Post on 13-Nov-2021
KETERSEDIAAN PERALATAN KESELAMATAN TRANSPORTASI
KAPAL LAYAR MOTOR DI PELABUHAN PAOTERE
AVAILABILITY OF TRANSPORTATION SAFETY EQUIPMENT
SAILING BOATS MOTORS IN PORT PAOTERE
SULFADLY
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadiran Ilahi
Rabbi atas segala hikmat rahmat dan hidayah-Nya. Salam serta
selawat semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai teladan untuk seluruh ummat manusia yang sungguh
sempurna akhalatnya.
Penulis menyadari bahwa sejak penyusunan proposal
sampai ini skripsi ini selesai terdapat banyak hambatan,
rintangan dan halangan namun berkat bantuan dan motivasi
dari berbagai pihak semua ini dapat teratasi dengan baik.
Selain itu skripsi ini juga masih jauh dari kesempurnaan
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.
Pada kesempatan ini mengucapkan penghargaan dan
ucapkan terima kasih yang tak terhigga kepada Ayahanda
tercinta Drs. H.Muh. Salehuddin yang menjadi sprit hidup
penulis dan kepada Bunda tercinta Hj. Syamsiah yang telah
melahirkan dan membesarkan degan penuh kasih saying serta
dukungan dan iringan doa-doa demi keberhasilan pendidikan
iv
penulis. Sayang dan terima kasih untuk kakak-kakaku Santi
Irawaty ST, Mas‟ud ST, Ashdadi ST, Sabianty SE suatu
kebanggaan dan syukur memiliki saudara seperti kalian. Untuk
is buah hatiku Sagira Rasika.S, tangis, tawa dan senyummu
memberikan semangat hidup yang menemani hari-hari penulis.
Demikian pula penuli menyampaikan rasa terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof.Dr.-Ing.M.Yamin Jinca, MSTr selaku
pembimbing dan Ketua Jurusan Tekhnik Transportasi yang
selama ini memberikan waktunya untuk memberikan arahan
dan motifasi sehingga kesulitasn penulis dapat teratasi
hingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan juga
tak lupa penulis haturkan rasa terima kasi kepada bapak
Prof.Dr.Ir.M.Alham Djabbar, M.Eng selaku pembimbing I
yang penuh kesabaran, kesungguhan dan kebaikan hatinya
yang telah banyak memberikan petunjuk dan bimbingan
kepada penulis.
2. Kepada para Staf jurusan Teknik Transportasi yang telah
memberikan bantuan dan dorongan selama penulis
menjalani perkuliahan.
3. Buat sahabat terbaik kakak Budi ST, MT, Windra ST,MT you
my best sharing of sense friendship, joy‟ n sorrow „n all that I
can‟t.
4. Buat Devi Wulandari SE, be my sweet memory who give me
inspiration n‟ new sprit to face my wish n‟n keep starlight in
my heart.
5. Pihak-pihak yang telah banyak membantu yang karena
keterbatasan tempat pada tesis ini, tidak dapat dituliskan
satu persatu.
Semoga segenap bantuan dan partisipasinya bernilai
ibadah dan mendapat pahala di sisi Allah SWT. Akhirnya
semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak yang telah membutuhkannya.
Amin.
Makassar, Agustus 2013
PENULIS
vi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
DAFTAR SINGKATAN viii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 5
D. Manfaat Penelitian 6
E. Lingkup Penelitian 6
F. Sistematika Penulisan 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
A. Sistem Transportasi Laut 8
B. Keselamatan Transportasi Laut 9
C. Atribut Pelayanan Transportasi Laut 15
D. Kapal Layar Motor 16
E. Peralatan Keselamatan KLM 21
F. Sistem Operasional dan Kecelakaan KLM 26
viii
G. Teknologi Konstruksi Armada Pelayaran Rakyat 28
H. Tinjauan Aspek Stabilitas Armada Pelayaran Rakyat 31
I. Aspek Non Teknis Penyebab Terjadinya Kecelakaan 32
J. Manajemen Keselamatan dan Strategi Zero Accident 34
K. Penelitian Terdahulu 35
L. Kerangka Konsep Penelitian 36
BAB III METODE PEMBAHASAN 37
A. Jenis dan Desain Penelitian 37
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 37
C. Populasi dan Sampel 38
D. Pengumpulan dan Analisis Data 40
E. Teknik Analisis Data 41
F. Variabel Penelitian 47
G. Definisi Operasional 49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 53
A. Gambaran Umum Pelabuhan Paotere 53
B. Tinjauan Umum, Data Teknis dan Alat Keselamatan KLM61
C. Analisis Alat Keselamatan Kapal Layar Motor (KLM) 71
D. Strategi Peningkatan Keselamatan KLM 94
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 108
B. Saran 109
DAFTAR PUSTAKA 111
DAFTAR TABEL
No. Uraian Hala
man 46
Tabel 1 Matriks Analisis SWOT
Tabel 2 Variabel Penelitian 48
Tabel 3 Realisasi Kunjungan Kapal Menurut Jenis Kapal 60
Tabel 4 Rata-rata ukuran kapal yang berlabuh di Pelabuhan
Paotere
60
Tabel 5 Data Teknis KLM Berkat Saudara 61
Tabel 6 Daftar Alat-alat Keselamatan Kapal KLM Berkat
Saudara
62
Tabel 7 Data Teknis Kapal (Particular Ship) KLM Cahaya Mina
62
Tabel 8 Daftar Alat-alat Keselamatan Kapal KLM Cahaya Mina
63
Tabel 9 Data Teknis Kapal (Particular Ship) KLM. Ilham Putra 64
Tabel 10 Daftar Alat-alat Keselamatan Kapal KLM. Ilham Putra 64
Tabel 11 Data Teknis Kapal (Particular Ship) KLM. Karya Bersama
65
Tabel 12 Daftar Alat-alat Keselamatan Kapal KLM. Karya Bersama
65
Tabel 13 Teknis Kapal (Particular Ship) KLM. Masunah 66
Tabel 14 Daftar Alat-alat Keselamatan Kapal KLM. Masunah 66
Tabel 15 Data Teknis Kapal (Particular Ship) KLM. Mulia Bakti 67
Tabel 16 Daftar Alat-alat Keselamatan Kapal KLM. Mulia Bakti 68
Tabel 17 Data Teknis Kapal KLM. Putra Sorsel Mandiri 68
Tabel 18 Daftar Alat-alat Keselamatan Kapal KLM. Putra Sorsel Mandiri
69
Tabel 19 Data Teknis Kapal (Particular Ship) KLM. Surga
Mulya
70
Tabel 20 Daftar Alat-alat Keselamatan Kapal KLM. Surga Mulya 70
Tabel 21 Kondisi Kelengkapan alat keselamatan KLM di
Pelabuhan Paotere
90
x
Tabel 22 Hasil Checklist Kelengkapan Alat Keselamatan KLM di Pelabuhan Paotere berdasarakan SK Dirjen Perhubungan Laut No. PY.66/1/2-2002 tentang “Persyaratan Keselamatan bagi Kapal Layar Motor (KLM)”
92
Tabel 23 Nilai faktor internal 98
Tabel 24 Nilai rating faktor internal 100
Tabel 25 Nilai faktor eksternal 100
Tabel 26 Nilai rating faktor eksternal 102
Tabel 27 Matriks pembobotan dalam proses analisis SWOT 103
Tabel 28 Matriks analisis SWOT peningkatan pelayanan
keselamatan KLM di Pelabuhan Paotere
106
DAFTAR GAMBAR
No. Uraian Halaman
Gambar 1 Sistem Transportasi Laut 8
Gambar 2 Alat Pemadan Kebakaran 22
Gambar 3 Pelampung penolong (lifebuoy) 23
Gambar 4 Baju penolong 24
Gambar 5 Isyarat asap apung dan cerawat tangan 25
Gambar 6 Perangkat Komunikasi Radio 26
Gambar 7 Stabilitas Minimum Kapal 32
Gambar 8 Kerangka Konsep 36
Gambar 9 Lokasi Pelabuhan Paotere 38
Gambar 10 Analisis SWOT 45
Gambar 11 Kondisi dermaga beton 54
Gambar 12 Kondisi pos jaga 54
Gambar 13 Kondisi kantor pengelola 55
Gambar 14 Jalan dan area penumpukan 56
Gambar 15 Tourist centre 57
Gambar 16
Gambar 17
Gambar 18
Gambar 19
Kondisi Alat Keselamatan Life Jacket KLM di Paotere Kondisi Alat Keselamatan Life Bouy KLM di Paotere Kondisi Alat Keselamatan Sekoci KLM di Paotere
Diagram analisis SWOT
71
75
81
104
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Checklist Administrasi Alat Keselamatan Life Jackets KLM
114
Lampiran 2 Data Checklist Teknis Alat Keselamatan Life Jackets KLM
116
Lampiran 3 Data Checklist Administrasi Alat Keselamatan Life Bouy KLM
118
Lampiran 4 Data Checklist Teknis Alat Keselamatan Life Bouys KLM
120
Lampiran 5 Data Checklist Administrasi Alat Keselamatan Sekoci KLM
122
Lampiran 6 Data Checklist Teknis Alat Keselamatan Sekoci KLM 123 Lampiran 7 Kondisi Alat Keselamatan KLM Berkat Saudara 125 Lampiran 8 Kondisi Alat Keselamatan KLM Cahaya Mina 125 Lampiran 9 Kondisi Alat Keselamatan KLM Ilham Putra 126 Lampiran 10 Kondisi Alat Keselamatan KLM Karya Bersama 127 Lampiran 11 Kondisi Alat Keselamatan KLM KLM Masunah 128 Lampiran 12 Kondisi Alat Keselamatan KLM Mulya Bakti 129 Lampiran 13 Kondisi Alat Keselamatan KLM Putra Sorsel Mandiri 130 Lampiran 14 Kondisi Alat Keselamatan KLM Surga Mulya 131
DAFTAR SINGKATAN
ABK = Anak Buah Kapal
EMKL = Ekspedisi Muatan Kapal Laut
KLM/PLM = Kapal Layar Motor/ Perahu Layar Motor
USA = United Stated of America
IMO = Inter-Governmental Maritime Organization
ISM-CODE = International Safety Management Code
SAR = Search and Rescuer
SBNP = Sarana Bantuan Navigasi Pelayaran
GRT = Gross Register Tonnage
GT = Gross Tonnage
TK = Tenaga Kuda
SKK = Surat Keterangan Kecakapan
KKM = Kepala Kamar Mesin
SKKM = Surat Keterangan Kecakapan Mesin
JMPR II = Juru Motor Pelayaran Rakyat II
MPR II = Mualim Pelayaran Rakyat II
SSB = Single Side Band
PEP = Peak and Envelop Power
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem keselamatan dan keamanan transportasi laut di Indonesia
masih menjadi pertanyaan besar yang sulit dipecahkan. Akar masalah
atau penyebab utama dari kecelakaan tidak pernah ditemukan. Selama
ini, hanya faktor cuaca dan kelalaian nakhoda yang kerap jadi kambing
hitam.
Armada pelayaran rakyat merupakan salah satu armada kapal
yang sudah membuktikan dirinya sebagai sarana transportasi laut yang
tangguh, identik dengan usaha ekonomi kerakyatan berbasis perahu
tradisional yang memakai layar atau motor pengerak. Sampai saat ini,
armada pelayaran rakyat tampil sebagai salah satu kekuatan armada
nasional disamping armada pelayaran nusantara dan pelayaran perintis
lainnya. Namun seiring kemajuan Iptek di bidang transportasi laut, eksistensi
armada pelayaran rakyat mulai bergeser dan menghadapi tantangan pasar
yang semakin besar, bahkan jumlahnya cenderung semakin berkurang.
Dalam kaitannya dengan jasa kelautan, fungsi laut secara
konvensional adalah sebagai media transportasi. Tidak terkecuali dalam
era modern saat ini, dimana moda transportasi cenderung lebih
1
2
mengutamakan kenyamanan dan waktu tempuh yang relatif cepat, moda
transportasi laut, yaitu kapal laut, masih menjadi alat yang belum
tergantikan oleh sarana transportasi lain, seperti pesawat udara atau
sarana transportasi darat. Terutama dalam pengangkutan barang (cargo)
baik itu domestik maupun internasional. Oleh karena itu pengembangan
armada pelayaran masih penting diupayakan, baik dengan cara
memodernisir sarana pelayaran maupun menambah jumlah armada
kapal.
Kondisi transportasi laut dalam negeri baik sarana maupun
prasarana keselamatan pelayaran hingga saat ini tidak mendukung
tertibnya kelancaran angkutan laut di tanah air. Di samping ketertiban
pelayanan dan pengoperasian sarana dan prasana relatif masih rendah,
juga banyak faktor turut melingkupinya, seperti lemahnya kepedulian
(awareness) dari pemilik kapal dan perusahaan dalam menerapkan sistem
keselamatan yang efektif serta implementatif di lapangan, kelaiklautan
kapal yang lebih berorientasi pada sertifikasi yang notabene tidak
didukung dengan pemeriksaan yang seksama, juga pengawasan yang
dilaksanakan oleh pemerintah terhadap pelaksanaan (drilling) dari
persyaratan-persyaratan keselamatan pelayaran tidak konsisten. Kondisi
tersebut juga diperburuk lagi dengan tingkat keamanan di pelabuhan, di
kapal, dan di laut yang seharusnya sesuai ketentuan internasional, yakni
dengan penerapan International Ship and Port Facility Security Code,
namun dalam kenyataannya belum sepenuhnya terwujud.
Artinya, kapal layak untuk menghadapi berbagai resiko dan
kejadian secara wajar dalam pelayaran. Kapal layak menerima muatan
dan mengangkutnya serta melindungi keselamatan muatan dan anak
buah kapal (ABK)-nya.
Sebagian besar kapal yang beroperasi di perairan Indonesia adalah
kapal-kapal tua dengan umur di atas 8 tahun. Kapal-kapal tersebut itu
pada umumnya dikelola oleh sumber daya manusia yang kualitas
profesionalismenya rendah.
Kecelakaan-kecelakaan kapal yang terjadi umumnya menunjukkan
tidak ditaatinya konvensi pelayaran baik internasional maupun nasional
oleh perusahaan pelayaran di dalam negeri, terutama International
Convention for the Safety of Life at Sea/ konfensi intrnasional untuk
keselamatan jiwa di laut (SOLAS) dan Undang undang No. 17 Tahun
2008 tentang pelayaran.
Salah satu contoh kecelakaan yang terjadi pada tanggal 13
agustus 2011 terhadap kapal layar motor (KLM) Berkat Putra Utama GT
25 berlayar dari Pelabuhan Gresik menuju Bawean mengangkut semen
20 ton serta paving 25 ton mengalami kecelakaan. Menurut Kepala
Syahbandar Adpel Gresik, indikasi penyebab kecelakaan adalah
hantaman ombak dengan ketinggian 0,5 – 1,3 meter. KLM tersebut
memuat 10 penumpang termasuk ABK, 7 orang selamat dan 3 orang
meninggal. Selain itu, beberapa kelalaian prosedur yang terjadi antara lain
KLM Berkat Putra Utama antara lain memuat sejumlah penumpang dan
4
ketidaklengkapan alat keselamatan (Sumber:http://www.seputar-
indonesia.com/edisicetak/content/view/421543/ di akses 9 september 2011)
Pelabuhan Paotere sebagai salah satu pelabuhan di Makassar
diperuntukkan bagi kapal-kapal perintis dan kapal rakyat tradisional
dengan berbagai ukuran. Panjang dermaga yang ada saat ini yaitu ±820
meter dengan 11 buah jembatan untuk sandar kapal. Kondisi pelabuhan
paotere sebagai tempat bongkar muat barang dan sangat diperlukan bagi
pelabuhan-pelabuhan terpencil yang tidak dijangkau oleh kapal yang
berukuran besar guna mendukung ekonomi kerakyatan.
Berdasarkan catatan kantor Syahbandar Utama Makassar Jumlah
kapal layar motor di pelabuhan paotere pada bulan juli 2011 tercatat 92
KLM yang terdiri atas GT 10/20 sebanyak 8 kapal, GT 20/35 sebanyak 21
kapal, GT 35/80 sebanyak 17 kapal, GT 80/165 sebanyak 38 kapal, GT
165/260 sebanyak 8 kapal, GT 260/315 nihil, GT 315/500 nihil.
Oleh karena itu keberadaan KLM tersebut dalam upaya
peningkatan keselamatan muatan dan awak kapal maka membutuhkan
instrument keselamatan yang selayaknya dimiliki oleh semua kapal
khususnya kapal layar motor. Berdasarkan masalah tersebut, maka
dianggap perlu untuk melakukan suatu studi mengenai Ketersediaan
Peralatan Keselamatan Transportasi di Pelabuhan Paotere.
B. Rumusan Permasalahan
Dari latar belakang permasalahan yang diungkap di atas, maka yang
menjadi fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kondisi kelengkapan alat keselamatan yang dimiliki oleh
KLM sesuai dengan yang dipersyaratkan International Convention for
the Safety of Life at Sea/konfensi internasional untuk keselamatan jiwa
di laut (SOLAS)?
2. Bagaimana strategi yang diterapkan dalam upaya mengurangi tingkat
korban jiwa pada kecelakaan KLM?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini:
1. Mengetahui kondisi kelengkapan alat keselamatan yang dimiliki oleh
KLM sesuai dengan yang dipersyaratkan International Convention for
the Safety of Life at Sea / konfensi internasional untuk keselamatan
jiwa di laut (SOLAS).
2. Menentukan strategi yang diterapkan dalam upaya mengurangi tingkat
korban jiwa pada kecelakaan KLM yang beroperasi di pelabuhan
rakyat paotere.
6
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini:
1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah khususnya instansi
Syahbandar Utama Makassar yang terkait sebagai penentu kebijakan
dalam bidang transportasi laut dalam pengembangan keselamatan
sektor transportasi laut.
2. Sebagai bahan/ informasi lanjut terhadap penelitian selanjutnya
kaitannya dengan perencanaan transportasi laut khususnya pada KLM
di Pelabuhan Paotere.
E. Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Sistem penilaian terhadap alat keselamatan yang diteliti menggunakan
metode contreng, sedangkan strategi yang digunakan dalam upaya
mengurangi tingkat kecelakaan KLM menggunakan analisis SWOT.
2. Alat keselamatan yang ditinjau adalah: sekoci (rakit penolong) life bouy
(pelampung penolong), Life jacket (baju penolong), dan serta alat
komunikasi.
F. Sistematika Penulisan
Bagian pertama, membahas tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, lingkup penulisan serta
sistematika penulisan.
Bagian kedua, memaparkan teori-teori sistem transportasi laut,
keselamatan kapal, teori tentang kapal layar motor dan lainnya yang
mendukung penelitian ini.
Bagian ketiga, membahas tentang tata cara pelaksanaan penelitian ini
yang terdiri dari jenis dan desain penelitian, waktu dan lokasi penelitian,
populasi dan sampel, pengumpulan dan analisis data, teknik analisis data,
variable penelitian, serta definisi operasional.
Bagian keempat, membahas tentang identifikasi dari data yang diperoleh
di lapangan serta analisis terhadap permasalahan yang terjadi.
Bagian kelima, berisikan tentang penarikan kesimpulan dari penelitian dan
penyampaian saran-saran.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Transportasi Laut
Sebagai Negara kepulauan, Indonesia mempunyai potensi wilayah
yang terbesar dari hinterland dihubungkan oleh jaringan transportasi jalan
ke pelabuhan, sistem transportasi laut (kepelabuhanan, pelayaran/
perkapalan, dan potensi pergerakan barang) mempunyai fungsi yang
sangat penting. Pelabuhan sebagai titik simpul jasa distribusi melalui laut
dan sebagai pusat kegiatan transportasi laut, meyediakan ruang untuk
industry dan menunjang pembangunan masa depan (Jinca, 2011).
Moda transportasi laut lebih efisien untuk mengangkut barang
dalam jumlah yang lebih besar, kecepatan dan biaya angkutan per ton mil
(A) Kargo/
Muatan
(B) Kapal
(C) Pelabuhan
Transportasi
Laut
(a) Unitized, Peti kemas, Curah Kering, cair, Perdagangan, Investasi dan Produksi, Pertumbuhan Ekonomi
(b) Ekonomi, Bisnis Pelayaran Industri, Teknologi dan spesialisasi
(c) Akses laut dan darat, kapasitas dan pelayanan, Efektifitas dan Efisien, Spesialisasi Terminal, Hub Port
Gambar 1. Sistem Transportasi Laut
relative rendah dan sangat menguntungkan untuk angkutan barang jarak
jauh pada wilayah kepulauan.
Pengembangan transportasi jangka pendek dan menengah
berdasar pada kriteria pengembangan jaringan transportasi nasional
meliputi: fungsi kota dalam tata ruang nasional, pola produksi dan
konsumsi, faktor geografis, dan pola yang paling ekonomis tidak
mempunyai potensi atau daerah yang belum berkembang, namun
membutuhkan pelayanan transportasi, maka pelayanan transportasi laut
berfungsi untuk membantu perkembangan ekonomi daerah tersebut.
