Post on 15-Oct-2021
Jurnal Abdi Masyarakat Indonesia PENDAMPINGAN PEMANDU GEOWISATA KAWASAN CAGAR ALAM GEOLOGI
e-ISSN 2721-0634, p-ISSN 2684-9011 GUNUNG KIDUL: MENUJU THOUGHTFUL INDONESIA
Volume 3 No. 1, Maret 2021 Sri Mulyaningsih, Suhartono, Dina Tania, dan Nur Widi A. Agus Tri Heriyadi
31
Sejarah Artikel
Diterima
Desember 2020
Revisi
Desember 2020
Disetujui
Maret 2021
Terbit Online
Maret 2021
*Penulis
Koresponden:
sri_m@akprind.ac.i
d
Pendampingan Pemanduan Geowisata Kawasan Cagar
Alam Geologi Gunungkidul: Menuju Kebangkitan
Thoughtful Indonesia
Assistance in Geotourism Guidance of Gunungkidul
Geoheritages, Facing Awakening of Thoughtful Indonesia
Sri Mulyaningsih1, Suhartono2, Dina Tania1
dan Nur Widi A. Agus Tri Heriyadi2
1Program Studi Teknik Geologi FTM Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta,
Jl. Kalisaak No 28, Yogyakarta, 55222 2Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Widya Mataram Yogyakarta, RT
III/237, Jalan Dalem Mangkubumen, Kadipaten, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta 55132
Abstrak
Dalam menghadapi kenormalan baru sektor pariwisata di Gunungkidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY), terkait pandemi Covid-19, perlu disiapkan paradigma
pariwisata yang berbasis konservasi dengan menyelaraskan antara kebutuhan para
wisatawan dan kebutuhan masyarakat lokal. Konservasi tersebut meliputi unsur abiotik,
biotik dan budaya, yang harus disosialisasikan kepada para pemandu, terutama
pemandu lokal. Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) ini bertujuan untuk melakukan
pendampingan kepada para pemandu wisata sebagai garda terdepan sektor pariwisata,
terkait dengan langkah konservasinya. Pendampingan yang dilakukan meliputi
sosialisasi, pelatihan pemanduan (di dalam kelas dan lapangan), jejaring kerjasama
antar-pemandu lokal, strategi pemasaran dan promosi Unesco Global Geopark
Gunungsewu. Pendampingan dilaksanakan kepada 40 pemandu lokal dari beberapa
destinasi wisata dengan predikat Kawasan Cagar Alam Geologi (KCAG) di
Gunungkidul, yaitu Gunung Api Purba Nglanggeran, Gunung Ireng, Gunung Gentong,
Bioturbasi Kali Ngalang, Taman Batu Nglirong, Pantai Wediombo dan Sampang-
Gedangsari. Melalui pendampingan ini, para pemandu kini memiliki pemahaman
tentang konservasi, sebagai bagian dari tujuan geopark, yang harus dilaksanakan untuk
menjamin keberlanjutan terpenuhinya kebutuhan lingkungan, masyarakat lokal (sosial,
ekonomi dan budaya) dan para wisatawan.
Kata Kunci:
● geowisata ● kenormalan baru
● konservasi ● pemandu lokal ● pendampingan
Keywords:
● Assistance
● Conservation
● Geo-tourism ● Local guide ● New normal
Abstract
Facing the new normal of tourism at Gunungkidul Yogyakarta Special Region, during
the pandemic covid-19, tourism-based conservation as synergisms of local people and
tourism needs should be formulated, then socialized and implemented shortly. These
include biotic, abiotic and culture as geopark’s main purpose especially learned then
implemented by the local guides, as in front of the sustainability. This community service
aimed to help local guides to implement the conservation included its socialization,
training, networking, and marketing and promotion strategies related to the
Gunungsewu Unesco Global Geopark. This training was followed by 40 guides that
came from some geo-destinations i.e., Gunung Nglanggeran Paleo-Volcano Geosite,
Gunung Ireng Geosite, Gunung Gentong Geosite, Kali Ngalang Bioturbation Geosite,
Nglirong Stone Park, Wediombo Beach Geosite, and Sampang-Gedangsari Geosite. By
this community service, most guides at Gunungkidul know geo-conservation, which
should be implemented to guarantee the sustainability of the environment, local people
(social, economic, and culture), and the tourism needs.
