Post on 12-Feb-2017
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengendalian Internal
2.1.1 Pengertian Pengendalian Internal
Pengertian pengendalian internal menurut Arens (2012:290) yaitu
“internal control is process designed to provide reasonable assuranceachievement of management’s objectives in the following categories :a. Reliability of financial reportingb. Effectiveness and efficiency of operation, andc. Compliance with applicable laws and regulations.”
Laporan COSO yang di kutip oleh Bodnar dan Hopwood (2011:182)
mendefinisikan pengertian pengendalian internal sebagai berikut :
“Internal control is process effected by an entity’s board of director,management, and other personal designed to provide reasonableassurance regarding achievement of objectives in the followingcategories:a. Realibility of financial reportingb. Effectiveness and efficiency of operation, andc. Compliance with applicable laws and regulations”.
Jadi pengendalian internal adalah proses yang dapat dipengaruhi oleh dewan
komisaris, manajemen, personil satuan usaha lainnya yang dirancang untuk
mendapatkan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan dalam hal keandalan
laporang keuangan, kesesuaian dengan undang-undang dan peraturan yang
berlaku, serta efektivitas dan efisiensi operasi.
9
2.1.2 Tujuan Pengendalian Internal
Menurut Arens (2012:290) yang menjadi tujuan pengendalian internal
adalah: 1. Reliability of financial reporting
2. efficiency and effectiveness of operation
3. Compliance with applicable laws and regulation
Uraian ketiga tujuan tersebut sebagai berikut :
1. Reliability of financial reporting (keandalan laopran keuangan)
Manajemen bertanggung jawab dalam menyiapkan laporan keuangan bagi
investor, kreditur, dan pengguna lainnya. Manajemen mempunyai
kewajiban hukum dan profesional untuk menjamin bahwa informasi telah
disiapkan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2. Efficiency and effectiveness of operation (efisiensi dan efektivitas operasi)
Pengendalian dalam suatu organisasi dimaksudkan untuk mendorong
penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien, untuk
mengoptimalkan tujuan organisasi.
3. Compliance with applicable laws and regulation (ketaatan pada hukum
dan peraturan)
Banyak hukum dan peraturan yang harus ditaati oleh perusahaan.
Beberapa diantaranya tidak berhubungan langsung dengan akuntansi,
misalnya Undang-Undang Lingkup Hidup. Sedangkan peraturan yang
berhubungan langsung dengan akuntansi misalnya Undang-Undang
Perpajakan.
Pengendalian Internal tidak dimaksudkan untuk menghilangkan semua
kemungkinan terjadinya kesalahan dan penyelewengan sama sekali, tetapi
10
pengendalian internal yang memadai akan dapat menekan atau memperkecil
terjadinya kesalahan dan penyelewengan dalam batas-batas yang layak dan
kalaupun terjadi kesalahan atau penyelewengan dapat segera diketahui dan diatasi.
Jadi dapat dikatakan bahwa pengendalian internal yang diterapkan pada
perusahaan bertujuan agar para manajemen dan pemilik perusahaan mengetahui
keefektifan operasional sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dapat
memantau kegiatan keuangan dengan benar.
2.1.3 Komponen Pengendalian Internal
Komponen pengendalian internal merupakan proses untuk menghasilkan
pengendalian yang memadai. Agar tujuan pengendalian tercapai, perusahaan
harus mempertimbangkan komponen-komponen pengendalian internal.
Komponen-komponen pengendalian internal menurut Arens (2012:294)
adalah sebagai berilkut :
"Internal control include five categories of control that management'scontrol objectives will be met. There are called the components of internalcontrol and are (I) the control environtment, (2) risk assessment, (3)control activities, (4) information and communication, (5) monitoring.”
Kelima komponen pengendalian internal tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Lingkungan Pengendalian
Komponen ini meliputi sikap manajemen di semua tingkatan terhadap operai
secara umum dan konsep kontrol secara khusus. Hal ini juga mencakup etika,
kompetensi serta integritas dan kepentingan terhadap kesejahteraan organisasi.