B. Keselamatan Transportasi Laut
Kelancaran transportasi laut merupakan media antar pulau yang
berperan sebagai “jembatan penghubung” atau akses yang efektif dan
efisien dalam perwujudan wawasan nusantara. Peranan kapal laut yang
demikian, baru bisa tercapai bila persyaratan keselamatan berlayar dan
ke-pelabuhan yang mempengaruhi keselamatan berlayar dapat dipenuhi.
Transportasi laut dari sudut pandang ekonomi merupakan suatu usaha
yang luas cakupan unit usahanya. Perusahaan pelayaran terkait dengan
usaha unit terminal, armada, perusahaan EMKL dan per-Veem-an,
penyediaan fasilitas pelabuhan, fasilitas galangan kapal, dan lain
sebagainya. Memang unsur keselamatan pelayaran hanyalah merupakan
10
salah satu mata rantai saja, tetapi sangat menentukan terhadap manfaat
ekonomi dari keseluruhan rantai usaha transportasi laut.
1. Kecelakaan Kapal di Laut
Jumlah kecelakaan kapal yang terjadi di perairan Indonesia
berdasarkan catatan Mahkamah Pelayaran Indonesia cukup
memprihatinkan, yaitu selama periode 1998/2000 tercatat 93 kasus,
sedangkan tahun 2001 tercatat 52 kasus dan pada tahun 2002 tercatat 46
kasus. Jenis kecelakaan yang terjadi adalah tenggelam 31%, kandas 25%
,tabrakan 18,27%, kebakaran 9,67% dan lainnya 25,05%. Sedangkan
penyebab kecelakaan kapal adalah 78,45% (human error), 9,67%
(kesalahan teknis), 1,07% (cuaca), 10,75% (cuaca dan kesalahan teknis).
Hal yang sama terjadi pada kapal laut di USA periode tahun 1970-1979
diketahui bahwa sekitar 80% kecelakaan kapal disebabkan oleh
kesalahan manusia. 75% - 79% dari kesalahan ini disebabkan oleh sistem
manajemen yang buruk.
Berdasarkan hal tersebut IMO mengeluarkan peraturan baru
International Safety Management Code (ISM-CODE) dengan resolusi
A.741(18) yang diterbitkan International Management Code for the Safe
Operation of Ships and Pollution Prevention yang dikenal sebagai ISM
Code, dan mulai diaplikasikan sejak 1 Juli 1998.
ISM-Code menghendaki adanya komitmen dari menajemen tingkat
puncak sampai pelaksanaan, baik di darat maupun di kapal.
Pemberlakuan ISM-Code, diharapkan keselamatan kapal akan lebih
dijamin. Pemenuhan ISM-Code mengacu pada 13 elemen yang terdiri dari
elemen umum, kebijakan keselamatan dan perlindungan lingkungan,
tanggung jawab dan wewenang perusahaan, petugas yang ditunjuk di
darat, tanggung jawab dan wewenang nahkoda, sumber daya dan tenaga
kerja, pengembangan rencana pengoperasional kapal, kesiapan
menghadapi keadaan darurat, pelaporan dan analisis ketidaksesuaian,
kecelakaan dan kejadian berbahaya, pemeliharaan kapal dan
perlengkapan, verifikasi, tinjauan, dan evaluasi perusahaan, sertifikasi,
verifikasi, dan pengawasan.
2. Sumber Daya Awak Kapal
Dalam menjamin keselamatan kapal, unsur manusia mempunyai
peran yang sangat besar didalam menjalankan fungsi manajemen
keselamatan kapal, terdapat tiga kelompok unsur manusia yang berperan
dalam manajemen keselamatan kapal yaitu pengusaha (operator) kapal,
Nahkoda dan pengawas kapal. Ketiga kelompok inilah yang membuat
keputusan layak tidaknya kapal berlayar (Jinca, 2011).
Penyebab utama kecelakaan kapal disebabkan oleh faktor
kesalahan manusia. Untuk memperkecil resiko kecelakaan kapal, yang
diakibatkan oleh kesalahan manusia dalam rangka menghindari korban
jiwa dan harta benda, serta perlindungan lingkungan laut, maka sistem
manajemen keselamatan kapal-kapal pelayaran rakyat perlu dibina dan
12
dikembangkan dengan menjalankan fungsi-fungsi manajemen
(perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengawasan, dan
evaluasi) berdasarkan pada peraturan Manajemen Keselamatan Kapal
International (ISM - Code).
Bila dikaji lebih dalam, dapat diuraikan tugas-tugas para awak
kapal antara lain:
a) Mereka harus senantiasa „memelihara kapal‟ untuk bisa tetap dalam
kondisi siap layar dalam arti laik laut. Semua perlengkapan mesin dan
perlengkapan lainnya termasuk alat penolong harus senantiasa siap
pakai baik ketika berada di pelabuhan maupun selama pelayaran.
b) Mereka harus membuat „rencana pemuatan/stowage plan sedemikian
rupa sehingga selama perjalanan muatan yang sedang diangkut tidak
membahayakan kapal dilihat dari segi keseimbangan kapal/ ship
stability.
c) Mereka harus memiliki kemampuan bernavigasi yang diperlukan untuk
menyebrangkan kapalnya dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain
dalam batas-batas pelayaran tertentu secara aman. Juga mereka
dituntut kemampuan melakukan “pelayaran-ekonomi” yaitu melakukan
pelayaran melalui jarak terpendek yang aman dari bahaya-bahaya
navigasi satu dan lain hal untuk menghindari tambahan eksploitas
yang tidak perlu.
3. Keselamatan dan Kelaikan Kapal
Kondisi kapal motor baja secara administrasi dapat dikatakan
relatife lumayan, karena kapal-kapal tersebut terintegrasi pada biro
klasifikasi yang ditandai dengan kepemilikan kelass kapal. Namun dari
segi teknik dan ekonomi perlu dipertanyakan. Hal tersebut disebabkan
umur kapal banyak yang berumur tua, sehingga dapat menimbulkan
kerusakan-kerusakan yang tidak terduga, sehingga mempengaruhi
keselamatan kapal yaitu keadaan kapal yang memenuhi persyaratan
material konstruksi bangunan, permesinan dan pelistrikan, stabilitas, tata
susunan serta perlengkapan radio/elektronika kapal yang dibuktikan
dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
Kapal dengan kondisi yang secara teknik menurut ukuran
ketentuan perundang-undangan dinyatakan laik laut lebih dapat
diharapkan menyeberangkan muatan dengan aman. Dari sudut per
asuransian, kapal dengan kondisi prima akan diberikan nilai
pertanggungan yang besar dengan premi yang rendah, premi yang tinggi
dengan nilai pertanggungan yang lebih sedikit. Selain itu, kapal dengan
konstruksi baik lebih dapat diharapkan berlayar tanpa hambatan selama
dalam pelayaran.
Upaya untuk mempertahankan kondisi kapal pada tariff klasifikasi
kelaikan kapal, yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal,
pencegahan pencemaran laut dari kapal, pengawasan pemuatan,
kesehatan dan kesejahteraan ABK, penumpang dan status hukum kapal
14
untuk berlayar diperairan tertentu tentu bukanlah suatu hal yang mudah,
karena memerlukan modal pembiayaan yang besar. Apalagi kondisi bisnis
pengusaha pelayaran saat in untuk mencapai break event point sulit untuk
dicapai.
4. Sarana Penunjang Pelayaran dan Faktor Lainnya
Selain faktor teknis kapal dan ABK, Sarana Bantuan Navigasi
Pelayaran (SBNP) tidak kalah penting sebagai unsur penunjang di bidang
keselamatan pelayaran. Ini terdiri dari rambu-rambu laut lainnya yang
berfungsi sebagai sarana penuntun bagi kapal-kapal yang sedang
berlayar agar terhindar dari bahaya-bahaya navigasi terutama yang
berada dibawah permukaan air. Termasuk stasiun radio pantai yang
sangat berguna bagi kapal-kapal yang dilengkapi dengan alat-alat
navigasi radio direction finder. Stasiun radio pantai juga berguna bagi
sarana bantu navigasi sebab tanpa itu kapal akan terpaksa melakukan
pelayaran memutar berarti jarak yang lebih jauh.
Erat kaitannya dengan ketiga faktor sebelumnya, maka tugas SAR
(search and rescuer) dan Salvage merupakan tindakan penyelamatan
pelayaran pada tahap akhir . Diketahui bahwa keselamatan pelayaran
terutama ditujukan untuk keamanan dan keselamatan jiwa yang berada di
kapal baik penumpang maupun awak kapal.
Cuaca merupakan faktor yang paling sulit diprediksi. Paling banyak
hanya bersifat ramalan-ramalan cuaca yang sangat bersifat nisbi.
Mengingat cuaca juga mempengaruhi keselamatan pelayaran, maka
ramalan-ramalan cuaca, perlu diusahakan mendekati tingkat ketelitian
yang prima. Karena fasilitas untuk peramalan cuaca dan penyebaran
hasil-hasil perlu ditingkatkan.
C. Atribut Pelayanan Transportasi Laut
Menurut Manhiem (1979:66) salah satu tahap dari rangkaian
proses perilaku pemilihan jasa transportasi adalah evaluasi terhadap
setiap alternatif pada atribut-atribut pelayanan transportasi yang dapat
mempengaruhi keputusan pengguna jasa angkutan. Seperti: (kapan,
kemana, untuk apa, dengan moda apa, dengan rute yang mana)
melakukan perjalanan. Ada lima atribut utama pelayanan transportasi,
yaitu:
1. Atribut yang berkaitan dengan waktu, yang meliputi: waktu
perjalanan total, variasi waktu perjalanan, waktu transfer, frekuensi
perjalanan, jadwal waktu perjalanan.
2. Atribut yang berkaitan dengan ongkos, yaitu:
a) Ongkos transportasi langsung, seperti: tarif, biaya peralatan,
biaya bahan bakar dan biaya parkir.
b) Ongkos operasi langsung lainnya, seperti: biaya muat dan
dokumentasi.
c) Ongkos tidak langsung, seperti: biaya pemeliharaan, biaya
gudang, asuransi.
16
3. Atribut keselamatan dan keamanan, seperti: kemungkinan
terjadinya kerusakan barang saat bongkar muat, kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan perasaan aman.
4. Atribut yang berkaitan dengan kenyamanan dan kesenangan bagi
pengguna jasa, seperti: jarak berjalan kaki , jumlah pertukaran
kendaraan yang harus dilakukan, kenyamanan fisik( suhu, kualitas
pengendaraan, kebersihan, dsb.), kenyamanan psikologis (status,
pemilikan sendiri), kesenjangan lainnya (penanganan bagasi,
tiketing, pelayanan makanan dan minuman, kenyamanan selama
perjalanan, keindahan dan sebagainya).
5. Atribut yang berkaitan dengan Ekspedisi, seperti, asuransi
kerugian, hak pengiriman kembali.
D. Kapal Layar Motor
Perkembangan jumlah armada pelayaran rakyat selama 10 tahun
terakhir, relatif konstan yaitu berada pada kisaran 2.800-3.000 unit
KLM/PLM. Tendensi pertumbuhan armada meningkat rata-rata 8,53% dari
besaran 74 GRT/unit pada tahun 1989 menjadi sekitar 150 GRT/unit pada
tahun 1997. Tingkat pertumbuhan kapasitas produksi relatif konstan
dengan kisaran 19-24 ton/GRT per tahun. Ekonomi produksi usaha
angkutan laut pelayaran rakyat nampaknya tidak terlalu dipengaruhi oleh
resesi ekonomi dibidang armada kapal nusantara. (Jinca, 2002).
Sebagai negara yang memiliki armada niaga yang makin
meningkat bagi penyelenggara angkutan laut khususnya pelayaran rakyat,
makin dirasakan perlunya keberadaan sarana angkutan laut yang baik
dan aman, sesuai ketentuan-ketentuan yang diberlakukan oleh
pemerintah.
1. Pengertian Kapal Layar Motor
Kapal layar motor adalah kapal layar dengan bahan utama dari
kayu berukuran tonase sampai dengan GT 500 dan mempunyai tenaga
pesawat penggerak bantu sampai dengan 535 Tenaga Kuda (TK) yang
khusus mengangkut barang dan atau hewan bukan mengangkut
penumpang.
2. Pesawat Penggerak Bantu
Besarnya tenaga pesawat penggerak bantu yang diperbolehkan
berdasarkan tonase kotor kapal adalah sebagai berikut
a) Tonase kotor (GT) kurang dari 10, besarnya tenaga pesawat
penggerak bantu (TK) maksimum 50 TK
b) Tonase kotor (GT) 10 sampai dengan kurang dari 20, besarnya
tenaga pesawat penggerak bantu (TK) maksimum 75 TK
c) Tonase kotor (GT) 20 sampai dengan kurang dari 35, besarnya
tenaga pesawat penggerak bantu (TK) maksimum 105 TK
d) Tonase kotor (GT) 35 sampai dengan kurang dari 80, besarnya
tenaga pesawat penggerak bantu (TK) maksimum 175 TK
18
e) Tonase kotor (GT) 80 sampai dengan kurang dari 165, besarnya
tenaga pesawat penggerak bantu (TK) maksimum 275 TK
f) Tonase kotor (GT) 165 sampai dengan kurang dari 260, besarnya
tenaga pesawat penggerak bantu (TK) maksimum 360 TK
g) Tonase kotor (GT) 260 sampai dengan kurang dari 315, besarnya
tenaga pesawat penggerak bantu (TK) maksimum 400 TK
h) Tonase kotor (GT) 315 sampai dengan kurang dari 500, besarnya
tenaga pesawat penggerak bantu (TK) maksimum 535 TK
3. Pengawakan KLM
Sesuai dengan Peraturan pemerintah melalui Surat Keputusan
Dirjen Perhubungan Laut No. PY.68/1/6-98 tanggal 15 Juli 1998 tentang
Tanggung jawab Perusahaan Pelayaran di bidang pengawakan
menyebutkan bahwa Pemilik/operator kapal agar melaksanakan hal-hal
sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
1). Menjamin setiap pelaut yang disijil diatas kapal memiliki sertifikat
kepelautan yang sah sesuai dengan ketentuan nasional maupun
internasional.
2). Kapal-kapal harus diawaki sesuai dengan persyaratan keselamatan
pengawakan yang berlaku.
3). Menjamin setiap pelaut yang dipekerjakan di atas kapal, memiliki
dokumen yang berkaitan dengan pengalaman kerja, pelatihan,
pengujian kesehatan dan uraian tugas yang diberikan.
4). Menjamin setiap pelaut yang disijil diatas kapal telah diberikan
familiarisasi sehubungan dengan tata susunan kapal, instalasi kapal,
perlengkapan dan prosedur yang berkaitan dengan tugas-tugas rutin
serta prosedur keadaan darurat.
5) Melengkapi secara rinci uraian tugas setiap awak kapal dalam
keadaan rutin maupun darurat yang terkait dengan keselamatan,
pencegahan dan penangulangan pencemaran yang dilaksanakan
secara terkoordinasi.
Dalam peraturan pemerintah yang ada, yaitu Keputusan Direktur
Jendral Perhubungan Laut No: PY.66/1/2-02 tanggal 7 Pebruari 2002
tentang Persyaratan Keselamatan Bagi Kapal Layar Motor (KLM)
Berukuran Tonase Kotor sampai dengan 500 GT. Pada BAB VII tentang
PENGAWAKAN (Pasal 20) ditetapkan bahwa :
(1). Setiap KLM yang berlayar ke laut harus diawaki secukupnya dengan
persyaratan minimal ijazah perwira yang diatur sebagai berikut:
a. Kapal dengan ukuran s/d 25 GT
1) Pemimpin Kapal yang memiliki Surat Keterangan Kecakapan
(SKK)
2) Kepala Kamar Mesin (KKM) yang memiliki Surat Keterangan
kecakapan mesin (SKKM)
b. Kapal dengan ukuran di atas 25 s/d 100 GT
1) Pemimpin Kapal yang memiliki Ijazah Mualim Pelayaran
Rakyat II (MPR II)
20
2) KKM yang memiliki Juru Motor Pelayaran Rakyat II (JMPR II)
c. Kapal dengan ukuran di atas 100 s/d 200 GT
1) Pemimpin Kapal dan Mualim yang memiliki Ijazah Mualim
Pelayaran Rakyat II (MPR II)
2) KKM dan Masinis yang memiliki Juru Motor Pelayaran Rakyat
II (JMPR II)
d. Kapal dengan ukuran di atas 200 s/d 315 GT
1) Pemimpin Kapal yang memiliki Ijazah Mualim Pelayaran
Rakyat I (MPR I)
2) Mualim yang memiliki Ijazah Mualim Pelayaran Rakyat II
(MPR II)
3) KKM yang memiliki Juru Motor Pelayaran Rakyat I (JMPR I)
4) Masinis yang memiliki Juru Motor Pelayaran Rakyat II (JMPR
Il)
e. Kapal dengan ukuran di atas 315 s/d 500 GT
1) Pemimpin Kapal yang memiliki Ijazah Mualim Pelayaran
Rakyat I (MPR I)
2) Mualim yang memiliki Ijazah Mualim Pelayaran Rakyat I (MPR
I)
3) KKM yang memiliki Juru Motor Pelayaran Rakyat I (JMPR I)
4) Masinis yang memiliki Juru Motor Pelayaran Rakyat II (JMPR
I)
(2). Bila jumlah perwira yang telah ditetapkan sebagaimana tersebut ayat
(1) tidak mencukupi untuk menjamin pemenuhan waktu istirahat
dalam pelaksanaan tugas-tugasnya di kapal, maka jumlah perwira
dimaksud wajib ditambah
(3). Selain awak kapal yang tersebut ayat (1) masih harus ditambah
dengan sejumlah awak kapal lainnya yang diperlukan sesuai
kebutuhan.
Sedangkan pengaturan mengenai Surat Kecakapan Mualim/Juru
Motor Pelayaran Rakyat diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jendral
Perhubungan Laut Nomor : PY.68/1/5/86 tanggal 1 Juli 1986 tentang
Surat Kecakapan Mualim/Juru Motor Pelayaran Rakyat.
E. Peralatan Keselamatan Kapal Layar Motor
Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Laut No. PY.66/1/2-02
tanggal 7 Pebruari 2002 tentang “ Persyaratan Keselamatan bagi Kapal
Layar Motor (KLM) berukuran Tonase Kotor sampai GT 500” Bab IV “
khususnya tentang Alat-alat Keselamatan dan Perangkat Komunikasi
Radio”
Setiap KLM harus dilengkapi dengan alat-alat pemadam kebakaran
dan alat penolong yang memenuhi syarat serta dalam keadaan baik yang
meliputi:
22
a. Alat-alat Pemadam Kebakaran:
1) Sekurang-kurangnya 2 (dua) buah tabung pemadam
kebakaran type busa dengan kapasitas @ 9 liter atau yang
sepadan ditempatkan di dalam kamar mesin.
2) Sekurang-kurangnya 2 (dua) duah tabung pemadam
kebakaran type ABC dengan kapasitas @ 9 liter atau yang
sepadan, yang ditempatkan diluar kamar mesin.
3) 1 (satu) bak berisi sekurang-kurangnya ½ (setengah) meter
kubik pasir dengan 2 (dua) buah tembilang.
4) Untuk kapal yang lebih besar dari 200 GT harus dilengkapi
dengan 1 (satu) pompa pemadam kebakaran yang berdiri
sendiri dengan kapasitas yang cukup.
Contoh alat pemadam kebakaran dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 2. Alat Pemadan Kebakaran Sumber: http://www.governmentauctions.org/labels/boats.asp
b. Alat-alat Penolong:
1) Sekurang-kurangnya 2 (dua) buah pelampung penolong (life
buoy) berwarna jingga, bertuliskan nama KLM dan
pelabuhan pendaftaran, dengan panjang tali 25 m. Dibuat
dari bahan yang bersifat mengapung karena memiliki rongga
udara yang mempengaruhi daya apungnya, dimana memilliki
massa tidak kurang dari 2,5 kg. Harus mampu menahan
beban di air seberat 14,5 kg besi selama 24 jam.
Gambar 3. Pelampung penolong (lifebuoy) Sumber:http://www.usmma.edu/waterfront/kingspointer/victory_deck.htm
2) Baju penolong warna jingga untuk setiap pelayar. Harus
mampu menahan beban di air seberat 7,5 kg besi selama 24
jam.
24
Gambar 4. Baju penolong Sumber:http://www.diytrade.com/china/4/products/2223375/air_jac_life_jacket_life_vest.html
3) Rakit penolong dengan kapasitas cukup untuk seluruh
pelayar, berlaku untuk KLM dengan ukuran 100 s.d. 230 GT.
4) Rakit penolong kembung dengan kapasitas cukup untuk
seluruh pelayar, berlaku untuk KLM dengan ukuran diatas
230 GT.
5) 1 (satu) sampan (perahu penyelamat) beserta dayungnya
dengan kapasitas sekurang-kurangnya untuk 4 (empat)
orang.
6) Alat keselamatan yang digunakan telah lulus uji.
c. Alat-alat isyarat bahaya, yang masih berlaku:
1) 2 (dua) buah cerawat paying
2) 4 (empat) buah cerawat tangan berwarna merah
3) 2 (dua) buah isyarat asap apung berwarna jingga atau
kuning.