Jurnal Abdi Masyarakat Indonesia PENDAMPINGAN PEMANDU GEOWISATA KAWASAN CAGAR ALAM GEOLOGI
e-ISSN 2721-0634, p-ISSN 2684-9011 GUNUNG KIDUL: MENUJU THOUGHTFUL INDONESIA Volume 3 No. 1, Maret 2021 Mulyaningsih, Suhartono, Tania, dan Heriyadi
32
1. PENDAHULUAN
Dampak pandemi covid-19 pada sektor
pariwisata begitu dirasakan oleh pemandu
wisata, hotel dan restoran yang sepi
pengunjung. Disparekraf Gunungkidul
bersinergi dengan akademisi, secara aktif
menyusun strategi baru pengembangan
destinasi wisata yang ramah lingkungan,
serta melindungi kebutuhan masyarakat
lokal dan wisatawan, sehingga mampu
menjamin laju pembangunan selaras dengan
konservasi. Kegiatan semacam ini
sebenarnya telah dilaksanakan secara rutin
oleh daerah-daerah di tingkat kabupaten
maupun provinsi, dengan menghadirkan
para narasumber berkompeten di bidangnya,
seperti di Kabupaten Bangli-Bali (Gunatama
dkk., 2019), Bakauheni-Lampung Selatan
(Mulyanto & Maulana, 2019), Ciletuh-
Sukabumi (Hindersih dkk., 2017), dan
Sukoharjo-Jawa Tengah (Yuliati dkk, 2020).
Indonesia terletak pada cincin api
dunia, sehingga menjadikannya sebagai
wilayah yang beragam kondisi geologinya
(geodiversity). Sebagian wilayah di
Indonesia memiliki keunikan sebagai
warisan geologi (geoheritage) yang harus
dilindungi. Gunungsewu yang meliputi
Gunungkidul di DIY, Wonogiri di Jawa
Tengah dan Pacitan di Jawa Timur telah
ditetapkan sebagai Unesco Global Geopark
(UGG). Geopark ini harus dimanfaatkan
secara maksimal untuk kepentingan
masyarakat lokal, nasional dan
internasional, seperti untuk geowisata,
sehingga terjamin keberlanjutannya.
Pemahaman konsep geopark yang
berkaitan dengan pengembangan wisata,
masih belum dipahami secara holistik,
terutama oleh pemandu wisata sebagai garda
terdepan industri pariwisata. Konsep
mendatangkan tamu sebanyak-banyaknya
masih dipandang sebagai satu-satunya
metode yang efektif di sektor pariwisata. Hal
tersebut harus disinergikan dengan konsep
konservasi lingkungan (abiotik, biotik dan
budaya). Kegiatan pengabdian kepada
masyarakat (PkM) ini dilakukan dengan
tujuan mengajarkan sinergitas pemenuhan
kebutuhan wisatawan, masyarakat lokal dan
lingkungan. PkM ini dilakukan melalui
pendampingan pemanduan geowisata,
kepada 40 calon pemandu wisata dari
berbagai destinasi geowisata di
Gunungkidul. Waktu pelaksanaan kegiatan
adalah selama enam bulan (Mei-Oktober
2020).
Kegiatan meliputi berbagai pelatihan
dasar kegeologian, keragaman warisan
geologi di destinasi wisata, geopark dan
geowisata, penyiapan informasi geowisata,
memimpin perjalanan geowisata, melakukan
interpretasi, mengakhiri pemanduan dan
pelaporan. Pendampingan di lapangan
dilakukan secara bertahap, meliputi
penggunaan atribut (peralatan) geologi dan
geo-konservasi, presentasi teknik
interpretasi di lapangan, dan teknik
mengakhiri pemanduan di destinasi. Pada
akhir kegiatan, peserta didampingi untuk
melakukan penyusunan pelaporan kegiatan.