Juga tercakup struktur organisasi serta kebijakan dan filosofi manajemen.
11
2. Penilaian Resiko
Komponen ini telah menjadi bagian dari aktivitas audit internal yang terus
berkembang. Penentuan risiko mencakup penentuan risiko di semua aspek
organisasi dan penentuan kekuatan organisasi melalui evaluasi risiko.
3. Aktivitas Pengendalian
Komponen ini mencakup aktivitas-aktivitas yang dulunya dikaitkan dengan
konsep kontrol internal. Aktivitas-aktivitas ini meliputi persetujuan, tanggung
jawab dan kewenangan, pemisahan tugas, pendokumentasian, rekonsiliasi,
karyawan yang kompeten dan jujur, pemeriksaan internal dan audit internal.
4. Informasi dan Komunikasi
Komponen ini merupakan bagian penting dari proses manajemen. Manajemen
tidak dapat berfungsi tanpa informasi. Komunikasi informasi tentang operasi
kontrol internal memberikan substansi yang dapat digunakan manajemen
untuk mengevaluasi efektivitas kontrol dan untuk mengelola operasinya.
5. Pengawasan
Pengawasan merupakan evaluasi rasional yang dinamis atas informasi yang
diberikan pada komunikasi informasi untuk tujuan manajemen kontrol.
2.2 Pencegahan Kecurangan
Peran utama dari audit internalor sesuai dengan fungsinya dalam
pencegahan kecuarangan adalah untuk menghilangkan atau mengeleminir sebab-
sebab timbulnya kecurangan tersebut. Karena pencegahan terhadap akan
terjadinya suatu perbuatan curang akan lebih mudah daripada mengatasi bila telah
terjadi kecurangan tersebut.
12
Pencegahan kecurangan merupakan tanggung jawab manajemen.
Pemeriksaan intern bertanggung jawab untuk menguji dan menilai kecukupan
serta efektivitas tindakan manajemen untuk memenuhi kewajiban tersebut.
Dengan demikian, audit internal harus melakukan audit sesuai dengan prosedur,
memonitori gejala-gejala kecurangan, melakukan penelusuran untuk mencegah
kecurangan serta mengidentifikasikan semua kecurangan yang mungkin terjadi.
Menurut Tunggal (2012:169) mengartikan fraud adalah sebagai berikut:
”Penggambaran yang salah dari fakta material dalam buku besar ataulaporan keuangan, bisa juga kecurangan yang ditujukan kepada pihak luarmisalnya penjual, pemasok, kontraktor, konsultan, dan pelangan dengancara penagihan yang berlebihan”.
Definisi Fraud menurut Black Law Dictionary dalam Tunggal (2012:169)
adalah:
a. Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran/keadaan yangdisembunyikan dari sebuah fakta material yang mempengaruhi orang lainuntuk melakukan perbuatan atau tindakan merugikan.
b. Penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) secara ceroboh/tanpaperhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat dapatmempengaruhi atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat
c. Suatu kerugian yang timbul sebagai akibat diketahui keterangan ataupenyajian yang salah (salah pernyataan), penyembunyian fakta material,atau penyajian yang ceroboh/tanpa perhitungan yang mempengaruhi oranglain untuk berbuat atau bertindak merugikan.
2.2.1 Jenis-jenis Kecurangan
Untuk melakukan pencegahan terhadap terjadinya kecurangan, maka harus
mengetahui jenis-jenis kecurangan menurut Yayasan Pendidikan Audit internal
dalam Rahmawati (2012:7) yaitu:
1. Employee embezzlement atau occupational fraud
Kecurangan yang dilakukan pegawai karena jabatan atau kedudukannya dalam
13
organisasi.