Contoh alat-alat isyarat bahaya pada kapal layar motor seperti pada
gambar berikut:
Gambar 5. isyarat asap apung dan cerawat tangan Sumber: http://www.governmentauctions.org/labels/boats.asp
Setiap KLM dengan ukuran 35 s/d 500 GT harus dilengkapi dengan :
a. Perangkat komunikasi Radio yang terdiri dari:
1) Pemancar penerima (Transceiver) telepon radio SSB (Single
Side Band) yang menggunakan Upper Sideband, yang
mempunyai daya pancar maximum 50 watt Peak and Envelop
Power (PEP), dengan minimum 4 (empat) saluran maksimum
6 saluran.
2) Pembangkit alarm dua nada (Two Tone Alarm Generator).
3) Sumber tenaga yang dapat hidup secara terus menerus
selama 6 (enam) jam.
4) Antena dengan segala kelengkapannya, termasuk antena
matching, antena coupler, dan sebagainya.
26
b. EPIRB 406 MHZ (Radio Penunjuk Posisi Darurat )
c. Jam dinding yang mudah dibaca jam dan menitnya dari tempat
kerja operator radio
d. Buku Harian Radio
e. Daftar Stasiun Radio Pantai Indonesia.
Gambar 6. Perangkat Komunikasi Radio Sumber: http://www.governmentauctions.org/labels/boats.asp
Melalui Peraturan Pemerintah tersebut sasaran yang ingin dicapai
adalah meningkatkan keselamatan pelayaran khususnya Pelayaran
Rakyat melalui awak kapal dan armadanya.
F. Sistem Operasional dan Kecelakaan Kapal Layar Motor
Dalam kegiatan operasional, kapal pelayaran rakyat umumnya
dikelola oleh kelompok ekonomi menengah ke bawah, diusahakan oleh
pengusaha pribumi yang berasal dari Bugis-Makassar, Madura, Mandar,
dan Buton melalui pemupukan modal perseorangan atau kekeluargaan
dalam jumlah yang relatif kecil. (Jinca, 2002). Kelebihan industri pelayaran
rakyat adalah sifatnya independen karena mampu bertahan, tanpa
dukungan finansial dari pemerintah maupun lembaga keuangan lainnya.
Industri pelayaran rakyat melakukan banyak kegiatan/usaha pelayaran
seperti trading, shipping, dan freight forwarding. Dalam kesempatan lain,
pelayaran rakyat dapat membeli barang tertentu (certain good),
menyimpanan barang (warehouse) yang terkadang milik sendiri dan
kemudian membawa sampai ke tujuan akhir (JICA dalam Studi
STRAMINDO, 2005). Ini berdampak pada terbukanya kesempatan kerja
dalam klasifikasi lapangan usaha pelayaran rakyat.
Kecenderungan yang terjadi adalah pergeseran fungsi armada
pelayaran rakyat kearah komersialisasi sehingga ciri tradisional dari aspek
pengelolaanya mulai tergeser oleh masuknya pemilik modal besar yang
menginginkan perubahan. Salah satunya adalah keinginan merubah
bentuk dan ukuran kapal serta kombinasi layar tradisional dengan mesin
penggerak untuk mendapatkan kecepatan yang diinginkan. Dengan
demikian, terjadi pergeseran teknologi ke arah motorisasi mengakibatkan
adanya perubahan bentuk kapal. Bahkan kecenderungan mengarah
kepada penggunaan propeller sebagai penggerak utama dan menjadikan
layar hanya sebagai “hiasan” guna mempertahankan ciri tradisionalnya,
sehingga tetap memperoleh kemudahan seperti keringanan pemenuhan
persyaratan ijazah bagi ABK, peralatan/perlengkapan kapal, melakukan
bongkar muat dan ekspedisi sendiri dan sebagainya. Keinginan untuk
melakukan motoriasi ini dimaksudkan agar dapat memenuhi sasaran
28
peningkatan daya saing dalam menunjang kegiatan perekonomian
nasional.
Berbagai jenis kecelakaan kapal yang terjadi dan berdampak pada
buruknya kinerja keselamatan transportasi laut tidak terlepas dari
kegagalan yang muncul baik dalam tahap pembangunan maupun selama
proses pengoperasiannya. Oleh karena itu dalam beberapa teori
dijelaskan bahwa situasi berbahaya yang mengarah pada kecelakaan
merupakan hasil dari kombinasi kegagalan teknis, manusia dan organisasi
(Van der Schaff (1992) dalam Studi Grand Skenario Penanggulangan
Kecelakaan Transportasi di Indonesia, 2008). Penyebab kecelakaan kapal
di Indonesia didominasi oleh 3 faktor utama yakni manusia, teknis dan alam.
Pelayaran Rakyat merupakan usaha yang bersifat tradisional, memiliki
karakteristik tersendiri untuk melaksanakan angkutan di perairan dengan
menggunakan kapal layar, kapal layar motor, dan/atau kapal motor
sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran tertentu. Unsur
keselamatan merupakan salah satu mata rantai, yang memberi pengaruh
sangat besar pada ekonomi dari keseluruhan rantai usaha transportasi laut
(Jinca, 2007). Akan tetapi seringkali dalam penyelenggaraan transportasi
laut aspek keselamatan kurang mendapat perhatian.
G. Teknologi Konstruksi Armada Pelayaran Rakyat
Pemerintah Hindia Belanda sangat menyadari betapa laut
memainkan peranan penting untuk memperlancar akses mobilitas
masyarakat, karena jalan satu-satunya ke pulau-pulau terpencil adalah
dengan pelayaran. Jauh sebelum itu, sejak zaman Kerajaan Sriwijaya
pelayaran rakyat meskipun dengan teknologi yang sangat sederhana telah
mengambil peran strategis. Dan semestinya kejayaannya tetap
dipertahankan dan terus berkembang, namun kompleksitas permasalahan
yang dihadapi menyebabkan perkembangannya tidak sesuai dengan
kenyataan bahwa negara Indonesia adalah negara maritim yang masih
memerlukan sarana angkutan dalam rangka penerapan azas cabotage.
Kapal-kapal tradisional dan teknik pembuatannya telah sering
dibahas secara ilmiah, namun upaya menganalisis perkembangan
teknologi dalam pembangunan kapal kayu sudah jarang dibuat. Setelah
pengenalan teknologi modern seperti mesin dan lambung kapal pada era
1970-an, kapal kayu telah mengalami perubahan teknologi yang pesat
yang menggabungkan teknik modern dan tradisional (Azis Salam &
Osozawa Katsuya, 2008) dalam Malisan (2010). Yang perlu mendapat
perhatian adalah pemisahan antara kamar mesin dan ruang muat, yang
setidaknya diberi sekat pemisah agar tetap memiliki daya apung yang
cukup jika salah satu dari ruang tersebut mengalami kebocoran. Namun
yang terutama dari semuanya ini adalah adopsi teknologi bagi kapal-kapal
tradisional adalah upaya untuk tetap mampu menghadapi tekanan atau
beban-beban terutama saat dalam kondisi berlayar.
Beban yang bekerja pada badan kapal dapat dibagi kedalam 2
kelompok yaitu structural load yaitu beban yang berpengaruh pada
30
konstruksi secara keseluruhan (diantaranya beban lengkung
longitudinal/longitudinal bending akibat tekanan gelombang hogging dan
sagging); dan beban lokal yang hanya berpengaruh pada bagian tertentu
badan kapal. Beban-beban lengkung longitudinal merupakan salah satu
faktor utama yang perlu diperhitungkan karena selama beroperasi akan
mengalami kondisi hogging dan sagging secara bergantian yang dapat
membahayakan keselamatan kapal dan muatan.
Kekuatan struktur kapal menjadi amat penting karena beban yang
bekerja lambung kapal tidak menentu akibat pengaruh dari gelombang
laut atau bongkar muat barang. Kuo Hsin-Chuan (2003) dalam Malisan
(2010) menjelaskan bahwa secara umum, tegangan timbul karena
lambung kapal mendapat beban internal dan eksternal yang dapat
dikelompokkan menjadi tegangan tekan (compressive stress), tegangan
tarik (tensile stress) dan tegangan geser (shear stress). Sejalan dengan
ini, bagi kapal pelayaran rakyat beban yang diterima akan dihitung untuk
kemudian dibandingkan dengan persyaratan kekuatan bahan baku
pembuatan kapal kayu yang menurut Abdurachman (2006) dalam Malisan
(2010) telah beragam jenisnya antara lain jenis kayu bungur untuk rangka,
gading, galar, papan geladak, gadog; gerunjing untuk gading, galar, balok,
dan papan geladak; jati untuk lunas, gading, senta, tiang, lambung,
geladak dan sejenisnya.
H. Tinjauan Stabilitas Armada Pelayaran Rakyat
Stabilitas kapal menjadi aspek penting agar kapal tetap mampu
beroperasi. Stabilitas kapal dipengaruhi oleh susunan, tata letak muatan
dan ruangan sehingga penataannya perlu dilakukan sedemikian rupa
sehingga a) tercapai keselamatan dan keutuhan kapal dengan
muatannya, b) dapat melakukan bongkar muat barang secepat mungkin
dan sistematis, c) kapasitas ruangan muat dan daya angkut kapal dapat
dimaksimalkan, d) terjaminnya keselamatan awak kapal dan penumpang
(Sudiyono, 2008 dalam Malisan, 2010).
Keselamatan kapal berkaitan erat dengan stabilitas disamping cara
pengoperasiannya saat menghadapi beberapa kondisi gelombang.
Peramalan/prediksi terhadap stabilitas kapal yang dilakukan sejak awal
mulai dari tahap perencanaan menjadi sangat penting bagi keselamatan
kapal. Nurwahida (2003) dan beberapa penulis lainnya telah
mengemukakan bahwa stabilitas sebagai bagian dari bidang
hidrodinamika yang perlu mendapat perhatian, oleh karena peristiwa
terbaliknya kapal dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi lingkungan dan
kapal itu sendiri.
Prinsip-prinsip stabilitas penting untuk dipahami demi untuk
keselamatan jiwa di laut terutama bagi para pelaut yang melayarkan
kapalnya. Semua segmen industri maritim tentu saja perlu
memperhatikan aspek stabilitas, karena kapal dalam pelayarannya dapat
terbalik, seperti misalnya terlalu banyak permukaan bebas dalam tangki
32
berpotensi suatu kapal menjadi tidak stabil. Demikian pula Bahreisy
(2004) dalam Malisan (2010) mengemukakan adanya beberapa musibah
kecelakaan kapal akibat kehilangan stabilitas. Oleh karena itu maka IMO
mengeluarkan ketentuan tentang kriteria stabilitas minimum kapal melalui
Resolution A.749(18) sebagai berikut:
Gambar 7. Stabilitas Minimum Kapal Sumber : dikutip dari Ogden Eric, Element of Yacht. dimana :
A - Luas areal kurva sampai dengan sudut 30°, tidak lebih dari 0,055 m-rad. B - Luas areal kurva sampai dengan x derajat, tidak lebih dari 0,09 m-rad. C - Luas areal kurva sampai dengan x derajat, tidak lebih dari 0,03 m-rad. X - 40° atau lebih besar dari 25° sebagai angle of maximum. E - Lengan stabilitas GZ sekurang-kurangnya 0,20 m pada sudut kemiringan ≥ 30°. F - GZ maksimum pada sudut kemiringan yang lebih besar dari 30° tetapi tidak boleh
kurang dari 25°. G - setelah koreksi terhadap efek permukaan bebas (free surface), tinggi initial metacentra
(GM) tidak boleh kuran dari 0,15 m.
I. Aspek Non Teknis Penyebab Terjadinya Kecelakaan
Secara nasional pelayaran rakyat masih mampu berperan dalam
penyerapan lapangan kerja khususnya bagi kelompok menengah ke
bawah dalam bentuk Usaha Kecil dan Menengah karena mampu
menyerap 4,4 juta tenaga kerja, dan khusus untuk pembuatan kapal
melibatkan sekitar 10.000 orang pada sentra-sentra pembuatan kapal
yang tersebar di Sulsel, Sultra, Madura, dan di beberapa wilayah pesisir
(Jaelani dalam Harian Kompas, 23 Maret 2009). Didalam menjamin
terwujudnya sistem keselamatan kapal yang handal, terdapat tiga
kelompok manusia yang memiliki peran besar yaitu nakhoda/awak kapal,
operator (perusahaan), dan regulator. Ketiga kelompok ini saling
berinteraksi dalam membuat suatu keputusan layak tidaknya kapal
berlayar, dan kualitas keputusan tersebut dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.
Di era kemajuan teknologi dan komunikasi saat ini, kapal-kapal
yang banyak digunakan sebagai sarana pengangkutan juga telah banyak
tersentuh oleh teknologi, dilengkapi dengan sarana navigasi yang
memadai. Ini sangat beralasan mengingat kita membutuhkan
kenyamanan dan keselamatan dalam melakukan perjalanan melalui laut.
Keselamatan pelayaran lazimnya dijamin oleh mutu kapal yang terawat
baik dan awak kapal yang kompeten termasuk bagi kapal pelayaran
rakyat. Untuk itulah nakhoda, perwira kapal maupun kelasi harus
memenuhi standar persyaratan tertentu, seperti pendidikan, kesehatan
dan syarat lain seperti pengalaman dan jam melaut .
Penelitian ini lebih lanjut menganalisis kemampuan SDM pelayaran
rakyat baik di darat maupun yang berlayar terkait dengan manajemen
keselamatan (ISM Code) yang dapat diterapkan. Oleh karena dapat
dipastikan bahwa prinsip-prinsip utama dalam aturan keselamatan
tersebut belum diadopsi oleh para pelaku dunia pelayaran rakyat.
34
J. Manajemen Keselamatan dan Strategi Zero Accident
Pemerintah mengemukakan bahwa pembangunan sektor
transportasi didasarkan pada skala prioritas, termasuk keselamatan
transportasi dengan sasaran utamanya perwujudan zero accident.
Penerapan sistem keselamatan yang menekankan metode proaktif dan
manajemen resiko yang meliputi aspek engineering dan operasi kapal
serta penekanan pada pemberian jaminan keselamatan oleh organisasi
pelayaran merupakan langkah perbaikan terhadap keselamatan kapal.
Perwujudan aspek keselamatan, tidak semata-mata menjadi tugas dan
kewenangan pemerintah, melainkan juga keterlibatan publik baik sebagai
operator maupun sebagai masyarakat umum.
Aspek kecukupan dan kehandalan sarana transportasi merupakan
salah satu kendala dalam upaya memenuhi kebutuhan mobilitas barang
dan penumpang. Tidak hanya armada kapal konvensional namun juga
armada kapal tradisional belum sepenuhnya dapat memenuhi persyaratan
keselamantan, karena sifat tradisional yang melekat pada desain dan
pembangunannya. Kelemahan dalam pemenuhan persyaratan tersebut
dapat dikompensasikan dengan teknologi yang lain, yang akan
memberikan tingkat keselamatan (level of safety) yang sesuai.
Jika teknologi tersebut tidak dapat diterapkan, maka dapat
diintroduksi hal-hal yang sifatnya operasional sehingga tingkat
keselamatan yang diinginkan dapat tercapai. Aturan teknis lain yang dapat
diterapkan agar mampu mencapai tingkat keselamatan yang setara dan
sesuai dengan ukuran opersional adalah sistem keselamatan yang dikenal
sebagai kode manajemen keselamatan internasional (ISM Code).
K. Penelitian Terdahulu
1) Johni Malisan. 2010. Keselamatan Transportasi Pelayaran Rakyat
Studi Kasus Armada Phinisi. Dalam Simposium XIII FSTPT
Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang menyimpulkan bahwa
terjadi ketidak sinkronan persyaratan teknis dengan kondisi nyata,
seperti tidak adanya sekat pemisah kedap air antara kamar mesin
dan ruang muat, pemadatan muatan di dalam badan kapal maupun
di atas geladak, sehingga berpengaruh terhadap aspek konstruksi
dan perubahan titik metacentera yang melemahkan konstruksi dan
stabilitas armada pelayaran rakyat. Sumber daya manusia
merupakan kunci sukses tidaknya penyelenggaraan pelayaran rakyat
sebagai upaya non teknis untuk meningkatkan keselamatan kapal.
Peran manajemen operasional di darat dan sinergi awak kapal
menjadi penting dalam peningkatan keselamatan pelayaran.
2) Nurwahida. 2003. Persepsi Pengambilan Keputusan Terhadap
Implementasi Standar manajemen Keselamatan Kapal-kapal
Pelayaran Rakyat, Tesis Magister, Program Pasca Sarjana UNHAS,
Makassar. Menyimpulkan bahwa terdapat korelasi positif antara
persepsi pemahaman terhadap keselamatan kapal berkorelasi
36
dengfan pendidikan, pengalaman dan penghasilan. Sehingga
semakin tinggi pendidikan populasi (ABK) maka semakin baik
persepsi mereka terhadap keselamatan kapal
L. Kerangka Konsep Penelitian
Keselamatan Kapal Layar Motor (KLM)
Faktor Kecelakaan
Sumber daya awak kapal
Kelengkapan alat keselamatan
Cuaca (Lainnya)
Aspek teknis Aspek non teknis
Kondisi Kelengkapan alat keselamatan (%)
Strategi mengurangi tingkat korban jiwa pada kecelakaan KLM
Gambar 8. Kerangka Konsep
- Fire House Box - Botol Pemadam - Life jacket - Life Bouy - Sekoci - Lampu Sekoci
- Para Chut Signal - Hand Flare - Smoke Signal - Pelontar Tali - Alat Komunikasi (Radio)
- Baju Tahan Api
Standar SK Dirjen hubla No. PY.66/1/2-2002
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah non-eksperimental dan bersifat
deskriptif kualitatif menggunakan jenis data ordinal, yaitu bertujuan
menggambarkan secara sistematis, cermat dan akurat mengenai kondisi,
keadaan, kapal layar motor yang berada di pelabuhan paotere. Adapun kegiatan
yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi ketersediaan
alat keselamatan yang sesuai dengan persyarakat SOLAS dan SK Dirjen
Perhubungan Laut No. PY.66/1/2-2002, berbagai data yang diperoleh untuk
dilakukan analisis sehingga dapat menghasilkan suatu usulan dalam menangani
permasalahan yang dihadapi. Desain penelitian yang dilaksanakan adalah
dengan metode survey atau terjun langsung ke lokasi penelitian, dengan tujuan
untuk memperoleh data dan informasi yang lebih akurat.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada bulan September hingga November
2011 di Pelabuhan Paotere. Pengambilan data dengan observasi langsung di
lapangan dengan cara mengamati langsung alat-alat keselamatan kapal
dibeberapa KLM dan melakukan tanya jawab dengan nakhoda kapal dan para
ABK Kapal.
38
Pelabuhan paotere merupakan salah satu pelabuhan laut yang dimiliki oleh
pelabuhann Makassar. Pelabuhan paotere terletak pada selat makassar dengan
kedudukan 05‟8” LS dan 1190 24‟2” BT. Merupakan titik berat atau pusat dari
kepulauan Indonesia baik dari arah barat ke timur maupun arah utara ke selatan.
Panjang dermaga yang ada saat ini yaitu ± 820 meter dengan 11 buah jembatan
untuk sandar kapal.
Gambar 9. Lokasi Pelabuhan Paotere
Jl.
Sabutu
ng
Baru
Jl.
Baruk
ang Jl.
Koptu
Harun
A
B
C
Jl.
Sa
bu
tu
ng
A
B C
Pelabuhan
Paotere
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi yang diambil
dalam penelitian ini adalah semua KLM di Pelabuhan Paotere. Jumlah populasi
sebesar 92 unit kapal layar motor dengan ukuran tonase kotor GT 10 sampai
dengan GT 500 yang tercatat pada bulan juli 2011 (sumber: kantor Syahbandar
utama Makassar)
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi, bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang
ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu,
maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut.
Teknik pengambilan sampel secara probability sampling. Metode yang
digunakan adalah sampling purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Jenis pengambilan sampel didasarkan pada jenis tonase
kapal oleh karena itu jenis kapal layar motor yang digunakan sebagai sampel
adalah kapal layar motor dengan ukuran tonase kotor GT 10 sampai dengan GT
500.
Jumlah kapal layar motor di pelabuhan paotere pada bulan juli 2011
tercatat 92 KLM yang terdiri atas
- GT 10/20 sebanyak 8 kapal
- GT 20/35 sebanyak 21 kapal
- GT 35/80 sebanyak 17 kapal
40
- GT 80/165 sebanyak 38 kapal
- GT 165/260 sebanyak 8 kapal
- GT 260/315 nihil
- GT 315/500 nihil
Pengambilan sampel apabila populasi sudah diketahui maka
penentuan sampel diambil sebesar 10% dari jumlah populasi yang ada
sehingga jumlah sampel yang digunakan sebesar 8 unit KLM.
D. Pengumpulan dan Analisis Data
1. Pengumpulan data dan informasi
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang memerlukan berbagai
jenis data yakni data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data
tersebut adalah:
a. Data Primer
Pengambilan data primer dilakukan dengan cara tanya jawab dengan
pihak perusahaan, ABK, Nakhoda, dan Instansi terkait untuk memperoleh
data mengenai alat-alat keselamatan diantaranya: jumlah, jenis, dan
tanggal ekspire serta pemeriksaan secara periodik.
b. Data Sekunder
Data sekunder diambil dari data yang telah tersedia, baik data yang ada
di atas kapal maupun yang ada pada instansi terkait serta mengutip
beberapa tulisan, artikel, atau literature lainnya yang berhubungan
langsung dengan penelitian ini.