Tujuan akhir pendampingan adalah
mempersiapkan para pemandu lokal untuk
mendapatkan sertifikat pemanduan
geowisata, sehingga mampu bersaing
dengan pemandu asing dan nasional, saat
pandemi covid-19 berakhir.
2. METODE
PKM ini dilakukan antara bulan Maret 2010
hingga Oktober 2010 (Tabel 1). Kegiatan
diawali dengan sosialisasi tentang pelatihan
geodiversity, geoheritage, geokonservasi,
pemanfaatan Geopark Gunungsewu,
pengembangan geo-wisata, pendampingan
pemanduan dan sertifikasi pemanduan
geowisata dengan pihak Dinas Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf)
Gunungkidul. Kegiatan ini bertujuan untuk
memastikan program kerja dapat dijalankan.
Langkah selanjutnya adalah koordinasi
kegiatan dengan masyarakat lokal, pengelola
dan POKDARWIS di 19 Kawasan Cagar
Jurnal Abdi Masyarakat Indonesia PENDAMPINGAN PEMANDU GEOWISATA KAWASAN CAGAR ALAM GEOLOGI
e-ISSN 2721-0634, p-ISSN 2684-9011 GUNUNG KIDUL: MENUJU THOUGHTFUL INDONESIA Volume 3 No. 1, Maret 2021 Mulyaningsih, Suhartono, Tania, dan Heriyadi
33
Alam Geologi (KCAG) di lingkungan
Kabupaten Gunungkidul, yang difasilitasi
oleh Disparekraf Gunungkidul.
Tabel 1. Jadwal kegiatan pengabdian kepada
masyarakat pendampingan pemanduan
geowisata
No. Nama Kegiatan Waktu Tempat
1. Sosialisasi
kepada
Disparekraf
Gunungkidul
3-10
Maret
2020
Kantor
Disparekraf
2. Koordinasi
dengan pengelola
dan
POKDARWIS
10 Maret
2020
Kantor
Disparekraf
Gunungkidul
3. Pendaftaran
peserta
20-30
Maret
2020
Kantor
Disparekraf
Gunungkidul
4. Seleksi peserta 1-3 April
2020
Kantor
Disparekraf
Gunungkidul
5. Pelatihan daring
tentang
geodiversity,
geoheritage,
geopark dan
geowisata
15-20
April
2020
Lewat
Aplikasi
Zoom 2 jpl /
pertemuan
6. Pelatihan luring
tentang teknik
interpretasi
geologi (abiotik),
biotik (flora dan
fauna), dan
budaya
1 Juni-10
Juli 2020
Pada destinasi
masing-
masing secara
bergiliran
7. Pelatihan luring
secara intensif
tentang teknik-
teknik serving,
speaking,
interpreting,
closing, and
reporting
20-23
September
2020
Grand Santika
Hotel,
Yogyakarta
8. Evaluasi,
pendaftaran dan
seleksi untuk
sertifikasi
pemanduan
geowisata
10-15
Oktober
2020
LPK
Pramindo,
Jakarta
9. Sertifikasi
Pemanduan
Geowisata
20-23
Oktober
2020
Oleh LPK
Pramindo, di
Grand
Premier Hotel
Yogyakarta
Kegiatan koordinasi tersebut
ditindaklanjuti dengan pendaftaran calon
pemandu geowisata. Banyaknya jumlah
pendaftar, telah ditindaklanjuti dengan
seleksi. Berdasarkan hasil seleksi, telah
ditetapkan sebanyak 40 calon pemandu
geowisata, berdasarkan kemampuan dasar
pemanduan, yang berpotensi menjadi duta
wisata Gunungkidul.
