior palatum molle bebas dari sembarang
pelengketan. Otot dari paltum molle secara selektif dapat mengisolasi nasofaring dari
oropharynx. Ketika bernapas, tepi posterior palatum molle berada dalam posisi
hampir vertikal. Hal ini memungkinkan komunikasi antar kavitas oral dan kavitas
nasal, diamana memfasilitasi pernafasan pada nasal. Sebaliknya selama berbicara dan
menelan otot dari palatum molle berkontraksi dan menarik palatum molle ke arah
yang lebih horizontal yang menghubungkan faringeal posterior.
Palatum molle terdiri dari lima pasangan otot dan pusat aponeurosis.
Pasangan otot uvula berasal dari posterior tulang belakang hidung dan dimasukkan di
anak uvula. Tensor veli palatini yang berasal dari dinding lateral tuba Eustachian. Ia
menjadi tendon yang sempit dimana secara lateral melengkung hamulus sebelum
bergabung palatum molle sebagai tendon triangular yang luas. Didalam palatum
molle, fiber tensor veli palatini berjalan lateral ke medial. Kontraksi otot ini
menghasilkan sebuah kekuatan lateral yang mengeraskan palatum molle. Tensor veli
palatini adalah pembuka utama tuba estachius.
15
Levator veli palatini berasal dari aspek medial tuba Eustachii dan pada
permukaan inferior dari tulang temporal. Ini menyebabkan penyisipan secara anterior
dan inferior di permukaan atas palatum molle. Kontraksi levator veli palatini
menaikkan palatum molle dan menutup nasofaring.
Dua pasang otot terakhir yang berkontribusi terhadap palatum molle adalah
otot palatoglossus dan palatopharyngeus. Palatoglossus bersama-sama dengan
mukosa atasnya membentuk tiang anterior tonsillar. Palatoglossus memanjang dari
inferior lidah ke superior palatum molle. Palatoglossus berfungsi sebagai sfingter
untuk mencegah regurgitasi oral selama menelan makanan. Pasangan otot
palatopharyngeus berjalan dari lateral dinding faring ke palatum molle.
Palatopharyngeus bersama-sama dengan mukosa membentuk tiang posterior tonsilar.
Palatoglossus mengangkat laring selama menelan untuk membantu mencegah
aspirasi.
E. ETIOLOGI
Penyebab labiognatopalatochisis sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti. Beberapa hipotesis yang dikemukanan dalam perkembangan kelainan antara
lain:
1. Insuffisiensi zat-zat atau materi yang diperlukan untuk proses tumbuh-
kembang organ-organ terkait selama masa embrional, seperti juga pada
anomaly kongenitalk lainnya. Insuffisiensi ini disebabkan beberapa hal :
a. Kuantitas : gangguan sirkulasi feto-maternal, termasuk stress pada masa
kehamilan dan syok hipovolemik terutama pada trimester pertama
kehamilan
b. Kualitas : defisiensi gizi (vitamin dan mineral khususnya asam folat,
vitamin C dan zink, anemi dan kondisi hipoksik. Defisiensi zat-zat atau
materi yang diperlukan menyebabkan gangguan dan/atau hambatan pada
pusat pertumbuhan dan rangkaian proses kompleks.
16
c. Teori bioseluler : perkembangan palatum melibatkan interaksi mesenkhim
epithelial. Proses signaling melibatkan molekul matriks dan growth factor
yang mempengaruhi ekspresi genetic dari sel-sel neural crest yang
mengalami migrasi dan kematian sel terprogram (dan ini dipengaruhi oleh
asam retinoat, glukokortikoid); dan gen-gen yang terpengaruh ini akan
mengakibatkan timbulnya gangguan fusi.
Mediator-mediator yang kemudian diketahui mempengaruhi gen-gen
tersebut antara lain Hox B (murine hox2), Transforming Growth Factor
(TGF A&B), Epidermal Growth Factor (IGF 1&2). Pola ekspresi dari gen-
gen ini melibatkan proses replikasi mRNA dan penurunan jadar protein,
sehingga sel yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan bermigrasi,
proliferasi dsb.
2. Pengaruh penggunaan obat-obatan yang bersifat teratologik, termasuk jamu-
jamuan dan penggunaan kontrasepsi hormonal.
3. Infeksi khususnya infeksi viral dan khalimidial (toksoplasmosis)
4. Factor genetik, yang diduga kuat pada keluarga dengan riwayat kelainan yang
sama. Dugaan mengenai hal ini ditunjang kenyataan, telah berhasil diisolasi
suatu X-linked gen, yaitu Xq13-21 pada lokus Sp243 pada pasien sumbing
bibir dan langitan. Kenyataan lain yang menunjang, bahwa demikian banyak
kelainan/sindrom disertai celah bibir dan langitan (khususnya jenis bilateral),
melibatkan anomaly skeletal, maupun defel lahir lainnya.
F. DIAGNOSIS
CLP memberikan tanda klinis yang spesifik sehingga mudah untuk
didiagnosis. Bahkan beberapa dapat dideteksi pada waktu kehamilan.