2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara antara lain
1. Dengan sistem dokumentasi, yaitu pengambilan data dalam bentuk
gambar maupun arsip.
2. Dengan sistem observasi yaitu melakukan pengamatan langsung
lapangan atau lokasi penelitian
3. Dengan melakukan tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait dengan
penelitian yang dilakukan.
E. Teknik Analisis Data
Langkah-langkah dalam melakukan teknik analisis data dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
1. Untuk menjawab rumusan masalah pertama, alat analisis yang digunakan
metode contreng.
Metode contreng merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang
dilakukan secara tidak langsung dengan memberikan daftar pertanyaan
sesuai dengan keadaan dan kondisi objek penelitian. Dalam menggunakan
metode ini peneliti mencari variabel yang sudah ditentukan standarnya
berdasarkan SK Dirjen Perhubungan Laut No. PY.66/1/2-2002, apabila
terdapat variabel yang dicari maka peneliti tinggal membubuhkan tanda
check atau contreng ditempat yang sesuai atau kolom yang disediakan
Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab pendahuluan bahwa
tujuan utama dari penelitian adalah mengidentifikasi alat-alat keselamatan
42
yang digunakan pada kapal layar motor untuk mengetahui apakah alat-alat
keselamatan tersebut telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Cheklish yang dilakukan pada penelitian ini dibagi atas 2 bagian yaitu:
a) Bagian pertama yaitu untuk melihat kondisi alat keselamatan di setiap
KLM. Kondisi alat keselamatan tersebut dibedakan antara kondisi
administrasi alat keselamatan dan kondisi teknis alat keselamatan. Untuk
kondisi alat keselamatan ini diutamakan pada alat keselamatan life
jacket, life bouys dan sekoci dengan asumsi bahwa alat keselamatan
tersebut yang paling urgent dimiliki oleh setiap KLM tanpa
mengesampingkan alat keselamatan lain. Daftar pertanyaan pada daftar
contreng kondisi alat dapat dilihat pada lampiran 1 sampai 6.
Pemberian nilai pada daftar contreng dilakukan dengan memberikan nilai
nol (0) bila tidak ada/tidak sesuai dengan kondisi dan nilai satu (1) jika
sesuai dengan kondisi sebenarnya. Kemudian jumlah tersebut
dipresentasekan jumlahnya kemudian dirata-ratakan untuk semua
sampel kapal yang diambil. Dari rata-rata hasil contreng tersebut dapat
diketahui kondisi administrasi dan teknis alat keselamatan dengan
membuat persentase standar range atau interval untuk setiap nilai
contreng sebagai berikut:
81 – 100 % = Sangat Baik/Sangat Tinggi
61 - 80 % = Baik/Tinggi
41 - 60 % = Cukup Baik/Cukup Tinggi
21 - 40 % = Kurang Baik/Rendah
0 - 20 % = Tidak Baik/Rendah Sekali
b) Bagian kedua yaitu daftar contreng untuk melihat kuantitas dari standar
alat keselamatan KLM yang telah ditetapkan oleh Dirjen Hubla melalui
SK Dirjen Perhubungan Laut No. PY.66/1/2-2002 tentang “Persyaratan
Keselamatan bagi KLM berukuran Tonase Kotor sampai GT 500.
Kuantitas alat keselamatan yang dilihat antara lain Fire House Box, Botol
Pemadam, Life jacket, Life Bouy, Sekoci, Lampu Sekoci, Para Chut
Signal, Hand Flare, Smoke Signal, Pelontar Tali, Baju Tahan Api dan
Alat Komunikasi (Radio). Contreng dilakukan dengan membandingkan
jumlah eksisting dengan standar kemudian menentukan deviasi untuk
setiap alat kesemalatan. Penilaian untuk nilai kuantitatif setiap alat
keselamatan, dilihat dari rata-rata nilai deviasi setiap alat keselamatan.
Dengan pengkategorian:
51 – 100 % = Baik
0 – 50 % = Tidak Baik
2. Untuk menjawab rumusan masalah kedua, alat analisis yang digunakan
adalah analisis SWOT.
Analisis SWOT merupakan salah satu teknik analisis yang
digunakan dalam menginterpretasikan keadaan eksisting, khususnya
pada kondisi yang sangat kompleks dimana faktor eksternal dan
internal memegang peran yang sama pentingnya. Analisis SWOT
digunakan untuk penelaahan terhadap kondisi fisik kapal, kondisi
sosial yang berhubungan dengan para ABK dan nahkoda kaitannya
dengan faktor keselamatan kapal khususnya keselamatan jiwa ABK.
Analisis ini di gunakan untuk mengetahui faktor potensi dari kekuatan
44
(Strenght), Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunities), dan
Ancaman (Threats) dan . Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
pengembangan tersebut :
a) Kekuatan (Strenght)
Kekuatan apa yang dapat di kembangkan agar lebih tangguh sehingga
tingkat kecelakaan kapal layar motor dapat diturunkan. Strenght tersebut
berasal dari kondisi KLM tersebut.
b) Kelemahan (Weakness)
Segala faktor yang merupakan kelemahan atau kendala yang datang
dari obyek itu sendiri. Yang diperkirakan dapat menjadi pemicu
terjadinya kecelakaan kapal serta penyebab tingginya angka kematian
akibat kurangnya alat keselamatan pada KLM.
c) Peluang (Opportunities)
Kesempatan yang berasal dari luar obyek studi, kesempatan tersebut di
berikan sebagai akibat dari pemerintah, peraturan-peraturan atau kondisi
secara global.
d) Ancaman (Threats)
Merupakan hal yang dapat mendatangkan kerugian yang berasal dari
luar obyek.
Kekuatan dan kelemahan merupakan faktor intern, sedangkan
kesempatan dan ancaman merupakan faktor ekstern. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut ini.
Gambar 10. Analisis SWOT
Berdasarkan variabel-variabel tersebut, dapat dibuat matriks
analisis SWOT dengan menjabarkan dan mengkombinasikan masing-
masing variabel. Matriks analisis SWOT dibuat dengan mengaitkan 2
poin yang saling berkaitan dan berhubungan sebagai berikut :
a) SO; Memanfaatkan kekuatan (S) secara maksimal untuk dapat meraih
peluang (O) yang tersedia.
b) ST; Memanfaatkan kekuatan (S) secara maksimal untuk mengantisipasi
atau menghadapi ancaman (T) dan berusaha maksimal menjadikan
ancaman sebagai peluang.
c) WO; Meminimalkan kelemahan (W) untuk meraih peluang (O)
d) WT; Meminimalkan kelemahan (W) untuk menghindari secara lebih baik
dari ancaman (T).
Analisis SWOT menggunakan matrik sebagai berikut :
OPPORT
UNITY
THREAT WEAKNE
SS
STRENGT
H
A
n
ti
ci
p
at
e
F
u
t
u
r
e
R
e
vi
e
w
P
a
st
Positif
Negatif
46
Tabel 1. Matriks Analisis SWOT
Metode pembobotan merupakan metode yang dipakai untuk
mempermudah dalam pengklasifikasian terhadap kondisi KLM serta
penilaian lingkungan yang tidak dapat diterjemahkan secara
kuantitatif. Metode ini dipakai dalam membuat analisis SWOT, dimana
nilai tersebut akan digunakan untuk menyamakan faktor EFAS
(Internal Strategic Faktors Analysis Summary) dan IFAS (Internal
Strategic Faktors Analysis Summary). Untuk mempermudah dalam
proses pembobotan maka dilakukan klasifikasi penilaian dengan
menggunakan angka (jenis data ordinal), yaitu:
(1) Nilai 4 menunjukkan kualitas tinggi
(2) Nilai 3 menunjukkan kualitas sedang
(3) Nilai 2 menunjukkan kualitas rendah
(4) Nilai 1 menunjukkan kualitas sangat rendah
F. Variabel Penelitian
Internal
Audit External
Environment
Strenght (S) Kekuatan
Weakness (W) Kelemahan
Opportunity (O) Kesempatan
SO WO
Threat (T) Ancaman
ST WT
Variabel penelitian merupakan gambaran tentang suatu keadaan atau
persoalan yang dikaitkan dengan tempat dan waktu yang merupakan dasar
suatu analisis dan merupakan alat bantu dalam mengambil keputusan. Variabel
dipakai sebagai input yang akan diolah menjadi informasi dengan alat analisis.
48
N
O TUJUAN
VARIA
BEL
SUB
VARIA
BEL
JENIS
DATA
SUMBER
DATA/DO
KUMEN
(INSTANS
IONAL)
M
E
T
O
D
E
S
U
R
V
E
Y
METO
DE
ANALI
SIS
1
Mengetahui kondisi
kelengkapan alat
keselamatan yang dimiliki
oleh KLM sesuai dengan
yang dipersyaratkan
International Convention
for the Safety of Life at Sea
(SOLAS)
Kondisi Fisik
alat
keselamatan
KLM (life boys,
life jacket,
sekoci)
Standar
Kuantitas alat
keselamatan
KLM (semua
alat
kesemalatan)
Fire House
Box, Botol
Pemadam, Life
jacket, Life
Bouy, Sekoci,
Lampu Sekoci,
Para Chut
Signal, Hand
Flare, Smoke
Signal,
Pelontar Tali,
Baju Tahan Api
dan Alat
Komunikasi
jumlah alat
keselamatan
jenis alat
keselamatan
kondisi alat
keselamatan
Keputusan Dirjen
Perhub. Laut No.
PY.66/1/2-02
tentang
Persyaratan
Keselamatan KLM
Pihak
perusahaan,
abk,
Nakhoda,
Instansi terkait
Observasi
lapangan
Sekunder
Primer
Analisis
contreng
Tabel 2. Variabel Penelitian
N
O TUJUAN
VARIA
BEL
SUB
VARIA
BEL
JENIS
DATA
SUMBER
DATA/DO
KUMEN
(INSTANS
IONAL)
M
E
T
O
D
E
S
U
R
V
E
Y
METO
DE
ANALI
SIS
(Radio)
50
N
O TUJUAN
VARIA
BEL
SUB
VARIA
BEL
JENIS
DATA
SUMBER
DATA/DO
KUMEN
(INSTANS
IONAL)
M
E
T
O
D
E
S
U
R
V
E
Y
METO
DE
ANALI
SIS
2
.
Menentukan strategi yang
diterapkan dalam upaya
mengurangi tingkat korban
jiwa pada kecelakaan
kapal layar motor yang
beroperasi di pelabuhan
rakyat paotere
Tingkat
kecelak
aan
kapal
layar
motor
kaitann
ya
dengan
kelengk
apan
alat
kesela
matan
Tingkat
kecelakaan
KLM
Penyebab
kecelakaan
Jumlah kecelakaan
kapal layar motor
UU No.17 tahun
2008 tentang
Pelayaran
Otoritas
Pelabuhan
Observasi
Lapangan
Sekunder
Primer
Analisis SWOT
53
G. Definisi Operasional
1. Angkutan Laut Pelayaran Rakyat merupakan usaha rakyat yang bersifat
tradisional dan mempunyai karakteristik tersendiri untuk melaksanakan
angkutan di perairan dengan menggunakan kapal layar, kapal layar
bermotor, dan/atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan
ukuran tertentu.
2. Alat Keselamatan yang dipersyaratkan oleh Keputusan Dirjen Perhub. Laut
No. PY.66/1/2-02 tentang Persyaratan Keselamatan KLM antara lain:
- Fire House Box, Sekurang-kurangnya 2 (dua) buah tabung pemadam
kebakaran type busa dengan kapasitas @ 9 liter atau yang sepadan
ditempatkan di dalam kamar mesin.
- Botol Pemadam, Sekurang-kurangnya 2 (dua) duah tabung pemadam
kebakaran type ABC dengan kapasitas @ 9 liter atau yang sepadan,
yang ditempatkan diluar kamar mesin.
- Life jacket, Baju penolong warna jingga untuk setiap pelayar. Harus
mampu menahan beban di air seberat 7,5 kg besi selama 24 jam
- Life Bouy, Sekurang-kurangnya 2 (dua) buah pelampung penolong (life
buoy) berwarna jingga, bertuliskan nama KLM dan pelabuhan
pendaftaran, dengan panjang tali 25 m.
- Sekoci, kapasitas cukup untuk seluruh pelayar
- Lampu Sekoci, terdapat pada setiap sekoci
- Para Chut Signal, 2 (dua) buah
- Hand Flare, 4 (empat) buah berwarna merah
- Smoke Signal, 2 (dua) buah berwarna jingga atau kuning.
54
- Alat Komunikasi (Radio) dengan Pemancar penerima (Transceiver)
telepon radio SSB (Single Side Band) yang menggunakan Upper
Sideband, yang mempunyai daya pancar maximum 50 watt Peak and
Envelop Power (PEP), dengan minimum 4 (empat) saluran maksimum 6
saluran.
3. Gross Tonase (GT) jenis kapal layar motor yang diteliti pada penelitian ini
adalah kapal layar motor dengan ukuran tonase kotor GT 10 sampai dengan
GT 500.
4. International Safety Management Code adalah standar internasional
manajemen keselamatan dalam pengoperasian kapal serta upaya
pencegahan/pengendalian pencemaran lingkungan
5. Keselamatan Pelayaran didefinisikan sebagai suatu keadaan terpenuhinya
persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di
perairan dan kepelabuhanan (terkait jiwa dan barang)
6. Kapal layar motor adalah kapal layar dengan bahan utama dari kayu
berukuran tonase sampai dengan GT 500 dan mempunyai tenaga pesawat
penggerak bantu sampai dengan 535 Tenaga Kuda (TK) yang khusus
mengangkut barang dan atau hewan bukan mengangkut penumpang
7. Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan
material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata
susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan
radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan
pemeriksaan dan pengujian.
8. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang
digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik
55
atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan
di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak
berpindah-pindah.
9. Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana Bantu
Navigasi-Pelayaran, Telekomunikasi Pelayaran, hidrografi dan meteorologi,
alur dan perlintasan, pengerukan dan reklamasi, pemanduan, penanganan
kerangka kapal, salvage dan pekerjaan bawah air untuk kepentingan
keselamatan pelayaran kapal.
10. Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di
perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan
lingkungan maritim.
11. Pelayaran Rakyat adalah Pelayaran atau usaha angkutan laut yang
melayani perangkutan antar pelabuhan dan menggunakan Perahu Layar
Motor atau Kapal Layar Motor.
12. Telekomunikasi-Pelayaran adalah telekomunikasi khusus untuk keperluan
dinas pelayaran yang merupakan setiap pemancaran, pengiriman atau
penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apa
pun melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya
dalam dinas bergerak pelayaran yang merupakan bagian dari keselamatan
pelayaran.
56
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
G. Gambaran Umum Pelabuhan Paotere
Pelabuhan Paotere merupakan pelabuhan rakyat yang terpisah dari
pelabuhan Soekarno dan pelabuhan Hatta, dan diantaranya pelabuhan
Paotere dengan kedua pelabuhan lainnya itu terdapat batas-batas adalah:
Sebelah utara dibatasi oleh perairan selat Makassar
Sebelah Timur dibatasi oleh kanal/pemukiman nelayan.
Sebelah Selatan dibatasi oleh Jalan Satando (kawasan
perdagangan).
Sebelah Barat dibatasi oleh kanal/tempat Pelelangan ikan (TPI).
1. Kondisi fisik
a) Kondisi fasilitas Pelabuhan Paotere
Fasilitas Pelabuhan Paotere terbagi atas dermaga, kantor
pengelola, pergudangan, area terbuka dan parkir, fasilitas
penunjang pelabuhan dan fasilitas pengunjung. Setiap fasilitas
mempunyai fungsi khusus dan saling menunjang.
Fasilitas dermaga merupakan fasilitas untuk daerah laut
dan pantai sedangkan fasilitas kantor pengelola, pergudangan,
parkir, fasilitas penunjang dan fasilitas pengunjung merupakan
57
fasilitas daerah darat. Fasilitas-fasilitas tersebut yang sampai saat
ini berada pada kawasan Pelabuhan Paotere di atas lahan seluas
3,5 Ha.
Dermaga
Kondisi fisik dermaga masih baik. Panjang dermaga yang
ada saat ini yaitu ±820 meter dengan 11 buah jembatan untuk
standar kapal.Kolam dermaga di bagian Barat Pelabuhan
Paotere mengalami pendangkalan, sehingga kegiatan
bongkar muat tidak dapat berlangsung dengan maksimal.
Gambar 11. dermaga beton
Pos jaga/pintu gerbang
Gambar 12. pos jaga
58
Kantor pengelola
Kantor pengelola pelabuhan ±150 m2, yang terdiri dari ruang
kepala pelabuhan, ruange staf keuangan, ruang staf PAS
pelabuhan, ruang staf labuh tambat dan ruang staf tata usaha.
Kantor pengelola pelayaran rakyat, berjumlah 12 buah,
dengan luas rata-rata ± 20 m2, dan luas total kantor pengelola
pelabuhan rakyat adalah 240 m2, dimana kondisinya kurang
memadai.
Gambar 13. kantor pengelola
Gudang
Sampai saat ini tidak terdapatnya fasilitas gudang yang
terkoordinasi. Gudang hanya disediakan oleh pihak pengelola
pelayaran rakyat, dengan kapasitas yamg sangat terbatas.
Saat ini terdapat lima buah gudang yang disewakan oleh
pengelola pelabuhan rakyat paotere, dengan luas total 75 m2,
kadang muata kapal dibiarkan tetap di kapal untuk menunggu
59
kendaraan angkutan barang tiba di pelabuhan untuk
membawa barang keluar dari pelabuhan.
Jalan dan area terbuka
Sampai saat ini luas jalan dan area parkir sekitar 10.000 m2
dengan kondisi 70 % baik. Jalan yang terdapat pada
pelabuhan hanya satu jalur.
Gambar 14. Jalan dan area penumpukan
Fasilitas penunjang
(1) Warung makan yang semi permanen yang terletak di
bagian timur pelabuhan, terdapat 5 buah warung, dengan
luas total 65 m2.
(2) Kios 2 buah, luas total 24 m2.
(3) Pangkalan minyak ± 12 m2.
(4) Sarana ibadah (musallah) ± 75 m2.
(5) Genset dengan luas ± 15 m2.
60
(6) Fasilitas penyedian air bersih, yang pendistribuasiannya
kurang merata
(7) Drainase, tidak berfungsi maksimal terlihat pada musim
hujan banyak genangan air.
Fasilitas pengunjung
Berupa tourist center dengan luas ± 30m2, akan tetapi
pengoprasiannya kurang efektif.
Gambar 15. Tourist centre
Fasilitas parkir
Area parkir yang tersedia tidak tertata dengan baik sehingga
menggangu kelancaran sirkulasi.
b) Kondisi perairan pelabuhan Paotere
Kolam dermaga cukup luas dan memadai bagi kapal-kapal untuk
maneuver dan berlabuh di dermaga. Kolam pelabuhan dibatasi
oleh pemecah arus/ombak sepanjang 400 meter yang juga
61
berfungsi sebagai pembatas antara perairan di luar kawasan
pelabuhan paotere. Kedalaman perairan bervariasi antara 3-5
meter.
2. Kondisi operasional pelabuhan paotere
Pelabuhan Paotere berfungsi sebagai pelabuhan yang khusus
melayani kapal-kapal rakyat/tradisional dan kapal-kapal perintis antara
daerah dan antara pulau terdekat. Dengan demikian semua kapal-
kapal tradisional dan kapal-kapal perintis hanya dapat berlabuh dan
melakukan kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Paotere.
Kapal-kapal yang beroperasi di Pelabuhan Paotere umumnya
milik perusahaan-perusahaan yang berbadan hokum, usaha
pengelolaannya masih cenderung dikelola sebagaimana mengelola
usaha perorangan.
Ditinjau dari jenis kapal, kapal yang berlabuh di Pelabuhan
Paotere di bagi dalam :
a) Kapal LCT, yaitu kapal sejenis kapal tongkang, dimana kapal
dinding dapat berfungsi sebagai jembatan, yang memuat
kendaraan atau alat-alat berat.
b) Kapal Non Pelayaran, yaitu kapal yang beroperasi antar pulau
kecil, yang mengangkut kebutuhan pokok.
c) Kapal ikan, kapal ikan yang membeli perbekalan-perbekalan
sebelum melakukan penangkapan kembali.
62
d) Perahu Joloro, yaitu kapal yang mengangkut penumpang ke
pulau-pulau kecil (antar pulau).
e) Kapal pelayaran, yaitu kapal yang melakukan pelayaran jarak
jauh, misal: ke Kalimantan, Jawa, dll dan pada umumnya
mengangkut barang dalam kapasitas besar.
Ditinjau dari frekuensi jadwal tambat kapal, kapal-kapal yang
berlabuh dan melakukan bongkar muat di Pelabuhan Paotere,
khususnya kapal-kapal yang melakukan pelayaran jarak jauh (kapal
pelayaran dan Kapal LCT) dan kapal non pelayaran tidak mempunyai
jadwal yang sama, jadwal rata-rata adalah 2-3 hari tambat.
Sedangkan kapal ikan dan perahu joloro memiliki jadwal rata-rata
setiap hari.
