Post on 04-Oct-2021
Mesin Diesel 3000 cc dengan Turbocharger
Tugas Akhir
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Disusun Oleh Nama :NIM :
Erix Gunarto 045214 055
Program Studi Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2008
Mechanical Engineering Study Program Mechanical Engineering Departement Faculty Of Science And Technology
Sanata Dharma University Yogyakarta
2008
3000 cc Diesel Engine with Turbocharger
Final Project
Presented as partitial fulfilment of the requirement as to obtain the Sarjana Teknik Degree
in Mechanical Engineering
by Erix Gunarto
Student Number : 045214055
Pernyataan
Bahwa di dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 26 September 2008
Penulis
Intisari
Daya pada motor bakar dapat didongkrak dengan cara memperbesar jumlah
udara yang memasuki ruang bakar. Kenaikan jumlah udara dikompensasi dengan
penambahan jumlah bahan bakar. Jumlah total energi yang memasuki ruang bakar
menjadi tinggi dan di dalam ruang bakar dapat dibangkitkan energi yang besar dan
Untuk membandingkan unjuk kerja mesin tanpa dan dengan turbocharger.
Turbo-supercharger atau biasa disebut ‘turbocharger’ saja adalah
supercharger yang digerakkan oleh turbin yang mengkonversi energi aliran gas buang
menjadi energi kinetik rotasi. Aliran gas buang dilewatkan ke dalam turbin. Daya
yang diperoleh turbin diteruskan ke kompresor melalui perantaraan poros. Kemudian
kompresor akan memompakan udara segar ke dalam ruang bakar.
Dari perhitungan yang telah dilakukan ternyata menggunakan turbocharger
menghasilkan efisiensi dan daya besar dibandingkan dengan yang tidak memakai
turbocharger. Efisiensi dengan turbocharger di dapat 82,7 % sedangkan tanpa
turbocharger 82,1 % pada putaran 3600 rpm dan daya yang dihasilkan menggunakan
turbocharger di dapat 110,79 Hp sedangkan tanpa turbocharger 107,96 Hp pada
putaran 3600 rpm.
Kata Pengantar
Salah satu tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk melengkapi wacana
tentang dunia otomotif bagi mereka yang mempelajari teknologi, khusunya tentang
mesin diesel dan turbocharger. Tugas ini disusun sedemikian rupa sehingga
diharapkan pembaca dapat menangkap pesan-pesan penulis.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih untuk pihak-pihak
yang turut mendukung terselesaikannya tugas akhir ini. Pihak-pihak tersebut adalah:
1. Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc. selaku Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi.
2. Budi Sugiharto S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin.
3. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing tugas akhir.
4. Fr. Blasius OSCO terima kasih atas semua saran dan nasehat.
5. Kristin Yulianti yang selama ini selalu menemaniku dan mendampingiku
dalam suka dan duka.
6. Dan yang terakhir, untuk semua pihak yang telah turut membantu
terselesaikannya tugas akhir ini.
Tentu saja banyak kekurangan di dalam penulisan kali ini. Untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun, baik sebelum maupun sesudah
adanya revisi.
Yogyakarta, 17 September 2008
Penulis
Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar belakang 1
1.2. Rumusan masalah 2
1.3. Tujuan penulisan 2
1.4. Batasan perancangan 2
1.5. Metode perancangan 3
BAB 2 TINJAUAN TEORI 4
2.1. Tinjauan umum mesin diesel 4
2.2. Prinsip kerja 8
2.3. Siklus termodinamika 11
2.3.1. Proses pembakaran 11
2.3.2. Bilangan setana (cetane) bahan bakar 15
2.3.3. Perbandingan campuran 16
2.4. Turbocharger 18
2.4.1. Tujuan pemakaian 19
BAB 3 ANALISA SIKLUS 21
3.1. Siklus kerja motor diesel 21
3.2. Motor diesel tanpa turbocharger 24
3.2.1. Langkah hisap 25
3.2.1.1. Tekanan didalam silinder selama proses pengisapan 26
3.2.1.2. Temperatur akhir pada langkah hisap 27
3.2.1.3. Efisiensi pengisian untuk langkah hisap 28
3.2.2. Langkah kompresi 29
3.2.2.1 Tekanan akhir langkah kompresi 30
3.2.2.2 Temperatur akhir langkah kompresi 31
3.2.3. Langkah pembakaran 32
3.2.3.1. Proses pembakaran 32
3.2.3.2. Reaksi pembakaran 32
3.2.3.3. Koefisiensi kelebihan udara 34
3.2.3.4. Koefisien kimia penambahan molar μo 36
3.2.3.5. Koefisien perubahan molar karena adanya gas hasil pembakaran 37
3.2.3.6. Kapasitas molar rata-rata dari gas volume konstan 38
3.2.3.7. Kapasitas panas molar isokhorik rata-rata udara 39
3.2.3.8. Kapasitas molar isokhorik udara pada akhir kompresi 40
3.2.3.9. Perhitungan temperatur akhir langkah pembakaran 40
3.2.3.10. Tekanan akhir pembakaran 41
3.2.4. Langkah ekspansi 44
3.2.4.1. Perbandingan ekspansi awal 44
3.2.4.2. Perbandingan ekspansi akhir 45
3.2.4.3. Tekanan akhir langkah ekspansi 46
3.2.4.4. Temperatur akhir langkah ekspansi 46
3.2.5. Tekanan indikasi rata-rata 47
3.2.5.1. Tekanan indikasi rata-rata aktual 48
3.2.5.2. Kerja indikasi dan daya indikasi hp (horse power) 49
3.2.5.3. Torsi yang dihasilkan 50
3.2.5.4. Efisiensi mekanis 50
3.2.5.5. Tekanan efektif rata-rata 51
3.2.5.6. Brake horsepower 51
3.2.5.7. Kebutuhan bahan bakar 52
3.2.5.8. Konsumsi bahan bakar tiap jam 53
3.2.5.9. Konsumsi bahan bakar tiap jam untuk indikasi daya (Ni) 54
3.2.6.0. Konsumsi bahan bakar tiap jam untuk break thermal 55
3.2.6.1. Efisiensi indikasi panas 55
3.2.6.2. Efisiensi daya break thermal (Hp) 56
3.2.6.3. Kebutuhan bahan bakar spesifikasinya 56
3.3. Motor diesel dengan turbocharger 57
3.3.1. Langkah isap 61
3.3.1.1. Tekanan akhir langkah isap 61
3.3.1.2. Suhu akhir lagkah isap 61
3.3.1.3. Efisiensi pengisian dan koefisien gas sisa 63
3.3.2. Langkah kompresi 63
3.3.2.1. Eksponen kompresi politropik 63
3.3.3.2. Tekanan dan suhu pada akhir langkah kompresi 64
3.3.3. Pembakaran 64
3.3.3.1. Tekanan dan suhu akhir langkah pembakaran 67
3.3.4. Langkah ekspansi 69
3.3.4.1. Eksponen politropik ekspansi 69
3.3.4.2. Tekanan dan suhu akhir langkah ekspansi 69
3.3.5. Perhitungan daya dengan turbocharger 70
3.3.5.1. Tekanan indikasi rata-rata 70
3.3.5.2. Daya indikasi dan daya kuda rem 70
3.3.5.3. Efisiensi dan daya rugi-rugi mekanis 71
3.3.5.4. Efisiensi termal rem dan efisiensi termal indikasi 71
3.3.5.5. Pengaruh pemakaian turbocharger 72
BAB 4 PERENCANAAN KOMPRESOR 75
4.1. Dasar teori 75
4.1.1. Diagram kecepatan 76
4.1.2. Laju aliran masa 77
4.1.3. Persamaan energi 79
4.1.4. Persamaaan momentum 80
4.1.5. Termodinamika kompresor 83
4.1.6. Perencanaan impeller 85
4.1.7. Perhitungan daya kompresor 105
4.1.8. Disain sudu 106
4.2. Perencanaan rumah keong 110
4.3. Perencanaan poros 119
4.4. Perencanaan pasak 127
4.5. Perencanaan bantalan dan pelumasan 128
BAB 5 PENUTUP 131
5.1. Kesimpulan 131
5.2. Saran 133
DAFTAR PUSTAKA 134
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Aplikasi mesin diesel sangat luas, terutama untuk kendaraan niaga. Tekanan
awal langkah kompresi pada mesin diesel tanpa turbocharger (naturally aspirated
engine) selalu lebih rendah daripada tekanan udara atmosfer. Pada langkah isap, torak
bergerak dari TMA (Titik Mati Atas) ke TMB (Titik Mati Bawah). Langkah ini
menimbulkan kevakuman pada ruang bakar sehingga udara bergerak memasuki ruang
bakar. Kondisi seperti ini dirasa kurang efektif karena udara yang memasuki ruang
bakar sangat terbatas jumlahnya karena hanya tergantung pada tekanan udara luar.
Efisiensi volumetrik dapat dinaikkan dengan memperbanyak jumlah udara yang
memasuki ruang bakar. Dengan meningkatkan jumlah udara yang memasuki ruang
bakar dan menambah suplai bahan bakar, maka jumlah kalor yang dapat dikonversi
menjadi kerja mekanis menjadi lebih besar. Dengan demikian daya yang dibangkitkan
juga akan lebih besar.
1.2. Rumusan masalah
Untuk mengatasi beberapa permasalahan di atas, maka dirancanglah suatu alat
untuk memperbesar jumlah udara yang memasuki ruang bakar. Alat ini disebut
turbocharger. Dengan alat ini diharapkan udara dapat memasuki ruang bakar dengan
kecepatan yang lebih tinggi, sehingga terjadi turbulensi. Dengan turbulensi maka
pencampuran bahan bakar dengan udara menjadi lebih baik.
Pemakaian turbocharger dapat mengatasi masalah menipisnya udara yang
masuk ruang bakar. Jumlah udara akan menipis pada dataran tinggi sehingga udara
yang masuk dalam ruang bakar sedikit. Jumlah udara yang sedikit mengakibatkan
proses pembakaran kurang sempurna.
1.3. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan adalah :
1.) Membandingkan unjuk kerja mesin tanpa dan dengan turbocharger.
2.) Merancang turbocharger dan mengetahui parameter-parameter pendukung lainya.
1.3. Batasan Perancangan
Agar perancangan tidak menyimpang dari judul tugas, maka penulis membatasi
masalah pada perancangan turbocharger tanpa intercooler.
Berikut adalah data kendaraaan yang dilengkapi dengan turbocharger.
Jenis kendaraan : mobil penumpang
Tipe mesin : mesin diesel injeksi langsung 4 langkah 16 katup
Jumlah silinder : 4 silinder sebaris
Volume sillinder : 3043 cc
Volume tiap silinder : 760,76 cc
Daya : 91,73 hp pada 3600 rpm
Torsi : 22,769 Nm pada 1800 rpm
Diameter silinder (bore) : 97 mm (0,097 m)
Panjang langkah (stroke) : 103 mm (0,103 m)
Perbandingan kompresi : 1:17,6
1.4. Metode perancangan
Secara detail perancangan turbocharger akan dibahas dalam Bab III, Bab IV
dan Bab V. Urutan perancangannya adalah: Analisa siklus, perancangan kompresor,
perancangan poros beserta pasak, bantalan dan pelumasannya & kesimpulan. Poros
harus dibuat kuat agar dapat menahan berat impeler dan juga dirancang agar memiliki
kecepatan kritis yang tinggi apabila beroperasi bersama dengan impeler. Metode
pelumasan direncanakan dengan pelumasan celup mengingat kecepatan turbo yang
diperkirakan relatif tinggi.
Turbocharger direncanakan memiliki konstruksi seperti Gambar 0.1. Dapat dilihat
impeler kompresor dan impeler turbin memiliki arah putaran yang sama karena
dihubungkan dengan satu poros.
Gambar 0.1 Konstruksi turbocharger yang direncanakan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Tinjauan umum mesin diesel
Mesin diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam. Mesin
pembakaran dalam adalah mesin panas yang di dalamnya terdapat energi kimia dari
pembakaran dilepaskan di dalam silinder mesin. Golongan lain dari mesin panas
adalah mesin uap.Mesin uap adalah energi yang ditimbulkan selama pembakaran
bahan bakar diteruskan lebih dahulu ke uap dan hanya melalui uaplah kerja dilakukan
dalam mesin atau turbin. Saat ini terdapat kecenderungan untuk menyebutkan semua
mesin panas yang dioperasikan langsung oleh gas pembakaran adalah mesin
pembakaran atau motor bakar.
Kerakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar yang
lain adalah metoda penyalaan bahan bakar. Dalam mesin diesel bahan bakar
diinjeksikan ke dalam silinder, yang berisi udara bertekanan tinggi. Selama kompresi
suhu udara dalam silinder meningkat, Ketika bahan bakar dalam bentuk kabut halus
bersinggungan dengan udara panas akan menyala.
Karakteristik mesin diesel yang lain adalah bahwa mesinnya menghasilkan puntiran
yang kurang lebih tidak tergantung pada kecepatan, karena banyaknya udara yang
diambil ke dalam silinder dalam tiap langkah isap dari torak yang sedikit dipengaruhi
oleh kecepatan mesin. Banyaknya bahan bakar yang dapat dibakar di dalam silinder
dengan tiap langkah isap dan langkah usaha berguna oleh aksi torak.
Pemakaian bahan bakar dari motor diesel kira-kira 25% lebih rendah dari pada motor
bensin, sedangkan harga bahan bakarnya pun lebih murah. Hal itulah yang
menyebabkan mengapa motor diesel lebih hemat dari pada motor bensin. Namun,
karena perbandingan kompresinya yang tinggi maka tekanan kerja motor diesel
menjadi lebih tinggi dari pada motor bensin. Oleh karena itu motor diesel harus dibuat
lebih kuat dan kokoh, sehingga lebih berat.. Disamping itu, motor diesel
mengeluarkan bunyi yang keras, warna dan bau gas buang yang kurang
menyenangkan.
Gambar 2.1 Penampang melintang dari mesin diesel. (Sumber: Maleev, hal 5)
(1. lapisan silinder; 2. kepala silinder; 3. torak; 4. batang engkol; 5. poros engkol;
6. pipi engkol; 7. bantalan utama; 8. pena engkol dan bantalannya; 9. nosel bahan
bakar;10. cincin torak; 11. pena torak dan bantalannya; 12. katup pemasukan;
13. katup buang; 14. poros nok; 15. nok; 16. pengikut nok; 17. batang dorong;
18. lengan ayun;19. pegas katup; 20. blok silinder atau karter; 21. plat landasan.)
Gambar 2.1 menunjukkan secara umum mesin diesel empat langkah. Berikut
dijelaskan tentang beberapa bagian penting dari mesin diesel.
1. Silinder
Jantung mesin adalah silindernya, yaitu tempat bahan bakar dibakar dan daya
ditimbulkan. Bagian dalam silinder dibentuk dengan lapisan (liner), atau
selongsong (sleeve). Diameter dalam silinder disebut lubang (bore).
2. Kepala silinder (Cylinder head)
Kepala silinder menutup satu ujung silinder dan sering berisikan katup tempat
lewat udara dan bahan bakar diisikan dan gas buang dikeluarkan.
3. Torak (piston)
Ujung lain dari ruang kerja silinder ditutup oleh torak yang meneruskan kepada
poros daya yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar. Cincin torak (piston
ring) yang dilumasi dengan minyak mesin menghasilkan sil (seal) rapat gas
antara torak dan lapisan silinder. Jarak perjalanan torak dari satu ujung silinder
ke ujung silinder yang lain disebut langkah (stroke).
4. Batang engkol (conecting rod)
Satu ujung, yang disebut ujung kecil dari batang engkol, dipasangkan kepada
pena pergelangan (wrist pin) atau pena torak (piston pin) yang terletak di dalam
torak. Ujung yang lain atau ujung besar mempunyai bantalan untuk pena engkol.
Batang engkol mengubah dan meneruskan gerak bolak-balik (reciprocating) dari
torak menjadi putaran kontinyu pena engkol selama langkah kerja dan
sebaliknya selama langkah yang lain.
5. Poros engkol (crankshaft)
Poros engkol berputar di bawah aksi dari torak melalui batang engkol dan pena
engkol yang terletak di antara pipi engkol (crankweb), dan meneruskan daya dari
torak kepada poros yang digerakkan. Bagian dari poros engkol yang didukung
oleh bantalan utama dan berputar di dalamnya disebut tap (journal).
6. Roda gila (flywheel)
Roda gila dengan berat yang cukup dikuncikan kepada poros engkol dan
menyimpan energi kinetik selama langkah daya dan mengembalikannya selama
langkah yang lain. Roda gila membantu menstart mesin dan juga bertugas
membuat putaran poros engkol kira-kira seragam.
7. Poros nok (camshaft)
Poros nok digerakkan dari poros engkol oleh penggerak rantai atau oleh roda
gigi pengatur waktu mengoperasikan katup pemasukan dan katup buang melalui
nok, pengikut nok, batang dorong (push rod), dan lengan ayun (rocker arm).
Pegas katup berfungsi menutup katup.
8. Karter (crankcase)
Karter berfungsi menyatukan silinder, torak dan poros engkol, melindungi
semua bagian yang bergerak dan bantalannya, dan merupakan reservoir bagi
minyak pelumas. Disebut sebuah blok silinder kalau lapisan silinder disisipkan
di dalamnya. Bagian bawah dari karter disebut plat landasan (bed plate).
2.2 Prinsip kerja
Prinsip kerja motor diesel dapat dilihat pada Gambar 2.2. Torak bergerak translasi
bolak-balik di dalam silinder dihubungkan dengan pena engkol dari poros engkol yang
berputar pada bantalannya, dengan perantaraan batang penggerak atau batang
penghubung. Campuran udara dan bahan bakar di dalam ruang bakar, yaitu ruangan
yang dibatasi oleh dinding silinder, kepala torak dan kepala silinder. Gas pembakaran
yang terjadi itu mampu menggerakkan torak yang selanjutnya memutar poros engkol.
Pada kepala silinder terdapat katup isap dan katup buang. Katup isap berfungsi
memasukkan udara segar ke dalam silinder; sedangkan katup buang berfungsi
mengeluarkan gas pembakaran, yang sudah tidak terpakai dari dalam silinder ke
atmosfer.
Gambar 2.2 Perinsip kerja motor diesel. (Sumber: Arismunandar, hal 1)
Jika torak berada pada posisi TMB, seperti terlihat pada gambar (d), dan baik katup
isap maupun katup buang ada pada posisi tertutup, maka gerakan torak ke atas seperti
terlihat pada gambar (a) merupakan gerakan menekan udara di dalam silinder
(langkah kompresi). Gerakan tersebut terakhir akan menyebabkan kenaikan tekanan
dan temperatur udara yang bersangkutan. Ada dua manfaat dalam menekan isi udara
selama langkah ini: pertama, menaikkan efisiensi panas atau efisiensi total dari mesin
dengan menaikkan densiti (kepadatan) pengisian sehingga diperoleh suhu yang lebih
tinggi selama pembakaran; ini dilakukan pada semua motor bakar, baik dari jenis
penyalaan cetus api maupun penyalaan kompresi. Yang kedua, untuk menaikkan suhu
udara pengisian sedemikian rupa sehingga kalau kabut halus dari bahan bakar
diinjeksikan ke dalamnya, maka bahan bakar akan menyala dan mulai terbakar tanpa
memerlukan sumber penyalaan dari luar seperti busi yang digunakan dalam mesin
bensin.
Akhirnya, apabila torak berada pada posisi terdekat dengan kepala silinder, seperti
terlihat pada gambar (b), maka untuk motor diesel pada umumnya tekanan dan
temperaturnya berturut-turut dapat mencapai kurang lebih 30 kg/cm2 dan 500 oC.