Seluruh 40 calon pemandu geowisata
tersebut selanjutnya dilatih untuk menambah
pengetahuannya tentang dasar-dasar ilmu
geologi, potensi Geowisata Gunungkidul,
materi dan teknik interpretasi pemanduan
geowisata, serta pelaporan kegiatan
pemanduan geowisata. Pandemi covid-19
yang telah berlangsung dari Maret 2020
ditindaklanjuti dengan pendampingan jarak
jauh (daring). Mulai Juni 2020, pelatihan-
pelatihan intensif dilakukan secara luring,
dan mulai Juli 2020 pelatihan dilakukan
secara langsung di lapangan, yaitu teknik
interpretasi geologi (abiotik), biotik (flora
dan fauna), dan budaya dilakukan secara
intensif langsung di destinasi wisata.
Dikarenakan peserta juga memiliki
pekerjaan dan urusan pribadi yang lain,
kegiatan ini membutuhkan waktu selama
dua bulan. Pelatihan di lapangan mencakup
deskripsi geomorfologi, litologi (susunan
batuan), struktur geologi (arsitekturnya),
sejarah geologi yang membentuknya dan
proses geologi yang berlangsung di
dalamnya. Kondisi dan proses-proses
geologi tersebut diinterpretasikan dengan
adat-istiadat masyarakat setempat dan
budaya yang berkembang di dalamnya,
untuk selanjutnya dilakukan interpretasi
umum dan khusus di kawasan destinasi, serta
dihubungkan dengan unsur-unsur biologi
yang terdapat di kawasan destinasi. Untuk
memantapkan pengetahuan dan kemampuan
para pemandu lokal, sekali lagi dilakukan
pelatihan pemanduan selama tiga hari secara
berturut-turut sebanyak 16x3 jam pelajaran
(JPL), dengan 1 JPL setara dengan 50 menit,
serta 12x1 JPL praktek di lapangan (Gambar
1).
Jurnal Abdi Masyarakat Indonesia PENDAMPINGAN PEMANDU GEOWISATA KAWASAN CAGAR ALAM GEOLOGI
e-ISSN 2721-0634, p-ISSN 2684-9011 GUNUNG KIDUL: MENUJU THOUGHTFUL INDONESIA Volume 3 No. 1, Maret 2021 Mulyaningsih, Suhartono, Tania, dan Heriyadi
34
Gambar 1. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk pelatihan pemanduan di dalam kelas
dan di lapangan, yang diikuti oleh 40 calon pemandu geowisata
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Keberadaan geoheritage diatur sepenuhnya
dalam Peraturan Menteri ESDM No. 1 tahun
2020. Di dalamnya mengatur tentang
geodiversity, geoheritage, geokonservasi,
geopark dan geowisata. Geodiversity adalah
gambaran keunikan komponen geologi,
seperti mineral, batuan, fosil, struktur
geologi, dan bentang alam yang menjadi
kekayaan hakiki suatu daerah serta
keberadaan, kekayaan penyebaran dan
keadaannya yang dapat mewakili proses
evolusi geologi daerah tersebut.
Keragaman geologi yang memiliki nilai
lebih sebagai suatu warisan karena menjadi
rekaman yang pernah atau sedang terjadi di
bumi yang karena nilai ilmiahnya tinggi,
langka, unik, dan indah, sehingga dapat
digunakan untuk keperluan penelitian dan
pendidikan kebumian, yang disebut sebagai
geoheritage (Mulyaningsih dkk., 2019a;
Bentivenga, dkk., 2019). Geoheritage perlu
dilindungi dan diwariskan ke generasi
berikutnya. Upaya perlindungan untuk
melestarikan geodiversity dengan aspek
geologi pentingnya dilakukan dalam bentuk
Kawasan Lindung Geologi atau Cagar Alam
Geologi (Mulyaningsih dkk., 2019b).