Diagnosis Prenatal
Deteksi prenatal dapat dilakukan dengan beragam teknik. Fetoskopi telah
digunakan untuk memberikan gambaran wajah fetus. Akan tetapi teknik ini bersifat
invasif dan dapat menimbulkan resiko menginduksi aborsi. Namun demikian, teknik
ini mungkin tepat digunakan untuk konfirmasi pada beberapa cacat/kelainan pada
17
kehamilan yang kemungkinan besar akan diakhiri. Teknik lain seperti ultrasonografi
intrauterine, magnetic resonance imaging, deteksi kelainan enzim pada cairan amnion
dan transvaginal ultrasonografi keseluruhannya dapat mendeteksi dengan sukses CLP
secara antenatal. Tetapi, pemeriksaan-pemeriksaan yang tersebut di atas dibatasi
pada biaya, invasifitas dan persetujuan pasien. Ultrasound transabdominal merupakan
alat yang paling sering digunakan pada deteksi antenatal CLP, yang memberikan
keamanan dalam prosedur, ketersediaannya, dan digunakan secara luas pada skrining
anatomi antenatal.
Deteksi dini memperkenankan kepada keluarga untuk menyiapkan diri
terlebih dahulu terhadap suatu kenyataan bahwa bayi mereka akan memiliki suatu
kelainan/cacat. Mereka dapat menemui anggota dari kelompok yang memiliki CLP,
belajar mengenai pemberian makanan khusus dan memahami apa yang harus
diharapkan ketika bayi lahir. Sebagai pembanding, ibu yang menerima konseling
pada 2 pekan awal kehidupan mungkin akan lebih merasa bingung dan kewalahan.
Deteksi dini juga memperkenankan kepada ahli bedah untuk bertemu dengan
keluarga sebelum kelahiran dalam atmosfer yang rileks dan mendiskusikan pilihan
perbaikan. Dengan waktu konseling dan rencana yang tepat, dapat menjadi hal yang
mungkin untuk dapat melaksanakan perbaikan dari unilateral cleft lip pada minggu
pertama kehidupan.
Diagnosa Postnatal
Biasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum segera didiagnosa pada saat
kelahiran. Celah dapat terlihat seperti sudut kecil pada bibir atau dapat memanjang
dari bibir hingga ke gusi atas dan palatum. Namun tidak jarang, celah hanya terdapat
pada otot palatum molle (soft palate (submucous cleft), yang terletak pada bagian
belakang mulut dan tertutupi oleh mouth's lining. Karena letaknya yang tersembunyi,
tipe celah ini tidak dapat didiagnosa hingga beberapa waktu. Masalah-masalah yang
ditemukan pada bayi misalnya sulit menyusui, gangguan berbicara, infeksi telinga
serta gangguan gigi dan mulut dapat menambah tegaknya diagnosis.
18
G. KLASIFIKASI
Klasifikasi dari Cleft Lip dan Palate, adalah :
CLP Unilateral Inkomplit
Celah unilateral inkomplit ditandai dengan berbagai derajat pemisahan bibir
vertikal, tetapi masih memiliki nasal yang intak atau pita Simonart.
Gambar 6. CLP Unilateral Inkomplit
CLP Unilateral Komplit
Celah unilateral komplit ditandai dengan gangguan pada bibir, batas nostril, dan
alveolus (palatum komplit primer). Pada jenis ini, tidak terdapat pita simonart
yang menghubungkan dasar alar ke kaki palatum di kartilago lateral bawah
hidung sehingga mengakibatkan penyambungan abnormal pada muskulus
orbikularis oris.
19
Gambar 7. CLP Unilateral Komplit
CLP Bilateral Inkomplit
CLP bilateral komplit merupakan celah sumbing yang terjadi dikedua sisi bibir
dan tidak memanjang hingga ke hidung.
Gambar 8. CLP Bilateral Inkomplit
20
CLP Bilateral Komplit
Aspek paling nyata pada celah bilateral komplit adalah penonjolan premaxilla. Ini
karena kurangnya hubungan antara premaxilla dengan palatum lateral.
Gambar 9. CLP Bilateral Komplit
Meskipun banyak para ahli bedah yang menggunakan klasifikasi deskriptif
dari cacat sumbing selama pengkajian awal pasien, system klasifikasi lain sering
digunakan untuk penelitian maupun pencatatan data. Kernahan dan Stark
menciptakan skema klasifikasi diagram “Y” dan modifikasinya terus digunakan di
banyak cleft center. Diagram ini didasarkan pada pembagian embriologi atas langit
primer (bibir dan alveolus) dan langit sekunder di foramen incisivus.
Sedangkan Otto Kriens memperkenalkan suatu pengklasifikasian yang
berbeda berdasarkan akronimnya. Akronim LASHAL menunjukkan anatomi bilateral
dari bibir (L), alveolus (A), langit keras (H), dan langit lunak (S), dengan arah dari
kanan ke kiri. Huruf kecil mewakili struktur yang tidak cacat, yang mana
menunjukkan tidak ada celah. Saat ini, system ini digunakan untuk pencatatan hasil
dari Asosiasi American Cleft Palate dan Craniofacial.