Beberapa saat sebelum torak mencapai posisi (b) TMA, bahan bakar disemprotkan ke
dalam silinder dan terjadilah pembakaran. Proses pembakaran tersebut menyebabkan
kenaikan tekanan dan temperatur. Karena proses pembakaran tersebut memerlukan
waktu maka tekanan maksimum dan temperatur maksimumnya terjadi beberapa saat
setelah torak mulai turun ke bawah.
Dalam hal tersebut gas pembakaran mendorong torak ke bawah (langkah ekspansi),
seperti terlihat pada gambar (c), dan selanjutnya memutar poros engkol. Langkah ini
disebut juga langkah kerja. Beberapa saat sebelum torak mencapai posisi gambar (d)
katup buang mulai terbuka sehingga gas pembakaran keluar dari dalam silinder.
Selanjunya, gas pembakaran dipaksa keluar dari dalam silinder oleh torak yang
bergerak dari bawah ke atas (langkah buang). Beberapa saat sebelum torak mencapai
posisi gambar (b), katup isap mulai membuka dan beberapa saat setelah torak
bergerak ke bawah lagi, katup buang sudah tertutup. Dalam hal tersebut terakhir,
gerakan torak ke bawah akan menyebabkan udara segar dari atmosfer terisap masuk
ke dalam silinder (langkah isap). Demikianlah selanjutnya proses tersebut di atas
terjadi berulang-ulang.
2.3 Siklus termodinamika
2.3.1 Proses pembakaran
Minyak bakar yang disemprotkan ke dalam silinder berbentuk butir-butir cairan yang
halus. Oleh karena udara di dalam silinder pada saat tersebut sudah bertemperatur dan
bertekanan tinggi maka butir-butir tersebut akan menguap. Penguapan butir bahan
bakar itu dimulai pada bagian permukaan luarnya, yaitu bagian yang terpanas. Uap
bahan bakar yang terjadi itu selanjutnya bercampur dengan udara yang ada di
sekitarnya. Proses penguapan itu berlangsung terus selama temperatur sekitarnya
mencukupi. Jadi, proses penguapan juga terjadi secara berangsur-angsur. Demikian
juga dengan proses pencampurannya dengan udara. Maka pada suatu saat dimana
terjadi campuran bahan bakar udara yang sebaik-baiknya, proses penyalaan
berlangsung sebaik-baiknya. Sedangkan proses pembakaran di dalam silinder juga
terjadi secara berangsur-angsur dimana proses pembakaran awal terjadi pada
temperatur yang relatif lebih rendah dan laju pembakarannyapun akan bertambah
cepat. Hal itu disebabkan karena pembakaran berikutnya berlangsung pada temperatur
lebih tinggi.
Proses pembakaran adalah suatu reaksi kimia cepat antara bahan bakar (hidrokarbon)
dengan oksigen dari udara. Proses pembakaran ini tidak terjadi sekaligus tetapi
memerlukan waktu dan terjadi dalam beberapa tahap. Di samping itu penyemprotan
bahan bakar juga tidak dapat dilaksanakan sekaligus tetapi berlangsung antara 30 – 40
derajat sudut engkol.
Pada Gambar 2.3 dapat dilihat tekanan udara akan naik selama langkah kompresi
berlangsung. Beberapa derajat sebelum torak mencapai TMA bahan bakar mulai
disemprotkan. Bahan bakar akan segera menguap dan bercampur dengan udara yang
sudah tertemperatur tinggi. Oleh karena temperaturnya sudah melebihi temperatur
penyalaan bahan bakar, bahan bakar akan terbakar sendiri dengan cepat. Waktu yang
diperlukan antara saat bahan bakar mulai disemprotkan dengan saat mulai terjadinya
pembakaran dinamai periode persiapan pembakaran (1). Waktu persiapan
pembakaran bergantung pada beberapa faktor, antara lain pada tekanan dan
temperatur udara pada saat bahan bakar mulai disemprotkan, gerakan udara dan bahan
bakar, jenis dan derajat pengabutan bahan bakar, serta perbandingan bahan bakar –
udara lokal. Jumlah bahan bakar yang disemprotkan selama periode persiapan
pembakaran tidaklah merupakan faktor yang terlalu menentukan waktu persiapan
pembakaran.
Sesudah melampaui periode persiapan pembakaran, bahan bakar akan terbakar dengan
cepat. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.3 sebagai garis lurus yang menanjak,
karena proses pembakaran tersebut terjadi dalam suatu proses pengecilan volume
(selama itu torak masih bergerak menuju TMA). Sampai torak bergerak kembali
beberapa derajat sudut engkol sesudah TMA, tekanannya masih bertambah besar
tetapi laju kenaikan tekanannya berkurang.
Gambar 2.3 Grafik tekanan versus sudut engkol.
(Sumber: Arismunandar, hal 96)
Hal ini disebabkan karena kenaikan tekanan dikompensasi oleh besarnya volume
ruang bakar sebagai akibat bergeraknya torak dari TMA ke TMB.
Periode pembakaran, saat kenaikan tekanan berlangsung dengan cepat (garis tekanan
yang curam dan lurus, garis BC pada Gambar 2.3) dinamai periode pembakaran
cepat (2). Periode pembakaran saat terjadi kenaikan tekanan sampai melewati tekanan
maksimum dalam tahap berikutnya (garis CD pada Gambar 2.3), dinamai periode
pembakaran terkendali (3). Dalam hal ini jumlah bahan bakar yang masuk ke dalam
silinder sudah mulai berkurang, bahkan mungkin sudah dihentikan.
Selanjutnya dalam periode pembakaran lanjutan (4) terjadi proses penyempurnaan
pembakaran yaitu pembakaran dari bahan bakar yang belum sempat terbakar. Laju
kenaikan tekanan yang terlalu tinggi tidaklah dikehendaki karena dapat menyebabkan
beberapa kerusakan. Maka haruslah diusahakan agar periode persiapan pembakaran
terjadi sesingkat-singkatnya sehingga belum terlalu banyak bahan bakar yang siap
untuk terbakar selama waktu persiapan pembakaran. Dipandang dari segi kekuatan
mesin, di samping laju kenaikan tekanan pembakaran itu, perlu pula diperhatikan
tekanan gas maksimum yang diperoleh. Supaya diperoleh efisiensi yang setinggi-
tingginya, pada umumnya diusahakan agar tekanan gas maksimum terjadi pada saat
torak berada di antara 15 – 20 derajat sudut engkol sesudah TMA. Hal tersebut dapat
dilaksanakan dengan jalan mengatur saat penyemprotan yang tepat.
Sebenarnya tekanan maksimum juga ditentukan oleh laju kenaikan tekanan yang
terjadi selama periode pembakaran cepat. Karena itu segenap usaha haruslah ditujukan
untuk mempersingkat periode persiapan pembakaran, antara lain dengan cara sebagai
berikut:
1. Menggunakan perbandingan kompresi yang tinggi.
2. Memperbesar tekanan dan temperatur udara masuk.
3. Memperbesar volume silinder sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh
perbandingan luas dinding terhadap volume yang sekecil-kecilnya untuk
mengurangi kerugian panas.
4. Menyemprotkan bahan bakar pada saat yang tepat dan mengatur pemasukkan
jumlah bahan bakar yang sesuai dengan kondisi pembakaran.
5. Menggunakan jenis bahan bakar yang sebaik-baiknya.
6. Mengusahakan adanya gerakan udara yang turbulen untuk menyempurnakan
proses pencampuran bahan bakar – udara.
7. Menggunakan jumlah udara untuk memperbesar kemungkinan bertemunya
bahan bakar dengan oksigen dari udara.
2.3.2 Bilangan setana (cetane) bahan bakar
Bilangan setana adalah suatu indeks yang biasa dipergunakan bagi bahan bakar motor
diesel, untuk menunjukkan tingkat kepekaannya terhadap detonasi. Setana normal
atau hexadecane (C16H34) dan α-methyl-napthalene (C10H7CH3) dipergunakan sebagai
bahan bakar standar pengukur. C16H34 adalah bahan bakar dengan periode persiapan
pembakaran yang pendek; kepadanya diberikan angka 100 (bilangan setana = 100).
Sedangkan α-methyl-napthalene mempunyai periode persiapan pembakaran yang
panjang, jadi tidak baik dipergunakan sebagai bahan bakar motor diesel; kepadanya
diberikan angka 0 (bilangan setana = 0). Bahan bakar yang akan ditentukan bilangan
utamanya itu diuji dengan sebuah mesin yang khusus dipakai untuk mengukur
bilangan setana. Dalam hal ini, kelambatan penyalaan dipakai sebagai pembanding.
Maka persen volume setana dalam campuran yang terdiri atas setana dan α-methyl-
napthalene, yang memberikan kelambatan penyalaan sama dengan bahan bakar yang
diuji, dalam keadaan standar operasi tertentu, menyatakan bilangan setana bahan
bakar tersebut. Gambar 2.4 menunjukkan struktur molekul dari kedua bahan bakar
standar pengukur.
Gambar 2.4 Bahan bakar standar pengukur bilangan setana
(alpha-methylnaphtalene dan C16H34 (hidrokarbon rantai lurus)).
(Sumber: Arismunandar, hal 99)
Bilangan setana bahan bakar ringan untuk motor diesel putaran tinggi berkisar di
antara 40 sampai 60. Zat tambahan untuk menaikkan bilangan setana, seperti
“tetraethyl lead” untuk menaikkan bilangan oktana bensin, belum diketemukan. Kadar
belerang dalam bahan bakar haruslah di bawah 1% berat, untuk menghindari
kemungkinan terjadinya korosi. Debu, kotoran dan air di dalam bahan bakar akan
merusak bagian-bagian dalam dari pompa penyemprot bahan bakar dan penyemprot
bahan bakar. Sedangkan endapan karbon dan abu menempel pada permukaan luar dari
penyemprot bahan bakar, torak, katup buang, dan sebagainya, sehingga akan
mengganggu tugasnya masing-masing dan bahkan dapat merusak bagian-bagian itu
sendiri. Oleh karena itu kotoran-kotoran di dalam bahan bakar harus dibatasi.
Meskipun penambahan senyawa barium dapat mengurangi asap, namun gas buang
yang terjadi merupakan polutan udara.
2.3.3 Perbandingan campuran
Campuran antara udara dan bahan bakar biasa dinamai “campuran” saja, sedangkan
perbandingan berat udara (Gud) dan bahan bakar (Gbb) dalam campuran itu dinamai
“perbandingan campuran” atau “perbandingan udara-bahan bakar” (Gud/Gbb). Dalam
proses pembakaran sempurna bahan bakar hidrokarbon, C akan terbakar menjadi CO2
dan H akan menjadi H2O. Maka perbandingan dari berat minimum udara terhadap
berat bahan bakar dinamai “perbandingan campuran sempurna kimia”. Sedangkan
perbandingan campuran terhadap perbandingan campuran stoikiometrik dinamai
“faktor kelebihan udara” atau “perbandingan kelebihan udara”, λ, yaitu
st
bb
ud
RGG
=λ
dengan,
rikstoikiometbb
udst
GGR ⎥⎦
⎤⎢⎣⎡=
Sedangkan kebalikannya dinamai “perbandingan ekivalen”, ( )∫ = λ1 . Jika λ
bertambah kecil, maka hal ini berarti bahwa bahan bakar yang dipakai terlalu banyak,
atau, kekurangan udara. Batas terendah dari λ ditentukan oleh batas asapnya. Hal itu
tergantung dari jenis ruang bakar yang dipergunakan dan pada kondisi
pencampurannya. Jadi batas terendah λ dapat berbeda-beda, tetapi boleh dikatakan
tidak pernah lebih rendah dari λ = 1,1. Maka meskipun terdapat udara berlebih, tetapi
asap hitam juga bisa terjadi dan hal tersebut menunjukkan bahwa pencampuran
dengan pusaran tidak berlangsung dengan baik,
Setiap butir bahan bakar yang terjadi setelah penyemprotan dikelilingi oleh lapisan
campuran dengan λ = 0 sampai :. Di tempat-tempat dengan λ yang terlalu kecil akan
terjadi angus sebagai akibat dekomposisi termal.
2.4 Turbocharger
Daya poros diperoleh melalui pengubahan energi kimia atau nilai kalor bahan bakar.
Makin banyak bahan bakar yang dapat dibakar, makin besar daya yang dapat
dihasilkan. Hal itu dapat terjadi jika tersedia udara secukupnya; biasanya dengan
faktor kelebihan udara lebih besar dari pada batas asap. Maka hal itupun berarti bahwa
daya mesin dibatasi oleh kemampuan mesin tesebut mengisap udara yang diperlukan
untuk pembakaran.
Namun demikian, pada mesin empat-langkahpun terdapat over head katup sehingga
sebagian dari udara segar juga keluar dari dalam silinder. Hal itu merupakan kerugian
yang tidak dapat dihindari. Jadi, udara yang dimasukkan ke dalam silinder tidak
semuanya dipergunakan untuk pembakaran.
Sebuah motor bakar 4 langkah yang bekerja dengan supercharger tekanan isapnya
lebih tinggi daripada tekanan udara atmosfer sekitarnya. Hal ini diperoleh dengan
jalan memaksa udara atmosfer masuk ke dalam silinder selama langkah isap, dengan
memompa udara yang biasa dinamai supercharger.
Supercharger digerakkan dengan daya yang dihasilkan oleh mesin itu sendiri; atau
dengan jalan memanfaatkan energi gas buang untuk menggerakkan turbin gas yang
menggerakkan supercharger. Supercharger yang digerakkan oleh turbin gas buang
dinamai turbo-supercharger atau ‘turbocharger’ saja. Dengan supercharger jumlah
udara atau campuran bahan bakar – udara segar yang bisa dimasukkan lebih besar
daripada dengan proses pengisapan oleh torak pada waktu langkah isap. Tekanan
udara dengan supercharger akan menaikkan sekaligus tekanan isap dan tekanan
buang.
2.4.1 Tujuan pemakaian
Tujuan utama pemakaian turbocharger adalah memperbesar daya motor (30 – 80%);
mesinpun menjadi lebih kompak lagipula ringan. Boleh dikatakan motor diesel
dengan turbocharger dapat bekerja lebih efisien, pemakaian bahan bakar spesifiknya
lebih rendah (5 – 15%). Hal ini berarti turbocharger yang dipakai adalah jenis turbo
efisiensi.
Dilihat dari konstruksi dan harganya, motor diesel di bawah 100 PS tidak ekonomis
menggunakan supercharger. Tetapi apabila mesin harus bekerja pada ketinggian lebih
dari 1500 meter di atas laut, supercharger mempunyai arti penting dalam usaha
mengatasi kerugian daya yang disebabkan oleh berkurangnya kepadatan udara
atmosfer di tempat tersebut. Mesin dengan daya di antara 100 – 200 PS yang banyak
dipakai pada kendaraan laut, tidak memperlihatkan pembatasan yang tegas; banyak
juga yang menggunakan supercharger.
Pada motor diesel, supercharger dapat mempersingkat periode persiapan pembakaran
sehingga karakteristik pembakaran menjadi lebih baik. Di samping itu terbuka
kemungkinan untuk menggunakan bahan bakar dengan bilangan setana yang lebih
rendah. Akan tetapi jangan hendaknya melupakan tekanan dan temperatur gas
pembakarannya karena hal tersebut akan menyangkut persoalan pendinginan,
konstruksi, kekuatan material serta umurnya.
Gambar 2.5 menggambarkan konstruksi sebuah turbocharger. Udara atmosfer masuk
ke dalam kompresor kemudian mengalami proses kompresi sehingga tekanannya naik.
Kompresor digerakkan oleh turbin hal ini dapat dilihat dari adanya poros yang
menghubungkan rotor kompresor dan rotor turbin yang digerakkan oleh gas buang
motor bakar torak dengan turbocharger. Udara yang keluar dari kompresor mengalir
ke dalam saluran isap motor melalui karburator, selanjutnya udara mengalir ke dalam
silinder..
Gambar 2.5 Konstruksi sebuah turbocharger dengan katup udara (KK) dan katup gas buang
(KT) dalam keadaan tertutup. (Sumber: Arismunandar, hal 116)
BAB III
ANALISA SIKLUS
3.1. Siklus Kerja Motor Diesel
Siklus kerja motor diesel ada tiga macam, yaitu:
1. Siklus ideal
2. Siklus aktual
3. Siklus gabungan
Dalam pembahasan ini penulis menggunakan siklus gabungan yaitu gabungan
antara siklus ideal dan siklus aktual untuk melakukan perhitungan pada motor diesel.
Untuk menjelaskan makna dari diagram p-v pada motor torak terlebih dahulu
perlu kita pakai beberapa idealisasi, sehingga prosesnya dapat dipahami secara lebih
mudah. Proses yang sebenarnya (aktual) berbeda dengan proses yang ideal tersebut,
dimana perbedaan tersebut menjadi semakin besar jika idealisasi yang digunakan itu
terlalu jauh menyimpang dari keadaan yang sebenarnya, proses siklus yang ideal itu
biasa disebut dengan siklus udara, dengan beberapa idealisasi sebagai berikut:
1. Fluida kerja dalam silinder adalah udara, dimana udara dianggap sebagai gas ideal
dengan konstanta kalor yang konstan.
2. Proses ekspansi dan kompresi berlangsung secara isentropik.
3. Proses pembakaran dianggap proses pemanasan fluida kerja.
4. Pada akhir proses ekspansi, yaitu saat piston mencapai TMB, fluida kerja
didinginkan sehingga tekanan dan suhunya turun mencapai tekanan dan suhu
udara luar (atmosfer).
5. Tekanan fluida kerja di dalam silinder selama langkah buang dan langkah hisap
adalah konstan dan sama dengan tekanan dan suhu udara luar.
Pada gambar di bawah (Gambar : 3.1) menunjukkan siklus tekanan konstan,
yang dianggap sebagai siklus dasar dari setiap mesin empat langkah.
Gambar 3.1 Diagram p-v siklus diesel ideal
(Sumber: Petrovsky, Tahun 1979, hal 18)
Pada waktu piston berada pada TMB (titik a) udara dalam kondisi atmosfer. Gerakan
piston dari TMB ke TMA (titik c) menyebabkan udara pada kondisi atmosfer tersebut
mengalami kompresi isentropik hingga piston mencapai TMA. Pada waktu piston
berada pada posisi TMA udara dipanasi pada tekanan konstan sehingga menyebabkan
suhu dan volume udaranya naik, proses ini berakhir pada titik (z). Selanjutnya,
gerakan piston dari TMA ke TMB merupakan proses ekspansi isentropik. Pada saat
piston mencapai posisi TMB (titik b) udara didinginkan hingga pada kondisi atmosfer
(titik a). Gerakan piston selanjutnya dari TMB ke TMA yaitu dari titik a-r adalah
langkah buang pada tekanan konstan. Sedangkan gerakan piston yang berikutnya dari
TMA ke TMB, yaitu dari titik r-a adalah langkah hisap pada tekanan konstan yang
sama dengan tekanan buang. Jika siklus kerja motor berdasarkan idealisasi 3 dan 4,
maka sebenarnya tak perlu diadakan penggantian fluida kerja.
Pada siklus aktual hambatan hidraulik (rugi-rugi gesekan fluida) yang timbul
pada sistem pemasukan akan menurunkan tekanan udara yang masuk ke dalam ruang
bakar. Karena gerakan piston yang tidak seragam menyebabkan proses pengisian
ruang bakar juga bervariasi. Tampak pada gambar 3.2 langkah pengisapan ( r-a) kurva
mengalami penurunan tekanan di bawah garis atmosfer.
Gambar 3.2 Diagram p-v siklus diesel aktual
(Sumber: Petrovsky, Tahun 1979, hal 18)
Kompresi udara pada siklus aktual diikuti dengan pertukaran panas antara dinding
silinder dengan udara. Oleh karena itu garis kompresi pada diagram p-v bukan garis
adiabatik, tetapi ditunjukkan oleh kurva berlangsung secara politropik dengan
eksponen politropik yang bervariasi.