Pelestarian, pemanfaatan serta
pengelolaan situs warisan geologi secara
holistik bersama sumberdaya alam lainnya,
dengan konsep pembangunan berkelanjutan
adalah tujuan utama dari geopark (Yuliawati
dkk., 2019). Upaya pelestarian dengan
memanfaatkan komponen geodiversity dan
nilai warisan geologi dengan konsep wisata
berbasis geologi disebut geowisata (Badan
Geologi, 2020).
Peserta pendampingan diajarkan secara
intensif tentang konsep-konsep geodiversity,
Jurnal Abdi Masyarakat Indonesia PENDAMPINGAN PEMANDU GEOWISATA KAWASAN CAGAR ALAM GEOLOGI
e-ISSN 2721-0634, p-ISSN 2684-9011 GUNUNG KIDUL: MENUJU THOUGHTFUL INDONESIA Volume 3 No. 1, Maret 2021 Mulyaningsih, Suhartono, Tania, dan Heriyadi
35
geoheritage, geokonservasi, geopark dan
geowisata tersebut. Selama pelatihan,
disisipkan pemahaman-pemahaman tentang
geologi dasar yang mendasari variabel-
variabel geoheritage dalam Geopark
Gunungsewu. Materi yang diajarkan
meliputi fosil, stratigrafi, mineral dan
batuan, stratigrafi, struktur geologi,
magmatisme dan vulkanisme, geomorfologi,
sedimentologi, dan geotermal (Gambar 2).
Gambar 2. Tipe-tipe warisan geologi yang dapat dijumpai di permukaan bumi, meliputi fosil, bentang
alam, batuan, proses geologi dan pengaruh-pengaruh ekstraterestrial yang telah diajarkan kepada peserta
(gambar-gambar diambil dari berbagai sumber terpercaya).
Geoheritage adalah warisan geologi
yang terbentuk secara alami dan memiliki
nilai tinggi karena merepresentasikan
rekaman proses geologi yang saling
berhubungan sehingga secara keilmuan
merupakan bagian penting dari sejarah
dinamika bumi. Keberadaan geosite (situs
warisan geologi) dengan titik-titik minatan
geologi, biologi dan budaya, serta
kumpulannya dengan dilengkapi data
deliniasi yang jelas, yang menjadi obyek dan
daya tarik kunjungan wisata diatur dalam
peraturan pemerintah (daerah dan nasional),
keberadaannya harus dilestarikan (Samodra,
2016 dalam Anwar & Barlian, 2019).
Camelia & Josan menggambarkan
geoheritage sebagai suatu area bentang alam
khusus yang memiliki indentitas yang kuat
dan unik, yang terbentuk dan dipengaruhi
oleh proses yang spesifik. Geosite dan
morfosite yang layak jual untuk kepentingan
geowisata meliputi fosil, mineral, batuan,
proses geologi dan lain-lain, yang telah
mendapatkan predikat sebagai geopark
nasional maupun Unesco Global Geopark,
diajarkan kepada peserta (Gambar 3).
Pelatihan tentang geoheritage
mengajarkan kepada peserta untuk
memahami dan mengimplementasikan
bahwa alam sebagai satu kesatuan proses
memiliki nilai urgent untuk dilindungi.
Jurnal Abdi Masyarakat Indonesia PENDAMPINGAN PEMANDU GEOWISATA KAWASAN CAGAR ALAM GEOLOGI
e-ISSN 2721-0634, p-ISSN 2684-9011 GUNUNG KIDUL: MENUJU THOUGHTFUL INDONESIA Volume 3 No. 1, Maret 2021 Mulyaningsih, Suhartono, Tania, dan Heriyadi
36
Geoheritage dan culture-heritage di
area destinasi dapat menjadi obyek yang
sangat menarik untuk tujuan pariwisata, jika
dimanfaatkan secara arif dan dijaga
keberlanjutannya. Dalam hal ini pemandu
geowisata adalah duta wisata yang akan
menyosialisasikannya ke masyarakat.