2. Management fraud
Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen, biasanya dengan melakukan
penyajian laporan keuangan yang tidak benar untuk keuntungan organisasi
atau perusahaan.
3. Investment scam,
Kecurangan yang dilakukan dengan membujuk investor untuk menanamkan
uangnya pada suatu bentuk investor untuk menanamkan uangnya pada suatu
bentuk investasi dengan janji akan memperoleh hasil investasi yang berlipat
dalam waktu cepat. Untuk meyakinkan investor, pada awal mulai investasi
investor diberikan hasil seperti yang dijanjikan, tetapi pada waktu kemudian
macet.
4. Vendor fraud
Kecurangan yang dilakukan oleh pemasok atau organisasi yang menjual
barang/jasa dengan harga yang terlalu tinggi dibandingkan dengan
kwalitasnya atau barang/jasanya tidak direalisasikan walaupun pembeli telah
membayar, korbannya adalah pembeli.
5. Customer fraud
Kecurangan yang dilakukan pembeli/pelanggan. Pembeli tidak/kurang
membayar harga barang/jasa yang diterima, korbannya adalah penjual.
6. Computer fraud
Kecurangan yang dilakukan dengan cara merusak program komputer, file,
data, sistem operasi, alat atau media yang digunakan yang mengakibatkan
14
kerugian bagi organisasi yang sistem komputernya dimanipulasi.
2.2.2 Syarat Penemuan Kecurangan
Standar audit pada dasarnya mampu mengetahui adanya kesalahan yang
disengaja atau tidak disengaja. Tunggal (2012:18) mengemukakan bahwa terdapat
dua syarat penemuan kecurangan yaitu: penemuan kecurangan dan bukti yang
cukup dan kompeten.
Auditor internal diharapkan dapat menemukan kelemahan atau kecurangan
yang terjadi didalam perusahaan sehingga segala aktivitas yang bertentangan
dengan prosedur atau kebijakan perusahaan dapat dicegah dan di atasi.
Sehubungan dengan itu, temuan audit harus didasarkan pada:
1) Kriteria, yaitu standar ukuran atau harapan dalam melakukan evaluasi
2) Kondisi, yaitu bukti nyata yang ditemukan oleh auditor internal
3) Sebab, yaitu alasan yang dikemukakan atas terjadinya perbedaan antara
kondisi yang diharapkan dengan kondisi sesungguhnya
4) Akibat, yaitu risiko atau kerugian yang dihadapi oleh organisasi dari pihak
yang diaudit atau unit organisasi lain karena terdapatnya kondisi yang tidak
sesuai dengan kriteria
Laporan tentang berbagai temuan, dapat pula dicantumkan berbagai
rekomendasi, hasil yang telah dicapai oleh pihak uang diaudit dan informasi lain
yang bersifat membantu yang tidak dicantumkan di tempat lain. Penemuan
kecurangan dapat diketahui dari sistem pengawasan yang diterapkan secara
kebetulan serta laporan dari pihak lain.
Bukti yang cukup merupakan bukti yang faktual dan meyakinkan sehingga
15
orang yang diberi bukti akan mempunyai kesimpulan yang sama dengan auditor,
sedangkan bukti yang kompeten adalah bukti yang dipercaya dan cara terbaik
untuk memeperolehnya yakni dengan mempergunakan teknik audit yang tepat.
2.2.3 Faktor-faktor terjadinya Kecurangan
Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan
penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan
adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut.
Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa terjadinya kecurangan sebagai
akibat antara tekanan kebutuhan seseorang dengan lingkungannya yang
memungkinkan untuk bertindak. Faktor pendorong terjadinya kecurangan
menurut Karni dalam Rahmawati (2012:38) sebagai berikut:
1) Lemahnya Pengendalian Internal
a) Manajemen tidak menekankan perlunya pengendalian internal
b) Manajemen tidak menindak pelaku kecurangan
c) Manajemen tidak mengambil sikap dalam hal terjadinya konflik
kepentingan
d) Auditor internal tidak mempunyai kewenangan untuk menyelidiki para
eksekutif terutama menyangkut pengeluaran yang besar
2) Tekanan keuangan terhadap seseorang
a) Banyaknya hutang
b) Pendapatan rendah
c) Gaya hidup mewah
16
3) Tekanan non Finansial
a) Tuntutan pimpinan diluar kemampuan bawahan
b) Direktur utama menetapkan suatu tujuan yang harus dicapai tabpa
dikonsultasikan dengan bawahannya
c) Penurunan penjualan
4) Indikasi lain
a) Lemahnya kebijakan penerimaan pegawai
b) Meremehkan integritas pribadi
c) Kemungkinan koneksi dengan organisasi criminal
Ciri-ciri atau kondisi adanya kecurangan yaitu jika:
a) Terdapatnya angka laporan keuangan yang mencolok dengan tahun-tahun
sebelumnya.
b) Adanya perbedaan antara buku besar dengan buku pembantu.
c) Perbedaan yang dikemukakan melalui konfirmasi.
d) Transaksi yang tidak dicatat sesuai dengan otoritas manajemen dengan baik
umum maupun khusus.
e) Perbedaan kepentingan (conflict interest) pada tugas pekerjaan karyawan.
Untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan, manajemen akan mengatur
pegawainya dengan tindakan yang tidak benar. Hal ini disebabkan karena
manajemen yang selalu melakukan tindakan korupsi, tidak efisien serta tidak
cakap dalam mengelola perusahaan. Apabila pendapatan rendah atau banyak
hutang, pegawai akan melakukan kecurangan karena masalah pribadi yang tidak
dapat terpecahkan. Karena banyaknya kecurngan yang terjadi, persahaan akan
17
mengalami kerugian yang sangat besar sehingga perusahaan dapat jatuh pada saat
yang tidak tepat, misalnya kehilangan uang atau saham.
2.2.4 Tanda-tanda Kecurangan
Kecurangan dapat ditangani sedini mungkin oleh manajemen atau dengan
pemeriksaan intern apabila teliti dalam melihat tanda-tanda kecurangannya.
Menurut Tunggal (2012:219) menyatakan bahwa beberapa tanda-tanda
kecurangan antara lain :
1) Terdapat perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dengan tahun
sebelumnya
2) Tidak ada pembagian tugas dan tagggung jawab yang jelas
3) Tidak ada rotasi pekerjaan karyawan
4) Pengendalian operasi tidak baik
Dari pernyataan di atas, jelas mengenai tanda-tanda kecurangan dapat
diketahui melalui angka-angka yang berbeda dengan tahun sebelumnya secara
mencolok. Hal ini disebabkan karena laporan keuangan dimanipulasi untuk
menutup kecurangan sehingga timbul perbedaan tersebut. Tidak adanya
pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas bagi karyawan juga dapat
menimbulkan kecurangan karena karyawan dapat bertindak dengan semena-mena
tanpa memperdulikan tanggung jawabnya.
Kecurangan dapat dilakukan dengan mudah bila tidak dilakukan rotasi
pekerjaan sehingga memungkinkan karyawan mengetahui rahasia atau hal penting
yang berkaitan dengan alur kerja. Selain itu, pengendalian operasi yang tidak baik
dapat membuat kegitan yang dilakukan tidak berjalan dengan lancar, contohnya
18
banyak sumber daya yang hilang saat pengerjaan sehingga kegiatan operasi
berjalan dengan tidak efisien. Hilangnya sumber daya tersebut karena karyawan
berada dalam keadaan frustasi atau merasa diperlakukan tidak adil.