H. PENATALAKSANAAN
21
Penanganan dari CLP meliputi kerjasama multidisiplin untuk mendapatkan
hasil yang optimal dimulai sejak bayi hingga dewasa. Ini termasuklah kerjasama dari
ahli bedah plastik, spesialis THT, orthodontist, ahli fisioterapi, speech therapist, ahli
psikologis, spesialis anak maupun pekerja sosial. Penanganan CLP memerlukan
rencana terapi yang lama dan panjang mengikut umur pasien dengan tujuan untuk
memberikan hasil yang optimal.
UMUR TINDAKAN
0-1 minggu Pasien disarankan tidur miring ke arah cleft (sumbing)
bertujuan untuk mempersempit celah.
Pemberian nutrisi dengan posisi anak tegak dengan memakai
sendok (karena belum mampu menghisap) atau dengan dot
berlubang besar dan arahnya ke bawah.
1-2 minggu Pemasangan obturator untuk menutup celah pada palatum
agar bayi dapat menghisap susu dengan lancar.
Bila pasien tidak mampu, untuk melancarkan pemberian
nutrisi dipakai sendok dalam posisi setengah duduk atau
dengan dot berlubang mengarah ke bawah untuk mencegah
aspirasi.
10 minggu Dilakukan operasi labioplasty jika memenuhi rule of ten:
1. Umur > 10 minggu.
2. Berat > 10 paun.
3. Hb > 10 gr%.
4. Albumin < 10.000
1,5-2 tahun Dilakukan palatoplasty karena pada umur ini bayi belajar
bicara. Bila umur lebih 3 tahun, bayi terlanjur sengau.
2-4 tahun Dilakukan speech therapy.
4-6 tahun Dilakukan vellopharyngoplasty untuk mengembalikan fungsi
22
katup vellopharyngeal yang dibentuk oleh m. tensor velli
palatine dan m. levator velli palatine.
Katup ini dibutuhkan untuk bicara konsonan. Setelah operasi
dilakukan latihan membuka katup dengan latihan meniup.
6-8 tahun Dilakukan orthodonsi untuk mengatur lengkung gigi.
8-9 tahun Dilakukan alveolar bone grafting di mana tulang-tulang crista
iliaca diambil untuk menampal lubang pada tulang alveolar
dan ditanam pada gusi.
Diupayakan untuk dilakukan sebelum usia 8 tahun saat gigi
caninus belum tumbuh.
9-17 tahun Dilakukan orthodonsi ulang.
17-18 tahun Diperiksa kesimetrisan antara mandibula dan maxilla. Jika
terjadi hipoplasia maxilla, dilakukan Le Fort I atau Le Fort II
osteotomy dan expansi maxilla.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul pada operasi adalah pendarahan, obstruksi
saluran pernafasan, infeksi, terjadinya fistula.
Masalah-masalah tambahan yang mungkin dapat terus ada hingga pasien
memasuki usia sekolah dan remaja, yaitu sebagai berikut ;
Perkembangan anatomi abnormal pada wajah
Deviasi septum nasi, obstruksi saluran pernafasan
Maloklusi gigi
Fistula oronasal, dilaporkan sekitar 5-29%
Defek pada pengucapan, ketidakmampuan untuk mengisap
Fungsi tuba eustachii yang abnormal, infeksi telinga rekuren yang
menyebabkan terganggunya pendengaran
Suara sengau
23
J. PROGNOSIS
Dinilai melalui penilaian yang baik pada masa pre opratif serta rekonstruksi
bibir yang sempurna dapat terlihat seperti bibir alami. Bayi yang lahir dengan CLP
memiliki prognosis yang baik. Kira-kira 80% akan berkembang dengan berbicara
normal.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Hopper RA, Cutting C, Grayson B. Cleft Lip and Palate. In: Thorne CH, Beasley
RW, Aston SJ, Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL, editors. Grabb& Smith’s
Plastic Surgery 6th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 201-
205.
2. Leksana, Mirzanie H. Chirurgica Re-Package Edition. Jogjakarta: Tosca
Enterprise; 2005. p. IX13-5.
3. Randall S.W, Dianne C.D. Cleft lip and palate. In: Townsend C.M. editor.
Sabiston Textbook of Surgery 17th Edition. Pennsylvania: Elsevier Saunders;
2004. p. 2189-2191.
4. Saleh M.S, John W.S, Alan B., Forest S.R, Eser Y. Plastic and Reconstructive
Surgery. In: Brunicardi F.C. Scwartz’s Manual 0f Disease 8th Edition. p. 1173-
1174
5. Hongshik H, Kang N.H, Patel P.K. Craniofacial, Cleft Lip Repair; (cited on 18 th
February 2010); available at http://emedicine.medscape.com/article/457394-
overview
25
26