Karena campuran udara dan bahan mengisi silinder selama periode
pembakaran sampai mendekati TMA. Sehingga tekanan gas pada proses ini tidak
bergerak naik menurut garis vertikal seperti pada pembakaran yang terjadi dalam
volume konstan, tetapi mengikuti kurva yang semakin menjauhi sumbu-y. Setelah
TMA, pembakaran berlangsung dengan diikuti kenaikan volume.
Proses ekspansi pada siklus aktual disertai dengan afterburning dan
perpindahan panas antara gas hasil pembakaran dengan dinding silinder. Oleh karena
itu proes ekspansi tidak berlangsung secara adiabatik, tetapi berlangsung secara
politropik dengan harga koefisien politropik yang bervariasi.
3.2. Motor Diesel Tanpa turbocharger
Jenis kendaraan : mobil penumpang
Tipe mesin : 4-langkah sejajar, 16 katup
Volume sillinder : 3043 cc
Daya : 88,4 Hp / 3800 rpm
Torsi : 19,5 Nm / 2000 rpm
Diameter silinder : 97,0 mm
Panjang langkah : 103,0 mm
Perbandingan kompresi : 1 : 18,2
Ukuran mesin
Panjang x lebar x tinggi : 5130 x 1795 x 1810 (mm)
Berat mesin : 1550 kg
1.4.1. 3.2.1. Langkah Hisap
Seperti telah dijelaskan di atas pada langkah isap terjadi penurunan tekanan
atmosfer yang sesungguhnya, hal ini disebabkan karena rugi-rugi gesekan fluida pasa
sistem pengisapan. Udara luar pada tekanan atmosfer mengalir masuk ke dalam ruang
bakar karena adanya perbedaan tekanan yang lebih rendah di dalam ruang bakar.
Sejumlah muatan udara segar dialirkan saat langkah hisap, hal ini terjadi
karena adanya perbedaan tekanan antara udara luar ( tekanan atmosfer ) dengan
tekanan dalam silinder karena adanya penambahan volume silinder yang disebabkan
gerak langkah piston dari tititk mati atas (TMA) menuju titik mati bawah (TMB).
Pengaliran muatan segar ini melalui saluran hisap dan akan melewati katup hisap
saat terbuka. Katup hisap terbuka beberapa derajat sebelum TMA saat langkah
buang. Saat torak menuju TMB, campuran segar mengalir ke dalam silinder.
Faktor yang mempengaruhi besarnya muatan yang masuk ke dalam silinder:
1. Tahanan hidraulis dari sistem saluran hisap, tekanan akan direduksi sebesar ΔP.
2. Adanya sisa hasil pembakaran di dalam silinder yang mendiami sebagian volume
silinder.
3. Pemanasan campuran udara – bahan bakar oleh permukaan dinding saluran hisap
dan ruang di luar silinder sebesar ΔT yang akan mengurangi kerapatan campuran.
3.2.1.1 Tekanan di Dalam Silinder Selama Proses Pengisapan
Adanya gesekan di dalam saluran isap akan mengurangi jumlah muatan segar
yang terhisap ke dalam silinder karena kerapatan muatan berkurang. Pengaruh
tahanan hidraulik muatan dapat dicari bila diketahui rugi–rugi tekanan ΔPa dalam
sistem hisap atau tekanan Pa pada saat proses penghisapan berakhir. Tekanan di
dalam silinder selama proses pengisian dapat dicari secara tepat bila prosesnya stabil.
Pada mesin 4 langkah saat mencapai kecepatan dan daya rata-rata Pa. Tekanan akhir
langkah hisap dihitung dengan persamaan 3.1 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 27) yaitu
sebagai berikut :
oa 0,92)P(0,85P −= (3.1)
dengan:
Pa = Tekanan akhir saat langkah hisap
Po = Tekanan udara luar (diasumsikan ≈ 1atm = 0,1013 Mpa)
Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
Mpa 0,093150,1013 x 0,9195P ,9195)0(P oa
===
Drop pressure yang terjadi dihitung dengan menggunakan persamaan 3.2 (Petrovsky,
Tahun 1979, hal 207) yaitu sebagai berikut :
oa P 0,05)(0,03P −=Δ (3.2)
dengan :
∆Pa : penurunan tekanan karena rugi-rugi gesekan fluida
Mpa 0,004050,1013 x 0,04P (0,04)P oa
===Δ
3.2.1.2 Temperatur Akhir Pada Saat Langkah Hisap:
Temperatur akhir langkah hisap dapat dihitung dengan persamaan 3.3
(Petrovsky, Tahun 1979, hal 29) yaitu sebagai berikut :
r
rrwoa
γ1TγΔTTT
+++
= (3.3)
dengan:
Ta = Temperatur udara saat langkah hisap
To = Temperatur udara luar (atmosfer). Diasumsikan 28 oC = 301 K
ΔTw = Peningkatan panas akibat kontak dengan dinding silinder dan piston
yang panas.Besarnya 10-15°C (tanpa turbocharger) . (Petrovsky
Tahun 1979, hal 81). Dalam perancangan ini dipilih 15°C
γr = Koefisien gas buang. Besarnya 0,03-0,04 ..(Petrovsky, Tahun 1979,
hal 29). Dalam perancangan ini dipilih 0,038
Ti = Temperatur gas buang. Besarnya 700-800 K .(Petrovsky, Tahun 1979,
hal 32). Dalam perancangan ini dipilih 785 K
Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
K 333,16960,0381
785)0,038(15301Ta
=+
×++=
3.2.1.3 Efisiensi Pengisian Untuk Langkah Hisap
Efisiensi pengisian silinder adalah perbandingan antara jumlah muatan segar
aktual We yang dikompresi di dalam silinder dengan jumlah Wo yang akan diisikan di
dalam volume kerja silinder Vd pada tekanan dan suhu udara luar (p0 dan T0). Pada
mesin tanpa supercarjer, p0 dan T0 menyatakan tekanan dan suhu udara luar, tapi pada
mesin dengan supercarjer p0 = psup dan T0 = Tsup yang merupakan tekanan dan suhu
udara setelah melewati blower. Maka efisiensi pengisian dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 3.4 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 32) yaitu sebagai
berikut :
( )ro
ao
ach
γ1TT
1PP
1εεη
+××
−= (3.4)
dengan:
Pa = Tekanan akhir saat langkah hisap
Po = Tekanan udara luar
Ta = Temperatur udara saat akhir langkah hisap
To = Temperatur udara luar (atmosfer)
ε = Perbandingan kompresi.
γr = Koefisien gas buang. Besarnya 0,03-0,04 ..(Petrovsky, Tahun 1979, hal
29). Maka dipilih 0,038
sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
( )
8468766,0
0,0381301
333,16961
0,1013 0,09315
118,218,2ηch
=
+××
−=
1.4.2. 3.2.2 Langkah Kompresi
Langkah kompresi merupakan lanjutan dari langkah hisap. Katup hisap akan
tertutup sebelum piston akan mencapai TMB. Akhirnya pada saat piston mencapai
posisi terdekat dengan silinder maka pada motor diesel pada umumnya tekanan dan
temperaturnya berturut-turut dapat mencapai kurang lebih 50 kg/cm2 dan 550oC dan
proses tersebut disebut dengan proses kompresi (Sumber: Wiranto Arismunandar, hal
4)
Temperatur dan tekanan pada akhir langkah kompresi akan dibatasi oleh suatu
kondisi yang disebut dengan detonasi. Detonasi adalah suatu kondisi dimana
campuran bahan bakar dan udara akan terbakar lebih awal atau dikarenakan oleh
pembakaran mula. Hal ini disebabkan karena temperatur dan tekanan ruang bakar
terlalu tinggi melebihi temperatur dan tekanan campuran bahan bakar dan udara yang
berada dalam ruang bakar yang diijinkan, sehingga terjadi pembakaran mula. Detonasi
ini sifatnya sangat merugikan, karena panas hasil pembakaran banyak yang terbuang.
Proses kompresi pada siklus actual berlangsung secara politropis sehingga
temperatur dan tekanan pada akhir langkah kompresi, dihitung dengan menggunakan
persamaan politropik. Dengan memperhitungkan perubahan koefisien politropik n1
yang besarnya 1,34 – 1,39 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 33).
Eksponen politropis dicari dengan metode trial error dari persaman 3.5 (sumber :
Petrovsky, Tahun 1979, hal 34) yaitu sebagai berikut :
( )1
985,111
11
−=+++ −
kTBA k
a ε (3.5)
dengan :
k1 ≈ n1 = 1,34 -1,39 koefisien politropik.
A dan B = koefisien yang ditemukan berdasarkan percobaan yang
dilakukan oleh N.M. Glagolev untuk setiap macam gas.
(sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 47).
A untuk udara = 4,62
B untuk udara = 0,00053
Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
( )1
985,112,18 333,169600053,062,4 1
−=+×+ −
kk
dengan metode komputasi maka didapat k1 ≈ n1 = 1.3732
3.2.2.1 Tekanan Akhir Langkah Kompresi:
Tekanan akhir langkah kompresi dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan 3.6 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 32) yaitu sebagai berikut :
1nac PP ε×= (3.6)
dengan:
Pc = Tekanan akhir langkah kompresi
Pa = Tekanan akhir saat langkah hisap
ε = Perbandingan kompresi
n1 = Koefisien politropik. Besarnya ≈ 1,3732. (Petrovsky, Tahun 1979, hal
33).
Maka didapat tekanan dan suhu akhir kompresi adalah :
MPa 5,00362,81Mpa 0,09315
εPP1,3732
nac
1
=×=
×=
3.2.2.2 Temperatur Akhir Langkah Kompresi:
Temperatur akhir langkah kompresi dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan 3.7 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 32) yaitu sebagai berikut :
1-nεTT 1ac ×= (3.7)
dengan:
Tc = Temperatur akhir langkah kompresi
Ta = Temperatur udara saat akhir langkah hisap
ε = Perbandingan kompresi
n1 = Koefisien politropik. Besarnya ≈ 1,4.(Petrovsky, Tahun 1979, hal 33).
Dengan menggunakan metode iterasi maka didapat n1=1,3732.
Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
( )
K 839,8392,181696,333 13732,1
11
=×=
×=−
−nac TT ε
1.4.3. 3.2.3. Langkah Pembakaran
3.2.3.1 Proses Pembakaran Proses pembakaran terjadi saat piston berada beberapa derajat sebelum TMA.
Campuran udara dan bahan bakar yang terkurung di dalam ruang bakar dimampatkan
pada saat proses kompresi, sehingga tekanan dan suhu di dalam ruang bakar naik
secara tiba-tiba.
Pada proses ini terjadi pembakaran campuran bahan bakar dan udara yang
unsur utamanya adalah karbon, hidrogen dan oksigen. Udara mengandung 23%
oksigen (O2 ) 76,7%; Nitrogen (N2) dalam basis massa, sedangkan mengandung 21%
Oksigen dan 79% Nitrogen dalam basis volume.
Kandungan unsur utama bahan bakar :
C = 86% = 0,86 mol/kg.bahan bakar
H = 13% = 0,13 mol/kg.bahan bakar
O2 = 1% = 0,01 mol/kg.bahan bakar
3.2.3.2 Reaksi Pembakaran
Misalkan pada 1 kg bahan bakar mengandung c kg Karbon, h kg Hidrogen,
dan o kg Oksigen.
1 kg = c kg + h kg + o kg
Reaksi pembakaran Karbon sempurna :
C + O2 = CO2
Jika dimasukkan berat atom maka :
12 kg C + 32 kg O2 = 44 kg CO2
Pembakaran 1 kg Karbon menghasilkan :
1 kg C + 1232 kg O2 =
1244 CO2
Dan pembakaran c kg Karbon :
1 kg C + 1232
×c kg O2 = 1244
×c CO2
Dalam mol :
1 kg C + 12c kg O2 =
12c CO2
Reaksi pembakaran karbon tidak sempurna :
CO mol 12cO mol
24cC kg c
CO mol 2O mol 1C kg 24
CO kg 5624cO kg 32
24cC kg c
CO kg 2456O kg
2432C kg 1
CO kg 56O kg 32C kg 242COOC 2
2
2
2
2
2
2
=+
=+
=+
=+
=+=+
Reaksi pembakaran hidrogen:
OH mol2hO mol
4hH kgh
OH mol 2O mol 1H kg 4
OH 36 4hO kg 32
4hH kgh
OH kg 36O kg 32H kg 4OH 2OH 2
222
222
222
222
222
=+
=+
=+
=+=+
Sehingga dengan melihat reaksi diatas, jumlah oksigen (O2) secara teoritis yang
dibutuhkan untuk pembakaran 1 kg adalah :
bakarbahan kg 1 pembakaran dalam terlibat yang O mol320dimana
mol 320
4h
12cO
2
2
=
−+=
Komposisi bahan bakar :
C = 86 %
H = 13 %
O2 = 1 %
Sehingga kebutuhan udara secara teoritis dapat dihitung dengan persamaan 3.8
(sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 38) :
)32o
4h
12c(
0,211Lo' −+= ( 3.8)
sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
bakar bahan mol/kg 0,4943201,0
413,0
120,86
0,211Lo'
=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −+=
3.2.3.3 Koefisien Kelebihan Udara Jumlah udara yang digunakan mesin akan bertambah besar, mengecil atau
bahkan setimbang terhadap perhitungan teoritisnya, tergantung pada tipe tiap susunan
campuran bahan bakar dan udara. Perbandingan jumlah udara yang ikut terbakar
bersama bahan bakar terhadap perhitungan teoritisnya disebut koefisien kelebihan
udara (α)
α = 1 disebut campuran setimbang
α < 1 disebut campuran kaya
α > 1 disebut campuran miskin
Pada motor diesel kecil putaran tinggi harga α = 1,3 – 1,7(Sumber : Petrovsky, Tahun
1979, hal 38) dipilih1,7.
Proses pembakaran 1 kg bahan bakar menghasilkan:
mol 0,660,4941,70,79
Loα0.79Mmol 0,072
1)0,4940,21(1,71)Lo0,21(αM
mol 0,0652
0,13M
mol 0,07112
0,86M
'N
'
O
OH
co
2
2
2
2
=××=
××=
=−=
−=
=
=
=
=
Jumlah total mol gas hasil pembakaran 1 kg bahan bakar :
mol 0,8680,660,0720,0650,071Mg
=+++=
Volumetrik hasil pembakaran:
0,7600,8680,66V
0,0820,8680,072V
0,0740,8680,065V
0,0810,8680,071V
2
2
2
2
N
O
OH
co
=
=
=
=
=
=
=
=
Kebutuhan udara total secara aktual dapat dihitung dengan persamaan 3.9 (petrovsky,
Tahun 1979, hal 38) yaitu sebagai berikut :
α×= Lo'L' (3.9)
sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
0,839kg1,70,494
αLo'L'
=×=
×=
3.2.3.4 Koefisien Kimia Penambahan Molar μo
Koefisien kimia penambahan molar dapat dihitung dengan persamaan 3.10
(sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 40) yaitu sebagai berikut :
αLo'ΔMg1μ0 += (3.10)
dengan :
∆Mg = total hasil pembakaran 1 kg bahan bakar
0,0280,4941,7-0,868
αLo'MΔMg g
=×=
−=
L = kebutuhan udara aktual
α = koefisien kelebihan udara
Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
1,033494,07,1
028,01μ0
=×
+=
3.2.3.5 Koefisien Perubahan Molar karena Adanya Gas Hasil Pembakaran
Koefisien perubahan molar karena adanya gas hasil pembakaran dapat
dihitung dengan persamaan 3.11 ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 40) yaitu
sebagai berikut :
r
ro
γγμ
μ++
=1
(3.10)
dengan :
μ = Koefisien perubahan molar karena adanya gas hasil pembakaran, sehingga
didapat perhitungan perhitungan sebagai berikut :
035,01035,0033,1
++
=μ
=1,031
3.2.3.6 Kapasitas Molar Rata-Rata Dari Gas Volume Konstan
Kapsitas molar rata-rata dari gas volume konstan dapat dihitung dengan
persamaan 3.11 ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 46) yaitu sebagai berikut :
( ) BgTzAggmCv += (3.11)
dengan :
A dan B merupakan konstanta yang diperoleh berdasarkan percobaan N.M
Glagolev. ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 47)
Gas yang terkandung dalam udara A B
CO2 7,82 0,00125
H2O 5,79 0,000112
N2 4,62 0,00053
O2 4,62 0,00053
Sehingga dari persamaan dibawah ini ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 48),
didapatkan :
22222222 OONNOHOHCOCO AVAVAVAVAg +++= ( 3.12)
sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut :
95,44,620,0824,620,7605,790,0747,820,081
AVAVAVAVAg 22222222 OONNOHOHCOCO
=×+×+×+×=
+++=
22222222 OONNOHOHCOCO BVBVBVBVBg +++= ( 3.13)
sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut :
0,0006310530,08210530,76101120,074101250,081
BVBVBVBVBg5555
OONNOHOHCOCO 22222222
=⋅×+⋅×+⋅×+⋅×=
+++=−−−−
sehingga didapatkan :
(mCv)g = Ag + BgTz
= 4,95 + 0,00063.Tz
3.2.3.7 Kapasitas Panas Molar Isokhorik Rata-Rata Udara
Nilai kapasitas panas molar isokhorik rata-rata dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 3.14 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 48) yaitu sebagai berikut :
z 5-
z5-
ovgp
z5-
zgggv
T10636,9351,985T 10634,95
C kcal/mol 1,985)g(mC)(mCT10 634,95
T BA )(mC
⋅+=
+⋅+=
+=
⋅+=
+=
( 3.14)
3.2.3.8 Kapasitas Molar Isokhorik Udara Pada Akhir Kompresi
Nilai kapasitas molar isokhorik pada akhir kompresi dapat dihitung dengan
persamaan 3.15, ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 48) sebagai berikut :
( ) cv TamC 00053,062,4 += ( 3.15)
sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut :
( ) 027,104200053,062,4 ×+=amCv
= 5,17 kcal/mol°C
1.4.4. 3.2.3.9 PerhitunganTemperatur Akhir Langkah Pembakaran:
Perhitungan temperatur akhir langkah pembakaran dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 3.16 ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 48) yaitu
sebagai berikut :
[ ] zpcmixvr
'o
tz T)μ(mCT1,985λ)(mC)γ(1αL
Qξ.g=++
+ (3.16)
dengan:
ξz = Koefisien panas (untuk diesel = 0,65-0,85). (sumber : Petrovsky,
Tahun 1979, hal 44)
Qt = Nilai panas rendah bahan bakar (10.100 kcal/kg). (sumber :
Petrovsky, Tahun 1979, hal 48)
α = Koefisien kelebihan udara (1,3-1,7)
λ = Faktor kenaikan tekanan (1,5-1,8)
γr = Koefisien gas residu (0,03-0,04)
sehingga persamaan pembakaran diatas menjadi :
( ) [ ] ( ) zz TT510.63935,6031,1839,839..985,1141,5038,01494,07,1
1010085,0 −+=+++×
× λ
3.2.3.10 Tekanan Akhir Pembakaran
Nilai tekanan akhir pembakaran dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan 3.17, ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 48) yaitu sebagai berikut :
λ×= cPzP ( 3.17)
Karena harga-harga kenaikan tekanan λ dan suhu akhir pembakaran Tz belum
diketahui, maka terlebih dahulu dinyatakan dalam variabel pz. dari persamaan diatas
diperoleh :
z
z
z
P
P
P
1999,00036,5
Pc
=
=
=λ
Berdasarkan persamaan 3.18, ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 50) yaitu sebagai
berikut :
c
zcz
TTμ.PP = ( 3.18)
dengan :
Pz = Tekanan akhir pada saat langkah pembakaran
Tz = Temperatur akhir pada saat langkah pembakaran
μ = Koefisien molar
Tc = Temperatur akhir langkah kompresi
Pc = Tekanan akhir langkah kompresi
Maka didapat :
z
z
c
czz
c
zcz
P
PPTP
T
TTPP
899,1900036,503,1839,983
=××
=
××
=
××=
μ
μ
Dengan memilih ξ = 0,83 dan nilai kalor bahan bakar Ql = 10100 kkal/kg, maka
persamaan 3.16 dapat ditulis sebagai berikut :
( ) [ ] ( ) zz TT510.63935,6031,1027,1042..985,1141,5038,01494,07,1
1010085,0 −+=+++×
× λ
( ) [ ]
( ) zz
z
pp
p
899,190899,190103,6(935,6031,1
839,9831999,0985,1(141,5038,01494,07,1
1010085,0
}4
)
××+=
=×+++×
×
−
Dengan menyelesaikan persamaan di atas dan mengubahnya menjadi persamaan
homogen maka didapatkan persamaan
014906,35 - P74,54923,67P zz2 =+
dengan rumus kuadrat diperoleh :
94,4709,152474,954
97,232)35,14906.(67,23.4)74,954(74,954
24
2
2
±−=
×−−±−
=
−±−=
aacbbPz
Maka didapatkan akar-akar Pz1 = 11,876 dan Pz2 = -51,7069. Karena untuk tekanan
absolut tidak ada tekanan negatif maka digunakan pz = 11,876 MPa.