2.2.5 Unsur-unsur Kecurangan
Suatu kecurangan terdiri dari unsur-unsur penting yang digunakan untuk
menguji tanda-tanda keberadaan kecurangan atau tidak. Disimpulkan bahwa
kecurangan terjadi apabila adanya unsur kesengajaan dari individu atau
organisasi, adanya kepercayan atas penyajian yang keliru juga karena kepercayaan
dari korban kecurangan untuk melaksanakan penyajian yang keliru tersebut
sehingga korban kecurangan menderita kehilangan hak milik atau uang.
Menurut Amrizal (dalam Marcelia 2013:27) menyatakan pada dasarnya
kecurangan sering terjadi pada suatu suatu entitas apabila :
a) Pengendalian intern tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan longgar dan
tidak efektif
b) Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka
c) Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau
ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan
keuangan yang mengarah tindakan kecurangan.
d) Model manajemen sendiri melakukan kecurangan, tidak efsien dan atau tidak
efektif serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
19
e) Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat
dipecahkan, biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan keluarga, gaya
hidup yang berlebihan.
f) Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau tradisi
kecurangan
2.2.6 Jenis dan Bentuk Kecurangan
Bentuk kecurangan menurut Schulze dan Daviel L. Black (dalam Rahayu,
2013:43) dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu kecurangan manajemen dan
kecurangan karyawan.
Kecurangan manajemen (management fraud) merupakan suatu tindakan
yang disengaja membuat laporan keuangan dengan memasukan angka yang bukan
sebenarnya atau mengubah catatan akuntansi yang merupakan sumber penyajian
laporan keuangan. Misalnya berupa manipulasi, mengubah catatan akuntansi atau
dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan.
Kecurangan Karyawan (employee fraud) yang paling umum adalah
pemalsuan daftar gaji (false payroll), penjualan palsu (false vendor) dan transfer
cek palsu (check kitting). Pemalsuan daftar gaji dilakukan dengan menciptakan
karyawan palsu dan kemudian menguangkan gaji karyawan tersebut, pemalsuan
penjualan dilakukan dengan membentuk penjualan palsu, faktur palsu yang
digunakan untuk menerima pembayaran, sedangkan cek palsu melibatkan
pemindahan dana dari bank yang satu ke bank yang lain dengan mencatat tidak
benar atas transaksi transfer tersebut.
20
Bentuk-bentuk kecurangan menurut Tunggal (2012) dapat diklasifikasikan
dalan dua kategori, yakni kecurangan yang merugikan perusahaan dan kecurangan
yang menguntungkan perusahaan. Predikat kecurangan tergantung pada siapa
pelakunya, kecurangan yang merugikan perusahaan yaitu perusahaanlah yang
merupakan korban keurangan yang biasanya dilakukan oleh karyawan jenjang
menengah ke bawah. Bentuk kecurangan dalan kategori ini salah satunya berupa
pencurian harta kekayaan perusahaan.
Kecurangan yang menguntungkan perusahaan biasanya dilakukan oleh
karywan jenjang atas atau manajemen puncak.bentuk kecurangan dalam kategori
ini misalnya, pencatatan laba atau aktiva yang lebih besar, mencatat biaya-biaya
yang lebih kecil, tidak mencatat retur penjualan dan lain-lain.
Association of Certified Fraud Examinations / ACFE- 2000 (menurut
Amrizal dalam Marcelia 2013:28), salah satu asosiasi di USA yang
mendarmabaktikan kegiatannya dalam pencegahan dan pemberantasan
kecurangan, mengkategorikan kecurangan dalam tiga kelompok sebagai berikut:
a) Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)
Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang
dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material. Laporan Keuangan
yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial
atau kecurangan non financial.
21
b) Penyalahagunaan asset (Asset Misappropriation)
Penyalahagunaan aset dapat digolongkan ke dalam kecurangan kas dan
kecurangan atas persediaan dan aset lainnya, serta pengeluaran-pengeluaran
biaya secara curang (fraudulent disbursement).
c) Korupsi (Corruption)
Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE,
bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia.
Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict
of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan
(economic extortion).