Gambar 3. Beberapa contoh geopark di dunia yang telah diajarkan kepada peserta pendampingan
(gambar-gambar didapatkan dari situs-situs terkait dengan situs web geopark-geopark tersebut)
Sesuai dengan kesepakatan dalam
keputusan Lokakarya Geowisata di
Puslitbang Geologi Bandung, 16 Maret
1998, geowisata adalah wisata yang
memanfaatkan seluruh aspek geologi
(Brahmantyo, 2013; dan Faishal dkk., 2018).
Pelatihan telah dilaksanakan di lapangan.
Para peserta diberikan gambaran tentang
seluruh aspek geologi, teknik interpretasi
data geologi sebagai unsur abiotik, flora dan
fauna khas di daerah destinasi, budaya dan
kearifan lokal, serta hubungan ketiga unsur
geowisata tersebut dengan kealamian dan
kondisi nyata tata kehidupan dan tata ruang
destinasi. Praktek interpretasi dilakukan di
Kampung Pitu, Dusun Nglanggeran dan
Gunung Ireng di Desa Pengkok Kapanewon
Patuk; Kali Ngalang dan Gunung Genthong
di Kapanewon Gedangsari; dan Taman Batu
Nglirong dan Goa Berlian di Kapanewon
Panggang, Kabupaten Gunungkidul.
Antusiasme peserta menjadi
penyemangat tersendiri bagi tim untuk terus
dengan sabar melakukan pendampingan
(Gambar 4). Ruang lingkup geowisata
adalah tiap jenis sumberdaya alam non-
hayati, seperti air, tanah, bahan galian,
bentang alam dan formasi geologis atau
perwujudan proses alam yang sangat indah
dan penting, termasuk untuk kepentigan
ilmu pengetahuan dengan obyek berupa
penciptaan dan pengelolaan produk
(Dowling & Newsome, 2010; Newsome &
Dowling, 2018). Pemandu wisata sebagai
Jurnal Abdi Masyarakat Indonesia PENDAMPINGAN PEMANDU GEOWISATA KAWASAN CAGAR ALAM GEOLOGI
e-ISSN 2721-0634, p-ISSN 2684-9011 GUNUNG KIDUL: MENUJU THOUGHTFUL INDONESIA Volume 3 No. 1, Maret 2021 Mulyaningsih, Suhartono, Tania, dan Heriyadi
37
ujung tombak dunia pariwisata harus mampu
melakukan interpretasi dan inventarisasi
objek wisata yang diperkaya dengan
informasi geologi yang berkaitan dengan
legenda, mitos dan sejarah. Legenda dan
mitos dapat memperkaya khazanah
gowisata. Pemandu harus tersertifikasi
sebagai pramuwisata geowisata, sehingga
harus sangat memahami seluk-beluk geologi
dan geokonservasinya, di samping atraksi,
aktivitas, akomodasi dan amenitas, serta
budayanya.
Gambar 4. Sinergitas pemanfaatan geodiversity, penelitian dan keilmuan, dan culture-heritage dalam
pengembangan destinasi geowisata yang berkelanjutan
Sebelum pendampingan dilaksanakan,
peserta belum memahami seluk-beluk dan
tujuan geopark, kini mereka memahami
geopark sebagai konsep pengembangan area
berbasis pemanfaatan geodiversity secara
terintegrasi dengan biodiversity dan cultural
diversity, dengan menerapkan prinsip
konservasi yang disinergikan dengan
rencana tata ruang.