Kunjungan kapal di Pelabuhan Paotere mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu dengan bertambahnya jumlah
kapal. Selama tahun 1993-2001 peningkatan jumlah kapal yang
berlabuh di Pelabuhan Paotere berdasarkan data pengelola
Pelabuhan Paotere yakni PT. (persero) Pelabuhan Indonesia IV
sebesar 5 %. Arus kunjungan kapal pada pelabuhan Paotere (khusus
kapal pelayaran) dapat dilihat pada tabel 3. peningkatan terbesar
jumlah kapal pelayaran jarak jauh yang berlabuh di Pelabuhan
Paotere yaitu pada tahun 1993-2001 yaitu sebesar 26,67 %. Jumlah
kunjungan kapal terbesar dalam 10 tahun terakhir adalah pada tahun
1994 yaitu sebanyak 3.590.
63
Sedangkan arus kunjungan kapal berdasarkan jenis kapal yang
berlabuh di Pelabuhan Paotere dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3. Realisasi Kunjungan Kapal Menurut Jenis Kapal
Tahun Kapal
LCT
Kapal
Pelayaran
Kapal Non
Pelayaran
Kapal
Joloro
Kapal
Ikan
2009 1.095 2.054 3.651 9.125 8.322
2010 990 2.237 3.325 8.991 8.451
2011 1.259 2.641 3.808 9.232 9.552
Sumber : Kantor Pengelola Pelabuhan Paotere, 2012
Dari tabel diatas jika di rata-ratakan, maka jumlah jenis
kapal LCT = 1.195 (3 kapal/hari), kapal pelayaran = 2.310 (6
kapal/hari), kapal non pelayaran = 3.594 (10 Kapal/hari), kapal
joloro = 9.116 (25 kapal/hari) dan kapal ikan = 8.767 ( 24
kapal/hari).
Tabel 4. Rata-rata ukuran kapal yang berlabuh di Pelabuhan Paotere
Kapal
LCT
Kapal
Pelayaran
Kapal
Non
Pelayaran
Kapal
Joloro
Kapal
Ikan
Panjang (m) 25,00 40,00 20,00 6,00 4,00
Lebar (m) 10,00 12,00 9,00 1,00 0,80
Dalam (m) 3,50 3,00 2,00 0,60 0,60
Sumber : Kantor Pengelola Pelabuhan Paotere, 2012
64
H. Tinjauan Umum, Data Teknis dan Alat Keselamatan KLM
Secara umum kondisi eksisting setiap KLM, data teknis dan
kondisi kelengkapan alat keselamatan KLM yang didasarkan oleh sampel
kapal yang berlabuh di Pelabuhan Paotere dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1. KLM. Berkat Saudara
KLM. Berkat Saudara merupakan kapal yang beroperasi pada
lintasan trayek Makassar – Flores dengan jarak pelayaran 204 mil laut
yang ditempuh selama ± 68 jam.
Berdasarkan inventarisasi kapal dan laporan pemeriksaan
Adpel pelabuhan diketahui data teknis (particular ship) yang
menggambarkan karakteristik dan dimensi kapal serta data alat
keselamatan penumpang yang ada pada KLM Berkat Saudara dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Data Teknis KLM Berkat Saudara
NO Uraian Keterangan
1 2 3 4 5 7 8 9 10 11
Tipe Kapal Panjang (Loa) Lebar (B) Tinggi (D) GRT/NT Daya Mesin Utama
- Jumlah Mesin Daya Mesin Bantu
- Jumlah Mesin Kecepatan rata-rata Kapasitas Muatan Jumlah ABK
Kapal Layar Motor (KML) 28 m
8 m 5 m
116 GT 425 HP
1 Unit - PK - Unit
3-5 Mil/jam 300 ton
8 orang Sumber: Survey Primer, 2012
65
Tabel 6. Daftar Alat-alat Keselamatan Kapal KLM Berkat Saudara
No Peralatan Jumlah Batas waktu Berlaku s/d
Posisi
1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Fire House Box Botol Pemadam Life jacket Life Bouy Sekoci Lampu Sekoci Para Chut Signal Hand Flare Smoke Signal Pelontar Tali Baju Tahan Api
1 1 9
4
1 - 1 1 1 1 -
- tidak tertera tidak tertera
tidak tertera
- -
tidak tertera tidak tertera tidak tertera tidak tertera
-
1 Kamar Mesin 4 Anjungan 5 Buritan 2 Anjungan 2 Buritan - - Kamar Nahkoda Kamar Nahkoda Kamar Nahkoda Gudang -
Sumber: Survey Primer, 2012
2. KLM. Cahaya Mina
KLM. Cahaya Mina merupakan kapal yang beroperasi pada
lintasan trayek Makassar – Ende dengan jarak pelayaran 298 mil laut
yang ditempuh selama ± 100 jam.
Berdasarkan inventarisasi kapal dan laporan pemeriksaan
Adpel pelabuhan diketahui data teknis (particular ship) yang
menggambarkan karakteristik dan dimensi kapal serta data alat
keselamatan penumpang yang ada pada KLM Cahaya Mina dapat
dilihat pada tabel berikut
Tabel 7. Data Teknis Kapal (Particular Ship) KLM Cahaya Mina
NO Uraian Keterangan
1 2 3 4 5
Tipe Kapal Panjang (Loa) Lebar (B) Tinggi (D) GRT/NT
Kapal Layar Motor (KML) 30 m 10 m 4 m
148 GT
66
NO Uraian Keterangan
7
8
9 10 11
Daya Mesin Utama - Jumlah Mesin
Daya Mesin Bantu - Jumlah Mesin
Kecepatan Kapasitas Muatan Jumlah ABK
300 HP 1 Unit
180 (1), 175 (2) PK 3 Unit
3-5 Mil/jam 300 ton
7 orang Sumber : Survey Primer, 2012
Tabel 8. Daftar Alat-alat Keselamatan Kapal KLM Cahaya Mina
No Peralatan Jumlah Batas waktu Berlaku s/d
Posisi
1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Fire House Box Botol Pemadam Life jacket Life Bouy Sekoci Lampu Sekoci Para Chut Signal Hand Flare Smoke Signal Pelontar Tali Baju Tahan Api
1 2
7 3
1 - 4 4 4 1 -
- tidak tertera
tidak tertera tidak tertera
- -
tidak tertera tidak tertera tidak tertera tidak tertera
-
1 Anjungan 1 Kamar Mesin Anjungan 1 Anjungan 2 Buritan Anjungan - Kamar Nahkoda Kamar Nahkoda Kamar Nahkoda Gudang -
Sumber : Survey Primer, 2012
3. KLM. Ilham Putra 03
KLM. Ilham Putra 03 merupakan kapal yang beroperasi pada
lintasan trayek Makassar – Maumere (Sadangbui) dengan jarak
pelayaran 306 mil laut yang ditempuh selama ± 120 jam.
Berdasarkan inventarisasi kapal dan laporan pemeriksaan
Adpel pelabuhan diketahui data teknis (particular ship) yang
menggambarkan karakteristik dan dimensi kapal serta data alat
67
keselamatan penumpang yang ada pada KLM. Ilham Putra dapat dilihat
pada tabel berikut
Tabel 9. Data Teknis Kapal (Particular Ship) KLM. Ilham Putra
NO Uraian Keterangan
1 2 3 4 5 7 9 10 12
Tipe Kapal Panjang (Loa) Lebar (B) Tinggi (D) GRT/NT Daya Mesin Utama
- Jumlah Mesin Kecepatan Kapasitas Muatan Jumlah ABK
Kapal Layar Motor (KML) 32 m
8,5 m 7 m
284 GT 250 dan 450 HP
2 Unit 3-5 Mil/jam
500 ton 9 orang
Sumber: Survey Primer, 2012
Tabel 10. Daftar Alat-alat Keselamatan Kapal KLM. Ilham Putra
No Peralatan Jumlah Batas waktu Berlaku s/d
Posisi
1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Fire House Box Botol Pemadam Life jacket Life Bouy Sekoci Lampu Sekoci Para Chut Signal Hand Flare Smoke Signal Pelontar Tali Baju Tahan Api
- 3
12 4 3 - 1 1 1 1 -
- tidak tertera
tidak tertera tidak tertera
- -
tidak tertera tidak tertera tidak tertera tidak tertera
-
1 Anjungan 1 Buritan 1 Kamar Mesin Anjungan 2 Anjungan 2 Buritan - - Kamar Nahkoda Kamar Nahkoda Kamar Nahkoda Gudang -
Sumber: Survey Primer, 2012
4. KLM. Karya Bersama
KLM. Karya Bersama merupakan kapal yang beroperasi pada
lintasan trayek Makassar – Tual dengan jarak pelayaran 912 mil laut
yang ditempuh selama ± 304 jam.
68
Berdasarkan inventarisasi kapal dan laporan pemeriksaan
Adpel pelabuhan diketahui data teknis (particular ship) yang
menggambarkan karakteristik dan dimensi kapal serta data alat
keselamatan penumpang yang ada pada KLM Karya Bersama dapat
dilihat pada tabel berikut
Tabel 11. Data Teknis Kapal (Particular Ship) KLM. Karya Bersama
NO Uraian Keterangan
1 2 3 4 5 7 9 10 12 13
Tipe Kapal Panjang (Loa) Lebar (B) Tinggi (D) GRT/NT Daya Mesin Utama
- Jumlah Mesin Daya Mesin Bantu
- Jumlah Mesin Kecepatan Kapasitas Muatan Jumlah ABK
Kapal Layar Motor (KML) 34 m
8 m 5 m
149 GT 240 dan 425 HP
2 Unit - PK - Unit
5 Mil/jam 450 ton
11 orang Sumber : Survey Primer, 2012
Tabel 12. Daftar Alat-alat Keselamatan Kapal KLM. Karya Bersama
No Peralatan Jumlah Batas waktu Berlaku s/d
Posisi
1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Fire House Box Botol Pemadam Life jacket Life Bouy Sekoci Lampu Sekoci Para Chut Signal Hand Flare Smoke Signal Pelontar Tali Baju Tahan Api
- 1 9
4
1 - 1 1 1 2 -
- tidak tertera tidak tertera
tidak tertera
- -
tidak tertera tidak tertera tidak tertera tidak tertera
-
1 Kamar Mesin 4 Anjungan 5 Buritan 2 Anjungan 2 Buritan - - Kamar Nahkoda Kamar Nahkoda Kamar Nahkoda Gudang -
Sumber : Hasl Analisis, 2012
69
5. KLM. Mahsunah
KLM. Mahsunah merupakan kapal yang beroperasi pada
lintasan trayek Makassar – Labuan Bajo dengan jarak pelayaran 225
mil laut yang ditempuh selama ± 75 jam.
Berdasarkan inventarisasi kapal dan laporan pemeriksaan
Adpel pelabuhan diketahui data teknis (particular ship) yang
menggambarkan karakteristik dan dimensi kapal serta data alat
keselamatan penumpang yang ada pada KLM. Mahsunah dapat dilihat
pada tabel berikut
Tabel 13. Data Teknis Kapal (Particular Ship) KLM. Mahsunah
NO Uraian Keterangan
1 2 3 4 5 7 9 10 12
Tipe Kapal Panjang (Loa) Lebar (B) Tinggi (D) GRT/NT Daya Mesin Utama
- Jumlah Mesin Kecepatan Kapasitas Muatan Jumlah ABK
Kapal Layar Motor (KML) 38 m 10 m 5 m
189 GT 425 HP
1 Unit 3-5 Mil/jam
400 ton 11 orang
Sumber : Survey Primer, 2012
Tabel 14. Daftar Alat-alat Keselamatan Kapal KLM. Mahsunah
No Peralatan Jumlah Batas waktu Berlaku s/d
Posisi
1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Fire House Box Botol Pemadam Life jacket Life Bouy Sekoci Lampu Sekoci Para Chut Signal Hand Flare
- 2
8 11
1 - 1 1
- tidak tertera
tidak tertera tidak tertera
- -
tidak tertera tidak tertera
1 Anjungan 1 Kamar Mesin Anjungan 5 Anjungan 6 Buritan - - Kamar Nahkoda Kamar Nahkoda
70
No Peralatan Jumlah Batas waktu Berlaku s/d
Posisi
9. 10. 11.
Smoke Signal Pelontar Tali Baju Tahan Api
1 1 -
tidak tertera tidak tertera
-
Kamar Nahkoda Gudang -
Sumber :Survey Primer, 2012
6. KLM. Mulia Bakti
KLM. Mulia Bakti merupakan kapal yang beroperasi pada
lintasan trayek Makassar – Flores dengan jarak pelayaran 204 mil laut
yang ditempuh selama ± 68 jam.
Berdasarkan inventarisasi kapal dan laporan pemeriksaan
Adpel pelabuhan diketahui data teknis (particular ship) yang
menggambarkan karakteristik dan dimensi kapal serta data alat
keselamatan penumpang yang ada pada KLM Mulia Bakti dapat dilihat
pada tabel berikut
Tabel 15. Data Teknis Kapal (Particular Ship) KLM. Mulia Bakti
NO Uraian Keterangan
1 2 3 4 5 7 9 10 12 13
Tipe Kapal Panjang (Loa) Lebar (B) Tinggi (D) GRT/NT Daya Mesin Utama
- Jumlah Mesin Daya Mesin Bantu
- Jumlah Mesin Kecepatan Kapasitas Muatan Jumlah ABK
Kapal Layar Motor (KML) 35 m
8 m 6 m
286 GT 300 dan 425 HP
2 Unit 175 PK
2 Unit 3 - 5 Mil/jam
500 ton 10 orang
Sumber : Hasil Analisis, 2012
71
Tabel 16. Daftar Alat-alat Keselamatan Kapal KLM. Mulia Bakti
No Peralatan Jumlah Batas Waktu Berlaku s/d
Posisi
1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Fire House Box Botol Pemadam Life jacket Life Bouy Sekoci Lampu Sekoci Para Chut Signal Hand Flare Smoke Signal Pelontar Tali Baju Tahan Api
- 1 9 6 3 - 1 2 1 1 -
- tidak tertera tidak tertera
tidak tertera
tidak tertera
- tidak tertera tidak tertera tidak tertera tidak tertera
-
1 Kamar Mesin 4 Anjungan 5 Buritan 4 Anjungan 2 Buritan Anjungan - Kamar Nahkoda Kamar Nahkoda Kamar Nahkoda Gudang -
Sumber : Hasil Analisis, 2012
7. KLM. Putra Sorsel Mandiri
KLM. Putra Sorsel Mandiri merupakan kapal yang beroperasi
pada lintasan trayek Makassar – Ende dengan jarak pelayaran 298 mil
laut yang ditempuh selama ± 100 jam.
Berdasarkan inventarisasi kapal dan laporan pemeriksaan
Adpel pelabuhan diketahui data teknis (particular ship) yang
menggambarkan karakteristik dan dimensi kapal serta data alat
keselamatan penumpang yang ada pada KLM. Putra Sorsel Mandiri
dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 17. Data Teknis Kapal KLM. Putra Sorsel Mandiri
NO Uraian Keterangan
1 2 3 4 5 7
Tipe Kapal Panjang (Loa) Lebar (B) Tinggi (D) GRT/NT Daya Mesin Utama
Kapal Layar Motor (KML) 28 m 8 m 6 m
199 GT 350 HP
72
NO Uraian Keterangan
9 10 12
- Jumlah Mesin Kecepatan Kapasitas Muatan Jumlah ABK
1 Unit 3-5 Mil/jam
300 ton 10 orang
Sumber : Survey Primer, 2012
Tabel 18. Daftar Alat-alat Keselamatan Kapal KLM. Putra Sorsel Mandiri
No Peralatan Jumlah Batas waktu Berlaku s/D
Posisi
1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Fire House Box Botol Pemadam Life jacket Life Bouy Sekoci Lampu Sekoci Para Chut Signal Hand Flare Smoke Signal Pelontar Tali Baju Tahan Api
- 4
8 4
1 - 1 1 1 1 -
- tidak tertera
tidak tertera tidak tertera
- -
tidak tertera tidak tertera tidak tertera tidak tertera
-
1 Anjungan 1 Buritan 2 Kamar Mesin 8 Anjungan 2 Anjungan 2 Buritan - - Kamar Nahkoda Kamar Nahkoda Kamar Nahkoda Gudang -
Sumber : Survey Primer, 2012
8. KLM. Surga Mulya
KLM. Surga Mulya merupakan kapal yang beroperasi pada
lintasan trayek Makassar – NTB dengan jarak pelayaran 232 mil laut
yang ditempuh selama ± 78 jam.
Berdasarkan inventarisasi kapal dan laporan pemeriksaan
Adpel pelabuhan diketahui data teknis (particular ship) yang
menggambarkan karakteristik dan dimensi kapal serta data alat
keselamatan penumpang yang ada pada KLM. Surga Mulya dapat
dilihat pada tabel berikut
73
Tabel 19. Data Teknis Kapal (Particular Ship) KLM. Surga Mulya
NO Uraian Keterangan
1 2 3 4 5 7 9 10 12
Tipe Kapal Panjang (Loa) Lebar (B) Tinggi (D) GRT/NT Daya Mesin Utama
- Jumlah Mesin Kecepatan Kapasitas Muatan Jumlah ABK
Kapal Layar Motor (KML) 24 m 4 m 5 m
57 GT 240 HP
1 Unit 3-5 Mil/jam
250 ton 7 orang
Sumber : Survey Primer, 2012
Tabel 20. Daftar Alat-alat Keselamatan Kapal KLM. Surga Mulya
No
Peralatan Jumlah Batas waktu Berlaku s/D
Posisi
1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Fire House Box Botol Pemadam Life jacket Life Bouy Sekoci Lampu Sekoci Para Chut Signal Hand Flare Smoke Signal Pelontar Tali Baju Tahan Api
- 2
6 4
1 - 1 1 2 1 -
- tidak tertera
tidak tertera tidak tertera
- -
tidak tertera tidak tertera tidak tertera tidak tertera
-
1 Anjungan 1 Buritan 2 Kamar Mesin 6 Anjungan 2 Anjungan 2 Buritan - - Kamar Nahkoda Kamar Nahkoda Kamar Nahkoda Gudang -
Sumber : Survey Primer, 2012
74
I. Analisis Alat Keselamatan Kapal Layar Motor
Analisis alat keselamatan kapal layar motor di Pelabuhan Paotere
dilakukan menggunakan daftar contreng terhadap administrasi dan
contreng setiap alat keselamatan yang terdiri dari life jacket, life bouys dan
sekoci. Selengkapnya analisis contreng tiap alat keselamatan dijelaskan
sebagai berikut.
1. Life Jacket Kondisi alat keselamatan life jacket pada KLM diketahui berdasarkan
metode contreng adminiastrasi dan teknis berdasarkan aturan yang
diharuskan oleh SOLAS sehingga dapat diketahui seberapa besar
persentase standar kelayakan alat-alat keselamatan yang dimiliki KLM
sebagaimana diperlihatkan pada lampiran 1 dan 2.
Gambar 16. Kondisi Alat Keselamatan Life Jacket KLM di Paotere
Secara keseluruhan dari hasil contreng administrasi life jacket KLM
tidak ditemukan instruksi tertulis dan tanda-tanda peringatan yang
tertera pada alat keselamatan, baik cara pemakaian, waktu expire
Jum
lah L
ife J
acket
75
maupun intruksi tertentu. Hal memperlihatkan bahwa tidak adanya
perhatian dari pemerintah dan pemilik KLM terhadap upaya
pemenuhan administrasi kelengkapan alat keselamatan. Sedangkan
untuk teknis alat keselamatan untuk setiap KLM bervariasi
sebagaimana penjelasan dibawah ini.
Secara umum daftar contreng Teknis Life Jackets KLM. Berkat
Saudara dapat dijelaskan antara lain; Tidak dilakukannya suatu
pelatihan dalam penggunaan life jacket secara langsung, life jacket
yang digunakan tidak sesuai instruksi dari pabrik, penempatan life
jacket pada Kapal KLM. Berkat Saudara tidak tepat, dan life jacket
tidak terdapat tanda-tanda peringatan atau pemberitahuan seperti
sumpritan yang berfungsi untuk meminta bantuan pada waktu darurat.
Hasil contreng teknis Life Jackets KLM. Cahaya Mina dapat
dijelaskan bahwa tidak dilakukannya suatu pelatihan dalam
penggunaan life jacket secara langsung, penempatan life jacket pada
Kapal tidak tepat, pada Life jacket milik KLM. Cahaya Mina tidak
dilengkapi self ligniting light.
Untuk KLM. Ilham Putra 03, data contreng teknis Life Jackets
menunjukkan bahwa di kapal bahwa tidak dilakukannya suatu
pelatihan dalam penggunaan life jacket secara langsung, Life jacket
yang digunakan tidak sesuai instruksi dari pabrik karena terdapat tidak
adanya pelatihan yang diberikan pada awak kapal mengenai instruksi
76
atau cara pemakaiannya bila terjadi keadaan darurat, Penempatan life
jacket pada Kapal KLM. Ilham Putra 03 tidak tepat.