Maka suhu pada akhir langkah kompresi adalah :
K
K
PTP
Tc
czz
92,2264
0036,5031,1
839,983876,11
=××
=
××
=μ
Kenaikan tekanan λ dihitung dengan menggunakan persamaan 3.19 (Petrovsky, Tahun
1979, hal 45):
c
z
PP
=λ ( 3.19)
maka didapat :
37,25,003611,876λ
=
=
1.4.5. 3.2.4 Langkah Ekspansi
Setelah terjadi proses pembakaran bahan bakar dengan udara karena tekanan
yang sangat kuat, maka dihasilkan tenaga yang mampu mendorong piston dari TMA
ke TMB. Langkah ini adalah proses perubahan energi panas menjadi energi mekanik.
Karena gerakan piston dari TMA menuju TMB, maka volume silinder akan menjadi
besar dan tekanan udara dalam silinder akan menurun.
Proses ekspansi merupakan proses politropik dengan eksponen politropik (n2),
dengan mengetahui besarnya eksponen politropis, maka dapat dihitung tekanan dan
temperature pada akhir langkah ekspansi. Setelah langkah ekspansi dilanjutkan
dengan proses pembuangan, yang diawali saat katup buang mulai terbuka.
3.2.4.1 Perbandingan Ekspansi Awal
Perbandingan ekspansi awal ρ dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
3.20 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 50) yaitu sebagai berikut :
TcλTzμρ
××
= (3.20)
maka didapat :
1,0034983,839 37,22264,921,033ρ
=××
=
3.2.4.2 Perbandingan Ekspansi Akhir
Perbandingan ekspansi akhir dapat dihitung dengan persamaan 3.21 (sumber :
Petrovsky, Tahun 1979, hal 41) yaitu sebagai berikut :
ρεδ = (3.21)
sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
2,811
2,18
=
=δ
Untuk siklus volume konstan δ = ε. Maka didapatkan k2 yang diasumsikan
sama dengan n2 (n2 ≈ k2). Harga numeris eksponen ekspansi politropik n2 bervariasi
antara 1,15 – 1,30.
Dengan harga δ = ε = 18,2, maka dapat ditulis dalam bentuk persamaan homogen
(sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 89) yaitu sebagai berikut :
1985,1112
12 −=⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ ++ − k
TBA kzgg δ
sehingga didapat :
01
985,12,181143,195,4
01
985,12,181192,2264103,695,4
21
21
4
2
2
=−
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛++
=−
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+××+
−
−−
k
k
k
k
Apabila persamaan di atas diselesaikan dengan metode trial error maka didapat harga
k2 = 1,2832. Harga ini diasumsikan sama dengan n2 (k2 = n2).
3.2.4.3 Tekanan Akhir Langkah Ekspansi:
Tekanan akhir langkah ekspansi dihitung dengan menggunakan persamaan
3.22 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 52) yaitu sebagai berikut :
n2
zeks
δpP = (3.22)
dengan :
Pz = Tekanan akhir pembakaran (Mpa)
δ = Perbandingan akhir langkah ekspansi
n2 = Koefisien politropis
sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
Mpa
pnz
2877,02,81
11,876
P
1,2823
2eks
=
=
=δ
3.2.4.4 Temperatur Akhir Langkah Ekspansi:
Temperatur akhir langkah ekspansi dihitung dengan menggunakan persamaan
3.22 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 52) yaitu sebagai berikut :
1n2
zTeks
δT
−= ( 3.22)
dengan :
Teks = Temperatur askhir langkah ekspansi
Tz = Temperatur akhir proses pembakaran
Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
K 625,8852,81
2008,946δT
11,2823
1n2
zTeks
=
=
=
−
−
3.2.5 Tekanan Indikasi Rata-rata
Tekanan indikasi rata-rata teoritis dengan nilai volume konstan ρ = 1.
Karena dari perhitungan sebelumnya ρ = 1, maka dipakai siklus volume konstan.
Harga pc terlebih dahulu diubah dari megapaskal (MPa) menjadi Kg/cm2. Tekanan
indikasi rata-rata teoritis dihitung dengan menggunakan persamaan 3.23 (Petrovsky,
Tahun 1979, hal 55):
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−
−⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
−= −− 1n
1ε
111n
1δ
11λ1ε
pp1
1n2
1n
cit
12 ( 3.23)
dengan :
Pit = Tekanan indikasi rata-rata.
Pc = tekanan akhir langkah ekspansi
δ = Perbandingan ekspansi akhir
n2 = Koefisien politropis untuk langkah ekspansi
λ = Perbandingan volume saat pembakaran
ε = Perbandingan kompresi
n1 = Koefisien politropis saat langkah isap
sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
2
11,373212823,1it
11n
21n
cit
kg/cm 662,898,07849,45
849,45Kpa 0,84945Mpa11,3732
12,81
1112823,1
12,81
1137,212,81
5,0036p
1n1
ε11
1n1
δ11λ
1εpp
12
==
==
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−−
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
−=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −−
−⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
−=
−−
−−
(untuk 1kg/cm2 = 98,07 kPa)
1.4.6. 3.2.5.1 Tekanan Indikasi Rata-Rata Aktual:
Tekanan indikasi rata-rata aktual dihitung dengan menggunakan persamaan
3.24 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 55) yaitu sebagai berikut :
ψPitPi ×= (3.24)
dengan :
ψ = Bagian langkah piston yang hilang 0,96-0,97. (sumber : Petrovsky, Tahun
1979, hal 55). Diambil 0,97.
Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
2kg/cm402,80,97662,8Pi
=
×=
1.4.7. 3.2.5.2 Kerja Indikasi dan Daya Indikasi Hp (horse power)
Kerja yang dilakukan gas di dalam silinder pada langkah kerja disebut kerja
indikasi. Kerja indikasi dan daya indikasi mesin dihitung dengan menggunakan
persamaan 3.25 dan 3.26 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 57-58) yaitu sebagai berikut :
dii VPW ×= (3.25)
Dengan
Pi = Tekanan indikasi rata-rata (kg/m2).
Vd = Volume langkah piston
Dari perhitungan di atas diketahui Pi = 8,402 kg/cm2, maka didapat perhitungan
sebagai berikut :
( )23
2
/10392,6
103,0097,04402,8
cmkgWi
Wi−×=
××= π
Untuk mesin 4 langkah z = 2, maka persamaan di atas menjadi :
hp9,0
inVpz7560
inVp10N didi4
i⋅⋅⋅⋅⋅
=××
= (3.26)
dengan :
Ni = daya indikasi horse power
vd = volume langkah piston
n = putaran mesin
I = jumlah silinder
Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
Hp 952,0710,9
480030,1030,0974
402,8N
2
i
=
××⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ×××
=
π
1.4.8. 3.2.5.3 Torsi Yang Dihasilkan
Torsi yang dihasilkan dapat dihitung dengan persamaan 3.27 (sumber :
Sularso, Elemen Mesin, hal 7) yaitu sebagai berikut :
nNbT .1074,9 5×= (3.27)
sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
kg.m 83,271923800
64,88.1074,9 5
=
×=T
1.4.9. 3.2.5.4 Efisiensi Mekanis
Untuk menghitung rugi-rugi mekanis relatif digunakanlah efisiensi mekanis.
Efisiensi mekanis menyatakan perbandingan daya kuda rem dan daya indikasi.
Efisiensi mekanis dihitung dengan menggunakan persamaan 3.28 (Petrovsky, Tahun
1979, hal 60) yaitu sebagai berikut :
i
bm
NN
=η (3.28)
Dari data kendaraan diketahui daya kuda rem sebesar 88,64Hp maka efisiensi
mekanisnya adalah :
81,8%0,821107,952
88,4ηm
==
=
1.4.10. 3.2.5.5 Tekanan Efektif Rata-Rata:
Tekanan efektif rata-rata dihitung dengan menggunakan persamaan 3.29
(Petrovsky, Tahun 1979, hal 57) yaitu sebagai berikut :
ime PηP ×= (3.29)
Dengan:
ηm = Efisiensi mekanis (0,78-0,83) (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 61)
sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
2
me
kg/cm 8728,6402,80,818
PiηP
=
×=×=
1.4.11. 3.2.5.6 Brake Horsepower
Brake Horsepower dihitung dengan menggunakan persamaan 3.30
(Petrovsky, Tahun 1979, hal 57) yaitu sebagai berikut :
znvp ide
.45,0
..N b = (3.30)
sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
Hp 4,88245,0
43800103,0097,04
8728,6N
2
b
=×
××⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ×××
=
π
1.4.12. 3.2.5.7 Kebutuhan Bahan Bakar
Kebutuhan udara teoritis dalam mol/kg bahan bakar untuk pembakaran 1
kg bahan bakar, Lo’ = 0,494 mol/kg bahan bakar.
Dalam satuan berat (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 37), menjadi :
bakarbahan kg/mol 14,300,49428,95
'95,28"Lo
=×=×= oL
dimana : 28,9 kg/mol adalah berat molekul udara
Dalam satuan volumetric, (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 37), menjadi :
"288
''' oo
oo L
PT
L ×=
dengan :
To = suhu udara luar
Po = tekanan udara luar (1 atm)
Lo” = kebutuhan udara untuk pembakaran 1 kg bahan bakar dalam satuan
berat.
Sehingga didapat pehitungan sebagai berikut :
bakarbahan /kgm 14,945
3,141288
301'''L
3
o
=
××
=
1.4.13. 3.2.5.8 Konsumsi Bahan Bakar Tiap Jam
Konsumsi bahan bakar tiap jam dihitung dengan menggunakan persamaan
3.30 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 63) yaitu sebagai berikut :
'''o
chdh
Lα.2i60nηVF
××××××
= …………………………………………………….. (3.30)
dengan :
Fh = kebutuhan bahan bakar tiap jam
ηch = efisiensi pengisian pada langkah isap
sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
kg/jam 129,914,9451,72
46000030,84690,00076076Fh
=××
××××=
Massa jenis bahan bakar (minyak solar) 0,85 kg/L. Sehingga kebutuhan bahan bakar
kebutuhan bahan bakar dalam liter per jam = 74,1085,0
129,9= Liter/jam
Kebutuhan bahan bakar tiap silinder :
jamkg
Fh
/28,24
9,1294
Fs
=
=
=
Sehingga panas yang dihasilkan pembakaran bahan bakar pada tiap silinder adalah
q = Fs x Qi
= 2,28 x 10100
= 23050,725 Kkal/jam
1.4.14. 3.2.5.9 Konsumsi Bahan Bakar Tiap Jam Untuk Indikasi Daya (Ni)
Konsumsi bahan bakar tiap jam untuk indikasi daya (hp) dihitung dengan
menggunakan persamaan 3.31 (sumbeer : Petrovsky, Tahun 1979, hal 63) yaitu
sebagai berikut :
i
hi
NFF = (3.31)
sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan bahan bakar tiap silinder : 0,02487 Liter/Hp.jam
1.4.15. 3.2.6.0 Konsumsi Bahan Bakar Tiap Jam Untuk Break Thermal
Konsumsi bahan bakar per jam untuk indikasi break thermal dihitung dengan
menggunakan persamaan 3.32 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 63) yaitu sebagai
berikut :
b
hb
NFF = (3.32)
sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
jam Liter/Hp. 1214,088,4
10,74Fb
=
=
1.4.16. 3.2.6.1 Efisiensi Indikasi Panas:
Efisiensi panas ini menunjukkan derajat pemakaian panas yang dihasilkan
selama pembakaran bahan bakar untuk memperoleh daya indikasi pada mesin (Ni).
Efisiensi indikasi panas untuk daya (Hp) dan daya breakthermal (Hp) dihitung dengan
menggunakan persamaan 3.33 dan 3.34 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 62)
yaitu sebagai berikut :
jam Liter/Hp. 0,0995 952,071
10,74Fi
=
=
tii
QF632η×
= (3.33)
Dengan:
Ot = Panas rendah bahan bakar (solar = 10100 kcal/kg)
sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
%88,626288,0
101000,0995632ηi
==
×=
3.2.6.2 Efisiensi Daya Break Thermal (Hp)
tb
bQF
632η×
= ( 3.34)
sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
%63,515163,0
101001212,0632ηb
==
×=
1.4.17. 3.2.5.8 Kebutuhan Bahan Bakar Spesifikasinya
Kebutuhan bahan bakar specifikasi dihitung dengan menggunakan persamaan
3.35 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 63) yaitu sebagai berikut :
mηFiF = (3.35)
dengan :
Fi = konsumsi bahan bakar indikasi spesifik
ηm = efisiensi mekanis
sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
jam Liter/Hp. 1212,00,821
0,0995F
=
=
3.3. Motor Diesel dengan turbocharger
Pada turbocharging udara dihantarkan ke dalam silinder dengan bantuan
kompresor sentrifugal yang terpasang pada poros. Pada poros ini juga terdapat
turbin gas yang bekerja pada saluran gas buang. Pada inertia supercharging
tekanan udara pada akhir langkah hisap mengalami kenaikan karena kenaikan
energi kinetik kolom udara dan fluktuasi tekanan udara yang kuat pada saluran
masuk silinder. Energi kinetik kolom udara meningkat dengan membuat kem
katup masuk memiliki kontur khusus untuk menciptakan kevakuman yang
tinggi di dalam silinder pada awal langkah isap dan menaikkan tekanan pada
akhir langkah ini. Untuk menaikkan massa kolom udara dan memperoleh
fluktuasi tekanan udara saat langkah isap, tiap silinder dilengkapi dengan pipa
masuk secara tersendiri.
Kontur nonkonvensional pada kem katup masuk memberikan akselerasi yang
lebih besar pada bagian roda gigi yang menggerakkan katup sehingga
memperbesar gaya inersia pada bagian ini.
Gambar 0.3 Diagram indikator mesin dengan dan tanpa supercharger. (Sumber:
Petrovsky, Tahun 1979, hal. 201)
Gambar 3.3 memperlihatkan diagram indikator aktual mesin dengan dan tanpa
supercharger. Seperti terlihat dari ilustrasi, supercharging menaikkan area
pada diagram. Kurva pada langkah isap dan buang pada mesin dengan
supercharger diilustrasikan dalam diagram indikator ofset (Gambar 3.4).
Gambar 0.4 Garis isap dan buang pada diagaram indikator ofset.
(Sumber: Petrovsky, Tahun 1979, hal. 201)
Garis langkah isap pada mesin dengan supercharger nampak lebih tinggi
daripada garis langkah buang hanya pada bagian tertentu, yaitu dekat TMA.
Pada mesin dengan turbocharger, tekanan di dalam silinder saat langkah
buang akan lebih besar daripada mesin dengan supercharger. Hal ini karena
adanya tahanan turbin pada saluran buang.
Gambar 0.5 Diagram P-v teoritis superposed diesel 4 langkah,
kompresor dan turbin gas. (Sumber: Petrovsky, Tahun 1979, hal. 201)
Diagram superposed teoritis diesel, turbin dan blower ditunjukkan Gambar 0..
Sepanjang garis 2-a (garis adiabatik atau isotermal) udara ditekan dari tekanan
atmosfer p0 = p2 ke tekanan supercharging psup = pa. Garis 1-2 dan a-3
mencirikan keadaan udara sebelum dan sesudah dikompresi di dalam blower
sentrifugal. Garis r-a menunjukkan pemasukkan udara ke dalam silinder
mesin. Garis a-c menunjukkan kompresi udara di dalam silinder. Garis c-z0-z
adalah proses pembakaran. Garis z-b adalah ekspansi gas dan garis b-a-a’-i-r
adalah proses keluar dan pengosongan (buang) gas dari dalam silinder. Secara
teoritis tekanan udara di dalam silinder saat proses buang akan lebih rendah
daripada tekanan supercharging dalam seluruh langkah torak.
Saat meninggalkan silinder, hasil pembakaran terekspansi di dalam manipol
gas buang menjadi bertekanan pexp = pep dan suhunya turun menjadi T’ep.
Keadaan gas (pep, T’ep) sebelum masuk turbin ditunjukkan pada titik m’.
Ekspansi gas di dalam turbin terletak sepanjang garis m’-k’ dan tekanannya
turun menjadi pepo yang secara teoritis akan sama dengan tekanan udara
atmosfer pepo = p0. Garis 4-m’ dan k’-1 merupakan kondisi gas sebelum dan
sesudah turbin. Area 1-2-a-3 menunjukkan kerja yang tersedia pada proses
kompresi udara di dalam blower dan area 4-m’-k’-1 menunjukkan kerja yang
tersedia pada turbin gas. Selisih dari luas area ini menggambarkan kerugian
kerja di dalam transformasi energi pada turbin dan blower. Area r-a-a’-i-r dan
a-c-z0-z-b-a merupakan kerja indiasi mesin. Area b-m’-a menunjukkan rugi-
rugi kerja saat gas melewati katup buang dan nosel turbin, dan saat
berekspansi di dalam pipa gas buang. Kerja ini tidak benar-benar hilang karena
temperatur gas naik menjadi Tep dan volume spesifiknya menjadi νm sebelum
masuk turbin. Dengan demikian keadaan aktual gas sebelum masuk turbin
ditunjukkan titik m, sedangkan area m’-m-k-k’ menunjukkan kenaikan kerja
yang dilakukan oleh turbin gas.
Berikut adalah data kendaraaan yang dilengkapi dengan turbocharger.