2.2.7 Syarat Penemuan Fraud
Standar audit pada dasarnya mampu mengetahui adanya kesalahan yang
disengaja atau tidak disengaja. Menurut Tunggal (2012:71-73) bahwa syarat
penemuan fraud terdiri dari:
1. Penemuan Fraud
2. Bukti yang Cukup dan Kompeten
Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa dalam syarat penemuan
fraud, audit internal harus dapat menemukan fraud dan didukung oleh bukti yang
cukup dan kompeten. Berikut ini akan dijelaskan mengenai penemuan fraud serta
bukti yang cukup dan kompeten.
1. Penemuan Fraud
Audit internal diharapkan dapat menemukan kelemahan atau fraud yang
terjadi di dalam perusahaan,sehingga segala aktivitas yang bertentangan dengan
22
prosedur atau kebijakan perusahaan dapat dicegah dan diatasi. Sehubungan
dengan itu, temuan-temuan hasil audit harus didasarkan pada:
(1) Kriteria: yaitu berbagai standar, ukuran atau harapan dalam melakukan
evaluasi.
(2) Kondisi: yaitu berbagai bukti nyata yang ditemukan oleh audit internal.
(3) Sebab: yaitu alasan yang dikemukakan atas terjadinya perbedaan antara
kondisi yang diharapkan dan kondisi sesungguhnya.
(4) Akibat: yaitu berbagai resiko atau kerugian yang dihadapi oleh organisasi dari
pihak yang diaudit atau unit organisasi lain karena terdapatnya kondisi yang
tidak sesuai dengan ktiteria (dampak dari perbedaan).
(5) Dalam laporan tentang berbagai temuan, dapat pula dicantumkan berbagai
rekomendasi, hasil yang telah dicapai oleh pihak yang diaudit, dan informasi
lain bersifat membantu yang tidak dicantumkan di tempat lain.
Penemuan fraud, dapat diketahui dari sistem pengawasan yang diterapkan
(misalnya melalui audit internal), kebetulan (by accident), dan laporan dari pihak
lain. Tunggal (2012:72) menyatakan bahwa:
“Suatu studi yang dilakukan di Inggris, mengungkapkan bahwadiperkirakan hanya 19% fraud ditemukan oleh auditor, 51% ditemukankarena kebetulan, 10% ditemukan melalui pengendalian manajemen, danlebih dari 20% merupakan “tips” atau laporan dari pihak luar”.
Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa fraud dapat ditemukan dari hasil
audit yang dilakukan, secara kebetulan dan melalui pengendalian menajemen serta
informasi dari pihak lain.
23
2. Bukti yang Cukup dan Kompeten
Bukti yang cukup merupakan bukti yang faktual dan meyakinkan,
sehingga orang yang diberi bukti akan mempunyai kesimpulan yang sama dengan
auditor. Sedangkan bukti yang kompeten adalah bukti yang dapat dipercaya dan
cara terbaik untuk memperolehnya adalah dengan mempergunakan teknik audit
yang tepat.
2.2.8 Ruang Lingkup Fraud Auditing
Ruang lingkup fraud auditing merupakan pembatasan-pembatasan tertentu
dalam melakukan audit. Menurut Tunggal (2012:77-80) ruang lingkup fraud
auditing meliputi:
1. Tingkat Materialitas2. Biaya3. Informasi yang sensitif4. Pengembangan integritas
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup fraud auditing
harus ditentukan berdasarkan biaya yang diperlukan, informasi yang sensitif
tentang fraud, dan pengembangan integritas di dalam perusahaan. Berikut ini
akan dijelaskan mengenai hal-hal yang terdapat dalam ruang lingkup fraud
auditing.
1. Tingkat Materialitas
Suatu fraud tetap dianggap material secara kualitatif dan tidak menjadi
masalah terhadap beberapa jumlah uang yang tersangkut. Maksud dari definisi ini
adalah:
(1) Fraud, menurut sifatnya dapat berkembang apabila tidak dicegah.