Sedangkan untuk KLM. Karya Bersama, Menurut penelitian di
kapal bahwa tidak dilakukannya suatu pelatihan dalam penggunaan
life jacket secara langsung, Life jacket yang digunakan tidak sesuai
instruksi dari pabrik karena terdapat tidak adanya pelatihan yang
diberikan pada awak kapal mengenai instruksi atau cara
pemakaiannya bila terjadi keadaan darurat.
Hasil data contreng Teknis Life Jackets KLM. Cahaya Mina yaitu
tidak dilakukannya suatu pelatihan dalam penggunaan life jacket
secara langsung dikarenakan permasalahan waktu dan jumlah ABK
yang terbatas. Penempatan life jacket pada Kapal KLM. Mahsunah
sudah tepat, karena disimpan pada deck penumpang atau tempat
yang mudah dijangkau. Namun pada Life jacket tidak ada tanda yang
jelas untuk menggunakan alat ini yaitu res yang berfungsi untuk
mengencangkan.
Sedangkan untuk KLM. Mulya Bakti dari contrengTeknis Life
Jackets diketahui bahwa tidak dilakukannya suatu pelatihan dalam
penggunaan life jacket secara langsung, tidak adanya pelatihan
mengenai penggunaan life jacket, penempatan life jacket pada Kapal
KLM. Mulia Bakti sudah tepat, karena disimpan pada deck
penumpang atau tempat yang mudah dijangkau. Dan secara teknis,
life jacket yang dimiliki KLM. Mulia Bakti mampu menahan beban di
77
air sebarat 7,5 Kg besi selama 24 jam dan tahan akan cairan minyak
serta dilengkapi self ligniting light.
Untuk KLM. Putra Sorsel Mandiri dapat disimpulkan bahwa tidak
dilakukannya suatu pelatihan dalam penggunaan life jacket secara
langsung, penempatan life jacket pada Kapal KLM. Putra Sorsel
Mandiri belum tepat, tidak ada tanda yang jelas untuk menggunakan
alat ini yaitu res yang berfungsi untuk mengencangkan. Secara teknis,
life jacket yang dimiliki KLM. Putra Sorsel Mandiri tidak mampu
menahan beban di air sebarat 7,5 Kg besi selama 24 jam. Karena
kondisi lifejacket yang sudah tua. Namum masih tahan cairan minyak.
Serta tidak dilengkapi self ligniting light.
KLM. Surga Mulia dapat disimpulkan bahwa tidak dilakukannya
suatu pelatihan dalam penggunaan life jacket secara langsung,
Karena tidak adanya pelatihan mengenai penggunaan life jacket
sehingga abk belum mengetahui cara pemakaian life jacket secara
tepat dan aman, Penempatan life jacket pada Kapal KLM. Surga
Mulya belum tepat, karena disimpan pada tempat yang tidak mudah
dijangkau, secara teknis, life jacket yang dimiliki KLM. Surga Mulya
mampu menahan beban di air sebarat 7,5 Kg besi selama 24 jam dan
tahan akan cairan minyak serta dilengkapi self ligniting.
78
2. Life Bouy
Berdasarkan analisis contreng terhadap alat keselamatan lifebuoy
pada sampel KLM yang diteliti diketahui bahwa kelengkapan alat
keselamatan lifebuoy disetiap KLM sangat bervariasi. Selengkapnya
analisis contreng tentang alat keselamatan life bouy dapat pada
lampiran 3 dan 4.
Gambar 17. Kondisi Alat Keselamatan Life Bouy KLM di Paotere
Dari hasil analisis untuk KLM. Berkat Saudara diketahui bahwa
telah dilakukannya suatu pelatihan dalam penggunaan Life Bouys
secara langsung namun belum maksimal karena persoalan waktu
yang terbatas. Life Bouys yang digunakan tidak sesuai instruksi dari
pabrik karena tidak terdapat secara tetulis mengenai instruksi atau
cara pemakaiannya bila terjadi keadaan darurat. Penyimpanan Life
Bouys tersebut sudah sesuai dengan lingkungan dan posisi yang di
anjurkan yaitu disimpan pada anjungan kapal yang mudah dijangkau
dalam keadaan darurat.
Jum
lah L
ife B
ouy
79
Menurut peninjauan langsung di KLM. Berkat Saudara dimana
penyimpanan Life bouys disimpan pada anjungan dan buritan. Hal ini
sesuai persyaratan SOLAS. Warna Life bouys yaitu orange namun
tidak terdapat nama kapal. Alat keselamatan Life bouys yang dimiliki
KLM. Berkat Saudara mampu menahan beban di air seberat 14,5 kg
selama 24 jam. Hal ini sudah memenuhi persyaratan menurut SOLAS.
Lifebouy terbuat dari bahan yang bersifat mengapung dan memiliki
massa tidak kurang dari 2,5 Kg.
Untuk KLM. Cahaya Mina dapat disimpulkan hasil dari data
contreng teknis Life Bouys bahwa telah dilakukannya suatu pelatihan
dalam penggunaan Life Bouys secara langsung namun belum
maksimal karena persoalan waktu yang terbatas. Life Bouys yang
digunakan tidak sesuai instruksi dari pabrik karena tidak terdapat
secara tetulis mengenai instruksi atau cara pemakaiannya bila terjadi
keadaan darurat.
Penyimpanan Life Bouys tersebut sudah sesuai dengan
lingkungan dan posisi yang di anjurkan yaitu disimpan pada anjungan
kapal yang mudah dijangkau dalam keadaan darurat yaitu disimpan
pada anjungan dan buritan. Hal ini sesuai persyaratan SOLAS. Warna
Life bouys yaitu orange namun tidak terdapat nama kapal KLM.
Cahaya Mina. Life bouys yang dimiliki mampu menahan beban di air
seberat 14,5 kg selama 24 jam. Lifebouy terbuat dari bahan yang
bersifat mengapung dan memiliki massa tidak kurang dari 2,5 Kg.
80
KLM. Ilham Putra 03 , hasil dari data contreng Teknis Life Bouys
yaitu menurut penelitian di kapal bahwa telah dilakukannya suatu
pelatihan dalam penggunaan Life Bouys secara langsung namun
belum maksimal karena persoalan waktu yang terbatas. Life Bouys
yang digunakan tidak sesuai instruksi dari pabrik karena tidak terdapat
secara tetulis mengenai instruksi atau cara pemakaiannya bila terjadi
keadaan darurat. Penyimpanan Life Bouys tersebut sudah sesuai
dengan lingkungan dan posisi yang di anjurkan yaitu disimpan pada
anjungan kapal yang mudah dijangkau dalam keadaan darurat yaitu
disimpan pada anjungan dan buritan. Warna Life bouys yaitu orange
dan terdapat nama kapal KLM. Life bouys mampu menahan beban di
air seberat 14,5 kg selama 24 jam, hal ini sudah memenuhi
persyaratan SOLAS, Lifebouy terbuat dari bahan yang bersifat
mengapung dan memiliki massa tidak kurang dari 2,5 Kg.
KLM. Karya Bersama, Menurut penelitian di kapal bahwa telah
dilakukannya suatu pelatihan dalam penggunaan Life Bouys secara
langsung namun belum maksimal karena persoalan waktu yang
terbatas. Life Bouys yang digunakan tidak sesuai instruksi dari pabrik
karena tidak terdapat secara tetulis mengenai instruksi atau cara
pemakaiannya bila terjadi keadaan darurat. Sehingga penyesuaiannya
tidak aman bagi penumpang yang awam akan cara pemakaian Life
Bouys secara tepat dan aman. Penyimpanan Life Bouys tersebut
sudah sesuai dengan lingkungan dan posisi yang di anjurkan yaitu
81
disimpan pada anjungan kapal yang mudah dijangkau dalam keadaan
darurat. Beberapa crew kapal telah memiliki keahlian untuk
mempergunakan alat keselamatan hal tersebut dibuktian dengan telah
memiliki sertifikat keahlian yaitu BST (Basic Safety Training). Warna
Life bouys yaitu orange namun tidak terdapat nama kapal KLM. Karya
Bersama. Life bouys yang mampu menahan beban di air seberat 14,5
kg selama 24 jam sehingga hal ini sudah memenuhi persyaratan
menurut SOLAS. Lifebouy terbuat dari bahan yang bersifat
mengapung dan memiliki massa tidak kurang dari 2,5 Kg.
KLM. Mahsunah, Menurut penelitian di kapal bahwa telah
dilakukannya suatu pelatihan dalam penggunaan Life Bouys secara
langsung namun belum maksimal karena persoalan waktu yang
terbatas. Life Bouys yang digunakan tidak sesuai instruksi dari pabrik
karena tidak terdapat secara tetulis mengenai instruksi atau cara
pemakaiannya bila terjadi keadaan darurat. Penyimpanan Life Bouys
tersebut sudah sesuai dengan lingkungan dan posisi yang di anjurkan
yaitu disimpan pada anjungan kapal yang mudah dijangkau dalam
keadaan darurat. Beberapa crew kapal belum memiliki keahlian untuk
mempergunakan hal tersebut dibuktian dengan belum memiliki
sertifikat keahlian yaitu BST (Basic Safety Training). Warna Life bouys
yaitu orange namun tidak terdapat nama kapal KLM. Mahsunah. Alat
keselamatan dimiliki mampu menahan beban di air seberat 14,5 kg
selama 24 jam. Hal ini sudah memenuhi persyaratan menurut SOLAS,
82
Lifebouy terbuat dari bahan yang bersifat mengapung dan memiliki
massa tidak kurang dari 2,5 Kg.
KLM. Mulya Bakti, dapat disimpulkan bahwa belum dilakukannya
suatu pelatihan dalam penggunaan Life Bouys secara langsung.
Penyimpanan Life Bouys tersebut sudah sesuai dengan lingkungan
dan posisi yang di anjurkan yaitu disimpan pada anjungan kapal yang
mudah dijangkau dalam keadaan darurat. Beberapa crew kapal belum
memiliki keahlian untuk mempergunakan alat keselamatan hal
tersebut dibuktian dengan belum memiliki sertifikat keahlian yaitu BST
(Basic Safety Training). Menurut peninjauan langsung di KLM. Mulia
Bakti dimana penyimpanan Life bouys disimpan pada anjungan dan
buritan. Warna Life bouys yaitu orange terdapat nama kapal KLM.
Mulia Bakti. Alat keselamatan yang dimiliki mampu menahan beban di
air seberat 14,5 kg selama 24 jam. Hal ini sudah memenuhi
persyaratan menurut SOLAS, Lifebouy terbuat dari bahan yang
bersifat mengapung dan memiliki massa tidak kurang dari 2,5 Kg.
KLM. Putra Sorsel Mandiri, Menurut penelitian bahwa belum
dilakukannya suatu pelatihan dalam penggunaan Life Bouys secara
langsung. Penyimpanan Life Bouys tersebut sudah sesuai dengan
lingkungan dan posisi yang di anjurkan yaitu disimpan pada anjungan
kapal yang mudah dijangkau dalam keadaan darurat. Beberapa crew
kapal telah memiliki keahlian untuk mempergunakan alat keselamatan
hal tersebut walaupun tidak memiliki sertifikat keahlian yaitu BST
83
(Basic Safety Training). Warna Life bouys yaitu orange namun tidak
terdapat nama kapal KLM. Putra Sorsel Mandiri. Alat keselamatan
mampu menahan beban di air seberat 14,5 kg selama 24 jam.
Lifebouy terbuat dari bahan yang bersifat mengapung dan memiliki
massa tidak kurang dari 2,5 Kg.
KLM. Surga Mulia, dari data contreng teknis Life Bouys ditemukan
bahwa belum dilakukannya suatu pelatihan dalam penggunaan Life
Bouys secara langsung. Penyimpanan Life Bouys tersebut sudah
sesuai dengan lingkungan dan posisi yang di anjurkan yaitu disimpan
pada anjungan kapal yang mudah dijangkau dalam keadaan darurat.
Beberapa crew kapal telah memiliki keahlian untuk mempergunakan
alat keselamatan hal tersebut walaupun tidak memiliki sertifikat
keahlian yaitu BST (Basic Safety Training). Warna Life bouys yaitu
orange dan terdapat nama kapal KLM. Surga Mulya. Alat keselamatan
Life bouys yang dimiliki KLM. Surga Mulya mampu menahan beban di
air seberat 14,5 kg selama 24 jam dan terbuat dari bahan yang
bersifat mengapung dan memiliki massa tidak kurang dari 2,5 Kg.
3. Sekoci
Kondisi alat keselamatan berupa sekoci pada KLM di Pelabuhan
Paotere dinilai masih sangat rendah. Selengkapnya hasil contreng alat
keselamatan sekoci dapat diihat pada lampiran 5 dan 6.
84
Gambar 18. Kondisi Alat Keselamatan Sekoci KLM di Paotere
KLM. Berkat Saudara, dari hasil daftar contreng teknis sekoci (Life
Boats) diketahui bahwa tidak dilakukannya suatu pelatihan dalam
penggunaan sekoci secara langsung kepada penumpang dikarenakan
dalam pengoperasiannya dilakukan secara langsung oleh crew kapal
bila terjadi keadaan darurat. Pelatihan tersebut belum teruji oleh
karena pengoperasianya belum ditangani langsung oleh crew kapal
yang mempunyai sertifikat keahlian Basic Safety Training (BST).
Penyimpanan sekoci tersebut belum sesuai dengan lingkungan dan
posisi yang di anjurkan dimana disimpan pada sisi kiri dan sisi kanan
atas buritan kapal yang mudah diturunkan ke air. Hasil penelitian
bahwa tidak terdapat tanda yang jelas untuk kontrol memulai dan
berhenti. Menurut crew kapal tidak diberikannya tanda-tanda tersebut
karena pengoperasiannya dilakukan langsung oleh crew kapal yang
telah berpengalaman dan memiliki sertifakat keahlian bila terjadi
keadaan darurat.
Jum
lah L
ife S
ekoci
85
Secara teknis sekoci yang dimiliki tersebut tidak dapat di turunkan
pada saat kapal dalam keadaan miring 15 derajat, dengan posisi
mesin sekoci tetap terpasang di atas dewi-dewi. Hal ini dikarenakan
mesin dari sekoci yang berat sehingga susah untuk
dipindahtempatkan. Mesin penggerak sekoci milik KLM. Berkat
Saudara tidak dapat berfungsi dengan baik karena mengalami
kerusakan. Menurut ABK suatu sekoci memiliki kapasitas sebanyak 6
orang dengan panjang sekoci 5 meter dan mempunyai mesin temple
sekoci berkapasitas tenaga 5 PK, namun dengan kondisi yang sudah
berumur, sekoci tidak dapat lagi digunakan secara maksimal, pada
kenyataannya semua ABK yang dapat mengoperasikan dapat
menjalankan walaupun tidak memiliki sertifikat. Menurut informasi
yang didapatkan dikapal dari ABK bahwa tangki bahan bakar yang
dimiliki kapal memiliki kapasitas 20 liter dengan kapasitas mesin 15
PK sehingga dapat digunakan untuk berlayar terus menerus selama
24 jam.
KLM. Cahaya Mina, dari hasil contreng teknis sekoci (Life Boats)
yaitu Menurut penelitian bahwa tidak dilakukannya suatu pelatihan
dalam penggunaan sekoci secara langsung kepada penumpang
dikarenakan dalam pengoperasiannya dilakukan secara langsung oleh
crew kapal bila terjadi keadaan darurat. Tidak sesuai instruksi dari
pabrik, karena mesin temple dari sekoci terpisah, bilamana terjadi
keadaan darurat memerlukan waktu yang lama untuk memasang
86
mesin tersebut sehingga penyesuaiannya tidak aman bagi
penumpang. Penyimpanan sekoci tersebut belum sesuai dengan
lingkungan dan posisi yang di anjurkan dimana disimpan pada sisi kiri
dan sisi kanan atas buritan kapal yang mudah diturunkan ke air.
Sesuai peraturan Menteri perhubungan, setiap crew kapal harus
memiliki sertifikat keahlian yaitu BST (Basic Safety Training) yang
mengajarkan tentang penggunaan peralatan keselamatan di atas
kapal dan sebagai dasar untuk mendapatkan buku pelaut sebagai
identitas seorang crew kapal namun pada kenyatannya hanya
sebagian kecil crew yang memiliki sertifikat keahlian. Pada sekoci
tersebut tidak dapat di turunkan pada saat kapal dalam keadaan
miring 15 derajat. Menurut ABK suatu sekoci memiliki kapasitas
sebanyak 6 orang dengan panjang sekoci 5 meter dan mempunyai
mesin temple sekoci berkapasitas tenaga 5 PK, namun dengan
kondisi yang sudah berumur, sekoci tidak dapat lagi digunakan secara
maksimal Menurut informasi ABK kapal bahwa yang bisa
menjalankan sekoci adalah ABK yang telah ditunjuk dan memiliki
sertifikat keahlian Basic Safety Training (BST). Namun pada
kenyataannya semua ABK yang dapat mengoperasikan dapat
menjalankan walaupun tidak memiliki sertifikat. Menurut informasi
yang didapatkan dikapal dari ABK bahwa tangki bahan bakar yang
dimiliki kapal memiliki kapasitas 20 liter dengan kapasitas mesin 15
87
PK sehingga dapat digunakan untuk berlayar terus menerus selama
24 jam.
KLM. Ilham Putra 03, Adapun kesimpulan hasil dari data contreng
teknis sekoci (Life Boats) yaitu Menurut penelitian di kapal bahwa
telah dilakukannya suatu pelatihan dalam penggunaan sekoci secara
langsung. Pelatihan tersebut belum teruji oleh karena
pengoperasianya belum ditangani langsung oleh crew kapal yang
mempunyai sertifikat keahlian Basic Safety Training (BST). Tidak
sesuai instruksi dari pabrik, karena mesin temple dari sekoci terpisah,
bilamana terjadi keadaan darurat memerlukan waktu yang lama untuk
memasang mesin tersebut. Penyimpanan sekoci tersebut belum
sesuai dengan lingkungan dan posisi yang di anjurkan dimana
disimpan pada sisi kiri dan sisi kanan atas buritan kapal yang mudah
diturunkan ke air. Secara teknis sekoci yang dimiliki tidak dapat di
turunkan pada saat kapal dalam keadaan miring 15 derajat. Mesin
penggerak sekoci tidak dapat berfungsi dengan baik karena
mengalami kerusakan. Menurut ABK suatu sekoci memiliki kapasitas
sebanyak 6 orang dengan panjang sekoci 5 meter dan mempunyai
mesin temple sekoci berkapasitas tenaga 5 PK, namun dengan
kondisi yang sudah berumur, sekoci tidak dapat lagi digunakan secara
maksimal. Menurut informasi yang didapatkan dikapal dari ABK
bahwa tangki bahan bakar yang dimiliki kapal memiliki kapasitas 20
88
liter dengan kapasitas mesin 15 PK sehingga dapat digunakan untuk
berlayar terus menerus selama 24 jam.
KLM. Karya Bersama, berdasarkan hasil data contreng teknis
sekoci (Life Boats) yaitu Menurut penelitian di kapal bahwa telah
dilakukannya suatu pelatihan dalam penggunaan sekoci secara
langsung. Pelatihan tersebut belum teruji oleh karena
pengoperasianya belum ditangani langsung oleh crew kapal yang
mempunyai sertifikat keahlian Basic Safety Training (BST) sehingga
penyesuaiannya tidak aman bagi penumpang. Penyimpanan sekoci
tersebut belum sesuai dengan lingkungan dan posisi yang di anjurkan
dimana disimpan pada sisi kiri dan sisi kanan atas buritan kapal yang
mudah diturunkan ke air, tidak terdapat tanda yang jelas untuk kontrol
memulai dan berhenti. Menurut crew kapal tidak diberikannya tanda-
tanda tersebut karena pengoperasiannya dilakukan langsung oleh
crew kapal yang telah berpengalaman dan memiliki sertifakat keahlian
bila terjadi keadaan darurat.
Secara teknis, sekoci tersebut dapat di turunkan pada saat kapal
dalam keadaan miring 15 derajat dengan, mesin penggerak sekoci
dapat berfungsi dengan baik. Menurut ABK suatu sekoci memiliki
kapasitas sebanyak 6 orang dengan panjang sekoci 5 meter dan
mempunyai mesin temple sekoci berkapasitas tenaga 5 PK, namun
dengan kondisi yang sudah berumur, sekoci tidak dapat lagi
digunakan secara maksimal. Menurut informasi yang didapatkan
89
dikapal dari ABK bahwa tangki bahan bakar yang dimiliki kapal
memiliki kapasitas 15 liter dengan kapasitas mesin 15 PK sehingga
tidak dapat digunakan untuk berlayar terus menerus selama 24 jam.
KLM. Mahsunah, dari data contreng teknis sekoci (Life Boats)
yaitu Menurut penelitian di kapal bahwa belum pernah dilakukannya
suatu pelatihan dalam penggunaan sekoci secara langsung, namun
belum teruji oleh karena pengoperasianya belum ditangani langsung
oleh crew kapal yang mempunyai sertifikat keahlian Basic Safety
Training (BST). Mesin temple dari sekoci terpisah, bilamana terjadi
keadaan darurat memerlukan waktu yang lama untuk memasang
mesin tersebut. Penyimpanan sekoci tersebut telah sesuai dengan
lingkungan dan posisi yang di anjurkan dimana disimpan pada sisi kiri
dan sisi kanan atas buritan kapal yang mudah diturunkan ke air. Dapat
di turunkan pada saat kapal dalam keadaan miring 15 derajat dengan
mesin penggerak dapat berfungsi dengan baik. Menurut ABK suatu
sekoci memiliki kapasitas sebanyak 6 orang dengan panjang sekoci 5
meter dan mempunyai mesin temple sekoci berkapasitas tenaga 5
PK, namun dengan kondisi yang sudah berumur, sekoci tidak dapat
lagi digunakan secara maksimal. Tangki bahan bakar yang dimiliki
kapal memiliki kapasitas 15 liter dengan kapasitas mesin 15 PK
sehingga tidak dapat digunakan untuk berlayar terus menerus selama
24 jam.