Geowisata mengembangkan wisata
minat khusus dengan memanfaatkan
informasi geologi popular, untuk
menjelaskan keindahan, keunikan dan
kelangkaan objek-objek geodiversity
(Mulyaningsih dkk, 2019b). Konsep tersebut
belum sepenuhnya dan secara sempurna
diterima dan dijalankan oleh peserta. Dalam
perkembangannya, pada industri pariwisata
juga dikenal istilah ekowisata, yaitu konsep
pengembangan wisata alam dan budaya
yang berbasis komunitas lokal (community-
based ectourism), yang diselenggarakan
sesuai standar tertentu dengan
memanfaatkan aspek biodiversity, cultural
diversity, dan geodiversity (Gordon, 2018;
Suhartono dkk., 2019). Pemahaman tersebut
telah lebih dulu dipelajari dan diamalkan
oleh peserta, sehingga sampai dengan
pendampingan berakhir, implementasi
pemanduan geowisata masih sebatas dengan
pemanduan ekowisata. Hal yang membuat
senang dan menambah semangat para
anggota Tim pelaksana PkM adalah
sebagian peserta telah sedikit demi sedikit
Jurnal Abdi Masyarakat Indonesia PENDAMPINGAN PEMANDU GEOWISATA KAWASAN CAGAR ALAM GEOLOGI
e-ISSN 2721-0634, p-ISSN 2684-9011 GUNUNG KIDUL: MENUJU THOUGHTFUL INDONESIA Volume 3 No. 1, Maret 2021 Mulyaningsih, Suhartono, Tania, dan Heriyadi
38
melakukan penyesuaian materi dan perilaku
konservasi.
4. KESIMPULAN
Kegiatan PKM ini telah memberi manfaat
bagi peserta, berupa pengayaan keilmuan
tentang geodiversity, geoheritage, geopark
dan geowisata, sebagai langkah konservasi
biotik, abiotik dan budaya pada suatu
destinasi wisata. Pemandu sebagai tulang
punggung sektor pariwisata yang menjadi
kunci keberhasilan edu-konservasi
(geowisata) di masyarakat telah dibekali
dengan kecakapan dalam teknik interpretasi,
sehingga diharapkan mampu mempengaruhi
perilaku wisatawan dari normal leisure
menjadi experience conservation leisure.
Secara bertahap, kondisi ini akan menjadi
kebiasaan bagi pemandu dan wisatawan
sehingga dapat menjaga keberlanjutan
destinasi.
Ucapan Terima Kasih
Kegiatan PkM ini terselenggara atas
pembiayaan hibah PkM skema PPDM dari
DRPM Kemenristek Brin tahun kedua
(2020), sesuai dengan Perjanjian Penugasan
Pelaksanaan Program Pengabdian
Masyarakat Nomor: 103/SP2H/PPM/2020,
tanggal 28 Februari 2020. Ucapan terima
kasih sebesar-besarnya untuk DRPM
Kemenristek Brin atas pembiayaannya,
LPPM IST AKPRIND atas kesempatannya
dan masyarakat Srumbung, Desa Pengkok,
Kabupaten Gunungkidul atas kerjasama dan
pengalamannya selama kegiatan
berlangsung.
Referensi
Anwar S, Barlian E. (2019). The
geodiversity potential of Tanah Datar
District developing into a geotourism
asset as a geopark in Indonesia. IOP
Conference Series: Earth and
Environmental Science. Vol. 314, No.
1, p. 012051)
Bentivenga M, Cavalcante F, Mastronuzzi
G, Palladino G, Prosser G. (2019).
Geoheritage: the Foundation for
Sustainable Geotourism. Geoheritage.
11(4):1367-9
Brahmantyo B. (2013). Geotourism in
Indonesian Perspective. Proceeding
HAGI-AIGI Joint Convention
Dipowiguno, A. P., Setiawan, V. E., Arifin,
A. S., & Kusworo, A. (2019).
Geological History of Natuna Island:
Geodiversity, Geoheritage, and
Sustainable Development Based on
Geodiversity Inventory and
Geoheritage Assessment. Proceeding
Joint Convention Yogyakarta 2019,
HAGI, IAGI, IATMI, PERHAPI
Dowling RK, Newsome D. (2010).
Geotourism A Global Activity.
Goodfellow Publishers Limited
Faizal M, Arisandy RF, Wijaksono SH,
Alansa FR, Arifin MN, Mulyaningsih
S. (2018). Efforts on Geological
Conservation to Watuadeg-Basalt
Pillow Lavas at West Sumber, Berbah
District, Sleman Regency, Yogyakarta
Special Region-Indonesia. Journal of
Geoscience, Engineering,
Environment, and Technology.