Jenis kendaraan : mobil penumpang
Tipe mesin : mesin diesel injeksi langsung 4 langkah 16 katup
Jumlah silinder : 4 silinder sebaris
Volume sillinder : 3043 cc
Volume tiap silinder : 760,76 cc
Daya : 91,73 hp pada 3600 rpm
Torsi : 227,69 Nm pada 1800 rpm
Diameter silinder (bore) : 97 mm (0,097 m)
Panjang langkah (stroke) : 103 mm (0,103 m)
Perbandingan kompresi : 1:17,6
1.4.18. 3.3.1 Langkah isap
3.3.1.1 Tekanan akhir langkah isap Tekanan akhir langkah isap untuk mesin dengan supercharger dapat dihitung
dengan persamaan (3.95) berikut
( ) atmp95,090,0 sup−=ap (0.5)
dengan psup adalah tekanan supercharger. Jika dipilih harga koefisien psup
sebesar 0,925 dan psup sebesar 1,4 kg/cm2 atau sekitar 1,3553 atma (sumber:
Wiranto Arismunandar, Penggerak Mula Motor Bakar Torak, hal. 114), maka
tekanan pada akhir langkah isap adalah
atm 286857,13553,19495,0
=×=ap
3.3.1.2 Suhu akhir langkah isap
Pada mesin 4 langkah dan mesin 2 langkah dengan supercharger dan tanpa
pendingin udara, terdapat kenaikan suhu udara saat kompresi di dalam
supercharger. Di dalam mesin seperti itu selain Δtw juga diperkenalkan Δtsup
(Petrovsky, Tahun 1979, hal. 28)
supw ttt Δ+Δ=Δ
kenaikan suhu udara yang disebabkan kompresi di dalam supercharger dapat
diperoleh dengan persamaan (Petrovsky, Tahun 1979, hal. 28)
0n
1n
0
sup00supsup T
ppTTTt −⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=−=Δ
−
(0.6)
atau
0ad
k1k
0
sup
00supsup Tη
1p
p
1TTTt −
⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
+=−=Δ
−
(0.7)
dengan,
n : eksponen politropik garis kompresi dari supercharger; 1,4 – 1,6 untuk
supercharger torak; 1,6 – 1,8 untuk supercharger rotari; dan 1,7 – 2,0 untuk
supercharger sentrifugal.
Psup dan Tsup : tekanan dan suhu pada keluaran supercharger.
ηad : efisiensi adiabatik supercharger; 0,8 – 0,9 untuk supercharger torak; 0,72 –
0,8 untuk supercharger sentrifugal; dan 0,83 – 0,87 untuk supercharger aliran-
aksial.
Jika diasumsikan n sebesar 1,7 (digunakan blower sentrifugal); suhu udara luar
301 K; tekanan udara luar 1 atm; maka berdasarkan persamaan (3.96) harga
Δtsup adalah
K
t
1411,40
3011
1,35533017,1
17,1
sup
=
−⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=Δ
−
Karena dengan memakai turbocharger proses pembilasan menjadi lebih baik,
maka derajat pembilasan γr berharga nol. Apabila diasumsikan Δtw sebesar 15
oC; γr sebesar 0; dan suhu gas buang Tr sebesar 775 K; maka dari persamaan
3.9 suhu akhir langkah isap adalah
( )
K
tttTtTT wr
rra
1411,35601
77501411,40153011
sup0
=+
×+++=
Δ+Δ=Δ→+
×+Δ+=
γγ
3.3.1.3 Efisiensi pengisian dan koefisien gas sisa
Dari persamaan (3.13) dapat dihitung efisiensi pengisian (efisiensi volumetrik)
( )
( )
1531,1
01301
356,14111
11,286857
16,176,17
1
11
0
0
=
+⋅⋅
−=
+⋅⋅
−=
ra
ach
TTp
p
γεεη
1.4.19. 3.3.2 Langkah kompresi
3.3.2.1 Eksponen kompresi politropik Dari persamaan (3.16), dengan mengambil harga A + BT = 4,62 + 53 × 10-5T
(untuk nitrogen, oksigen dan udara), maka didapat harga k1
( )
( ) 01
985,116,171411,356105362,4
01
985,11
1
15
1
1
1
1
=−
−+×××+
=−
−++
−−
−
k
kBTA
k
ka ε
Apabila persamaan di atas diselesaikan maka didapat harga k1 = 1,3706.
3.3.2.2 Tekanan dan suhu pada akhir langkah kompresi
Dengan menganggap n1 ≈ k1 = 1,3706 (Petrovsky, Tahun 1979, hal. 87); maka
tekanan dan suhu akhir kompresi adalah
atm 5586,6517,61,286857
εpp1,3706
nac
1
=×=
×=
dan ( )
K 8823,03016,171411,356 13706,1
11
=×=
×=−
−nac TT ε
1.4.20. 3.3.3 Pembakaran
Perhitungan pembakaran mesin dengan turbocharger hampir sama dengan
perhitungan pembakaran mesin tanpa turbocharger. Hanya saja koefisien
udara berlebih α untuk mesin dengan turbocharger memiliki harga antara 1,8
– 2,1. Dari perhitungan pembakaran tanpa turbocharger telah diketahui data
sebagai berikut:
mol 4945,0L'0 =
kg 14,317L0 =
3''0 m 12,0669L =
3'''0 m 12,6115L =
Pada perancangan kali ini dipilih harga α sebesar 2,1. Dengan demikian untuk
membakar bahan bakar dengan jumlah karbon 86%, hidrogen 13% dan
oksigen 1%, kebutuhan aktual udara L untuk pembakaran adalah (persamaan
(3.26))
kg 0658,30317,141,2
LL 0
=×=
α=
atau jika dinyatakan dalam mol
mol 1,03850,49452,1
αLL '0
'
=×=
=
Jumlah mol gas sisa hasil pembakaran
mol 0,0717M 2CO =
mol 0,065M OH2 =
mol 0,82040,49451,20,79M 2N =××=
( ) mol 0,11420,494511,20,21M 2O =−=
mol 1,0714 32
0,014
0,130,49452,1Mg
=
++×=
3
g
m26,14101,071424,4V
=
×=
Volumetrik relatif gas hasil pembakaran
( ) ( ) 1066,00714,1
4945,011,221,0M
L121,0υ
7658,00714,1
4945,01,279,0M
L79,0υ
0607,00714,1213,0
M2hυ
0669,00714,112
86,0M12cυ
g
'0
O
g
'0N
gOH
gCO
2
2
2
2
=−
=−α
=
=××
=×α
=
=×
==
=×
==
Peningkatan jumlah mol hasil pembakaran
mol 0328,0M =Δ
Koefisien perubahan molar berdasarkan persamaan (3.30) dan (3.32)
'0
'0
'0
e
g0
LM1
LML
MM
αΔ
+=α
Δ+α==μ
0316,14945,01,2
0328,010
=×
+=μ
r
r0
e
r
e
r
e
g
1MM1
MM
MM
γ+γ+μ
=+
+=μ
0316,101
00316,1
=+
+=μ
Dengan demikian dari persamaan (3.41) dan (3.42) hasil pembakarannya
905,462,41066,062,47658,079,50607,082,70669,0
AAAAAA 22222222 OONNOHOHCOCOgg
=×+×+×+×=
υ+υ+υ+υ==
4-
5555
OONNOHOHCOCOg
106,139610531066,010537658,0101120607,0101250669,0
BBBBB 22222222
×=
⋅×+⋅×+⋅×+⋅×=
υ+υ+υ+υ=−−−−
maka didapat nilai kapasitas panas isokorik molar rata-rata dari persamaan
(3.38)
( ) T101396,6905,4mc 4gv
−×+=
Kapasitas panas isobarik molar rata-rata dari hasil pembakaran dapat
ditentukan dengan
( ) ( ) C molper kkal .9851mcmc ogvgp +=
( )z
4-
4gp
T106,32976,89,9851101396,6905,4mc
×+=
+×+= −
Kapasitas panas isokorik molar rata-rata udara pada akhir langkah kompresi
dengan suhu Tc (persamaan (3.37)) adalah
( )Cper molper kkal 1654,5
1078,1029105362,4mco
5av
=
××+= −
3.3.3.1 Tekanan dan suhu akhir langkah pembakaran
Karena harga-harga kenaikan tekanan λ dan suhu akhir pembakaran Tz belum
diketahui, maka terlebih dahulu dinyatakan dalam variabel pz.
zc
z ppp 01525,0==λ dan
zc
czz p
pTpT 2429,15==
μ
Dengan memilih ξ = 0,83 dan nilai kalor bahan bakar Ql = 10100 kkal/kg,
maka persamaan (3.51) dapat ditulis
( ) [ ]
( ) zz
z
pp
p
2429,152429,15103297,6(89,60316,1
8823,103001525,0985,1(1654,5014945,01,2
1010083,0
)4
)
××+=
=×+++×
×
−
Dengan menyelesaikan persamaan di atas dan mengubahnya menjadi
persamaan homogen maka didapatkan persamaan
013397,5274-p136,770,1517p zz2 =+
303,0657,118136,77
1517,02))5274,13397(1517,04()136,77(136,77
24
2
2
±−=
×−××−±−
=
−±−=
aacbbPz
Apabila persamaan di atas dipecahkan maka didapatkan akar-akar pz1 = -
646,18 dan pz2 = 137,09. Karena untuk tekanan absolut tidak ada tekanan
negatif maka digunakan pz = 137,09 atm.
Maka suhu pada akhir langkah kompresi adalah
KTz
649,098209,1372429,15
=×=
kenaikan tekanan λ adalah sebesar
0906,209,13701525,0
=×=λ
dan perbandingan ekspansi awal ρ (persamaan (3.55))
18823,10300906,2649,20980316,1
=××
=ρ
1.4.21. 3.3.4 Langkah ekspansi
3.3.4.1 Eksponen politropik ekspansi Dengan harga δ = ε = 17,8 maka persamaan (3.57) dapat ditulis dalam bentuk
persamaan homogen.
01
985,16,17111,28859696,4
01
985,16,171198,649)02101396,6(905,4
21
21
4
2
2
=−
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛++
=−
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+×××+
−
−−
k
k
k
k
Apabila persamaan di atas dieselesaikan maka didapat harga k2 = 1,291 Harga
ini diasumsikan sama dengan n2 (k2 = n2).
3.3.4.2 Tekanan dan suhu akhir langkah ekspansi
Dari persamaan politropik (persamaan (3.58) dan (3.59)) didapat tekanan dan
suhu akhir langkah ekspansi
2n
zb
ppδ
=
atm,
pb
38,3617
09,137291,1
=
=
dengan δ = Vb/Vz = ε = 17,6.
1n
zb
2
TT −δ=
K
Tb
910,9526,17
649,20981291,1
=
= −
3.3.5 Perhitungan daya dengan turbocharger
1.4.22. 3.3.5.1 Tekanan indikasi rata-rata
Karena dari perhitungan sebelumnya didapati ρ = 1, maka dipakai
siklus volume konstan (persamaan (3.62)). Harga pc terlebih dahulu diubah
dari atmosfer absolut (atm) menjadi kg/cm2.
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
ε−−
−⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
δ−λ
−ε= −− 1n
1111n
1111
pp1
1n2
1n
cit
12
2
13706,11291,1
/ 9,384
13706,11
6,1711
1291,11
6,17110906,2
16,1767.7369
cmkg
pit
=
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−−
−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
−= −−
Jika dipilih harga φ = 0,97 maka tekanan indikasi rata-rata yang telah dikoreksi
berdasarkan persamaan (3.63) adalah
2/ 102,9384,997,0
cmkg
pp iti
=
×== ϕ
1.4.23. 3.3.5.2 Daya indikasi dan daya kuda rem
Dari perhitungan di atas diketahui pi = 2/ 102,9 cmkg , maka Pi = 91020 kg/m2
maka kerja indikasinya
( )kgm
VPW dii
244,69
103,0097,0402019 2
=
××=
=π
Dari data kendaraan diketahui kecepatan mesin pada daya maksimal adalah
sebesar 3600 rpm, maka harga Ni adalah (persamaan (3.69))
hp9,0
inVpN dii
⋅⋅⋅=
( )
hp 79,1109,0
43600103,0097,04102,9 2
=
×××=
πiN
1.4.24. 3.3.5.3 Efisiensi dan daya rugi-rugi mekanis
Dari data kendaraan diketahui daya kuda rem sebesar 80 PS (78,904 hp) maka
efisiensi mekanisnya adalah (persamaan (3.73))
0,8279679,11073,91
=
=
=i
bm
NNη
Apabila diketahui daya indikasi dan efisiensi mekanis, maka daya dari rugi-
rugi mekanis adalah (persamaan (3.75))
( )( )
hp
NN imm
06,1979,11082796,01
1
=×−=
−= η
1.4.25. 3.3.5.4 Efisiensi termal rem dan efisiensi termal indikasi
Jumlah panas yang ekivalen dengan kerja indikasi per jam adalah (persamaan
(3.81))
hrkkal
NQ iih
/ 28,7001979,110632
632
=×=
=
dan jumlah panas yang ekivalen dengan kerja efektif per jam adalah
(persamaan (3.82))
hrkkal
NQeh
/ 36,5797373,91632
632 b
=×=
=
1.4.26. 3.3.5.5 Konsumsi bahan bakar spesifik
Jika kendaraan diperkirakan memiliki kecepatan normal sebesar 3000 rpm,
maka konsumsi udara per jam pada kecepatan ini adalah
( ) ( )/hrm 43,385
460230001531,1103,0093,04
60iznηVV
3
2
chdh
=
×××××=
=
π
Jumlah udara aktual yang digunakan untuk membakar 1 kg bahan bakar adalah
/kgm 4843,266115,121,2
Lυ
3
'''0
=
×=α=
dengan demikian konsumsi bahan bakar per jam adalah (persamaan (3.94))
( )
hrkg
LzinVF chd
h
/ 276658,76115,121,22
46030001531,1103,0097,04
60
2
'''0
=××
×××××=
=
παη
Dengan persamaan (3.80) dapat dicari harga Qh
hrkkal
QFQ lhh
/ 25,7349410100276658,7
=×=
=
Dengan persamaan (3.92), harga Fi adalah
)( 065679,0110,79276658,7
hrhpkg
NFF
i
hi
⋅=
=
=
maka dari persamaan (3.85) harga ηi adalah
9527,010100065679,0
632
632
=×
=
=li
iQF
η
Dengan persamaan (3.93) harga F dapat dicari
)/( 079,082796,0065679,0
hrhpkg
FFm
i
⋅=
=
=η
maka dari persamaan (3.87) harga ηb adalah
0,7910100079,0
632
632
=×
=
=l
bFQ
η
Perbandingan Hasil Antara Mesin Tanpa Dan Dengan Turbocharger
Tanpa turbocharger Dengan turbocharger
ap 0,094 Mpa 0,130 Mpa
aT 333,17 K 356,14 K
cp 5,004 Mpa 6,642 Mpa
cT 983,84 K 1030,89 K
zP 11,87 Mpa 13,890 Mpa
zT 2264,92 K 2098,65 K
bp 0,28 Mpa 0,342 Mpa
bT 885,62 K 910,95 K
iN 107,96 Hp 110,79 Hp
mη 0,821 0,827
BAB IV
PERENCANAAN TURBOCHARGER
4.1. Dasar teori
Kompresor adalah bagian dari turbocharger yang mengkompresi udara dan
memompakannya ke dalam manipol hisap (intake manifold). Molekul udara dihisap
ke dalam sudu kompresor yang berputar dengan kecepatan tinggi dan mengalir ke arah
luar. Pada kondisi demikian udara dimampatkan dan saling menekan. Hal ini
menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan.
Untuk melakukan itu semua diperlukan daya. Daya dikonsumsi dari turbin yang
digerakkan oleh gas buang. Tidak semua daya yang diberikan turbin diubah oleh
kompresor menjadi energi tekanan. Sebagian dari energi ini digunakan untuk
menaikkan suhu udara. Suhu udara menjadi naik karena adanya gesekan antar
molekul, gesekan dengan dinding rumah keong dan juga gesekan udara dengan
impeler. Hal ini serupa dengan jika menggosokkan kedua telapak tangan kita.
Jika jumlah energi yang digunakan untuk menaikkan tekanan dibagi dengan jumlah
energi yang dikirim ke impeler, maka didapatkan efisiensi kompresor. Sebagai contoh,
jika kompresor memiliki efisiensi 70%, ini berarti hanya 70% energi yang diberikan
pada impeler diubah menjadi energi untuk menaikkan tekanan udara. Sisanya, 30%
daya digunakan untuk menaikkan suhu udara. Dengan demikian kompresor harus
memiliki efisiensi yang tinggi; lebih banyak energi diubah untuk menaikkan tekanan
udara dan hanya sedikit yang digunakan untuk menaikkan suhu udara.
Kompresor bertugas menaikkan efisiensi volumeterik, dengan demikian jumlah udara
yang memasuki ruang bakar menjadi lebih banyak. Istilah supercharger biasanya
merujuk pada supercharger yang digerakkan secara mekanis oleh poros engkol
dengan perantaraan sistem transmisi sabuk dan puli. Supercharger langsung
digerakkan oleh poros engkol, ini menyebabkan terjadinya aselerasi responsif.
Turbocharger memerlukan umpan balik (feed back) dari aliran gas buang, hal ini
menyebabkan terjadinya keterlambatan (lag) kenaikan daya, sehingga sistem
turbocharger kurang responsif.
1.4.27.
1.4.28. 4.1.1. Diagram kecepatan
Sebuah rotor yang disajikan dalam Gambar 4.1 akan mengalirkan fluida pada anulus
yang dibatasi oleh abcda. Meskipun kecepatan fluida bervariasi secara radial dari a ke
b, tapi diasumsikan memiliki satu harga kecepatan saja sepanjang irisan anulus ab,
kecepatan ini dinamakan V1 pada titik 1. Demikian juga pada keluaran rotor, pada
bagian ini mengalir fluida dengan kecepatan V2 yang merupakan kecepatan rata-rata
sepanjang cd. Titik 1 dan 2 terletak pada garis 1–2 yang menyatakan permukaan
lintasan yang dengan tepat membagi aliran menjadi dua bagian.
Gambar 4.1 Rotor mesin turbo. (Sumber: Logan, hal. 10)
Gambar 4.2 menunjukkan diagram kecepatan pada titik 1 dan 2. Sudu akan memiliki
kecepatan
NrU = (4.1)
untuk tiap titik pada sudu dengan jarak r dari sumbu rotasi A–A. Kecepatan sudut
(rad/s) rotor dinotasikan dengan N. Untuk titik 1 dapat ditulis
11 NrU = (4.2)
1.4.29. 4.1.2. Laju aliran massa
Kecepatan relatif W fluida terhadap sudu apabila ditambahkan secara vektor dengan
kecepatan sudu U, maka akan menghasilkan kecepatan absolut fluida V. Hubungan ini
dapat dinyatakan
WUV += (4.3)
Secara grafis penjumlahan U1 + W1 dan U2 + W2 ditunjukkan Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Diagram kecepatan aliran masuk dan keluar.
(Sumber: Logan, hal. 10 dan 11)
Laju aliran massa m& yang melewati rotor dihitung dengan mengalikan kecepatan
membujur (meridional velocity) Vm dengan area yang normal terhadap aliran dengan
kerapatan fluida. Misalnya pada aliran masuk rotor (Logan, hal. 10)
1m11 VAm ρ=& (4.4)
Saat arah aliran searah dengan sudut sumbu, maka akan didapatkan persamaan yang
lebih rumit, tapi memiliki prinsip yang sama. Bentuk umum dari persamaan (4.4) yang
berlaku untuk tiap titik aliran adalah
mAVm ρ=& (4.5)
dengan A adalah area normal (tegak lurus) terhadap aliran. Persamaan (4.5) adalah
persamaan konservasi (kekekalan) massa, yaitu laju aliran massa seragam untuk tiap
bagian.
Diasumsikan bahwa tiap kecepatan pada garis aliran tengah (central streamline)
adalah merupakan harga rata-rata pada seluruh area yang ditinjau. Pada kenyataannya,
aliran memiliki kecepatan yang berubah-ubah untuk tiap bagian. Harga laju aliran ini
dapat disajikan dalam persamaan (Logan, hal. 11)
∫ρ=A
m dAVm& (4.6)
Bentuk ini juga memungkinkan adanya variasi kerapatan ρ yang disebabkan karena
variasi tekanan, suhu atau gradien konsentrasi.
1.4.30. 4.1.3. Persamaan energi
Prinsip konservasi massa yang disajikan persamaan (4.5) dapat dilengkapi dengan
persamaan energi aliran tunak (steady-flow) yang menyatakan konservasi energi.