90
KLM. Mulya Bakti, kesimpulan hasil dari data contreng teknis
sekoci (Life Boats) yaitu Menurut penelitian di kapal bahwa belum
pernah dilakukannya suatu pelatihan dalam penggunaan sekoci
secara langsung. Pelatihan tersebut belum teruji oleh karena
pengoperasianya belum ditangani langsung oleh crew kapal yang
mempunyai sertifikat keahlian Basic Safety Training (BST).
Penyimpanan sekoci tersebut telah sesuai dengan lingkungan dan
posisi yang di anjurkan dimana disimpan pada sisi kiri dan sisi kanan
atas buritan kapal yang mudah diturunkan ke air. pada sekoci tidak
memiliki kontrol lain serta kelengkapan lainnya pada muatan sekoci,
dapat di turunkan pada saat kapal dalam keadaan miring 15 derajat
Menurut ABK suatu sekoci memiliki kapasitas sebanyak 6 orang
dengan panjang sekoci 5 meter dan mempunyai mesin temple sekoci
berkapasitas tenaga 5 PK, namun dengan kondisi yang sudah
berumur, sekoci tidak dapat lagi digunakan secara maksimal. Posisi
sekoci yang dipasang tidak membahayakan proppeler bilamana
diturunkan ke air. Menurut peninjuan langsung di kapal
penyimpanannya sesuai dengan persyaratan SOLAS yaitu disimpan
pada sisi kanan buritan sehingga bila diturunkan tidak membahayakan
propeller. Menurut informasi yang didapatkan dikapal dari ABK bahwa
tangki bahan bakar yang dimiliki kapal memiliki kapasitas 15 liter
dengan kapasitas mesin 15 PK sehingga tidak dapat digunakan untuk
berlayar terus menerus selama 24 jam.
91
KLM. Putra Sorsel Mandiri, dari data contreng teknis sekoci
(Life Boats) yaitu menurut penelitian di kapal bahwa belum pernah
dilakukannya suatu pelatihan dalam penggunaan sekoci secara
langsung. Mesin temple dari sekoci terpisah, bilamana terjadi keadaan
darurat memerlukan waktu yang lama untuk memasang mesin
tersebut. Penyimpanan sekoci tersebut telah sesuai dengan posisi
yang di anjurkan dimana disimpan pada sisi kiri dan sisi kanan atas
buritan kapal yang mudah diturunkan ke air. Hasil penelitian bahwa
tidak terdapat tanda yang jelas untuk kontrol memulai dan berhenti.
Menurut crew kapal tidak diberikannya tanda-tanda tersebut karena
pengoperasiannya dilakukan langsung oleh crew kapal yang telah
berpengalaman dan memiliki sertifakat keahlian bila terjadi keadaan
darurat. Secara teknis, sekoci tersebut dapat di turunkan pada saat
kapal dalam keadaan miring 15 derajat dengan mesin penggerak
sekoci dapat berfungsi dengan baik.
Menurut ABK suatu sekoci memiliki kapasitas sebanyak 6 orang
dengan panjang sekoci 5 meter dan mempunyai mesin temple sekoci
berkapasitas tenaga 5 PK, namun dengan kondisi yang sudah
berumur, sekoci tidak dapat lagi digunakan secara maksimal. Menurut
informasi yang didapatkan dikapal dari ABK bahwa tangki bahan
bakar yang dimiliki kapal memiliki kapasitas 15 liter dengan kapasitas
mesin 15 PK sehingga tidak dapat digunakan untuk berlayar terus
menerus selama 24 jam.
92
KLM. Surga Mulia, hasil contreng teknis sekoci (Life Boats) yaitu
menurut penelitian di kapal bahwa belum pernah dilakukannya suatu
pelatihan dalam penggunaan sekoci secara langsung. Mesin temple
dari sekoci terpisah, bilamana terjadi keadaan darurat memerlukan
waktu yang lama untuk memasang mesin tersebut, penyesuaiannya
tidak aman bagi penumpang. Penyimpanan sekoci tersebut telah
sesuai dengan lingkungan dan posisi yang di anjurkan dimana
disimpan pada sisi kiri dan sisi kanan atas buritan kapal yang mudah
diturunkan ke air. Secara teknis sekoci yang dimiliki dapat di turunkan
pada saat kapal dalam keadaan miring 15 derajat dan dapat berfungsi
dengan baik. Menurut ABK suatu sekoci memiliki kapasitas sebanyak
6 orang dengan panjang sekoci 5 meter dan mempunyai mesin temple
sekoci berkapasitas tenaga 5 PK, namun dengan kondisi yang sudah
berumur, sekoci tidak dapat lagi digunakan secara maksimal .
Posisi sekoci yang dipasang tidak membahayakan proppeler
bilamana diturunkan ke air. Menurut peninjauan langsung di kapal
penyimpanannya sesuai dengan persyaratan SOLAS yaitu disimpan
pada sisi kanan buritan sehingga bila diturunkan tidak membahayakan
propeller. Menurut informasi yang didapatkan dikapal dari ABK bahwa
tangki bahan bakar yang dimiliki kapal memiliki kapasitas 15 liter
dengan kapasitas mesin 15 PK sehingga tidak dapat digunakan untuk
berlayar terus menerus selama 24 jam.
93
Dari penjelasan analisis contreng terhadap sampel Kapal Layar Motor
(KML) di Pelabuhan Paotere (lampiran 1 – 6) maka ditemukan kondisi
kelengkapan untuk setiap KLM seperti yang diperlihatkan pada tabel
berikut ini.
Tabel 21. Persentase Kondisi Kelengkapan alat keselamatan KLM di Pelabuhan Paotere
Nama Kapal Layar Motor
(KLM)
Life Jacket Life bouy Sekoci
Adm
inis
trasi a
lat
kesela
mata
n
Teknis
Ala
t
Kesela
mata
n
Adm
inis
trasi a
lat
kesela
mata
n
Teknis
Ala
t
Kesela
mata
n
Adm
inis
trasi a
lat
kesela
mata
n
Teknis
Ala
t
Kesela
mata
n
KLM. Berkat Saudara 0,00 33,33 0,00 50,00 0,00 12,50
KLM. Cahaya Mina 0,00 33,33 0,00 41,60 0,00 12,50
KLM. Ilham Putra 0,00 9,09 0,00 50,00 0,00 18,70
KLM. Karya Bersama 0,00 36,30 0,00 41,60 0,00 31,25
KLM. Mahsunah 0,00 36,30 0,00 33,30 0,00 37,50
KLM .Mulia Bakti 0,00 50,00 0,00 41,60 0,00 37,50
KLM. Putra Sorsel Mandiri 0,00 16,67 0,00 41,60 0,00 37,50
KLM. Surga Mulya 0,00 33,30 0,00 33,30 0,00 31,25
Rata-rata 0,00 31,04 0,00 41,63 0,00 27,34 Sumber: Hasil Analisis, 2012
Catatan kategori: 81 - 100 = Sangat Baik/Sangat Tinggi
61 - 80 = Baik/Tinggi
41 - 60 = Cukup Baik/Cukup Tinggi
21 - 40 = Kurang Baik/Rendah
0 - 20 = Tidak Baik/Rendah Sekali
Dari tabel diatas diketahui bahwa tingkat kelengkapan alat keselamatan
Kapal Layar Motor (KLM) di Pelabuhan Paotere untuk kategori
administrasi alat keselamatan berada pada kategori tidak baik/rendah
sekali (0%) untuk semua alat keselamatan. Sedangkan untuk kategori
teknis alat keselamatan berada pada kategori kurang baik life jacket
94
dan sekoci (32,08% dan 27,34%) dan alat lifebouy berada pada
kategori cukup baik (41,63%).
Selain daftar contreng kondisi alat keselamatan KLM ditinjau dari
administrasi alat keselamatan dan teknis alat keselamatan (tabel 21),
juga dilakukan daftar contreng kelengkapan keseluruhan alat
keselamatan berdasarkan SK Dirjen Perhubungan Laut No. PY.66/1/2-
2002 tentang “Persyaratan Keselamatan bagi Kapal Layar Motor (KLM)
berukuran Tonase Kotor sampai GT 500”. Dimana hasil contreng
tersebut memberikan gambaran alat keselamatan apa yang secara
kuantitas masih dirasakan kurang.
Secara keseluruhan dengan melihat kondisi eksisting untuk setiap alat
keselamatan, dapat dikatakan bahwa secara kuantitas masih sangat
kurang dengan deviasi kekurangan antara 50 sampai 100 % untuk
beberapa alat keselamatan (Fire House Box, Botol pemadam, lampu
sekoci, paracut signal, hand flare, smoke signal, dan baju tahan api).
Selengkapnnya dapat dilihat pada tabel 22 berikut ini.
95
Tabel 22. Hasil Contreng Kelengkapan Alat Keselamatan KLM di Pelabuhan Paotere berdasarakan SK Dirjen Perhubungan Laut No.
PY.66/1/2-2002 tentang “Persyaratan Keselamatan bagi Kapal Layar Motor (KLM) berukuran Tonase Kotor sampai GT 500”
Jenis Alat Keselamatan
Standar Pelayanan Keselamatan
Jenis KLM
Berkat Saudara Cahaya Mina Ilham Putra Karya Bersama
Eksisting Deviasi Eksisting Deviasi Eksisting Deviasi Eksisting Deviasi
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Fire House Box
2 buah @ 9 liter
1 50 1 50 1 50 1 50 - 0 2 100 - 0 2 100
Botol Pemadam
1 buah 1 100 0 0 2 100 0 0 3 100 0 0 1 100 0 0
Life jacket Sebanyak jumlah ABK
9 (8) 100 0 0 7 (7) 100 0 0 12 (9) 100 0 0 9 (11) 81,81 2 18,19
Life Bouy Min. 2 buah 4 100 0 0 3 100 0 0 4 100 0 0 4 100 0 0
Sekoci 1 buah 1 100 0 0 1 100 0 0 3 100 0 0 1 100 0 0
Lampu Sekoci
1 buah - 0 1 100 - 0 1 100 - 0 1 100 - 0 1 100
Para Chut Signal
2 buah 1 50 1 50 4 100 0 0 1 50 1 50 1 50 1 50
Hand Flare 4 buah 1 25 3 75 4 100 0 0 1 25 3 75 1 25 3 75
Smoke Signal
2 buah 1 50 1 50 4 100 0 0 1 50 1 50 1 50 1 50
Pelontar Tali
1 buah 1 100 0 0 1 100 0 0 1 100 0 0 2 100 0 0
Baju Tahan Api
2 buah - 0 2 100 - 0 2 100 - 0 2 100 - 0 2 100
Alat Komunikasi (Radio)
Min. 4 frekuensi saluran
1 100 0 0 1 100 0 0 1 100 0 0 1 100 0 0
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Keterangan: Life jacket ……(……) jumlah eksisting (jumlah ABK)
Alat Komunikasi berupa radio, ada namun kenyataannya tidak berfungsi dgn baik
96
Lanjutan Tabel 22. Hasil Contreng Kelengkapan Alat Keselamatan KLM di Pelabuhan Paotere berdasarakan SK Dirjen Perhubungan
Laut No. PY.66/1/2-2002 tentang “Persyaratan Keselamatan bagi Kapal Layar Motor (KLM) berukuran Tonase Kotor
sampai GT 500”
Jenis Alat Keselamatan
Standar Pelayanan
Keselamatan
Jenis KLM
Mahsunah Mulia Bakti Putra Sorsel Mandiri Surga Mulya
Eksisting Deviasi Eksisting Deviasi Eksisting Deviasi Eksisting Deviasi
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Fire House Box
2 buah @ 9 liter
- 0 2 100 - 0 2 100 - 0 2 100 - 0 2 100
Botol Pemadam
1 buah 2 100 0 0 1 100 0 0 4 100 0 0 2 100 0 0
Life jacket Sebanyak
jumlah ABK 8 (11) 100 0 0 9 (10) 100 0 0 8 (10) 100 0 0 6 (7) 100 0 0
Life Bouy Min. 2 buah 11 100 0 0 6 100 0 0 4 100 0 0 4 100 0 0
Sekoci 1 buah 1 100 0 0 3 100 0 0 1 100 0 0 1 100 0 0
Lampu Sekoci
1 buah - 0 1 100 - 0 1 100 - 0 1 100 - 0 1 100
Para Chut Signal
2 buah 1 50 1 50 1 50 1 50 1 50 1 50 1 50 1 50
Hand Flare 4 buah 1 25 3 75 2 50 2 50 1 25 3 75 1 25 3 75
Smoke Signal
2 buah 1 50 1 50 1 50 1 50 1 50 1 50 2 100 0 0
Pelontar Tali
1 buah 1 100 0 0 1 100 0 0 1 100 0 0 1 100 0 0
Baju Tahan Api
2 buah - 0 2 100 - 0 2 100 - 0 2 100 - 0 2 100
Alat Komunikasi
Min. 4 frekuensi saluran
1 100 0 0 1 100 0 0 1 100 0 0 1 100 0 0
Sumber: Hasil Analisis, 2013 Keterangan: Life jacket ……(……) jumlah eksisting (jumlah ABK) Alat Komunikasi berupa radio, ada namun kenyataannya tidak berfungsi dgn baik
97
D. Strategi Peningkatan Keselamatan KLM
Upaya meningkatan keselamatan KLM khususnya di Pelabuhan
Paotere dilakukan dengan menyesuaikan kondisi eksisting dengan kondisi
yang diharapkan. Strategi yang dipergunakan dalam penelitian ini dengan
menggunakan pendekatan analisis SWOT (Strength, Weakness,
Opportunity, and Threat).
Analisis SWOT ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor
internal dan eksternal. Faktor internal meliputi kekuatan dan kelemahan
sedangkan faktor eksternal meliputi peluang dan ancaman. Tahap
pengambilan data ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang
menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dilakukan
dengan wawancara terhadap ahlinya atau analisis kuantitatif. Matriks
SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman
yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki, sehingga dapat dirumuskan langkah-langkah yang strategis dalam
upaya mengurangi jumlah kecelakaan KLM di Pelabuhan Paotere pada
tahun-tahun mendatang.
1. Faktor Internal
a. Kekuatan
Faktor kekuatan dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1) Komitmen yang kuat dari pemerintah dalam mengurangi tingkat
kecelakaan transportasi laut khususnya di Pelabuhan Paotere.
98
2) Jumlah (kuantitas) sumber daya manusia di pelabuhan dalam
pelaksanaan prosedur keselamatan.
3) Kelengkapan alat keselamatan pada setiap kapal.
4) Keberadaan lembaga yang menangani masalah keselamatan
pelayaran di Pelabuhan Makassar.
b. Kelemahan
Faktor kelemahan antara lain:
1) Koordinasi antar instansi terkait keselamatan pelayaran masih
rendah hal terlihat tidak adanya keterpaduan rencana kegiatan.
2) Kuantitas SDM yang besar tidak dibarengi oleh kualitas SDM
yang memadai dalam upaya pelaksanaan prosedur
keselamatan.
3) Kondisi fisik alat keselamatan dan peralatan navigasi yang
berumur tua sehingga sangat riskan terhadap dampak dari alam
ketika kapal berlayar.
4) Kurangnya dukungan finansial dari pemerintah terkait
pembiayaan sistem keselamatan navigasi pelayaran.
2. Faktor eksternal
a. Peluang
Faktor peluang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1) Undang-undang No.17 tahun 2008 tentang pelayaran. Serta
peraturan-peraturan lain berupa keputusan Dirjen
Perhubungan laut yang berhubungan dengan keselamatan
99
transportasi laut.
2) Kondisi wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah
perairan yang menyebabkan 77% pelaksanaan sektor
transportasi memanfaatkan transportasi laut.
3) Banyaknya potensi unggulan wilayah di Provinsi Sulawesi
Selatan dan daerah hinterland disekitarnya yang berpotensi
menggunakan transportasi laut untuk melakukan
pendistribusian logistik dari dan keluar pulau Sulawesi.
4) Permintaan mobilitas orang dan barang dalam mengunakan
transportasi laut khususnya di Pelabuhan menunjukkan
peningkatan yang signifikan.
b. Ancaman
Faktor ancaman meliputi sebagai berikut:
1) Faktor alam/cuaca yang terkadang menjadi penyebab
terjadinya kecelakaan kapal.
2) Besarnya mobilitas barang dan manusia terkadang tidak
didukung oleh sarana yang ada atau belum terwadahi dengan
baik.
3. Pembobotan unsur-unsur SWOT
Dengan melihat unsur-unsur yang dimiliki dalam analisa SWOT
selanjutnya dilakukan pembobotan terhadap unsur-unsur yang telah
diidentifikasi sebelumnya, sehingga dapat di ketahui posisi kondisi
100
pelayanan keselamatan transportasi laut di Pelabuhan Paotere dan
strategi apa yang cocok digunakan untuk mengatasi permasalahan
yang ada.
Perhitungan bobot faktor internal dan eksternal dengan cara
memberi nilai pada kekuatan, peluang, kelemahan dan ancaman.
1) Faktor pendorong (kekuatan dan peluang)
- Nilai 1 sangat kurang
- Nilai 2 kurang kuat
- Nilai 3 cukup kuat
- Nilai 4 kuat
- Nilai 5 sangat kuat
2) Faktor hambatan (kelemahan dan ancaman)
- Nilai 1 sangat kecil
- Nilai 2 kecil
- Nilai 3 cukup
- Nilai 4 besar
- Nilai 5 sangat besar
Sedangkan nilai rating diperoleh dengan memberikan nilai
pada faktor internal dan eksternal dengan skala penilaian sebagai
berikut:
- Nilai 1 sangat kurang pengaruhnya
- Nilai 2 kurang pengaruhnya
101
- Nilai 3 cukup pengaruhnya
- Nilai 4 besar pengaruhnya
- Nilai 5 sangat besar pengaruhnya
Perhitungan bobot faktor internal (kekuatan dan kelemahan)
yang diindentifikasi ada sebanyak 8, terdiri dari 4 kekuatan dan 4
kelemahan terinci pada Tabel 23.
Tabel 23. Nilai faktor internal
Faktor internal Nilai
faktor
A. Kekuatan
Komitmen yang kuat dari pemerintah dalam mengurangi tingkat kecelakaan transportasi laut khususnya di Pelabuhan Makassar.
4
Jumlah (kuantitas) sumber daya manusia di pelabuhan dalam pelaksanaan prosedur keselamatan.
4
Kelengkapan alat keselamatan pada setiap kapal. 3
Keberadaan lembaga yang menangani masalah keselamatan pelayaran di Pelabuhan Paotere.
3
B. Kelemahan
Koordinasi antar instansi terkait keselamatan pelayaran masih rendah hal terlihat tidak adanya keterpaduan rencana kegiatan.
2
Kuantitas SDM yang besar tidak dibarengi oleh kualitas SDM yang memadai dalam upaya pelaksanaan prosedur keselamatan.
3
Kondisi fisik alat keselamatan dan peralatan navigasi yang berumur tua sehingga sangat riskan terhadap dampak dari alam ketika kapal berlayar.
3
Kurangnya dukungan finansial dari pemerintah terkait pembiayaan sistem keselamatan navigasi pelayaran.
4
Jumlah 26
Sumber: Hasil analisis, 2012
Selanjutnya untuk mendapatkan bobot faktor dengan cara membagi
nilai faktor dengan jumlah nilai faktor:
Bobot faktor Komitmen yang kuat dari pemerintah 4 : 26 = 0,154
102
dalam mengurangi tingkat kecelakaan transportasi
laut khususnya di Pelabuhan Paotere.
Bobot faktor Jumlah (kuantitas) sumber daya
manusia di pelabuhan dalam pelaksanaan prosedur
keselamatan.
4 : 26 = 0,154
Bobot faktor Kelengkapan alat keselamatan pada
setiap kapal. 2 : 26 = 0,077
Bobot faktor Keberadaan lembaga yang menangani
masalah keselamatan pelayaran di Pelabuhan
Makassar.
3 : 26 = 0,115
Bobot faktor Koordinasi antar instansi terkait
keselamatan pelayaran masih rendah hal terlihat
tidak adanya keterpaduan rencana kegiatan.
2 : 26 = 0,077
Bobot faktor Kuantitas SDM yang besar tidak
dibarengi oleh kualitas SDM yang memadai dalam
upaya pelaksanaan prosedur keselamatan.
3 : 26 = 0,115
Bobot faktor Kondisi fisik alat keselamatan dan
peralatan navigasi yang berumur tua sehingga
sangat riskan terhadap dampak dari alam ketika
kapal berlayar.
3 : 26 = 0,115
Bobot faktor Kurangnya dukungan finansial dari
pemerintah terkait pembiayaan sistem keselamatan
navigasi pelayaran.