24
(2) Eksistensi fraud sendiri menunjukkan adanya suatu kelemahan dalam
pengendalian.
(3) Fraud secara tidak langsung menyatakan masalah integritas mempunyai
konsekuensi yang jauh dari jangkauan. Misalnya, manajemen melakukan
pembayaran yang ilegal, perusahaan dan eksekutif yang terlibat akan
menghadapi konsekuensi hukum dan sangat merugikan publisitas perusahaan.
2. Biaya
Manajemen harus menganalisis keadaan biaya secara keseluruhan atau
manfaat dari perluasan audit dan tindakan-tindakan yang akan diambil untuk
mencegah fraud pada masa yang akan datang.
Pada dasarnya untuk menguji setiap transaksi dibutuhkan biaya yang
sangat tinggi. Hal ini dikemukakan Arens, Elder and Beasley (2012:322) sebagai
berikut:
“Because fraud is difficult to detect due to colusion and false
documentation, a focus on fraud prrevention and deterrence is often more
effective and less costly”.
Dengan demikian jelas, bahwa untuk menemukan dan mengungkapkan
fraud diperlukan biaya yang sangat tinggi walaupun hasilnya tidak maksimal.
Misalnya, jika terjadi fraud yang melibatkan persengkokolan beberapa karyawan
yang menyangkut pemalsuan dokumen, penipuan semacam itu cenderung tidak
terungkap dalam audit yang normal.
3. Informasi yang sensitif
Perusahaan yang mengetahui ruang lingkup fraud, segera membuat
kebijakan untuk menghalangi dan mendeteksi aktivitas fraud. Sifat sensitif dari
25
aktivitas fraud atau dicurigai adanya aktivitas demikian membutuhkan suatu
petunjuk formal dalam pelaporan dan praktek penyelidikannya.
4. Pengembangan Integritas
Auditor internal sering diminta untuk melakukan program peningkatan
integritas, dimana prioritas manajemen ditinjau bersama seluruh karyawan.
Selain itu, keinginan untuk menghindari perbedaan pendapat, keinginan
untuk mengindari pengambilan alih manajemen, adalah topik yang mungkin perlu
ditekankan pada program peningkatan integritas.
2.3 Peranan Pengendalian Internal Dalam Pencegahan Kecurangan
Audit internal sangat erat berkaitan dengan masalah pencegahan
kecurangan dalam suatu organisasi sehingga keberadaannya diyakini mampu
mencegah terjadinya kecurangan dalam perusahaan. Namun demikian, audit
internal tidak bertanggung jawab atas keterjadiannya kecurangan, walaupun pada
hakikatnya memiliki tanggung jawab besar dalam masalah tersebut. Menurut
Albrecht yang dikutip Pratama (2013:27) menyatakan bahwa:
”Fraud is reduced an often prevented (1) by creating a culture of honesty,
openness and assistance and (2) by eleminating oppurtunities to commit
fraud”.
Menanamkan tagline perusahaan bahwa setiap tindak kecurangan akan
mendapatkan sanksi yang setimpal bisa saja dilakukan dengan harapan
menghilangkan peluang berbuat curang.
Sedangkan menurut Siti dan Ely (2010 : 64) menyatakan bahwa,
“Pengendalian intern yang secara khusus ditujukan untuk menanganifraud (fraudspesific internal control): merupakan suatu sistem dengan
26
proses dan prosedur yang bertujuan khusus, dirancang dan dilaksanakanuntuk tujuan utama, untuk mencegah dan menghalangi (denganmembuat jera) terjadinya kecurangan”.