Bentuk umumnya dalam energi per unit massa, yaitu energi potensial zg, energi dalam
(internal energi) e, flow work p/ρ, energi kinetik V2/2, transfer kalor q, dan kerja w.
2dan 1 titik antara kerja2bagian pada energikalortransfer 1bagian pada energi +=+
atau dapat ditulis
w2
Vpegzq2
Vpegz22
2
222
21
1
111 ++
ρ++=++
ρ++ (4.7)
Energi dalam dapat digabung dengan flow work menjadi entalpi. Maka persamaannya
adalah
w2
Vhgzq2
Vhgz2222
2111 +++=+++ (4.8)
Secara umum, di dalam turbomachinery energi potensial dan transfer kalor diabaikan,
dan kerja spersifik dinotasikan dengan E yang disebut trasnfer energi.
E2
Vh2
Vh222
211 ++=+ (4.9)
Pada turbin gas atau kompresor, entalpi dan energi kinetik dikombinasikan dalam
bentuk total entalpi ho. Maka persamaannya menjadi (Logan, hal 12)
ehh 2o1o += (4.10)
Kompresor dan pompa menaikkan ho maka ho2 > ho1, dan transfer energinya negatif.
Sebaliknya, turbin menurunkan ho dan harga E positif. Kerja per unit massa pada
persamaan (4.10) apabila dibagi dengan percepatan gravitasi g akan menjadi head H.
1.4.31. 4.1.4. Persamaan momentum
Secara umum persamaan ini menyatakan jumlah momen gaya-gaya luar pada fluida di
dalam volum kontrol sama dengan kenaikan rata-rata momentum sudut di dalam
volum kontrol ditambah aliran momentum angular dari volum kontrol (Logan, hal.
13).
∫ ∫∑ ⋅×+×∂∂
=vc sc
ddvt . .
SVVRVRM ρρ (4.11)
dengan c.v dan c.s menunjukkan integrasi di seluruh volum kontrol atau control
surface.
Pada turbomachine, volume kontrol adalah volume fluida di dalam rumah rotor (rotor
casing). Gaya-gaya yang dikenakan pada fluida ini sepanjang permukaan rotor dan
jumlah momen pada poros rotor dinyatakan oleh ruas kanan persamaan (4.11).
Dengan mengasumsikan aliran tunak mengalir dalam volume kontrol, ungkapan
pertama pada ruas kanan akan hilang. Mengingat harga ρV • dS adalah laju aliran
massa yang melewati area elementer dS pada control surface, dan memiliki harga
positif pada aliran keluar, harga negatif pada aliran masuk, dan berharga nol di semua
tempat, maka didapat
∫ ∫∑ ×−×=2 1A A
mdmd && VRVRM (4.12)
dengan A1 dan A2 adalah area aliran pada saluran masuk dan keluar.
Gambar 4.3 Komponen kecepatan. (Sumber: Logan, hal. 14)
Dengan menganggap sumbu rotor adalah sumbu z, seperti pada Gambar 4.3, maka
momentum sudut per unit massa dapat dinyatakan dalam determinan (Logan, hal. 13)
aur Vz
VO
Vr
kiiVR
ur
=×
Besar (magnitude) komponen-z dari momentum sudut per unit massa adalah (Logan,
hal. 13)
( )au V
z1
VO0
0
r
z
Vr=×VR
dan menghasilkan harga skalar dari momen pada sumbu x
∫ ∫−=2 1A A
uuz md rVmd rVM && (4.13)
Dengan mengabaikan gaya-gaya yang lain, dapat dikatakan bahwa besar momen gaya
Mz fluida di dalam volum kontrol sama besar dengan torsi yang dikenakan pada poros
rotor oleh fluida, hanya saja berlainan tanda (negatif). Kemudian diasumsikan juga
komponen tangensial kecepatan fluida Vu berharga konstan, dan pada posisi radial r di
seluruh area A1 dan A2 dapat dituliskan (Logan, hal. 14)
( )22u11u rVrVmT −= & (4.14)
Daya turbomachine adalah torsi dikalikan dengan kecepatan rotasi dalam radian per
detik. Maka daya P dapat dituliskan
( )22u11u UVUVmP −= & (4.15)
Di sini kecepatan sudu U telah menggantikan Nr. Untuk memperoleh transfer energi
per unit massa berdasarkan persamaan (4.7) sampai (4.10), adalah dengan membagi
persamaan (4.15) dengan laju aliran massa m& . Kemudian transfer energi per satuan
unit massa dari fluida ke rotor, atau sebaliknya, adalah
22u11u UVUVE −= (4.16)
1.4.32.
1.4.33. 4.1.5. Termodinamika kompresor
Kompresor sentrifugal memiliki 3 bagian penting yaitu impeler, difuser atau volute
(rumah keong). Transfer energi dinyatakan dengan (Logan, hal. 79)
( )1o3om hhE −η= (4.17)
atau juga
'2u2VUE = (4.18)
dengan ηm adalah efisiensi mekanis.
Karena disain dan analisis kompresor melibatkan perhitungan termodinamika,
diagram h-s, seperti pada Gambar 4.4, menjadi sangat penting. Keadaan fluida pada
saluran masuk impeler dinyatakan dengan titik 1, dan pada keluaran impeler
dinyatakan dengan titik 2. Proses di dalam difuser terlatak antara titik 2 dan 3. Properti
stagnasi (stagnation property) 01, 02 dan 03 juga diperlihatkan pada Gambar 4.4
karena biasanya energi kinetik juga diperhitungkan. Pada kompresi gas, energi input
adalah kerja isentropik, atau ideal sampai pada tekanan P3. Dapat dihitung dengan
persamaan berikut (Logan, hal. 80)
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛=
γ−γ
1PPTcE
1
1o
3o1opi (4.19)
dengan cp adalah panas jenis tekanan konstan. Persamaan di atas menyatakan kerja
isentropik dari titik 01 ke titik i pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Diagram entalpi-entropi. (Sumber: Logan, hal. 80)
Efisiensi kompresor dapat dituliskan
1o3o
1oic
TTTT−−
=η (4.20)
yang merupakan perbandingan kerja ideal Ei dengan kerja aktual E. Asumsi yang
dipakai pada persamaan (4.19) dan (4.20) adalah dengan menganggap tidak adanya
kerja luar pada difuser, dan juga tidak ada transfer energi; maka ho2 = ho3 dan To2 =
To3.
Efisiensi kompresor didapat dari hasil eksperimen. Dengan menggunakan persamaan
(4.18), (4.19) dan (4.20) maka dapat dihitung perbandingan tekanan total (Logan, hal.
81)
1
m1op
c'2u2
1o
3o
Tcvu1
PP −γ
γ
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ηη
+= (4.21)
Karena adanya arus relatif di antara sudu maka terdapat slip μs pada impeler kom-
presor. Slip yang terjadi dinyatakan dengan perbandingan komponen kecepatan
tangesial (Logan, hal. 81)
2us'2u VV μ= (4.22)
dengan Vu2’ adalah kecepatan aktual fluida dalam arah tangensial. Persamaan Stanitz
untuk slip pada kompresor (Logan, hal. 81)
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛βϕ−
π−=μ
22Bs
cot11
n63,01 (4.23)
dengan ϕ2 adalah koefisien aliran pada titik 2 (keluaran) dan dinyatakan dengan
NDQ
=ϕ
dengan,
Q : debit (gpm).
N : kecepatan sudut (rpm).
D : diameter rotor (ft).
Perbandingan tekanan total dapat dihitung apabila segitiga kecepatan ideal, jumlah
sudu, suhu total udara masuk dan efisiensi mekanisnya diketahui.
4.1.6. Perencanaan impeler
Impeler biasanya didisain dengan sudu terbuka (unshrouded) untuk menerima fluida
pada arah aksial (V1 = Vm1), dan meneruskan fluida dengan komponen kecepatan
tangensial yang besar Vu2’, yang lebih kecil daripada kecepatan ujung impeler U2, tapi
memiliki arah yang sama. Sudu biasanya melengkung pada titik di ujung impeler
sehingga β2<90o, dan biasanya melengkung pada pangkal sudu untuk menyesuaikan
dengan arah aliran relatif fluida W1.
Gambar 4.5 Diagram kecepatan aliran keluar. (Sumber: Logan, hal. 82)
Sudut β1 bervariasi sepanjang pangkal karena V1 tetap dan U1 (dan r) bervariasi. Pada
diameter shroud D1S impeler, kecepatan relatif W1S dan juga angka Mach relatifnya
MR1S memiliki harga terbesar. Hal ini karena kecepatan sudu U1 mengalami kenaikan
dari pangkal ke ujung, dan kecepatan absolut masuk V1 diasumsikan seragam pada
seluruh anulus. Dengan meihat Gambar 4.6, jelas bahwa 21
211 UVW += dan harga
maksimum W1 berada pada diameter shroud. Dapat ditunjukkan untuk beberapa
kondisi operasi input yang tetap, yaitu putaran sudut N, laju aliran m& , tekanan total
udara luar Po1, dan suhu total udara luar To1, harga angka Mach relatif memiliki harga
minimum saat sudut β1S kira-kira 32o.
Gambar 4.6 Diagram kecepatan pada laluan masuk impeler.
(Sumber: Logan, hal. 83)
Dari Gambar 4.6 terlihat jelas bahwa pemilihan harga angka Mach relatif shroud MR1S
pada saluran masuk sudu akan memungkinkan untuk langkah disain selanjutnya.
Kecepatan suara a1 di hitung dari kondisi udara luar. Berikutnya, W1 pada shroud W1S
dihitung dengan (Logan, hal. 83)
1 S1RS1 aMW ×= (4.24)
dengan kecepatan suara (Logan, hal. 83)
11 RTa γ= (4.25)
Suhu statis dinyatakan dengan (Logan, hal. 83)
( ) 2/M11TT 2
1
1o1
−γ+= (4.26)
Angka Mach absolut dinyatakan dengan (Logan, hal. 83)
1
11
aVM = (4.27)
Dengan demikian V1 dan U1S dihitung dengan (Logan, hal. 83)
oS11 32sinWV = (4.28)
dan
oS1S1 32cosWU = (4.29)
Maka untuk selanjutnya diameter shroud dapat dihitung (Logan, hal. 84)
NU2D S1
S1 = (4.30)
Diameter hub dapat dihitung dengan menerapkan persamaan kekekalan massa,
persamaan (4.5), maka diameter masuk impeler (Logan, hal. 84)
11
2S1H1
Vm4DD
πρ−=
& (4.31)
dengan massa jenis dihitung menggunakan persamaan gas ideal
1
11
RTP
=ρ (4.32)
Suhu statis T1 dihitung dengan persamaan (4.26), dan tekanan statis dihitung dengan
(Logan, hal. 84)
( )[ ] 121
1o1
2/M11
PP−γγ
−γ+= (4.33)
Dari Gambar 4.6 sudut aliran fluida pada hub
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=β −
H1
11H1
UVtan (4.34)
Dengan kecepatan sudu pada hub adalah
2NDU H1
H1 = (4.35)
Untuk menghitung diameter impeler, langkah pertama adalah memilih kecepatan
spesifik Ns dari
Tabel 4.1, untuk memilih diameter spesifik Ds dari Gambar 4.7, dengan demikian
mesin yang dirancang akan memiliki efisiensi yang tinggi. Kemudian diameter
impeler dihitung berdasarkan kecepatan spesifik Ns. Kecepatan ujung impeler U2
dihitung dengan diameter impeler dan energi transfer E dihitung dengan transfer
energi ideal Ei dan efisiensi kompresor.
Komponen kecepatan tangensial aktual Vu2’ dihitung dengan koefisien slip μs dari
0,85 – 0,90. Terakhir, pemilihan koefisien aliran pada jangkauan antara 0,23 – 0,35
memungkinkan perhitungan sudut sudu dan jumlah sudu.
Tabel 4.1 Kecepatan spesifik.
Turbomachine Jangkauan kecepatan spesifik
Roda pelton 0,03 – 0,3
Turbin francis 0,3 – 2,0
Turbin kaplan 2,0 – 5,0
Pompa sentrifugal 0,2 – 2,5
Pompa aliran aksial 2,5 – 5,5
Kompresor sentrifugal 0,5 – 2,0
Turbin aliran aksial 0,4 – 2,0
Kompresor aliran aksial 1,5 – 20,0
(Sumber: Logan, hal. 34)
Gambar 4.7 Diagram Cordier. (Sumber: Logan, hal. 35)
Efisiensi kompresor ηc dapat digunakan untuk menentukan efisiensi impeler ηI.
Perbandingan rugi-rugi χ dari rugi-rugi impeler dan rugi-rugi pada kompresor (Logan,
hal. 85)
c
I
11
η−η−
=χ (4.36)
dapat ditentukan dan terletak antara 0,5 – 0,6. Efisiensi impeler dinyatakan dengan
(Logan, hal. 85)
1o2o
1o'iI
TTTT−−
=η (4.37)
dapat digunakan untuk menentukan Ti’, (lihat Gambar 4.4). Suhu total Po2 ditentukan
dengan (Logan, hal. 85)
1
1o
'i
1o
2o
TT
PP −γ
γ
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛= (4.38)
Tekanan statik P2 dihitung dengan (Logan, hal. 85)
( )( )[ ] 122
2
2o M5,011PP
−γγ
−γ+= (4.39)
dan suhu statik T2 dihitung dengan (Logan, hal. 86)
p
2'2
2o2c2
VTT −= (4.40)
Harga T2 digunakan untuk menghitung massa jenis ρ2 pada keluaran impeler.
Selanjutnya, lebar aksial sudu ditentukan dengan (Logan, hal. 86)
2m222
Vr2mb
πρ=
& (4.41)
Jangkauan parameter disain untuk unjuk kerja optimal disajikan dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Parameter disain untuk kompresor sentrifugal.
Parameter Sumber Jangkauan yang dianjurkan
Koefisien aliran Ferguson 35,023,0 2 <ϕ<
Perbandingan shroud-tip Whitfield 7,0D/D5,0 2S1 <<
Sudut gas absolut Whitfield o'2
o 7060 <α<
Rasio difusi Whitfield 9,1W/W '2S1 <
(Sumber: Logan, hal. 86)
Laju aliran massa memasuki ruang bakar yang disuplai dari kompresor dihitung
dengan persamaan berikut (Petrovsky, Tahun 1979, hal. 238)
( )3600
mLNF1W a'
iiscab Δ+= (4.42)
dengan ma adalah massa molekul udara, sebesar 28,95 kg/mol dan Δsc adalah koefisien
udara bilas berlebih. Harga Δsc untuk mesin 4 langkah dengan turbocharger adalah
0,06 – 0,3.
Turbocharger dirancang dapat beroperasi efektif pada kecepatan mesin sebesar 3000
rpm. Harga ini diambil dari harga kecepatan normal mesin. Pada kecepatan ini daya
indikasi mesin dapat dihitung dengan persamaan (3.69)
hp9,0
inVpN dii
⋅⋅⋅=
( )
hp 79,1109,0
4360003,1097,04102.9 2
=
×××=
πiN
Apabila Δsc dipilih 0,3, maka laju aliran massanya
( )
( )
lb/s 13785,0kg/s 0,062598
360095,280385,179,11006568,03,01
36001
'
==
×××+=
Δ+=aii
scabmLNFW
untuk selanjutnya laju aliran massa dinotasikan dengan m& .
Gambar 4.8 Grafik laju aliran massa (kg/s) dengan kecepatan mesin.
Pada bab sebelumnya dipilih dan dihitung parameter-parameter untuk merancang
kompresor. Tekanan udara luar Po1 diasumsikan 1 atm atau 14,7 psia, suhu udara luar
To1 diasumsikan 28 oC atau 541,8 R (Rankin), dan tekanan keluaran kompressor Po3
adalah 1,3553 atm atau 19,92291 psia.
Langkah pertama disain adalah memilih kecepatan relatif pada shroud MR1S. Agar
tidak terjadi aliran supersonik pada aliran masuk, maka harga MR1S dapat dipilih
sebesar 0,37. Besar sudut β1S dipilih 32o karena pada sudut ini angka Mach relatifnya
minimum. Sehingga dengan persamaan (4.27) dan (4.28) didapat M1
0,19632sin0,37
sinβMMo
1SR1S1
=×=
×=
Suhu statis T1 dihitung dengan persamaan (4.26) dengan γ adalah eksponen adiabatik
( )
( )R 537,666
2/196,014,118,541
2/M11TT
2
21
1o1
=−+
=
−γ+=
Kecapatan udara dihitung dengan persamaan (4.25) dengan R adalah konstanta gas.
Untuk udara harga R adalah 53,33 ft-lbf/lbm-R (1716 ft-lbf/slug-R)
fps 1136,5249666,53717164,1
RTa 11
=××=
γ=
Kecepatan aliran udara masuk V1 dihitung dengan persamaan (4.27)
fps 8386,2225249,1136196,0
aMV 111
=×=
×=
Massa jenis total udara masuk ρo1 dihitung dengan persamaan gas ideal
3m
1o
1o1o
ft/lb 0733,08,54133,53
1447,14RTP
=
××
=
=ρ
Massa jenis statis udara masuk ρ1 dihitung dengan (Logan, hal. 97)
11
1o
11o1
TT −γ
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ρ=ρ (4.43)
3m
14,11
1
/ftlb 1907,0
8,541666,5370733,0
=
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛=ρ
−
Debit udara yang memasuki kompresor dihitung dengan membagi laju aliran massa
dengan massa jenisnya.
1
mQρ
=&
(4.44)
cfs
Q
9172,10719,0
13785,0
=
=
Transfer energi ideal Ei dihitung dengan persamaan (4.19) dengan cp adalah panas
jenis tekanan konstan sebesar 6006 ft-lbf/slug-R
22
4,114,1
1
1
31
/ 4844,295298
17,14
9229,198,5416006
1
sft
PPTcE
o
oopi
=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−⎟
⎠
⎞⎜⎝
⎛×=
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛=
−
−γγ
Head dihitung dengan membagi Ei dengan percepatan gravitasi g sebesar
32,174 ft/s2
ft 1713,9178174,32
4844,295298gEH i
=
=
=
Hubungan antara kecepatan spesifik Ns dengan laju aliran massa ,m& percepatan
gravitasi g, tinggi tekan (head) H, dan debit Q adalah (Logan, hal. 30)
( )21
43
s
Q
gHNN = (4.45)
Dengan N dalam radian per detik. Dari Tabel 4.1 jangkauan kecepatan spesifik berada pada interval 0,5 – 0,2. Maka dapat
digambarkan jangkauan kecepatan yang dianjurkan berdasarkan tabel tersebut. Grafik
tersebut disajikan pada Gambar 4.9. Tampak grafik linier dengan jangkauan kecepatan
turbo 4861,4 – 19445,7 rad/s atau 46423 – 185692 rpm. Dipilih kecepatan normal
turbo sebesar 50000 rpm.
Gambar 4.9 Grafik kecepatan spesifik dengan kecepatan kompresor.
Diagram Cordier pada Gambar 4.7 hanya menunjukkan hubungan kecepatan spesifik
dan juga diameter spesifik saja tanpa menyertakan keterangan efisiensi. Untuk
pendekatan yang lebih lengkap dapat digunakan
Tabel 4.3 Hubungan kecepatan spesifik dan diameter spesifik dengan efisiensi.