18;3(3):174-9
Gordon JE. (2018). Geoheritage,
geotourism and the cultural landscape:
Enhancing the visitor experience and
promoting geoconservation. Journal
Geosciences. Vol 8(4):136
Gunatama G, Divayana DG, Parma IP,
Mardana IB. PPDM. (2019). Geowisata
Bali Aga Di Desa Trunyan Kecamatan
Kintamani-Bali. Seminar Nasional
Pengabdian kepada Masyarakat. Vol. 4,
pp. 1227-1236
Hindersah H, Asyiawati Y, Akliyah LS,
Ramadhan TA. (2017). Tantangan
Pembangunan Pariwisata Inklusif
Geopark Ciletuh, Desa Ciwaru
Kabupaten Sukabumi–Provinsi Jawa
Jurnal Abdi Masyarakat Indonesia PENDAMPINGAN PEMANDU GEOWISATA KAWASAN CAGAR ALAM GEOLOGI
e-ISSN 2721-0634, p-ISSN 2684-9011 GUNUNG KIDUL: MENUJU THOUGHTFUL INDONESIA Volume 3 No. 1, Maret 2021 Mulyaningsih, Suhartono, Tania, dan Heriyadi
39
Barat. In Prosiding-Seminar-Nasional-
Perencanaan-Pembangunan-Inklusif-
Desa-Kota. pp. 125-134
Mulyaningsih S, Heriyadi NW, Tania D,
Suhartono S. (2019). Identifikasi
Jelajah Geologi Gunung Api Purba
Gunung Ireng Desa Pengkok,
Kabupaten Gunungkidul. Jurnal
Pariwisata. Vol 6(2):154-68.
Mulyaningsih, S., Muchlis, Kiswiranti, D.,
and Heriyadi, N.W.A.A.T. Design of
Volcanic Educational-based Natural
Tourism at Giriloyo, Wukirsari Village,
Imogiri District, Bantul Regency,
Yogyakarta-Indonesia. In Proceedings
of the Second International Conference
on Science, Engineering and
Technology - Volume 1: ICoSET, ISBN
978-989-758-463-3, 2019b; pages 349-
356. DOI: 10.5220/0009435703490356
Mulyanto, B.S., dan Maulana, N. (2019).
Pelatihan Manajemen Geowisata dan
Mitigasi Bencana di Desa Totoharjo
Kecamatan Bakauheni Kabupaten
Lampung Selatan, Prosiding Senapati
Seminar Nasional Pengabdian Kepada
Masyarakat Teknologi dan Inovasi
Pengabdian Masyarakat di Era
Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0
Bandar Lampung, ISSN: 2685-0427.
Hal. 10
Newsome D., and Dowling R. (2018).
Geoheritage and Geotourism.
Geoheritage (pp. 305-321). Elsevier.
Suhartono, Mulyaningsih, S., Kiswiranti, D.,
Sukirman, Heriyadi, N.W.A.A.T.,
Muchlis, and Mindhayani, I.
(Proceedings of the Second
International Conference on Science,
Engineering and Technology. pp 5-10 ).
Design of Community-based
Ecotourism at Cengkehan and Giriloyo,
Wukirsari Village, Imogiri District,
Bantul Regency, Special Region of
Yogyakarta. Proceedings of the Second
International Conference on Science,
Engineering and Technology. pp 5-10
Yulliati U, Sugiarti R, Hastuti TK, Istiqomah
S. (2020). Pengembangan Geowisata
Berbasis Folklore Di Desa Gentan
Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo.
Prosiding Konferensi Nasional
Pengabdian Kepada Masyarakat dan
Corporate Social Responsibility (PKM-
CSR). 3:990-9.
Yuliawati AK, Rofaida R, Gautama BP,
Hadian MS. (2019). Geoproduct
Development as Part of Geotourism at
Geopark Belitong. 1st International
Conference on Economics, Business,
Entrepreneurship, and Finance. Atlantis
Press. pp. 110-112