Dari teori tersebut dapat dilihat bahwa ada keterkaitan antara pengendalian
intern dan pencegahan fraud pada suatu organisasi. Dengan adanya pengendalian
akan melemahkan fraud. Upaya dalam melemahkan auditor dalam melemahkan
fraud dilakukan dapat dilakukan antara lain dengan :
1. Mengawasi pelaksanaan jalannya keuangan perusahaan
Dilakukan dengan Pengawasan terhadap kinerja pengelolaan keuangan
2. Menilai ketaatan terhadap peraturan
Menilai prosedur yang berhubungan dengan ketaatan terhadap kebijakan
3. Verifikasi catatan akuntansi
Mengecek pemrosesan dan pencatatan transaksi dan memberikan catatan dan
rekomendasi
2.4 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Pengendalian Internal merupakan pengolahan dasar bagi perusahaan yang
akan melindungi aktiva perusahaan dari penyalahgunaan, memastikan bahwa
bahwa informasi usaha yang disajikan akurat dan meyakinkan bahwa hukum serta
peraturan telah diikuti. Pengendalian internal akan melengkapi pengendalian
eksternal yang sudah ditegakkan pemerintah, seperti melalui lembaga kepolisian,
kejaksaan, pemberantas korupsi, pengawas keuangan maupun lembaga peradilan
lainnya. Yang membedakan sistem pengendalian intern ini adalah mekanisme
27
pengendaliannya yang lebih menjamin kualitas dan kinerja pemerintahan secara
keseluruhan (apalagi jika berhasil diterapkan di seluruh lembaga pemerintah pusat
dan daerah). Prakondisi ini selanjutnya akan menghindarkan penyelenggara
negara dari tuntutan hukum administrasi, perdata maupun pidana.
Secara umum definisi Pengendalian Internal Menurut COSO dalam bukunya
Rittenberg (2010:192) yaitu :
“Internal control is process, effected by an entity’s board of directors,management and other personnel, designed to provide reasonableassurance regarding the achievement of objectives in followingcategories:
- Effectiveness and efficiency of operations.- Reliability of financial reporting.- Compliance with applicable laws and regulations.”
Penelitian ini dilakukan penulis dengan merujuk pada penelitian
sebelumnya, yaitu:
1) Penelitian yang dilakukan oleh R. Anindyajati (01.04.194) dari Universitas
Widyatama Bandung yang lulus pada tahun 2008, dengan judul Analisis
Perbandingan Fraud Sebelum Dan Sesudah Pembentukan Inspektorat Kota
Bandung (Studi Survei Pada Inspektorat Kota Bandung). Persamaan dengan
penulis sekarang yaitu membahas seputar audit internal sektor publik yaitu
Inspektorat dengan ruang lingkupnya dan sama-sama membahas kecurangan
(fraud). Perbedaannya dengan skripsi saya adalah skripsi ini membahas
kecurangan apa saja yang terjadi sebelum dan sesudah adanya Inspektorat,
sedangkan skripsi saya membahas bagaimana Inspektorat dapat mencegah
kecurangan (fraud).
28
2) Penelitian yang dilakukan oleh Naulida (01.07.A18) dari Universitas
Widyatama Bandung yang lulus pada tahun 2009, dengan judul Peranan
Audit Investigatif Dalam Mengungkapkan Kecurangan (Fraud) Pada
Transaksi Penjualan (Studi Kasus Berkas Perusahaan X Kepolisian Republik
Indonesia). Persamaan dengan penulis sekarang adalah skripsi ini sama-
sama membahas penjelasan mengenai kecurangan (fraud). Yang menjadikan
perbedaan dengan skripsi saya sudah jelas yaitu skripsi ini membahas audit
investigative dan mengungkapkan kecurangan (fraud) bukan pencegahan
kecurangan (fraud). Begitu pula dengan studi kasus skripsi saya dengan
skripsi ini yang berbeda.
Berdasarkan pendapat di atas, maka pelaksanaan pengendalian internal
akan dapat membantu pencegahan kecurangan. Maka penulis menarik hipotesis
sebagai berikut:
“Jika pengendalian internal yang dilaksanakan secara efektif, maka akan dapat
mencegah kecurangan”