DIAMETER SPESIFIK (DS)
ηc = 0.4 ηc = 0.5 ηc = 0.6 ηc = 0.7 ηc = 0.8
50 2.42 2.65 2.91 - -
60 1.94 2.14 2.26 - -
65 1.77 1.92 2.02 2.14 -
70 1.66 1.82 1.89 1.96 -
80 1.44 1.55 1.63 1.68 -
85 1.36 1.48 1.53 1.57 1.7
90 1.3 1.39 1.43 1.46 1.59
100 1.16 1.25 1.29 1.32 1.41
110 1.07 1.14 1.17 1.21 1.29
120 1 1.06 1.1 1.15 1.22
130 0.91 1 1.03 1.08 1.18
140 0.87 0.96 1 1.06 -
150 0.83 0.94 1 1.07 -
160 0.8 0.91 1 1.04 -
170 0.8 0.91 1 1.11 -
180 0.8 0.91 1 - -
190 0.79 0.91 1.01 - -
Kec
epat
an sp
esifi
k (N
s)
200 0.79 0.91 - - -
(Sumber: Logan, Tabel 3 Lampiran A)
memiliki persamaan tersendiri untuk kecepatan spesifik, yaitu (Logan, hal. 97)
43s
H
QNN = (4.46)
Dengan N dalam rpm, dan untuk diameter spesifik dapat dipilih dari
dengan bantuan interpolasi linier. Dengan demikian kecepatan spesifiknya
73.8325717,9178
9173,150000
43
=
=sN
dari
didapat diameter spesifik sebesar 1,876 dengan efisiensi 0,7.
Dengan demikian dapat dihitung diameter impeler D2 (Logan, hal. 97)
41
21
1s2
H
QDD = (4.47)
incift
D
3.185 0.26539
1713,9178
9173,1876,14
1
21
2
==
×=
Telah dipilih kecepatan sudut rotor N yaitu 50000 rpm atau 5236 rad/s, maka
kecepatan sudut sudu U2 adalah
sft
DNU
/694,792
0,265395236
22
2
=
×=
=
Kompresor memiliki efisiensi kompresor sebesar 0,7 dan karena penggunaan perapat
(seal) dengan suaian sesak dan juga penggunaan bantalan luncur, maka diasumsikan
efisiensi mekanisnya sebesar 0,8, maka transfer energinya (Logan, hal. 98)
c
imEEηη
= (4.48)
22 / 98,3374837,0
4844,2952988,0
sft
E
=
×=
Komponen kecepatan tangensial aktual dihitung dengan persamaan (4.18)
fps 735,854694,79
98,337483Vu2'
=
=
Dengan memilih koefisien slip µs sebesar 0,85, maka kecepatan tangensial dapat
dihitung dengan persamaan (4.22)
fps 571,4585,0
485,735Vu2
=
=
Harga komponen tangensial kecepatan relatif pada ujung impeler Wu2 dapat dihitung
dengan mengurangkan kecepatan ujung impeler U2 dengan komponen tangensial
kecepatan fluida Vu2.
fps
VUW uu
34,12345,57179,694
222
=−=
−=
Dengan memilih koefisien aliran ϕ2 sebesar 0,23 yang merupakan nilai harga terkecil
dari jangkauan disain (lihat Tabel 4.2), maka harga komponen membujur (meridional)
kecepatan relatif pada ujung impeler Wm2 adalah (Logan, hal. 98)
22m2 UW ×ϕ= (4.49)
fpsWm
159,8079,69423,02
=×=
maka sudut ujung sudu β2 adalah
5334,52
34,123159,80tan
tan
1
2
212
≈=
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=
−
−
u
m
WWβ
Dari persamaan (4.23) dapat dihitung jumlah sudu
1623,16
53cot3,011
85,016,0
cot3,011
16,0
2
≈=
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛−−
=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−−
=
π
βμπ
sBn
Dengan menganggap perbandingan rugi-rugi χ sebesar 0,9, maka dari persamaan
(4.36) efisiensi impeler adalah sebesar
( )( )
73,07,019,01
11
=−−=−−= cI ηχη
Persamaan (4.17) dapat digunakan untuk menghitung suhu total pada keluaran
kompresor, To3
R
cETT
mpoo
039,6128,06006
98,3374838,541
13
=×
+=
+=η
Karena To2 = To3 = 612,039 R, maka persamaan (4.37) dapat digunakan untuk
menghitung Ti’
( )( )
R
TTTT ooIoi
0744,5938,541039,61273,08,541
131'
=−+=
−+= η
Perbandingan tekanan impeler dihitung dengan persamaan (4.38)
3723,18,541
0744,593
TT
PP
14,14,1
1
1o
'i
1o
2o
=
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=
−
−γγ
maka tekanan total pada titik 2, Po2
psia 1727,207,143722,1
P3722,1P 1o2o
=×=
=
dan massa jenis total pada titik 2, ρo2
ftlb/cu 0,089,03961253,3314420,1727
RTPρ
o2
o2o2
=×
×=
=
Kecepatan absolut aktual fluida dapat dihitung dengan menggunakan Gambar 4.5
fps
VWV um
35,511735,854159.80 22
2'2
22'2
=+=
+=
maka suhu gas pada sisi keluar impeler dihitung dengan persamaan (4.40)
p
2'22o2
c2VTT −= (4.50)
R
T
27,5906006235,511039,612
2
2
=×
−=
Massa jenis udara pada ujung impeler
ftlb/cu 0813,0039,61227,590089,0
14,11
11
2
222
=
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=
−
−γρρ
oo
TT
Lebar sudu dalam arah aksial dihitung dengan persamaan (4.41)
2222
2 mWrmb
πρ&
=
( )( )
mminch
b
886,3 153,0
159,800.26539)0813,0()12(13785,0
2
==
=π
Karena pada laluan keluaran impeler tidak seluruhnya digunakan untuk mengalirkan
fluida tetapi juga ditempati sudu, maka ada faktor koreksi yang harus ditambahkan
(Church, hal. 94). Lebar sudu b2 dipilih 4 mm inci. Kecepatan udara masuk pada
shroud U1S, diameter shroud D1S dan diameter hub D1H dihitung dengan persamaan
(4.29), (4.30) dan (4.31).
fps 62,35632cos526,113637,0
cosaMUo
S11S1RS1
=×=
β×=
( )
mm 52,41inch 635,1
523662,35624
NU2D S1
S1
==
=
=
Diameter hub dapat dihitung dengan persamaan berikut.
( )( )( )( )
mminch
VmDD SH
597,26 047,1
84,222072,014413785,04635,1
4
2
11
211
==
−=
−=
π
πρ&
Perbandingan D1S/D2 = 0,529. Harga ini masih dalam jangkauan disain sesuai Tabel
4.2.
Kecepatan rotor pada hub dihitung dengan persamaan (4.35)
fps ,3724624
129,152362
NDU H1H1
=
×=
=
dan sudut sudu pada hub dihitung dengan persamaan (4.34)
o
1
H1
11H1
12,42
37,24684,222tan
UVtan
=
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=β
−
−
Sudut sudu pada hub dipilih 43o.
Sudut keluar gas α2’ dihitung dengan memperhatikan Gambar 4.5.
o
m
u
WV
79,71
80,159735,485tan
tan
1
2
'21'2
=
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=
−
−α
Meskipun sudut absolut fluida α2’ lebih besar 2o daripada jangkauan disain (70o), tapi
hal ini tidak terhindarkan. Hal ini dikarenakan Vu2’ cukup besar.
Untuk menghitung perbandingan difusi (diffusion ratio) terlebih dahulu dihitung
kecepatan relatif gas pada shroud W1S
( )fps 51,420
52,113637,0aMW 1S1RS1
==
×=
kemudian dihitung komponen tangensial kecepatan relatif gas (lihat Gambar 4.5)
fps
VUW uu
055,209735,48579,694
'22'2
=−=
−=
selanjutnya dihitung kecepatan aktual relatif gas W2’
fps
WWW mu
135,26380,159055,209 22
22
2'2'2
=+=
+=
maka perbandingan difusi dapat dihitung
598,1135,26351,420
'2
1==
WW S
Harga perbandingan difusi ini masih dalam jangkauan disain karena <1,9.
4.1.7. Perhitungan daya kompresor
Daya yang dibutuhkan untuk mengubah tekanan udara atmosfer menjadi tekanan
supercharging dapat ditentukan dengan mengalikan laju aliran massa dengan transfer
energinya. Dengan faktor-faktor konversi maka dapat dituliskan
hp
EmP
832,2867,29550
98,33748313785,0867,29550
=××
=
×=
&
Daya ini dikonsumsi dari turbin. Dengan demikian turbin harus dapat mengkonversi
aliran gas buang seefektif mungkin sehingga mampu menghasilkan daya yang sama
dengan atau lebih besar dari daya yang dibutuhkan kompresor.
4.1.8. Disain sudu
Dari perhitungan di atas didapati sudut luar sudu β2 sebesar 53o pada diameter D2
3,185 inci (jari-jari 1,59 inci), sudut sudu pada shroud β1S 32o pada diameter D1S
sebesar 1,635 (jari-jari 0,8175 inci) dan sudut sudu pada hub β1H 43o pada diameter
D1H 1,13 inci (jari-jari 0,565 inci). Jumlah sudu yang didapat dari hasil perhitungan
adalah 16. Maka didapat ilustrasi sebagai berikut.
Gambar 4.10 Sketsa disain sudu. Jari-jari impeler dalam mm.
Untuk mendapati bentuk sudu yang bagus biasanya dianggap sudut β di sepanjang
sudu mengalami perubahan secara bertahap terhadap jari-jari impeler. Didapat
petunjuk bahwa sudu melalui tiga buah titik istimewa (hub, shroud, dan ujung
impeler), maka perubahan sudut terhadap jari-jari dapat dianggap terjadi secara
kuadratik. Dengan regresi kuadrat dapat digambarkan kurva hubungan sudut dengan
jari-jari.
Persamaan kurva tersebut adalah 99.495 5.472R -0.1071R 2 +=θ , dengan R adalah
jari-jari impeler dalam mm.
30
35
40
45
50
14.351 19.351 24.351 29.351 34.351 39.351Radius impeler
sudu
t sud
u
Gambar 4.11 Kurva jari-jari terhadap sudut sudu.
Dapat dilihat kurva di atas melalui tiga titik istimewa impeler. Hubungan antara jari-
jari impeler dengan sudut sudu adalah (Church, hal. 113)
∫ ∑ βΔ
π=
βπ=θ
R
R
R
R
o
1 1 tanRR180
tanRRd180 (4.51)
dengan R adalah jari-jari impeler. Dari hubungan di atas maka dapat ditabelkan di
bawah ini.
Tabel 4.4 Integrasi kurva sudu.
R βo tan βo
ΔR
Δθo θo
13 46.44 1.052333 0.073098 0
0.074825 1 0.074825 4.285404
14 43.00 0.93308 0.076551 4.285404
0.075943 1 0.075943 4.34948
15 41.49 0.884934 0.075335 8.634884
0.075779 1 0.075779 4.340048
16 39.34 0.819973 0.076222 12.97493
0.076567 1 0.076567 4.385224
17 37.39 0.764808 0.076913 17.36016
0.077226 2 0.154452 8.845868
19 34.15 0.678777 0.077539 26.20602
0.076854 2 0.153707 8.803229
21 32.00 0.625182 0.076168 35.00925
0.075355 2 0.150709 8.631529
23 30.24 0.58328 0.074541 43.64078
0 0.072503 2 0.145005 8.304859
25 29.57 0.567661 0.070465 51.94564
0.06594 3 0.197819 11.32963
28 30.17 0.581527 0.061415 63.27527
0.053896 4 0.215585 12.34713
32 33.96 0.673815 0.046378 75.6224
0.037413 5 0.187067 10.71386
rataratatanR1
−⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡β β
ΔtanR
R
βtanR1
37 43.51 0.95001 0.028449 86.33626
0.024048 3 0.072145 4.131963
40 51.82 1.272411 0.019648 90.46822
0.019006 1 0.019006 1.08855
41 53.00 1.328073 0.018365 91.55677
Dari Tabel 4.4 dapat dibuat suatu kurva mulus dengan cara menghubungkan titik-titik
berjari-jari R dengan sudut θo. Metode yang dipakai adalah metode koordinat polar
dengan titik asal (origin) berada pada pusat impeler. Terlihat dari perubahan sudut β
(kolom 2) terdapat hubungan kuadratik terhadap perubahan jari-jari (kolom 1).
Angka-angka yang dicetak tebal merupakan jari-jari dan sudut istimewa pada impeler
seperti yang telah diterangkan.
Gambar 4.12 Titik-titik pada ujung garis berjari-jari R dihubungkan
untuk mendapat kurva sudu.
Karena beban yang dikenakan pada sudu relatif kecil, maka ketebalan sudu dapat
dipilih 2 mm (Church, hal. 115). Bahan impeler dipilih alumunium paduan yang dicor.
Gambar 4.13 Disain akhir sudu impeler kompresor.
4.2. Perencanaan rumah keong
Rumah keong atau volute berfungsi untuk mengkonversi tinggi-tekan (head) akibat
kecepatan (velocity head) fluida yang meninggalkan impeler seefisien mungkin.
Fluida di dalam rumah keong hampir merupakan aliran spiral (logaritmik) dan berlaku
VuR = C = konstan, yang berarti momentum sudutnya konstan.
Gambar 4.14 Elevasi rumah keong. (Sumber: Church, hal. 117)
Dapat dianggap bahwa aliran dari impeler adalah seragam pada kelilingnya, sehingga
aliran yang melewati sembarang penampang rumah keong adalah φ/360 dari jumlah
totalnya, yang mana φ adalah sudut dalam derajat yang diukur dari lidah (tongue)
teoritis rumah keong seperti pada Gambar 4.14.
Dalam menentukan luasan rumah keong pada sembarang titik, persoalannya adalah
menemukan luasan penampang yang akan melewatkan volume fluida sebanyak
Q(φ/360) dengan kecepatan Vu = C/R. Bila gesekan diabaikan, aliran yang melalui
penampang diferensial yang ditunjukkan pada Gambar 4.15 adalah (Church, hal. 118)
uu bdrVdAVdQ ==φ
akan tetapi karena Vu = C/R, maka dQφ = bdRC/R, dan aliran total melalui penampang
ini akan menjadi (Church, hal. 118)
∫∫ ==φφ
φR
R
R
R RbdRCdQQ
22
dengan Rφ adalah jari-jari terluar penampang pada φo dari lidah toeritis. Dengan
mensubstitusikan harga φQ/360 pada Qφ diperoleh
∫ ∫==φ φ
φR
R
R
R
uo
RdRb
QVR
RdRb
QC
1 1
'22360360 (4.52)
Sesudah bentuk dinding sisi rumah keong ditentukan, integral itu lebih baik
diselesaikan dengan integrasi tabel seperti pada perhitungan kurva sudu.
Gambar 4.15 Penampang rumah keong. (Sumber: Church, hal. 118)
Titik nol rumah keong atau titik dari mana sudut φ ini mulai diukur dapat dicari
dengan menganggap bahwa aliran yang terjadi adalah mengikuti prinsip aliran spiral
logaritmis. Persamaan untuk spiral logaritmis adalah (Church, hal. 120)
φα= 2tan2eRR (4.53)
dengan,
φ : sudut dalam radian.
'2α : sudut konstan spiral atau sudut fluida meninggalkan impeler.
e : basis logaritma natural (bilangan natural) = 2,718.
Maka 180tan
2
o'2718,2RR
πφα
= dengan φo adalah sudut dalam derajat.
718,2log180
tanRlogRlogo
'22πφ
α+=
'2
2o
tanR/Rlog132
α=φ (4.54)
untuk jari-jari lidah R = Rt maka
'2
2tot tan
R/Rlog132α
=φ (4.55)
Rumah keong berbentuk trapesium seperti Gambar 4.16, dengan dinding 30o dengan
garis-garis radial (θ = 60o), dengan dasar (basis) yang lebarnya b3 = 10 mm pada
diameter luar impeler D2. Harga ini didapat dengan menambahkan clearence antara
sudu dengan dinding rumah keong ditambah dengan lebar impeler. Clearence dipilih 2
mm dan lebar impeler 2 mm, maka dasar rumah keong adalah sebesar 4 + 2 + 2(2) =
10 mm (0,3937 inci).
Gambar 4.16 Penampang laluan rumah keong. (Sumber: Church, hal. 119)
Lebar rumah keong untuk setiap titik b dapat diskalakan dari layout yang diperoleh
atau dihitung dari persamaan (Church, hal. 120)
( )2/tanx2bb 3 θ+= (4.56)
dengan x adalah jarak antara setiap jari-jari R dan bagian luar impeler yang berjari-jari
R2 (D2/2).
o30tanx23937,0b +=
Rumah keong didisain dengan menentukan sudut φo yang diukur dari suatu garis
radial yang telah ditetapkan, dengan pengintegrasian persamaan (4.52) secara tabel.
Bila R dan b dinyatakan dalam inci, maka persamaan (4.52) akan menjadi
∑
∑Δ
=
Δ×××
=
φ
φ
φ
R
R
R
R
o
RRb
RRb
2
2
1139
1441,697348,48958,1360
Tabel 4.5 Integrasi perhitungan sudut rumah keong
R
in.
ΔR
in.
Rrata-rata
in.
brata-rata
in. ratarataRRb−
Δ Δθo θo ΔA
inci2
Aφ
inci2
Qφ
Ft2/s2
Vrata-rata
fps
1.58 0.3937 0 0 0
0.02 1.59 0.408546 0.0051389 5.8532562 0.0081709
1.6 5.8532562 0.0081709 0.0553881 976.13016
0.1 1.65 0.4778218 0.0289589 32.984186 0.0477822
1.7 38.837443 0.0559531 0.3675101 945.81801
0.1 1.75 0.5932816 0.0339018 38.614157 0.0593282
1.8 77.4516 0.1152813 0.7329073 915.48829
0.03 1.815 0.6683305 0.0110468 12.582287 0.0200499
1.83 90.033887 0.1353312 0.8519707 906.5448
0.07 1.865 0.7260603 0.0272516 31.039566 0.0508242
1.9 121.07345 0.1861554 1.1456912 886.24627
0.1 1.95 0.8242011 0.0422667 48.1418 0.0824201
2 169.21525 0.2685755 1.6012463 858.52752
0.022 2.011 0.8946316 0.0097871 11.147528 0.0196819
2.022 180.36278 0.2882574 1.7067329 852.60441
0.078 2.061 0.9523615 0.0360428 41.052741 0.0742842
2.1 221.41552 0.3625416 2.0952059 832.20696
0.089 2.1445 1.0487704 0.0435256 49.575614 0.0933406
2.189 270.99114 0.4558822 2.5643289 809.99737
0.011 2.1945 1.1065003 0.0055464 6.3173124 0.0121715
2.2 277.30845 0.4680537 2.6241082 807.32532
0.1 2.25 1.1705805 0.0520258 59.257384 0.117058
2.3 336.56583 0.5851117 3.1848477 783.81282
0.039 2.3195 1.250825 0.0210313 23.954687 0.0487822
2.339 360.52052 0.6338939 3.4115256 774.98724
0.021 2.3495 1.2854629 0.0114896 13.086609 0.0269947
2.36 373.60713 0.6608886 3.5353612 770.3144
Angka-angka yang dicetak tebal merupakan sudut dan jari-jari istimewa pada rumah
keong. Dapat dilihat bahwa udara meninggalkan rumah keong dengan kecepatan rata-
rata sebesar 770 fps pada jari-jari rumah keong 2,36 inci.
Harga brata-rata pada tabel di atas dihitung dengan persamaan (Church, hal. 121)
( ) 30tanRR2bb ratarata3ratarata −+= −− (4.57)
Radius lidah (tongue) dibuat kira-kira 5% – 10% lebih besar daripada radius luar
impeler R2. Sudut lidah (tongue angle) φt dapat dicari dengan menggunakan
persamaan (4.53). Dengan membuat jari-jari lidah 1,05 × 1,58 = 1,659 inci dan dari
perhitungan diketahui sudut kecepatan absolut fluida keluar dari impeler '2α = 72o,
maka persamaan (4.53) menjadi
o
o
'2
2tot
9,072tan
05,1log132tan
R/Rlog132
=
=
α=φ
Pada kompresor yang bekerja secara independen tanpa disertai komponen lain seperti
turbin, bentuk penampang rumah keong yang dianjurkan adalah seperti Gambar 4.16.