4 : 26 = 0,154
Setelah mendapatkan hasil bobot faktor, selanjutnya untuk
memperoleh nilai score terlebih dahulu dengan menentukan nilai rating
tiap faktor.
103
Tabel 24. Nilai rating faktor internal
Faktor internal Rating
A. Kekuatan
Komitmen yang kuat dari pemerintah dalam mengurangi tingkat kecelakaan transportasi laut khususnya di Pelabuhan Makassar.
5
Jumlah (kuantitas) sumber daya manusia di pelabuhan dalam pelaksanaan prosedur keselamatan.
3
Kelengkapan alat keselamatan pada setiap kapal. 3
Keberadaan lembaga yang menangani masalah keselamatan pelayaran di Pelabuhan Makassar.
3
B. Kelemahan
Koordinasi antar instansi terkait keselamatan pelayaran masih rendah hal terlihat tidak adanya keterpaduan rencana kegiatan.
2
Kuantitas SDM yang besar tidak dibarengi oleh kualitas SDM yang memadai dalam upaya pelaksanaan prosedur keselamatan.
3
Kondisi fisik kapal dan peralatan navigasi yang berumur tua sehingga sangat riskan terhadap dampak dari alam ketika kapal berlayar.
3
Kurangnya dukungan finansial dari pemerintah terkait pembiayaan sistem keselamatan navigasi pelayaran.
4
Sumber: Hasil analisis, 2012
Perhitungan bobot faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang
diidentifikasi ada sebanyak 6, terdiri dari 4 peluang dan 2 ancaman terinci
pada Tabel 25.
Tabel 25. Nilai faktor eksternal
Faktor eksternal Nilai
faktor
A. Peluang
Undang-undang No.17 tahun 2008 tentang pelayaran. Serta peraturan-peraturan lain berupa keputusan Dirjen Perhubungan laut yang berhubungan dengan keselamatan transportasi laut.
4
Kondisi wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah perairan yang menyebabkan 77% pelaksanaan sektor transportasi memanfaatkan transportasi laut.
3
Banyaknya potensi unggulan wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan dan daerah hinterland disekitarnya yang berpotensi menggunakan transportasi laut untuk melakukan pendistribusian logistik dari dan keluar pulau Sulawesi.
3
Permintaan mobilitas orang dan barang dalam mengunakan transportasi laut khususnya di Pelabuhan menunjukkan
3
104
Faktor eksternal Nilai
faktor
peningkatan yang signifikan.
B. Ancaman
Faktor alam/cuaca yang terkadang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kapal.
3
Besarnya mobilitas barang dan manusia terkadang tidak didukung oleh sarana yang ada atau belum terwadahi dengan baik.
4
Jumlah 20 Sumber: Hasil analisis, 2012
Untuk mendapatkan bobot faktor dengan cara membagi nilai faktor
dengan jumlah nilai faktor:
Undang-undang No.17 tahun 2008 tentang
pelayaran. Serta peraturan-peraturan lain berupa
keputusan Dirjen Perhubungan laut yang
berhubungan dengan keselamatan transportasi laut.
4 : 20 = 0,2
Kondisi wilayah Indonesia yang sebagian besar
adalah perairan yang menyebabkan 77%
pelaksanaan sektor transportasi memanfaatkan
transportasi laut.
3 : 20 = 0,15
Banyaknya potensi unggulan wilayah di Provinsi
Sulawesi Selatan dan daerah hinterland disekitarnya
yang berpotensi menggunakan transportasi laut
untuk melakukan pendistribusian logistik dari dan
keluar pulau Sulawesi.
3 : 20 = 0,15
Permintaan mobilitas orang dan barang dalam
mengunakan transportasi laut khususnya di
Pelabuhan menunjukkan peningkatan yang
signifikan.
3 : 20 = 0,15
Faktor alam/cuaca yang terkadang menjadi
penyebab terjadinya kecelakaan kapal. 3 : 20 = 0,15
Besarnya mobilitas barang dan manusia terkadang 4 : 20 = 0,2
105
tidak didukung oleh sarana yang ada atau belum
terwadahi dengan baik.
Setelah mendapatkan hasil bobot faktor, selanjutnya untuk
memperoleh nilai score terlebih dahulu dengan menentukan nilai rating
tiap faktor.
Tabel 26. Nilai rating faktor eksternal
Faktor eksternal Rating
A. Peluang
Undang-undang No.17 tahun 2008 tentang pelayaran. Serta peraturan-peraturan lain berupa keputusan Dirjen Perhubungan laut yang berhubungan dengan keselamatan transportasi laut.
3
Kondisi wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah perairan yang menyebabkan 77% pelaksanaan sektor transportasi memanfaatkan transportasi laut.
3
Banyaknya potensi unggulan wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan dan daerah hinterland disekitarnya yang berpotensi menggunakan transportasi laut untuk melakukan pendistribusian logistik dari dan keluar pulau Sulawesi.
2
Permintaan mobilitas orang dan barang dalam mengunakan transportasi laut khususnya di Pelabuhan menunjukkan peningkatan yang signifikan.
3
B. Ancaman
Faktor alam/cuaca yang terkadang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kapal.
3
Besarnya mobilitas barang dan manusia terkadang tidak didukung oleh sarana yang ada atau belum terwadahi dengan baik.
4
Sumber: Hasil analisis, 2012
Perhitungan score faktor internal dan ekternal diperoleh dengan
cara mengalikan antara nilai bobot dan rating yang selengkapnya dapat
dilihat pada matriks pembobotan tabel berikut ini.
106
Tabel 27. Matriks pembobotan dalam proses analisis SWOT
Faktor Bobot faktor Rating Score
Internal
A. Kekuatan
Komitmen yang kuat dari pemerintah dalam mengurangi tingkat kecelakaan transportasi laut khususnya di Pelabuhan Makassar.
0,154 5 0,77
Jumlah (kuantitas) sumber daya manusia di pelabuhan dalam pelaksanaan prosedur keselamatan.
0,154 3 0,46
Kelengkapan alat keselamatan pada setiap kapal. 0,077 3 0,23
Keberadaan lembaga yang menangani masalah keselamatan pelayaran di Pelabuhan Makassar.
0,115 3 0,35
Jumlah score kekuatan 1,81
B. Kelemahan
Koordinasi antar instansi terkait keselamatan pelayaran masih rendah hal terlihat tidak adanya keterpaduan rencana kegiatan.
0,077 2 0,15
Kuantitas SDM yang besar tidak dibarengi oleh kualitas SDM yang memadai dalam upaya pelaksanaan prosedur keselamatan.
0,115 3 0,35
Kondisi fisik alat keselamatan dan peralatan
navigasi yang berumur tua sehingga sangat riskan terhadap dampak dari alam ketika kapal berlayar.
0,115 3 0,35
Kurangnya dukungan finansial dari pemerintah terkait pembiayaan sistem keselamatan navigasi pelayaran.
0,154 4 0,62
Koordinasi antar instansi terkait keselamatan pelayaran masih rendah hal terlihat tidak adanya keterpaduan rencana kegiatan.
1,47
Total score kekuatan-kelemahan 0,34
Eksternal
A. Peluang
Undang-undang No.17 tahun 2008 tentang pelayaran. Serta peraturan-peraturan lain berupa keputusan Dirjen Perhubungan laut yang berhubungan dengan keselamatan transportasi laut.
0,148 3 0,44
Kondisi wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah perairan yang menyebabkan 77% pelaksanaan sektor transportasi memanfaatkan transportasi laut.
0,111 3 0,33
Banyaknya potensi unggulan wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan dan daerah hinterland disekitarnya yang berpotensi menggunakan transportasi laut untuk melakukan pendistribusian logistik dari dan keluar pulau Sulawesi.
0,111 2 0,22
Permintaan mobilitas orang dan barang dalam mengunakan transportasi laut khususnya di Pelabuhan menunjukkan peningkatan yang signifikan.
0,111 3 0,33
Jumlah Score peluang 1,32
107
Faktor Bobot faktor Rating Score
B. Ancaman
Faktor alam/cuaca yang terkadang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kapal.
0,111 3 0,33
Besarnya mobilitas barang dan manusia terkadang tidak didukung oleh sarana yang ada atau belum terwadahi dengan baik.
0,148 4 0,59
Jumlah score ancaman 0,92
Total score peluang-ancaman 0,40
Sumber: Hasil analisis, 2012
Dari matriks pembobotan SWOT dapat diketahui bahwa posisi
internal dan eksternal terletak di kuadran I yaitu titik koordinat (0,34
;0,40) pada strategi SO. selanjutnya dapat dilihat pada gambar 48.
1
,
3
2
1
,
8
1
1
,
4
7
Gambar 19. Diagram analisis SWOT
SWOT
Peluang (O)
Kelemahan (W)
Ancaman (T)
Kekuatan (S)
Kuadran I Kuadran III
Kuadran II Kuadran IV
V
(0,34; 0,40)
Posisi Pembobotan SWOT Keselamatan Transportasi KLM
108
4. Tahap analisis
Tahap selanjutnya adalah menggunakan model matriks SWOT.
Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
ancaman (eksternal) terhadap peningkatan pelayanan alat keselamatan
transportasi di Pelabuhan Paotere yang disesuaikan dengan kekuatan
dan kelemahan (internal) yang dimilikinya. Matriks tersebut menghasilkan
empat alternatif strategis, dapat dilihat pada tabel berikut.
109
Faktor internal
Kekuatan (S)
Komitmen yang kuat dari pemerintah dalam mengurangi tingkat kecelakaan transportasi laut khususnya di Pelabuhan Paotere.
Kuantitas sumber daya manusia di pelabuhan dalam pelaksanaan prosedur keselamatan.
Kelengkapan alat keselamatan pada setiap kapal.
Keberadaan lembaga yang menangani masalah keselamatan pelayaran di Pelabuhan Paotere.
Kelemahan (W)
Koordinasi antar instansi terkait keselamatan pelayaran masih rendah hal terlihat tidak adanya keterpaduan rencana kegiatan.
Kuantitas SDM yang besar tidak dibarengi oleh kualitas SDM yang memadai
Kondisi fisik kapal dan peralatan navigasi yang berumur tua
Kurangnya dukungan finansial dari pemerintah terkait pembiayaan sistem keselamatan navigasi pelayaran.
Peluang (O)
i. Undang-undang No.17 tahun 2008 tentang pelayaran. Serta peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan keselamatan
ii. Kondisi wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah perairan yang menyebabkan 77% pelaksanaan sektor transportasi memanfaatkan transportasi laut.
iii. Banyaknya potensi unggulan menggunakan transportasi laut untuk melakukan pendistribusian logistik
iv. Permintaan mobilitas orang dan barang di Pelabuhan menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Strategi (SO)
a. Audit teknis terhadap KLM pada aspek persyaratan keselamatan,
b. Pelatihan bagi awak dan nahkoda kapal tentang teknik keselamatan pelayaran
c. Peningkatan fungsi balai keselamatan pelayaran sebagai lembaga badan pelayanan umum.
d. Penerapan secara detail manajemen kapal sebagai tindak lanjut dari UU No.17 tahun 2008 dan PP No.51 tahun 2002 serta penerapan secara ketat SK Dirjen Perhubungan Laut No. PY.66/1/2-2002
Strategi (WO)
a. Pembatasan umur kapal yang beropereasi b. Meningkatkan keterampilan dan kualitas sumber
daya manusia dalam upaya peningkatan pelayanan keselamatan transportasi laut
c. Menambah biaya sektor keselamatan navigasi pelayaran
Ancaman (T)
Faktor alam/cuaca yang terkadang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kapal.
Besarnya mobilitas barang dan manusia terkadang tidak didukung oleh sarana yang ada atau belum terwadahi dengan baik.
Strategi (ST)
a. Pemeriksaan khusus dan menyeluruh dengan melakukan conditional Assesment Survey (CAS)
b. Pencabutan ijin bagi operator yang tidak disiplin dan tidak memenuhi kewajiban keselamatan transportasi laut
Strategi (WT)
e. Pembangunan sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP) dan Pengujian fisik kapal dalam rangka peningktan keselamatan alur pelayaran
a. Peningkatan kelengkapan keselamatan dan kompetensi SDM operator
b. Penataan dan pembenahan SDM dilingkungan para stakeholder
c. Pengadaan peralatan pengamanan dan sarana telekomunikasi.
Faktor eksternal
Tabel 28. Matriks analisis SWOT peningkatan pelayanan keselamatan KLM di Pelabuhan Paotere
Sumber : Hasil Analisis, 2012
110
5. Tahap pengambilan keputusan
Berdasarkan hasil analisis SWOT, dapat dilakukan strategi
peningkatan pelayanan keselamatan transportasi KLM di Pelabuhan
Paotere sebagai berikut:
Audit teknis terhadap Kapal layar motor (KLM) pada aspek
persyaratan alat keselamatan,
Pelatihan bagi awak dan nahkoda kapal tentang teknik
keselamatan pelayaran
Peningkatan fungsi balai keselamatan pelayaran sebagai lembaga
badan pelayanan umum.
Penerapan secara detail manajemen kapal sebagai tindak lanjut
dari UU No.17 tahun 2008 dan PP No.51 tahun 2002 serta
penerapan secara ketat SK Dirjen Perhubungan Laut No.
PY.66/1/2-2002
111
BAB V
PENUTUP
J. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kondisi kelengkapan alat keselamatan KLM di Pelabuhan Paotere
untuk kategori administrasi alat keselamatan berada pada kategori
tidak baik (0%) untuk semua alat keselamatan. Sedangkan untuk
kategori teknis alat keselamatan berada pada kategori kurang baik
life jacket (31,04%) dan sekoci (27,34%) dan alat lifebouy berada
pada kategori cukup baik (41,63%). Hal tersebut menunjukkan bahwa
kelengkapan peralatan keselamatan pada KLM di Pelabuhan Paotere
memiliki banyak kekurangan dan belum memenuhi standar pelayanan
SOLAS. Sedangkan untuk kuantitas alat keselamatan fire house box,
lampu sekoci, para chut signal, hand flare, smoke signal dan baju
tahan api masih dalam kategori “Tidak Baik”. Botol pemadam, life
jacket, life bouy, sekoci dan alat komunikasi dikategorikan “Baik”.
2. Strategi yang dapat dilakukan dalam upaya mengurangi tingkat korban
jiwa pada kecelakaan kapal layar kotor di Pelabuhan Paotere antara
lain a). Audit teknis terhadap Kapal layar motor (KLM) pada aspek
persyaratan keselamatan, b). Pelatihan bagi awak dan nahkoda kapal
112
tentang teknik keselamatan pelayaran, c). Peningkatan fungsi balai
keselamatan pelayaran sebagai lembaga badan pelayanan umum, d).
Penerapan secara detail manajemen kapal sebagai tindak lanjut dari
UU No.17 tahun 2008 dan PP No.51 tahun 2002 serta penerapan
secara ketat SK Dirjen Perhubungan Laut No. PY.66/1/2-2002.
K. Saran
Adapun saran-saran yang terkait dengan penelitian ketersediaan alat
keselamatan transportasi Kapal Layar Motor (KLM) di Pelabuhan Paotere
adalah sebagai berikut:
1. Karena keterbatasan waktu dan biaya maka kedepan diperlukan
kajian mengenai kondisi alat keselamatan secara keseluruhan dengan
menambahkan beberapa variabel lain dan metode yang berbeda
sehingga diharapkan penilaiannya tidak objektif.
2. Sampel penelitian ini digeneralkan pada kapal maksimal GT 500 tanpa
pengkategorian lebih lanjut terhadap jumlah sampel untuk setiap
tingkat ukuran kapal (GT), sehingga tidak terlihat kondisi alat
keselamatan untuk setiap tingkat ukuran kapal.
3. Untuk penelitian selanjutnya diperlukan kajian keselamatan
transportasi laut khususnya KLM terhadap Aspek teknis (kondisi
kapal, dan stabilitas kapal), aspek non teknis (sumber daya awak
kapal, operator dan regulator serta aspek alam).
113
4. Diharapkan keseriusan dari pemerintah khususnya instansi yang
terkait, kaitannya dengan penyediaan kelengkapan alat keselamatan
transportasi KLM di Pelabuhan Paotere.
5. Perlu diperketat pengawasan oleh syahbandar dan pelaksanaan yang
benar oleh para operator baik yang di darat maupun di kapal dalam
mengawasi kondisi kelaiklautan kapal yang akan berlayar.
114
DAFTAR PUSTAKA
Artana, K Buda. Beberapa pertimbangan dalam manajemen keselamatan
kapal: perspektif edukasi dan penelitian. Bahan kuliah. ITS.
Surabaya.
Badan Koordinasi Keamanan Laut RI. 2009. Kebijakan Keselamatan dan
Keamanan Transportasi Laut. Jakarta.
Direktorat Jendral Perhubungan Laut, nomor : PY.66/1/2-02. “Persyaratan
Keselamatan Bagi Kapal Layar Motor berukuran tonase kotor
sampai GT 500”. Jakarta.
Departemen perhubungan, 2008. Undang-undang RI No.17 Tentang
Pelayaran, Dephub. Jakarta
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Analisa kebijakan tentang
pembentukan badan penegak hukum, keamanan dan keselamatan
laut. Dewan kelautan Indonesia. Jakarta.
Hadi, A Utoyo. 2001. Persepsi masyarakat pelayaran dalam penerapan
ISM-Code bagi keselamatan pelayaran dan perlindungan
lingkungan laut di Pelabuhan Balawan. Tesis PPs USU. Medan.
Hadi, E Sasmito. Dkk. 2005. Desain kapal ikan multi fungsi dan ramah
lingkungan: sebuah konsep wahana baru untuk kapal ikan di
kawasan Indonesia bagian timur. Makalah. Semarang.
Hani, A Assaqol dan Dinariyana, AAB. 2009. Simulasi sistem transportasi
kapal ferry ”studi kasus pelabuhan penyeberangan Ketapang-
Gilimanuk”. Jurnal. Teknik perkapalan ITS. Surabaya.
Hendarto, sri, et al. 2009. Dasar-dasar transportasi. ITB. Bandung
Jinca, M Y. 2002. Transportasi Laut Kapal Layar Motor Pinisi:Teknologi dan
Manajemen Industri Pelayaran Rakyat, Lembaga Penerbitan,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Jinca , M Y. 2011. Transportasi Laut, analisis sistem dan studi kasus. Brilian
Internasional. Surabaya.
115
KNKT. 2011. Analisis Data Kecelakaan dan Investigasi Transportasi Laut
Tahun 2007-2011. Jakarta
Lembaga Pengabdian Masyarakat ITB dan KBK Rekayasa Transportasi
ITB. 1996. Perencanaan Transportasi. ITB. Bandung.
Malisan, Johny. 2010. Keselamatan Transportasi Pelayaran Rakyat Studi
Kasus Armada Phinisi. Simposium XIII FSTPT Universitas Katolik
Soegijapranata. Semarang.
Malisan, Johny. 2010. Penelitian Penyebab dan Peningkatan Keselamatan
Transportasi Laut di Indonesia.Badan Litbang Perhubungan. Jakarta
Moni, Farida et al. 2003. Analisis dimensi kualitas jasa yang mempengaruhi
kepuasan penumpang kapal laut studi kasus pada kapal – kapal
PT. Pelni jalur Surabaya – Ambon. Jurnal aplikasi manajemen
volume 1. Nomor 2.
Nasution, MN. 2008. Manajemen transportasi. Ghalia Indonesia. Bogor
Nurwahida. 2003. Persepsi Pengambilan Keputusan Terhadap
Implementasi Standar manajemen Keselamatan Kapal-kapal
Pelayaran Rakyat, Tesis Magister, Program Pasca Sarjana
UNHAS, Makassar.
Program pascasarjana UNHAS. 2006. Pedoman penulisan Tesis dan
Disertasi Edisi 4. PPs Unhas. Makassar.
Sugiarso, Adin. 2008. Studi perbandingan metode pengecatan pada ruang
muat kapal sesuai aturan IMO. Jurnal Teknik perkapalan ITS.
Surabaya.
Unus, Fahriny. 2004. Analisis kebijakan mengenai keselamatan nelayan
dan kapal ikan di laut. Skripsi Prodi. Pemanfaatan Sumberdaya
perikanan. IPB. Bogor.
Yanif, DK et al. 2005. Studi pemilihan konsep manajemen perawatan
kapal-kapal angkatan laut dengan pendekatan criteria jamak (multi
criteria). Jurnal Seminar Nasional Pascasarjana ITS. Surabaya
Widarbowo Dodik. 2006. Analisis Kompetensi Perwira Awak Kapal
Pelayaran Rakyat, Tesis Magister, Program Pasca Sarjana UNHAS,
Makassar.
116
http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=2&id=
51989. Di akses pada tanggal 7 september 2011.
http://www.wikepedia.com/paotere.php. di akses pada tanggal 12 agustus
2011
http://rulyabdillah.blogdetik.com/?p=26. Di Akses tanggal 22 Agustus
2011, Makassar.
http://www.bunyu-online.com/2008/11/safety-of-life-at-sea-1974-solas-
74.html. Akses tanggal 22 Agustus 2011, Makassar.
http://konsultanstatistik.blogspot.com/2009/03/metode-pengumpulan-
data.html. Akses tanggal 22 Agustus 2011, Makassar