Pada sistem turbocharger kompresor bekerja sama berdampingan dengan turbin.
Untuk alasan ini maka bentuk penampang rumah keong harus datar pada satu sisinya.
Bentuk seperti ini dapat diperoleh dengan menganalogikan bentuk trapesium dengan
bentuk lingkaran yang mana luasan kedua bentuk ini adalah sama. Sisi datar pada
dinding rumah keong akan disambungkan dengan sasis pada satu ujung dan ujung
sasis yang lain akan di hubungkan dengan rumah keong turbin.
Gambar 4.17 Bentuk penampang yang memiliki luas yang sama.
Gambar 4.17(a) adalah bentuk penampang dari hasil perhitungan. Bentuk ini kurang
efektif karena terdapat kantung-kantung dengan sudut yang tajam pada sudutnya. Pada
daerah ini akan terdapat turbulensi dan mengurangi kualitas aliran karena rugi-rugi
aliran akan sangat besar. Gambar 4.17(b) merupakan modifikasi dari bentuk (a).
Bentuk ini mengeliminasi kantung-kantung tajam untuk mengoptimalkan kualitas
aliran. Untuk kemudahan instalasi bentuk penampang rumah keong dibentuk seperti
pada Gambar 4.17(c). Lingkaran dibuat menyinggung dasar dan salah satu sisi rumah
keong. Pada integrasi dapat ditambahkan parameter diameter lingkaran untuk
penampang rumah keong yang memiliki luas sama dengan luas trapesium.
Tabel 4.6 Diameter penampang rumah keong.
R
(inci)
θo Aφ
(inci2)
d
(inci)
r
(inci)
dR2 +
(inci)
1.58 0 0 0 0 2.781
1.6 5.8532562 0.0081709 0.1019977 0.0509989 2.8319989
1.7 38.837443 0.0559531 0.2669114 0.1334557 2.9144557
1.8 77.4516 0.1152813 0.3831196 0.1915598 2.9725598
1.83 90.033887 0.1353312 0.4151012 0.2075506 2.9885506
1.9 121.07345 0.1861554 0.4868474 0.2434237 3.0244237
2 169.21525 0.2685755 0.5847743 0.2923871 3.0733871
2.022 180.36278 0.2882574 0.6058224 0.3029112 3.0839112
2.1 221.41552 0.3625416 0.6794132 0.3397066 3.1207066
2.189 270.99114 0.4558822 0.7618709 0.3809354 3.1619354
2.2 277.30845 0.4680537 0.7719744 0.3859872 3.1669872
2.3 336.56583 0.5851117 0.8631265 0.4315633 3.2125633
2.339 360.52052 0.6338939 0.8983868 0.4491934 3.2301934
2.36 373.60713 0.6608886 0.9173165 0.4586582 3.2396582
Dengan r adalah jari-jari penampang lingkaran dan R2 + d adalah jari-jari luar rumah
keong.
4.3. Perencanaan poros
1.4.34. Perhitungan diameter poros
Poros yang dirancang akan mentransmisikan daya sebesar 2,89 hp (didapat dari
perhitungan daya turbin gas). Daya ini setara dengan 2,16 kW. Poros akan beroperasi
pada 50000 rpm, maka torsi yang terjadi pada poros adalah (Sularso, hal. 7)
nP1074,9T d5×= (4.58)
dengan Pd adalah daya yang telah dikoreksi, yaitu Pd = P × fc. Untuk daya rata-rata,
faktor koreksi fc dapat diambil 1 (Sularso, hal. 7). Maka torsi yang terjadi sebesar
kgmm 4250000
116,21074,9T 5
=
××=
Berat rotor kompresor dan rotor turbin dapat dihitung secara presisi dengan bantuan
CAD. Meskipun dapat digambarkan secara tiga dimensi, tapi karena diameter poros
belum diketahui, maka rotor digambar dan dihitung dengan kondisi tanpa lubang
poros.
Gambar 4.18 Pandangan samping impeler kompresor.
Gambar 4.19 Pandangan samping impeler turbin.
Dengan bantuan CAD didapatkan volume impeler kompresor 54986,9280 mm3 dan
volume impeler turbin 47892,1792 mm3. Jika digunakan bahan alumunium dengan
massa jenis 2,8 gr/cm3, maka massa tiap impeler
kg 0,154g 154
108,254986,9280m 3komp
==
××= −
kg 0,134g 134
108,21792,78924m 3turbin
==
××= −
Poros yang direncanakan memiliki panjang 150 mm dan terbuat dari bahan S40C
dengan tegangan tarik ijin σB = 55 kg/mm2. Poros yang sebenarnya akan sedikit lebih
panjang karena untuk menyesuaikan dengan dudukan rotor. Poros direncanakan
ditopang dengan dua bantalan luncur di antara rotor turbin dan kompresor. Beban
yang dikenakan pada poros relatif kecil karena dianggap hanya merupakan beban dari
berat impeler. Di sini sama sekali tidak ada gaya aksi-reaksi yang besar seperti pada
roda gigi ataupun puli. Tekanan yang dikenakan pada impeler karena adanya tekanan
fluida juga relatif kecil pada arah aksial. Tekanan pada impeler turbin dan impeler
kompresor ini berlawanan arah dan sulit diperhitungkan. Maka untuk kepraktisan
resultan tekanan ini diabaikan besarnya dan tidak dimasukkan dalam perhitungan.
Gambar 4.20 Ilustrasi pembebanan pada poros.
Dari ilustrasi di atas dapat dihitung momen yang terjadi pada bantalan. Momen yang
terjadi pada bantalan kiri adalah sebesar 0,134 × 50 = 6,7 kgmm dan pada bantalan
kanan 0,154 × 50 = 7,7 kgmm. Untuk perhitungan diameter poros dipilih momen
terbesar yaitu 7,7 kgmm.
Jika digunakan faktor keamanan untuk kelelahan puntir Sf1 sebesar 6 (diambil
maksimal) dan faktor keamanan untuk konsentrasi tegangan Sf2 sebesar 2 (diambil
rata-rata), maka tegangan geser ijin adalah sebesar (Sularso, hal. 8)
( )21Ba SfSf ×σ=τ (4.59)
2
a
kg/mm 58,426
55
=×
=τ
Diameter poros dapat ditentukan dengan (Sularso, hal. 18)
( ) ( ) 31
2t
2m
as TKMK1,5d ⎥⎦
⎤⎢⎣⎡ +τ
≥ (4.60)
dengan Km adalah faktor untuk beban tumbukan dan Kt adalah faktor untuk momen
puntir. Jika Km dipilih 2 dan Kt dipilih 3, maka diameter poros adalah sebesar
( ) ( )
mm 2,5
4237,7258,41,5d
31
22s
≥
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡×+×≥
Dipilih diameter poros 30 mm. Pemilihan ini untuk mengantisipasi kecepatan kritis.
Faktor konsentrasi tegangan β dihitung dengan Gambar 4.21. Jika digunakan filet
poros sebesar 2 mm, maka harga r/ds adalah 2/15 = 0,133. Sehingga diperkirakan
dengan tegangan tertinggi (pada D/ds = 2) harga konsentrasi tegangannya 1,35.
Tegangan geser yang terjadi adalah (Sularso, hal. 18)
( ) ( )2t2
m3s
maks TKMKd
1,5+=τ (4.61)
( ) ( )2
223maks
kg/mm 88,2
4237,7215
1,5
=
×+×=τ
Gambar 4.21 Faktor konsentrasi tegangan β untuk pembebanan puntir statis dari suatu
poros bulat dengan pengecilan diameter yang diberi filet.
(Sumber: Sularso, hal. 11)
Jika τa×Sf2 dibandingkan dengan τmaks×β; 4,58×2 > 2,88×1,35. Syarat ini terpenuhi,
dengan demikian pemilihan diameter poros berada pada kondisi aman.
1.4.35. Kecepatan kritis dan defleksi
Berat rotor turbin 0,134 kg dan berat rotor kompresor 0,154 kg. Berat poros dihitung
dengan pendekatan bentuk silinder.
ρπ
= Ld4
W 2ss (4.62)
dengan L adalah panjang poros dan ρ adalah massa jenis poros. Baja S40C memiliki
massa jenis 7,86 gr/cm3.
kg 8334,0gr 39,833
86,71534
W 2s
==
×××π
=
Kecepatan kritis dihitung dengan menghitung masing-masing kecepatan kritis dari
tiap komponen, yaitu rotor turbin, rotor kompresor dan juga poros.
Kecepatan kritis dihitung dengan (Sularso, hal. 19)
Wl
lld52700N
21
2sc = (4.63)
dengan l1 dan l2 adalah jarak komponen dari bantalan 1 dan 2. W adalah massa
komponen yang ditinjau.
Kecepatan kritis rotor turbin
rpm 66,317377134,0
15010050
3052700Nc2
1
=×
=
Kecepatan kritis rotor kompresor
rpm 27,296052154,0
15050100
3052700Nc2
2
=×
=
Kecepatan kritis poros jika pusat massa berada tepat di tengah-tengah
rpm 63,113122833,0
1507575
3052700Nc2
3
=×
=
Kecepatan kritis total dihitung dengan (Sularso, hal. 19)
...Nc
1Nc
1Nc
1Nc
1222
3212 +++= (4.64)
rpm 100260Nc63,113122
127,296052
166,317377
1Nc
12222
=
++=
Perbandingan kecepatan normal dan kecepatan kritis 50000/78466 = 0,4987 (49,87%).
Prosentase ini masih berada jauh di bawah batas yang dianjurkan yaitu 80% (Sularso,
hal. 19). Meskipun demikian, dapat dimungkinkan kecepatan rotor melebihi 50000
rpm. Hal ini dapat terjadi apabila kecepatan mesin dipacu melebihi 2500 rpm. Tapi
diperkirakan laju aliran massa gas buang pada kecepatan mesin yang tinggi tidak akan
membuat rotor beroperasi melebihi kecepatan kritisnya. Mesin dapat beroperasi
mencapai kecepatan 3900 rpm yaitu pada daya maksimal. Pada kecepatan ini laju
aliran massanya kira-kira dua setengah kali dari kecepatan normalnya.
Defleksi puntiran dihitung dengan persamaan berikut (Sularso, hal. 18)
4sGd
Tl584=θ (4.65)
dengan G adalah modulus geser. Untuk baja G = 8,3 × 103 kg/mm2.
( )o4
43
1047,5
30103,815042584
−×=
×××
=θ
Defleksi puntiran yang terjadi untuk sistem ini adalah sebesar (5,47 ×10-4)o.
Sedangkan defleksi puntiran untuk tiap meter adalah
( )o3
43
1065,3
30103,8100042584
−×=
×××
=θ
Harga ini masih di bawah harga maksimum yang diijinkan yaitu 0,25o per meter
(Sularso, hal. 18). Defleksi akibat lenturan (momen) juga harus diperhitungkan. Harga
defleksi lenturan dapat dihitung dengan persamaan berikut (Sularso, hal. 18)
ldlFl1032,3y 4
s
22
214−×= (4.66)
dengan F adalah resultan gaya, l1 dan l2 adalah jarak resultan gaya terhadap kedua
bantalan. Jika jarak resultan gaya dari bantalan pertama adalah x, maka pada jarak x
ini jumlah momennya nol.
Gambar 4.22 Letak resultan gaya R.
Gaya resultan F pada titik R adalah sebesar 0,114 + 0,174 = 0,288 kg (ke bawah).
Persamaan jumlah momen pada titik R
( )mm 79,19x
x50114,0x174,0=
−=
Maka defleksi lenturan yang terjadi
mm 1009,85030
03,3079,19288,01022,3y
7
4
224
−
−
×=×
×××=
dan harga y/l = 8,09 × 10-7/0,1 = 8,09 × 10-6 mm/m; harga ini masih di bawah batas
yang diijinkan yaitu (0,3 – 0,35 mm/m).
4.4. Perencanaan pasak
Karena pasak dipasang pada poros yang diperkecil dengan diameter 15 mm (jari-jari
7,5 mm). Untuk poros dengan diameter 15 mm digunakan pasak berukuran 5 × 5 mm.
Gaya geser yang terjadi pada pasak
kg 6,55,7
42rTF
=
=
=
Gaya ini kemudian didistribusikan di sepanjang penampang pasak. Bahan pasak
direncanakan terbuat dari bahan baja S30C dengan kekuatan tarik σB sebesar 48
kg/mm2.
Jika digunakan faktor keamanan yang sama seperti pada perhitungan poros Sf1 = 6
dan Sf2 = 2, maka tegangan geser ijin adalah sebesar
2
21
Ba
mm/kg 426
48SfSf
=×
=
×σ
=τ
Dan panjang pasak minimum adalah
mm 233,046
6,5ab
Fl
=×
=
τ=
Panjang pasak dipilih 16 mm.
4.5. Perencanaan bantalan dan pelumasan
Bantalan yang digunakan adalah bantalan luncur radial. Bantalan luncur memiliki
tingkat kebisingan yang rendah jika dibandingkan dengan bantalan bola (gelinding).
Karena pembebanan yang terjadi hanya kecil yaitu hanya beban dari berat rotor dan
juga poros, maka bantalan luncur dapat digunakan untuk perancangan kali ini.
Gaya aksial yang terjadi adalah akibat kelembaman fluida saat didorong rotor. Fluida
ini kemudian memberikan reaksi mendorong rotor. Gaya reaksi fluida pada rotor
sangatlah kecil dan dapat diabaikan besarnya. Namun demikian tetaplah harus
dirancang suatu bantalan yang mampu menahan gaya aksial walaupun tidak
diperhitungkan besarnya.
Beban bantalan yang pertama dan kedua adalah 0,114 kg dan 0,174 kg (Gambar 4.20).
Jika kedua bantalan dibuat sama (identik), maka untuk pembebanan diambil yang
terbesar yaitu W = 0,174 kg ditambah dengan setengah massa poros 0,5 × 0,833 kg =
0,4165 kg. Dengan demikian berat yang ditopang bantalan adalah 0,174 + 0,4165 = 1
kg. Dipilih bantalan perunggu dengan tekanan maksimum yang diijinkan sebesar pa =
0,7 – 2,0 kg/mm2 dan dengan harga faktor tekanan-kecepatan yang diijinkan sebesar
(pv)a = 0,2 [kg/mm2 m/s].
Panjang bantalan dihitung dengan persamaan berikut (Sularso, hal. 114)
( )apvWN
601000l
×π
≥
mm 312,0
500001601000
l
≥
××π
≥
Panjang bantalan dipilih 20 mm. Jika poros memiliki tegangan lentur ijin σa = 4
kg/mm2, maka diameter poros (Sularso, hal. 108)
3a
Wl1,5dσ
≥
mm 2,942011,5d 3
≥
×≥
Dari perhitungan bantalan didapat diameter poros hanya sebesar 2,9 mm. Dengan
demikian pemilihan diameter poros sebesar 23 mm pada bantalan masih dapat
diterima. Perbandingan l/d = 0,8696. Harga ini terletak antara 0,5 – 2,0; jadi dapat
diterima (Sularso, hal. 122).
Tekanan pada bantalan adalah sebesar
ldWp =
2kg/mm 0,00222320
1p
=×
=
Jika pada bagian bantalan terpasang poros yang memiliki diameter 23 mm, maka
kecepatan keliling poros adalah sebesar
m/s 214,60mm/s 60214
2235236
2dNv s
==
=
=
Maka harga pv = 0,0022 × 60,214 = 0,132. Harga p = 0,0022 kg/mm2 dapat diterima
karena lebih kecil dari harga pa (0,7 – 2 kg/mm2). Harga pv masih dapat diterima
karena terletak pada batasan disain, yaitu lebih kecil dari 2 [kg/mm2 m/s].
Dalam perencanaan pelumasan harus diperhatikan viskositas minyak pelumas untuk
memenuhi syarat pelumasan. Harga ZN/p menjadi parameter yang penting dalam
memilih tingkat kekentalan minyak pelumas, dengan Z adalah viskositas minyak
pelumas dalam cP (centi Poise). Jika digunakan minyak pelumas dengan viskositas 40
cP, maka harga ZN/p
2kg/mmcP.rpm 90909090
0022,05000040p/ZN
=
×=
Harga ini masih dalam jangkauan disain karena lebih besar dari 400000 (Sularso, hal.
110). Untuk perapat digunakan jenis topi manset yang mampu beroperasi pada
kecepatan keliling 75 m/s (Niemann, hal. 316)
145
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Perbandingan Unjul Kerja Antara Mesin Tanpa Dan Dengan
Turbocharger
Tanpa turbocharger Dengan turbocharger
ap 0,094 Mpa 0,130 Mpa
aT 333,17 K 356,14 K
cp 5,004 Mpa 6,642 Mpa
cT 983,84 K 1030,89 K
zP 11,87 Mpa 13,890 Mpa
zT 2264,92 K 2098,65 K
bp 0,28 Mpa 0,342 Mpa
bT 885,62 K 910,95 K
iN 107,96 Hp 110,79 Hp
mη 0,821 0,827
2. Kompresor
a. Diameter rotor D2 : 3,185 inci (80,89 mm)
146
b. Diameter shroud rotor D1S : 1,635 inci (41,52 mm)
c. Diameter hub rotor D1H : 1,047 inci (26,597 mm)
d. Lebar sudu pada sisi keluar b2 : 4 mm
e. Jumlah sudu rotor nB : 16
f. Kecepatan rotor N : 50000 rpm
g. Laju aliran massa m& : 0,13785 lb/s
h. Sudut luar sudu β2 : 53o
i. Sudut sudu pada shroud β1S : 32o
j. Sudut sudu pada sisi keluar β2 : 43o
k. Bahan impeler : alumunium paduan
l. Massa impeler : 0,154 kg
m. Diameter poros ds : 30 mm kemudian diperkecil menjadi 23 mm
pada bantalan dan 15 mm pada hub impeler.
n. Bahan poros : S40C
o. Keterangan : poros dibuat berundak, namun demikian
masih berada di atas batas minimal
perhitungan
(5,2 mm).
p. Bahan pasak : S30C
q. Panjang pasak : 16 mm
r. Lebar dan tinggi pasak : 5 × 5 mm
s. Bahan bantalan : perunggu
t. Diameter dalam bantalan : 23 mm
147
u. Diameter luar bantalan : 35 mm
v. Viskositas minyak pelumas : 40 cP
w. Sistem pelumasan : celup
x. Jenis : topi manset
y. Batas kecepatan keliling : 75 m/s
5.1. Saran
Dalam perancangan yang lebih akurat, digunakan pendekatan yang lebih
teliti dalam perhitungannya. Seperti pengandaian gas tidaklah ideal tetapi
digunakan perhitungan properti gas yang lebih aktual. Hal ini tampak pada
pengandaian gas buang oleh mesin sebagai gas ideal (udara). Hal ini tidaklah
benar karena pada kenyataanya gas buang memiliki komposisi yang lebih
kompleks dibandingkan dengan udara standar.
148
Daftar Pustaka
Arismunandar, W., Penggerak Mula Motor Bakar Torak, Penerbit ITB, Bandung,
2002.
Arismunandar, W. & Tsuda K., Motor Diesel Kecepatan Tinggi, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1975.
Church, A. H., Pompa dan Blower Sentrifugal, Erlangga, Jakarta, 1990.
Logan, Earl, Jr., Turbomachinery, Marcel Dekker, Inc., New York, 1993.
Maleev V. L., Operasi dan Pemeliharaan Mesin Diesel, Erlangga, Jakarta, 1995.
Petrovsky, M., Marine Internal Combustion Engine, Mir Publishers, Moscow,
1979.
Sularso & Suga, Kiyokatsu, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, PT.
Pradnya Paramita, Jakarta, 1997.